LP DM Eka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN Tn “A” DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN “DIABETES MELITUS” DI RUANG IGD BEDAH RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR



Disusun Oleh : OKTAVIANI DJAFAR (17.050)



Ci Lahan



Ci Institusi



(……………....……………..)



(......………………………….)



AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR 2020



LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS KONSEP MEDIS A. Definisi Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Fatimah 2015) Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (Fatimah 2015). Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target (Antari dan Esmond. 2017)



B. Etiologi Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. 1. Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.



2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. 3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus. 4. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikankan dari lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. 5. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun. 6. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram 6. Faktor Genetik DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 7. Alkohol dan Rokok Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktorfaktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.



Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60 ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola maka yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh (Fatimah, 2015).



C. Patofisiologi 1.



Diabetes tipe I Pada



diabetes



tipe



satu



terdapat



ketidakmampuan



untuk



menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya



simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam



keadaan



normal



insulin



mengendalikan



glikogenolisis



(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. 2.



Diabetes Type II Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk



mengatasi



resistensi



insulin



dan



untuk



mencegah



terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit



meningkat.



Namun



demikian,



jika



sel-sel



beta



tidak



mampu



mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah



akut



lainnya



yang



dinamakan



sindrom



hiperglikemik



hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi) (Antari dan Esmond, 2017). D. Manifestasi klinis Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila ia menderita dua dari tiga gejala. Gejala-gejala yang dikenal dengan “keluhan trias” ini adalah banyak kencing (dalam istilah medis dikenal dengan istilah poliuria), banyak minum (polidipsi), dan penurunan berat badan. Selain ketiga gejala utama tersebut, ada beberapa gejala lain yang juga sering muncul pada penderita diabetes, di antaranya banyak makan (polifagi), air seni dikerumuni semut karena gula keluar bersama urine (glukosuria), kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan menjadi kabur, dan luka sukar sembuh.



Menurut Khasanah (2012), berikut penjelasan bagi munculnya beberapa gejala tersebut. 1.



Gula Keluar Bersama Urine (Glukosuria): Glukosa akan turut terbawa aliran urine ketika kadar glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan jumlah yang disaring melalui ginjal melebihi kemampuan ginjal untuk menyerapnya kembali ke dalam tubuh. Karena glukosa rasanya manis, maka kandungan glukosa dalam air kencing dapat mengundang semut untuk mengerumuni urine tersebut. Inilah yang kemudian membuat penyakit diabetes mellitus disebut juga penyaking kencing manis.



2.



Banyak Kencing (Poliuria): Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap air, maka jumlah air yang dikeluarkan tubuh juga akan turut meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih daam jumlah berlebihan, maka penderita diabetes mellitus sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria).



3.



Banyak Minum (Polidipsi): Dampak dari banyak kencing adalah tubuh akan mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan menimbulkan rasa haus yang terus-menerus, sehingga penderita diabetes mellitus menjadi banyak minum.



4.



Penurunan Berat Badan: Pada penderita diabetes mellitus, proses penyerapan glukosa ke dalam jaringan tubuh akan terganggu. Tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya, sehingga memecah jaringan lemak tubuh untuk diubah menjadi energi. Jika hal ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka penderita akan mengalami penurunan berat badan.



5.



Banyak Makan (Polifagi): Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tubuh penderita diabetes mellitus tetap kekurangan energi meskipun kadar glukosa dalam darah tinggi. Hal ini karena tubuh tidak mampu menyerap kadar gula dalam darah, sehingga tidak dapat digunakan tubuh. Karena



tubuh kekurangan energi, tubuh akan memberika sinyal ke otak untuk merangsang rasa lapar, sehingga menimbulkan banyak makan (Antari dan Esmond, 2017). E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang 1. Kadar glukosa darah Berikut ini gambar tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring:



2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan: a. Glukosa plasma sewaktu>200 mg/dl (11,1 mmol/L). b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L). c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemusian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (oo)>200 mg/dl). 3. Tes laboratorium DM Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi. 4. Tes saring pada DM adalah a. GDP, GDS b. Tes glukosa urin 5. Tes diagnostic Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO. 6. Tes monitoring terapi a. GDP : plasma vena, darah kapiler



b. GD2PP : plasma vena c. A1c : darah vena, darah kapiler 7.



