LP Diabetic Foot [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK) Disusun untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Departemen Keperawatan Medikal



Oleh: Margareta Laura Cangkung 190070300011032 Kelompok 3



PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020



LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC FOOT (KAKI DIABETIK)



A. Definisi Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya sehingga terjadi defisiensi insulin relatif atau absolut dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh. Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah, selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik. B. Klasifikasi Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik yaitu salah satunya klasifikasi Wagner, yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetik Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan yakni vaskular, infeksi dan neuropati, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik, namun pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Wagner. 1. Klasifikasi menurut Wagner



a. Derajat 0 Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot. b. Derajat I Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit). c. Derajat II Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada grade I & ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang/sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal. d. Derajat III Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis. e. Derajat IV Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang



terus-menerus Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal. f. Derajat V Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. Berdasarkan pembagian menurut Wagner di atas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :  Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada  Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor  Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut). Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :  Insisi : abses atau selulitis yang luas  Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II  Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V  Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V  Amputasi : pada kaki diabetik derajat V C. Epidemiologi Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan komplikasi diabetes melitus cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian, selain itu sampai saat ini masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian sehingga masih muncul konsep dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini. Kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita diabetes melitus dibandingkan dengan non diabetes melitus. Kaki diabetik juga menyebabkan lama rawat penderita diabetes melitus menjadi lebih lama. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di Amerika Serikat sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di negara berkembang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan



negara maju, yaitu antara 20-40%. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka mortalitas 32% dan kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk diabetes melitus. Prevalensi angka kematian akibat ulkus dan gangren berkisar 1723%, sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%. Angka kematian 1 (satu) tahun pasca amputasi sebesar 14,8%. Jumlah itu meningkat pada tahun ketiga menjadi 37%, ratarata umur pasien hanya 23,8 bulan pasca amputasi. D. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya kaki diabetik dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: 1. Usia Penelitian di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa persentase kaki diabetik paling tinggi pada usia ≥45 tahun. Tubuh mengalami banyak perubahan terutama pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah pada usia ≥45 tahun, kejadian kaki diabetik sangat tinggi pada usia ini karena fungsi tubuh secara fisiologis menurun. Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi sehingga penurunan sekresi atau resistensi insulin dan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta menyebabkan penurunan



sekresi



atau



resistensi



insulin



yang



mengakibatkan



timbulnya



makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang salah satunya pembuluh darah besar atau sedang pada tungkai yang lebih mudah untuk terjadinya kaki diabetik. 2. Jenis Kelamin Penelitian menyebutkan bahwa prevalensi diabetes melitus secara keseluruhan lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria. Penyebab perbedaan prevalensi kaki diabetik diantara pria dan wanita dapat disebabkan oleh : faktor hormonal (adanya hormon estrogen pada wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler yang berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki- laki. 3. Lama Menderita Diabetes Mellitus Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali yang menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati



yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. 4. Obesitas Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan obesitas apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 23 untuk wanita dan IMT ≥ 25 untuk laki- laki. Hal ini akan membuat resistensi insulin yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah pada kaki yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik. 5. Hipertensi Hipertensi (TD >130/80mmHg) pada penderita diabetes melitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi dengan tekanan >130/80mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel pembuluh darah. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. 6. Kebiasaan Merokok Merokok merupakan faktor kuat menyebabkan penyakit arteri perifer yang mana sudah dibuktikan berhubungan dengan kaki diabetik. Nikotin yang dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan insufisiensi dari aliran pembuluh darah ke arah kaki yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi menurun. 7. Riwayat Ulserasi pada Kaki Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada permukaan kulit, nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke organ perifer ditandai dengan menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan neuropati ditandai dengan menurunnya sensasi rasa pada penderita diabetes melitus tipe 2. E. Manifestasi Klinis Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut:  Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).  Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).  Nyeri saat istirahat.  Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).



Gambaran klinis dibedakan: neuropatik dan iskemik. 1. Gambaran neuropatik  gangguan sensorik, ulkus plantar, sepsis  perubahan trofik kulit, pulsasi sering teraba  atropati degeneratif (sendi Charcot) 2. Gambaran iskemik  nyeri saat istirahat, sepsis, pulsasi tidak teraba  ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan  riwayat klaudikasio intermiten Tabel 2. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik Iskemia Neuropati Gejala



Inspeksi



Klaudikasio



Biasanya tidak nyeri



Nyeri saat istirahat



Kadang nyeri neuropati



Tergantung rubor



Lenngkung tinggi



Perubahan Tropik



Kuku-kuku jari kaki Tak ada perubahan tropic



Palpasi



Ulserasi



Dingin



Hangat



Tak teraba nadi



Nadi teraba



Nyeri



Tak nyeri



Tumit dan jari kaki



Plantar



Tabel 3. Stadium dari Fontaine Stadium I



Gejala dan Tanda Klinis Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat



II



Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila



IIa



istirahat



IIb



Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m



III



Bila keluhan sakit pada jarak jalan 0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat. 2.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis



secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete BloodCount), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit. Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA). Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA.



Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi. Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik G. Penatalaksanaan Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan lainnya harus dikendalikan. 1. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Tujuan debridemen bedah adalah untuk: a.



Mengevakuasi bakteri kontaminasi,



b.



Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,



c.



Menghilangkan jaringan kalus,



d.



Mengurangi risiko infeksi lokal



2. Mengurangi Beban Tekan (Off Loading) Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory. Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit). 3. Perawatan Luka Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas.



Tindakan



dressing



merupakan



salah



satu



komponen



penting



dalam



mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya. 



Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab







Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu yang akan diobati







Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab







Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan maserasi pada luka







Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering diganti







Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri







Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat



4. Pengendalian Infeksi Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada kaki diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat



diberikan



beberapa



ticarcillin/clavulanate,



alternatif



antibiotika



piperacillin/tazobactam,



seperti:



ampicillin/sulbactam,



Cefotaxime



atau



ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. 5. Tindakan Bedah Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency). Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila



tindakan



endovaskular



(angioplasti



dengan



menggunakan



balon



atau



atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan.



Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.



H. Komplikasi Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika:



I.



a.



Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas



b.



Infeksi yang tidak bisa dikendalikan



c.



Ulkus resisten



d.



Osteomielitis



e.



Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,



f.



Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil



g.



Trauma pada kaki



h.



Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati



Pencegahan Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap terjadinya luka.Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar. Edukasi tentang pentingnya



perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol. Pencegahan kaki diabetik, yaitu : a.



Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh.



b.



Kaki harus dibersihkan teliti & dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi.



c.



Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat menggunakan cermin.



d.



Kaki harus dilindungi dari kedinginan.



e.



Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.



f.



Sepatu harus cukup lebar dan pas.



g.



Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.



h.



Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.



i.



Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.



j.



Kuku dipotong secara lurus.



k.



Berhenti merokok



Patofisiologi DM Faktor penyebab : - Faktor genetik (adanya antigen HLA/Human Leukosit Antigen) - Respon autoimun abnormal - Faktor lingkungan (infeksi virus/toksin pada tubuh)



Faktor pencetus : - Usia > 45 tahun - Obesitas - Pola makan tidak baik - Kurang aktivitas fisik - Riwayat keluarga : DM



Memicu reaksi autoimun pada pankreas Gangguan toleransi glukosa Peningkatan lipolisis



Retensi insulin dan gangguan sekresi insulin



Gliserol asam lemak bebas meningkat



Kegagalan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin



Ketogenesis Tubuh kekurangan insulin



Ketouria Ketoasidosis -



Glukosa tidak dapat diserap sel tubuh



Nyeri abdomen Mual dan muntah Hiperventilasi Nafas bau keton



Terjadi glukoneogenesis



Glukosa menumpuk dalam darah



Koma diabetikum



Hiperglikemia



Kematian



Hipertensi Viskositas darah meningkat Kerusakan pembuluh darah perifer Suplai nutrisi, oksigen, leukosit terganggu Terdapat luka



Luka tidak mendapat suplai nutrisi dan leukosit Iskemik dan kerusakan jaringan Gangren Ulkus diabetik MK : Kerusakan integritas jaringan



MK : Ketidakseimbangan kadar glukosa darah Diabetes Mellitus



DM Tipe 1



MK : Resiko infeksi



DM Tipe 2



-



-



Reaksi Autoimun Sel beta pancreas hancur



Makrovaskular



Glukosa menarik air



Mikrovaskular



Osmotik diuretik



Organ jantung



Serebral



Organ ginjal



Poliuria /banyak kencing



Kerusakan arteri koroner jantung



Penyumbatan pembuluh darah otak



Ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa



Elektrolit tubuh berkurang melalui urin (natrium, klorida, sodium)