Tes mendeteksi komplikasi a. Mikroalbuminuria : urin b. Ureum, kreatinin, asam urat c. Kolesterol total : plasma vena (puasa) d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa) e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa) f. Trigliserida : plasma vena (puasa) (Amin Huda Nurarif, 2015).



F. Komplikasi Kadar gula darah yang tinggi juga dapat menimbulkan komplikasi jika tidak dikendalikan. Peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang lama bisa merusak pembuluh darah, jantung, otak, mata, ginjal, saraf, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Khasanah (2012), beberapa komplikasi diabetes mellitus tersebut sebagai berikut. 1. Hipertensi dan Penyakit Jantung: Gula yang terlalu tinggi dalam darah dapat menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat. Hal ini akan memepercapat terjadinya penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah meningkat dan terjadilah hipertensi. 2. Katarak: Katarak dalah penyalit atau kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh, sehingga cahaya tidak dapat menembusnya. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, katarak merupakan efek sekunder yang timbul dari penyakit ini. 3. Gagal Ginjal: terjadi ketika kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menyaring darah. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, kadar gula



darah yang tinggi akan memperberat kerja ginjal dalam menyaring darah. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka dapat menyebakan gagal ginjal. 4. Gangguan pada Saraf: Jika saraf yang terhubung ke tangan, tngkai, dan kaki mengalami kerusakan, maka penderita akan sering mengalami sensasi kesemutan atau nyeri, seperti terbakar, dan terasa lemah pada lengan dan tungkai. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera, karena penderita dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. 5. Luka yang Susah Sembuh dan Gangren: Berkurangnya aliran darah ke selsel kulit juga bisa menyebabkan penderita mudah luka dan proses penyembuhan luka berjalan lambat. Luka di kaki bisa sangat dalam dan rentan mengalami infeksi, karena masa penyembuhannya agak lama. Dalam beberapa kasus, sebagian tungkai si penderita harus diamputasi untuk menyelamatkan jiwanya (Antari dan Esmond, 2017). G. Penatalaksanaan Secara umum, pengendalian DM dimasukkan untuk mengurangi gejala, membentuk berat badan ideal, dan mencegah akibat lanjut atau komplikasi. Dengan demikian, prinsip dasar manejemen pengendalian atau penanganan DM meliputi: 1.



Pengaturan makanan; yang pertama dan kunci manejemen DM, yang sekilas tampaknya mudah tapi kenyataannya sulit mengendalikan diri terhadap nafsu makan.



2.



Latihan jasmani



3.



Perubahan perilaku risiko



4.



Obat anti diabetic



5.



Intervensi bedahh: sebagai pilihan terakhir, kalau memungkinkan dengan cangkok pankreas.



Tabel 1.1 Manajemen Pengendalian Diabetes Status Diabetes 1. Publik sehat 2. Kelompok resiko



Tindakan Manejemen - Edukasi, Informasi dan Kepedulian - Penyaringan - Perbaikan gaya hidup 3. Prediabetik/Sindrom metabolik - Diagnosa dini - Pemerikasaan lab 4. Penderita Diabetes - Intervensi diet dan olahraga -Pengobatan - Pencegahan kemungkinan komplikasi - Pemeriksaan khusus 5. DM di rumah sakit -Pengobatan intensif - Perawatan khusus - Pencegahan komplikasi 6. Kronik DM - Rehabitasi komplikasi - Pemeriksaan periodik Obat anti diabetic (OAD) diberikan sesuai dengan peran masing-masing obat: (Antari dan Esmond, 2017). 1.



Obat yang merangsang ssel-sel beta untuk mengeluarkan insulin (insulin secretagogue), misalnya sulphonylurea.



2.



Obat yang bekerja di perifer pada otot dan lemak, mensentifkan otot seperti Metformin.



3.



Obat yang mencegah penyerapan glukosa di usus dengan menghambat kerja enzim alpha glucosidase, misalnya Acarbosein.aan pleura.



H. Pencegahan Pemahaman dan partisipasi pasien juga sangat penting karena tingkat glukosa darah selalu berubah-ubah. Sebab, kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah komplikasi diabetes. Sementara itu, faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olahraga secara teratur (Adib, 2011). Diabetes tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang dapat dicegah. Menurut Khasanah (2012), adapun upya-upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan sebagai berikut:



1. Mengontrol berat badan atau menghindari obesitas yang merupakan salah satu pemicu munculnya diabetes. Dengan menjaga berat badan tetap ideal, maka risiko terkena penyakit diabetes akan turut berkurang. 2. Mengatur asupan lemak. Batasi asupan lemak berleebih dan perhatikan agar konsukmsi lemak tidak lebih dari 15% dari total kecukupan energi. 3. Membatasi makanan dan minuman manis. Batasi konsumsi gula kurang dari 15 gram sehari (setara 3 sendok makan). 4. Menerapkan pola makan dengan gizi seimbang. 5. Melakukan olahraga secara teratur 6. Jika sudah memasuki usia lanjut, perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara teratur.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian 1. Identitas pasien 2. Identitas penanggung jawab pasien 3. Keuhan utama 4. Riwayat kesehatan keluarga 5. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? 6. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. 7. Pemeriksaan Fisik a. Aktivitas Atau Istirahat Gejalnya: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan. Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur atau istirahat Tanda: Tachicardia dan tachipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, Letargi atau disorientasi. Koma Penurunan kekuatan otot. b. Sirkulasi. Gejala: Adanya riwayat HT; IM akut Klaudasi , kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: Tachicardia, perubahan TD postural: HT Nadi yang menurun Disritmia Krekes; DVJ (GJK) Kulit panas, kering dan kemerah merahan; bola mata cekung. c. Integritas ego Gejala: stress; tergantung pada orang lain masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda: ansietas, peka rangsang d. Eliminasi



Gejala: perubahan pola berkemih(poliuria), nokturiaRasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih(infeksi), ISK baru/berulangNyeri tekan abdomen, Diare. Tanda: urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat) Urine berkabut, bau busuk (infeksi)Abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare). e. Makanan / Cairan Gejala: hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa / karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu. Haus, Penggunaan diuretik (tiazid) f. Neurosensori Gejala: pusing/pening, Sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan. Tanda : disorientasi; mengantung, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru masa lalu); kacau mental.Reflex tendon dalam (RTD) menurun (koma)Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA) g. Nyeri / Kenyamanan Gejala: abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat) Tanda: wajah mengiris dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati h. pernafasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk, dengan /tanpa sputum purulen ( tergantung adanya infeksi / tidak) Tanda : lapar udara, Batuk, dengan/ tanpa sputum purulen (infeksi), Frekuensi pernafasan i. Keamanan Gejala: kulit kering,gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/tentang gerak, Parestesia/paralisis otot, termasuk otototot pernapasan (jika kadar kalium menurun cukup tajam).



j. Seksualitas Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi) k. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala: faktor resiko keluarga ; DM,



penyakit jantung,



stoke,



Hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); dilantin dan fenobarbarbital.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut Kategori



: Nyeri



Sub kategori : Nyeri dan Kenyamanan Kode



: D. 0077



a. Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI,2016). b. Penyebab (PPNI,2016). 1)



Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia, neoplasma)



2)



Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan)



3)



Agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)



c. Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016) 1)



Subjektif a) Mengeluh nyeri



2)



Objektif a) Tampak meringis b) Bersikap protektif (mis.,waspada, posisi menghindari nyeri) c) Gelisah d) Frekuensi nadi meningkat e) Sulit tidur



d. Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016)



1) Subjektif Tidak tersedia 2) Objektif a) Tekanan darah meningkat b) Pola napas berubah c) Nafsu makan berubah d) Proses berpikir terganggu e)



Menarik diri



f)



Berfokus pada dirisendiri



g)



Diaforesis



2. Defisit nutrisi Kategori



: Fisiologis



Sub kategori : Nutrisi dan Cairan Kode



: D. 0019



a. Definisi :Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (PPNI,2016) b. Penyebab (PPNI,2016) 1) Kurangnya asupan makanan 2) Ketidakmampuan menelan makanan 3) Ketidakmampuan mencerna makanan 4) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien 5) Peningkatan kebutuhan metabolisme 6) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi) 7) Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan) c. Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016) 1) Subjektif (Tidak tersedia) 2) Objektif a) Berat badan menurun minimal 10% dibawa rentang ideal d. Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016)



1)Subjektif a) Cepat kenyang setelah makan b) Kram/nyeri abdomen c) Nafsu makan menurun 2) Objektif a) Bising usus hiperaktif b) Otot pengunyah lemah c) Otot menelan lemah d) Memberan mukosa pucat e) Sariawan f) Serum albumin turun g) Rambut rontok berlebihan h) Diare 3. Gangguan integritas kulit/jaringan Kategori



: Lingkungan



Sub kategori : Keamanan dan Proteksi Kode



: D. 0129



a. Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) (PPNI,2016) b. Penyebab (PPNI,2016) 1) Perubahan sirkulasi 2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) 3) Kekurangan/kelebihan volume cairan 4) Penurunan mobilitas 5) Bahan kimia iritatif 6) Suhu lingkungan yang ekstrem 7) Faktor mekanis (mis., penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) 8) Efek samping terapi radiasi 9) Kelembaban



10) Proses penuaan 11) Neuropati perifer 12) Perubahan pigmentasi 13) Perubahan hormonal 14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi/ integritas jaringan c. Gejala dan Tanda Mayor (PPNI,2016) 1) Subjektif Tidak tersedia 2) Objektif a) Kerusakan jaringan dan/atau lapisankulit d. Gejala dan Tanda Minor (PPNI,2016) 1) Subjektif Tidak tersedia 2) Objektif a) Nyeri b) Perdarahan c) Kemerahan d) Hematoma 4. Intoleransi aktivitas Kategori



: Fisikologis



Subkategori



: Aktivitas dan Istirahat



Kode



: D.0056



a. Definisi Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari b. Penyebab 1) Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen 2) Tirah baring 3) Kelemahan 4) Imobilitas 5) Gaya hidup monoton



c. Gejala dan tanda mayor Subyektif : Mengeluh Lelah Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat. d. Gejala dan tanda minor Subyektif : 1. Dispnea saat/setelah aktivitas 2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 3. Merasa lemah Objektif : 4. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat 5. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktiivitas 6. Gambaran EKG menunjukkan iskemia 7. Sianosis e. Kondisi klinis terkait 1) Anemia 2) Penyakit jantung koroner 3) Gagal jantung kongestif 4) Penyakit katup jantung 5) Aritmia 6) Penyakit paru obstruktif kronis 7) Gangguan metabolic 8) Gangguan muskuloskeletal 5. Ansietas Kategori



: Psikologis



Sub kategori : Integrits Ego Kode



: D. 0080



a. Definisi : Kondisi emosional dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu mrlakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. b. Penyebab



1) Krisis situasional 2) Kebutuhan tidak terpenuhi 3) Krisis maturasional 4) Ancaman terhadap konsep diri 5) Ancaman terhadap kematian 6) Kekhawatiran mengalami kegagalan 7) Disfungsi sistem keluarga 8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9) Faktor keturunan ( tempramen mudah Teragitasi sejak lahir) 10) Penyalahgunaan zat 11) Terpapar lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain) 12) Kurang terpapar informasi c. Gejala dan tanda mayor 1) Subjektif : Merasa bingun,



merasa khawatir dengan akibat dari



kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi 2) Objektuf : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur d. Gejala dan tanda minor 1) Subjektif : Mengeluh pusing,



anoreksia, palpitasi, merasa tak



berdaya. 2) Objektif : frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu. e. Kondisi klinis tetkait 1) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, pentakit autoimun) 2) Penyakit akut 3) Hospitallisasi 4) Rencana operasi 5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas 6) Penyakit neurologis 7) Tahap tumbuh kembang



6. Resiko Infeksi Kategori



: Lingkungan



Subkategori



: Keamanan dan Proteksi



Kode



: D.0142



a. Definisi Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik b. Faktor resiko 1. Penyakit kronis 2. Efek prosedur invasive 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan 5. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer: a) Gangguan peristaltic b) Kerusakan integritas kulit c) Perubahan sekresi pH d) Penurunan kerja siliaris e) Ketuban pecah lama f) Ketuban pecah sebelum waktunya g) Merokok h) Statis cairan tubuh 6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder a) Penurunan haemoglobin b) Imunosupresi c) Leukopenia d) Supresi respon inflamasi e) Vaksinasi tidak adekuat c. Kondisi klinis terkait 1. AIDS 2. Luka Bakar 3. Penyakit Paru Obstruktif kronis 4. Diabetes mellitus



5. Tindakan invasive 6. Kondisi penggunaan terapi steroid 7. Penyalahgunaan obat 8. Ketuban pecah sebelum waktunya 9. Kanker 10. Gagal ginjal 11. Imunosupresi 12. Lymphedema 13. Leukositopenia 14. Gangguan fungsi hati



C. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri akut a. Tujuan dan Kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil: 1) Keluhan nyeri menurun 2) Meringis menurun 3) Kesulitan tidur menurun 4) Frekuensi nadi membaik b. Intervensi keperawatan Manajemen Nyeri : 1) Observasi a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. R: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri merupakan hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. b) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri R: Untuk melihat faktor pencetus yang memicu adanya nyeri



c) Monitor efek samping penggunaan analgetik R: Untuk mencegah adanya alergi obat pada pasien 2) Terapeutik a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis. hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, terknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin). R: pemberian teknik non farmakologi yntuk mengendalikan dan meredakan rasa nyeri b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) R: Adanya lingkungan yang nyaman dapat mempengaruhi kualitas nyeri yang dirasakan dapat berkurang 3)



Edukasi a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri R: Pasien dapat mengetahui penyebab, periode dan pemicu nyeri b) Jelaskan strategi meredakan nyeri R: Agar pasien mengethaui tindakan yang akan dilakukan ketika nyeri dirasakan c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri R: Memandirikan pasien dalam mengontrol nyeri 4) Kolaborasi a) Kolaborasi pemberian analgetik R: pemberian analgetik dengan teratur dapat mengurangi rasa nyeri



2. Defisit nutrisi a. Tujuan dan criteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam status nutrisi membaik dengan kriteria hasil: 1) Porsi makanan yang dihabiskan 2) Nafsu makan membaik.



b. Intervensi keperawatan Manajemen Nutrisi : 1) Observasi : a) Identifikasi status nutrisi R: Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang diberikan. b) Identifikasi makanan yang disukai R: membantu pasien untuk memenuhi asupan nutrisi c) Monitor asupan makanan R: untuk mengetahui jumlah yang masuk dan jumlah yang keluar. 2) Terapeutik a) Lakukan oral hygnel sebelum makan R: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 3) Edukasi a) Anjurkan posisi duduk R: Posisi duduk memberikan pasien perasaan nyaman saat makan. 4) Kolaborasi a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antimetic). R: Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghambat sekres asam lambung b) Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan. R: membantu pasien untuk memenuhi jumlah nutrisi dalam tubuh Manajemen Berat Badan : 1) Observasi a) Monitor Berat Badan R: Pemantauan berat badan membantu dalam memantau peningkatan dan penurunan status gizi b) Monitor adanya mual muntah R: Mengurangi atau menghilangkan penyebab muntah.



2) Terapeutik Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan R: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan. 3) Edukasi Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau. R: Pemberian informasi yang tepat dapat membantu pasien dalam menentukan makanan yang bergizi tinggi. 3. Gangguan integritas kulit/ jaringan a. Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam penyembuhan luka meningkat dengan kriteria hasil: 1) Peradangan luka menurun 2) Nyeri menurun 3) Kerusakan lapisan kulit menurun 4) Kemerahan menurun 5) Tekstur membaik b. Intervensi keperawatan a. Perawatan Luka 1) Observasi a) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau). R: Memberika informasi untuik menetukan intervensi yang akan diberikan kepada pasien b) Monitor tanda-tanda infeksi R: Dapat mengetahui apakah terdapat tanda-tanda infeksi atau tidak 2) Terapeutik a) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan b) Cukur rambut di sekitar luka



c) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik d) Bersihkan jaringan nekrotik e) Berikan salep yang sesuai kulit f) Pasung balutan sesuai jenis luka g) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka h) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase i) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien j) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kg/BB/hari k) Berikan terapi TENS (Stimulasi Saraf transkutaneous). 3) Edukasi a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi. R: Memberikan informasi untuk menerapkan intervensi yng akan diberikan kepada pasien b) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri. R: keluarga pasien atau psien dapat melakukan dengan mandiri dan bisa di praktekkan saat di rumah 4) Kolaborasi a) Kolaborasi pemberian antibiotik 4.



Intoleransi Aktivitas a. Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Intoleransi Aktivitas Membaik dengan kriteria hasil: 1) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 2) Perasaan lemah menurun 3) Keluhan lelah menurun b. Intervensi Keperawatan 1) Observasi a) Identifikasi kelelahan



gangguan



fungsi



tubuh



yang



mengakibatkan



R: Dapat memberikan informasi untuk melakukan intervensi b) Monitor kelelahan fisik dan emosional R: Mengetahui kondisi fisik dan emosional pasien c) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas R: Untuk mengetahui ketidaknyamanan pasien selama melakukan aktivitas 2) Terapeutik a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan). R: Suasana yang nyaman dapat memberikan rasa aman dan tenang. b) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan R: Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien 3) Edukasi a) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap R: Agar pasien dapat melakukan aktivitas yang diberikan b) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang R: Untuk mengurangi adanya tanda dan gejala kelelahan 4) Kolaborasi a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. R: Untuk mengetahui kebutuhan kalori dan nutrien 5. Ansietas a. Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil: 1) Perilaku gelisah menurun 2) Perilaku tegang menurun 3) Pola tidur membaik b. Intervensi keperawatan



Reduksi Ansietas: 1) Observasi: a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) R: Mengetahui tingkat ansietas berubah pada kondisi, waktu dan stressor b) Monitor tanda-tanda ansietas R: Dapat membantu pasien untuk mencegah terjadinya ansietas. 2) Terapeutik: a) Dengarkan dengan penuh perhatian R: memdengarkan seksama keluhan pasien dapat mengurangi ansietas. b) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan R: perasaan pasien akan berfikir positif jika diberikan motivasi. 3) Edukasi: a) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien R: Agara pasien tidak merasa tidak diperhatikan dan pasien merasa nyaman. b) Latih tekhnik relaksasi R: Mengurangi tingkat kecemasan dan membuat rileks. 4) Kolaborasi: Kolaborasi pemberian terapi antiansietas. R: Mengurangi perasaan cemas pada pasien. 6. Resiko Infeksi a. Pencegahan Infeksi 1) Observasi a) Monitor tanda dan gejala infeksi local R: Memberikan informasi tentang adanya tanda dan gejala infeksi untuk diberikan intervensi.



2) Terapeutik a) Batasi jumlah pengunjung. R: Dengan itu dapat meminimalisir penyebaran infeksi kepada pasien. b) Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dan lingkungan R: Mencegah terjadinya infeksi c) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko infeksi. d) R:



Mencegah



terjadinya



infeksi



dan



masuknya



mikroorganisme 3) Edukasi a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi. R: Memberikan informasi kepada pasien tentang resiko infeksi. b) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar. R: Mencegah terjadinya Infeksi dan menjaga kebersihan



DAFTAR PUSTAKA



Antari dan Esmond. 2017. Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam Rangka Menjalani Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rsup Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Davey, Patrick. 2015. Manifestasi Klinik dan Penyakit Medis. Jakarta Fatimah, Restyana Noor. 2015.



Diabetes Melitus Tipe 2 Medical Faculty,



Lampung UniversityJ MAJORITY | Volume 4 Nomor 5 Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction Publishing Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Standar Diagnosis Keperawtan Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator Diagnostik.Edisi 1. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) .Standar Intervensi Keperawtan Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Standar Luaran Keperawtan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II.



PENYIMPANGAN KDM Faktor genetik, usia, pengrusakan imunologik, infeksi virus Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi insulin Gula dalam darah tdk dapat dibawa masuk ke dalam sel



Viskositas darah meingkat Aliran darah lambat Iskemik jaringan Pelepasan mediator kimia Dipersepsikan hypothalamus



Hiperglikemia Batas melibihi ambang ginjal Glukosuria Diaresis osmotik kehilangan elektrolit dalam sel



Anabolisme protein menurun Kerusakan antibodi Kekebalan tubuh menurun Neuropatisensori perifer nekrosis luka



Ansietas



Dehidrasi



Nyeri akut



Merangsang hipotalamus Prrotein dan lemak dibakar Penurunan BB Intoleransi Aktivitas



Luka gangren



Polidipsi & polifagi Defisit nutrisi



Gangguan integritas kulit/jaringan



Risiko infeksi