Penyakit jantung koroner



Penurunan aliran oksigen ke otak



Glukosa masuk ke urin



Merangsang rasa haus



Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otot jantung



Minum terus menerus



Iskemia miokard



Peningkatan asupan cairan



Infark miokard



Polidipsia



MK : Kekurangan volume cairan



Daya ejeksi otot jantung berkurang Penurunan cardiac output Penurunan aliran oksigen ke pembuluh darah perifer



MK : Ketidakseimbangan elektrolit



Idiopatik, usia, genetik, dll Jumlah sel pancreas menurun



Penurunan kesadaran



Glikosuria



MK : Ketidakefektifan perfusi jaringan otak



Kerusakan glomerulus ginjal



Akral dingin dan pucat



Glukosa dalam darah (sorbitol) tertimbun di lensa mata Pembentukan katarak



Kerusakan pembuluh darah kapiler mata Suplai nutrisi dan oksigen menurun Iskemia pada mata



Glomerulosklerosis MK : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer



Organ mata



Nefropati Resiko gagal ginjal kronis



MK : Gangguan sensori persepsi (penglihatan)



Retinopati Kebutaan MK : Resiko cedera



KONSEP DASAR KEPERAWATAN



A.



PENGKAJIAN 1.



Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 2. Anamnese a. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. c. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan olrh penderita untuk mengatasinya. d. Riwayat Kesehatan Dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyaki-penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Anya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita e. Riwayat kesehatan keluaraga Dari genogram keluarag biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insuli misal hipertensi, jantung. f. Riwayat Psikososial Meliputin informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarag terhadap penyakit penderita. 2. Pemeriksaan Fisik a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadara, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital. b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kdang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah serinng terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda diplopia lensa mata keruh. c. Sistem integumenrgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembababn dan suhu kulit di daerah ulkus dan gangren kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d. Sistem pernafasan



Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.



berkurang,



f. Sistem gastrointestinaldrasi, perubaha BB, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Terdapat polifagi, polidipis, mual, muntah, diare, konstipasi, deh g. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saatberkemih. h. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan TB, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. i. Sistem neurologis Terjadi sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut : 1. Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d status kesehatan klien (penyakit DM) ditandai dengan peningkatan glukosa darah, polifagi, poliuri dan polidipsi 2. Hipervolemia berhubunagn dengan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan edema , kadar HB turun. 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru yang ditandai dengan dyspnea, pernapasan cuping hidung, RR 26x/mnt 4.



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (DM) yang ditandai dengan mengeluh nyeri, frekuensi nadi meningkat,tampak meringis



5. Deficit Nutrisi berhubunagn dengan peningkatan kebutuhan metabolism d.d napsu makan menurun, mualkadar albumin turun 6. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan turgor kulit menurun > 2detik, edema, nyeri pada ekstremitas penyembuhan luka lambat 7. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi ditandai dengan kerusakan jaringan ,nyeri



INTERVENSI KEPERAWATAN No . 1



DIAGNOSIS INTERVENSI KEPERAWATAN KEPERAWATAN Managemen hiperglikemia Ketidakstabilan kadar glukosa darah Observasi: b.d status 1. Identifikasi penyebab hiperglikemia kesehatan klien 2. Monitor kadar glukosa darah (penyakit DM) 3. Monitor intake dan output ditandai dengan 4. Monitro keton urine, elektrolit peningkatan glukosa darah, Terapeutik polifagi, poliuri dan 1. Berikan asupan cairan oral polidipsi Edukasi



1. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri 2. Ajarkan pengelolaan diabetes Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberia insulin, pemberian cairan IV 2. Kolaborasi pemberian cairan IV Manajemen Hipoglikemia Observasi 1. Identifikasi tanda dan gela hipoglikemia Terapeutik 1. Berikan Karbohidrat sederhana 2. Berikan glucagon 3. Pertahankan akses IV Edukasi 1. Anjurkan memonitor kadar glukosadarah 2. Jelaskan pengelolaam hipoglikemia Kolaborasi: Kolaborasi pemberian dextrose, jika perlu 2.



Hipervolemia berhubunagn dengan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan edema , kadar HB turun.



Manajemen hipervolemi ( I.03114) Observasi 1. 2. 3. 4.



Periksa tanda dan gejala hypervolemia Identifikasi penyebab hypervolemia Monitor tanda hmokonsentrasi Monitor efek samping diuresis



Terapeutik 1. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama 2. Batasi asupan cairan dan garam 3. Tinggikan tempat tidur 30-40 derajat



Edukasi 1. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan 2. Ajarkan cara membatasi cairan



Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberikan deuretik Pemantauan Cairan (I.03121) Observasi



1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi 2. Monitor frekuensi napas 3. Monitor tekanan darah 4. Monitor waktu pengisian kapiler 5. Monitor elastisitas dan turgor kulit 6. Monitor kadar albumin dan protein total Terapeautik 1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasienInformasikan hasil pemantauan, jika perlu Edukasi Informasikan hasil pemantauan 3.



4.



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru yang ditandai dengan dyspnea, pernapasan cuping hidung, RR 26x/mnt



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (DM) yang ditandai dengan mengeluh nyeri, frekuensi nadi meningkat,tampak meringis



Manajemen jalan nafas (1.01011) Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, whezing, ronkhi kering) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, Posisikan semi-fowler atau fowler 4. Berikan minum hangat 5. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 6. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Pemantauan Respirasi (1.01014) Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipneu, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-stokes, Biot, ataksik) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Auskultasi bunyi napas 7. Monitor saturasi oksigen Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Dokumentasikan hasil pemantauan Manajemen nyeri (I.08238) Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal Terapeautik 1. Berikan teknik non farmakologi 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi 1. Pemberian analgesik Pemberian analgesic (I.08243) Observasi 1. Monitor efektifitas analgesik



Kolaborasi 2. Mengkolaborasikan pemberian dosis dan jenis analgesik



5.



Deficit Nutrisi berhubunagn dengan peningkatan kebutuhan metabolism d.d napsu makan menurun, mualkadar albumin turun



Manajemen Nutrisi (1.03119): Observasi: 1. Identifikasi status nutrisi 2. identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3. monitor berat badan Terapeutik: 1. lakukan oral hygene sebelum makan jika perlu 2. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 3. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Pemantauan Nutrisi ( I.03123) Observasi 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi 2. Identifikasi perubahan berat badan 3. Identifikasi kelainan pada kulit 4. Monitor mual dan muntah 5. Monitor asupan oral 6. Monitro hasil lab Terapeautik 1. Timbang berat badan 2. Ukur antropometrik komposisi tubuh 3. Hitung perubahan berat badan



6.



Perfusi Perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079) efektif berhubungan Observasi dengan turgor kulit 1. Periksa sirkulasi perifer (mis,nadi perifer, edema) menurun > 2detik, edema, nyeri pada 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi ekstremitas 3. monitor pnas, kemerahan,nyeri, bengkak penyembuhan luka Terapeutik lambat 1. Lakukan pencegahan infeksi 2. Lakukan perawatan kaki dan kuku 3. Lakukan Hidrasi Edukasi 1. Anjurkan menggunakan perawatan kulit yang tepat 2. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi 3. Informasikantanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan. Manajemen Sensasi Perifer (I.06195) Observasi 1. Identifikasi penyebab perubahan sensassi 2. Periksa perbedaan sesnasi panas dan dingin 3. Monitor perubahan kulit 4. Monitor adnya tromboflebitis Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgesic.



7.



Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi ditandai dengan kerusakan jaringan ,nyeri



Perawatan integritas kulit I.11353 Observasi Identifikasi peyebab ganguan integritas kulit Perubahan sirkulasi, perubahan satus nutrisi dll) Edukasi -



(mis.



1. Anjurkan menggunakan pelembab 2. Anjurkan minum air yang cukup 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, buah dan sayur Perawatan luka I.14564 Observasi 1. Monitor karakteristik luka (mis. Warna, drainase, ukuran, bau) 2. Monitor tanda-tanda infeksi Terapeutik 1. Bersihkan dengan Nacl atau pembersih nontoksik sesuai kebutuhan 2. Berikan salep yang sesuai dnegan kulit 3. Pasang balutan sesuai jenis luka 4. Pertahankan tehnik steril saat rawat luka 5. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 6. Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam 7. Berikan diet dengan kalori sesaui dengan kondisi pasien Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein 3. Ajarkan prosedur rawat luka secara mandiri Kolaborasi Kolaborasi pemberian Levofloxacin 1x750mg dan Metronidazole 1x 500 mg



DAFTAR PUSTAKA



ADA, 2011, Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus, Diabetes Care 25. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta : Laporan Nasional. Black & Hawks, 2009. Medical Surgical Nursing, 7thed, St.Louis, Elsevier Saunders. Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cetakan Kedua, Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Kristianto, Heri. 2014. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Sistem Endokrin. Materi Kuliah. Malang PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011 PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta Smeltzer& Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Soegondo, S, dkk., 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta