LP Gagal Nafas Sdik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL NAFAS DI RUANG ICU RRSUD KOTA MATARAM PADA TANGGAL 19-22 MARET 2021



DISUSUN OLEH: IRWINA SYAFITRI P07120420013N



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHUN 2021



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus ini telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing akademik pada: Hari/Tanggal Bangsal/Ruangan Nama Mahasiswa NIM Kasus



: __________________________ : __________________________ : Irwina Syafitri : P07120420013N :



Mengetahui,



Pembimbing Akademik



(__ _______________________) NIP.



Pembimbing Lahan



(_______________ NIP.



__________)



LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS A.



PENGERTIAN Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997) Gagal



nafas



terjadi



bilamana



pertukaran



oksigen



terhadap



karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan



tekanan



karbondioksida



lebih



besar



dari



45



mmHg



(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001) B.



KLASIFIKASI 1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah : a. Gagal napas hiperkapneu Hasil



analisa



gas



darah



pada



gagal



napas



hiperkapneu



menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu. b. Gagal napas hipoksemia Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah



utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu. 2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya : a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap. 3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ : a. Kardiak Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial



dan



alveoli



paru.



Terdapat



beberapa



penyakit



kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard : 1) Infark miokard 2) Kardiomiopati 3) Miokarditis 4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :



5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta 6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi 7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi. b. Non cardiac Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS C.



ETIOLOGI



Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah : 1. Gangguan ventilasi Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis. 2. Gangguan neuromuscular Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.



3. Gangguan/depresi pusat pernapasan Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat. 4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas. 5. Gangguan difusi alveoli kapiler Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal. 6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis. D.



PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang ireversibel. Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan



medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut. E.



MANIFESTASI KLINIS 1. Tanda a. Gagal nafas total 1)



Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.



2)



Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi



3)



Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan



b. Gagal nafas parsial 1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing. 2) Adanya retraksi dada 2. Gejala a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2) b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)



F.



PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisa Gas Darah Arteri Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien. a. Hipoksemia : Ringan



:



PaO2 < 80 mmHg



Sedang



:



PaO2 < 60 mmHg



Berat



:



PaO2 < 40 mmHg



b. Hiperkapnia



2.



Ringan



:



PaCO2 45 – 60 mmHg



Sedang



:



PaCO2 60 – 70 mmHg



Berat



:



PaCO2 70 – 80 mmHg



Pemeriksaan Rongent Dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.



3. Pengukuran Fungsi Paru Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi. 4.



Elektrokardiogram (EKG) Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,



serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi. 5.



Pemeriksaan Sputum Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.



G.



Pengkajian Primer 1. Airway 1. Peningkatan sekresi pernapasan b.



Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing



2. Breathing a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, adanya retraksi. b. Menggunakan otot bantu pernapasan c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis 3. Circulation a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia b. Sakit kepala c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk d. Papil edema e. Penurunan haluaran urine 4. Disability Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.



5. Eksposure Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif. H.



Pengkajian sekunder ( Doengoes, 2000) 1. Sistem kardiovaskuler Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi 2. Sistem pernafasan Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, batuk Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. 3. Sistem integumen Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung, stupor 4. Sistem musculoskeletal Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4. 5. Sistem endokrin Terdapat pembesaran kelenjar tiroid 6. Sistem gastrointestinal Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi. 7. Sistem neurologi Sakit kepala 8. Sistem urologi



Penurunan haluaran urine 9. Sistem reproduksi Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks. 10. Sistem indera a. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba. b. Pendengaran : telinga berdengung c. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman d. Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap e. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin tajam/tumpul baik. 11. Sistem abdomen Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam. 12. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis 13. Keamanan Gejala



:



riwayat



terjadi



fraktur,



keganasan



paru,



riwayat



radiasi/kemoterapi 14. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis I.



PENTALAKSANAAN MEDIS 1. Jalan nafas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obatobatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT. 2. Oksigen



Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai. 3. Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya. 4. Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi. 5. Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas. 6. Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.



J.



PATHWAY Trauma



Kelainan neurologis



Penyakit paru



Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler Gangguan epithelium alveolar Penumpukan cairan alveoli



Gangguan endhotelium kapiler



Adanya usaha peningkatan pernafasan Tampak adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu pernafsan dan adanya pernafasan cuping



Cairan masuk ke interstitial



Oedema pulmo Penurunan complain paru Cairan surfaktan menurun Gangguan pengembangan paru (atelectasis)



Peningkatan tekanan jalan nafas



KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS



Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS



Kolaps alveoli GANGGUAN PERTUKARAN GAS



Ventilasi dan perfusi tidak seimbang Hipoksemia, Hiperkapnea



O2 ↓, CO2 ↑



Sianosis perifer, akral hangat, kulit pucat



Tindakan primer A,B,C,D, E Pemasangan Ventilasi mekanik



RESIKO INFEKSI



Dyspnea



RESIKO CEDERA



KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN PERIFER



K.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan menurunnya



perfusi



curah



jaringan



jantung,



perifer



hipoksemia



berhubungan jaringan,



dengan



asidosis



dan



kemungkinan thrombus atau emboli. (00204) 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasiperfusi sekunder terhadap hipoventilasi (00030) 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan ekspansi paru (00032) 4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas 5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT 6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress



No. Diagnos a 1.



Tabel Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan SDKI (2017), SLKI (2018), dan SIKI (2018) Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI D0003 Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.



L.01003 A. Pemantauan Respirasi (I.01014) Oksigenasi dan / atau eliminasi karbondioksida 1. Observasi pada membran alveolusa. Monitor frekuensi, irama, kapiler dalam batas normal kedalaman, dan upaya napas dengan kriteria hasil : b. Monitor pola napas (seperti 1. Tingkat kesadaran bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Etiologi : meningkat Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0 2. Dipsneu menurun c. Monitor kemampuan batuk efektif  Ketidakseimbangan 3. Bunyi napas tambahan d. Monitor adanya produksi sputum ventilasi-perfusi menurun e. Monitor adanya sumbatan jalan  Perubahan membrane 4. Pusing menurun napas alveolus-kapiler 5. Gangguan penglihatan f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru menurun g. Auskultasi bunyi napas 6. Diaforesis menurun h. Monitor saturasi oksigen 7. Tidak ada gelisah i. Monitor nilai AGD 8. Tidak tampak napas j. Monitor hasil x-ray toraks cuping hidung 9. pH arteri, PCO2 , PO2 2. Terapeutik dalam batas yang normal a. Atur interval waktu pemantauan 10. Tidak tampak sianosis respirasi sesuai kondisi pasien 11. Pola napas teratur b. Dokumentasikan hasil pemantauan



3.



Edukasi Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu a.



B. TERAPI OKSIGEN (I.01026) 1. Observasi a. Monitor kecepatan aliran oksigen b. Monitor posisi alat terapi oksigen c. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah) jika perlu e. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis h. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen 2. Terapeutik a. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea jika perlu b. Pertahankan kepatenan jalan napas



c. Berikan oksigen tambahan jika perlu d. Tetap berikan oksigen saat pasie ditransportasi e. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilisasi pasien 3. Edukasi Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah



cara



4. Kolaborasi a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur 2



(D.0009) Ketidakefektifan perfusi jaringan adalah penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh. Etiologi : 1. 2.



Hiperglikemia Penurunan



(L02011b) Keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untuk menunjang fungsi jaringan dengan kriteria hasil : 1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Adanya penyembuhan luka yang meningkat 3. Tida ada edema perifer 4. Tidak ada warna kulit pucat



A. PERAWATAN SIRKULASI (I.02079) 1. Observasi a.



Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index) b. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi) c. Monitor panas, kemerahan, nyeri,



3. 4. 5. 6.



7.



8.



konsentrasi hemoglobin Penurunan tekanan darah Kekurangan volume cairan Penurunan aliran arteri dan/atau vena Kurang terpapar informasi tentang factor pemberat (mis. Merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes mellitus, hyperlipidemia) Kurang aktivitas fisik



5. Parastesia menurun 6. Kelemahan otot menurun 7. Kram otot menurun 8. Bruit femoralis menurun 9. Tidak ada nekrosis 10. Turgor kulit dalam batas normal 11. Akral hangat 12. Tekanan darah dalam batas normal



atau bengkak pada ekstremitas 2. Terapeutik a. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi b. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan perfusi c. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera d. Lakukan pencegahan infeksi e. Lakukan perawatan kaki dan kuku f. Lakukan hidrasi 3. Edukasi a. b. c.



Anjurkan berhenti merokok Anjurkan berolahraga rutin Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar d. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu e. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur f. Anjurkan menghindari



penggunaan obat penyekat beta Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki) h. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler i. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan, omega3) j. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa) g.



B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195) 1. Observasi a. Identifikasi penyebab perubahan sensasi b. Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan pakaian c. Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul d. Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin e. Periksa kemampuan



mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda f. Monitor terjadinya parestesia, jika perlu g. Monitor perubahan kulit h. Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena 2. Terapeutik Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin) 3. Edukasi a. Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air b. Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak c. Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah 4. Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu b. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu



3.



Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume ekspansi paru (00032) Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih 2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 3. Mampu bernafas dengan mudah 4. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 5. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)



Intervensi Airway Managementi (3140) 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 6. mudah Atur intake untuk cairan 7. Tidak ada retraksi dada, 11. mengoptimalkan keseimbangan. pernafasan cuping hidung dan 12. Monitor respirasi dan status O2 pursed lips Oxygen therapy (3320) 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen



5. 6.



Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring(6680) 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas efektif. Kriteria Hasil 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih 2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 3. Mampu mengeluarkan sputum 4. Mampu bernafas dengan mudah, Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Irama nafas regular 6. Frekuensi pernafasan 1620x/menit, SPO2 > 98% 7. Tidak ada suara nafas abnormal) 8. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas



Intervensi Airway suction 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8. Monitor status oksigen pasien 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2



6. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas



Intervensi Infection Control (Kontrol infeksi) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan



normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah 4. Menunjukkan perilaku hidup tindakan kperawtan sehat 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Monitor hitung granulosit, WBC 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Batasi pengunjung 5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular 6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 7. Pertahankan teknik isolasi k/p 8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah 11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 12. Dorong masukan cairan



13. Dorong istirahat 14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 16. Ajarkan cara menghindari infeksi 17. Laporkan kecurigaan infeksi 18. Laporkan kultur positif



7. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi pada klien. Kriteria hasil : 1. Klien terbebas dari cedera 2. Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera 3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal 4. Mampu memodifikasi gaya hidup untukmencegah injury 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan



Intervensi Environment Management (Manajemen lingkungan) 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. 7. Membatasi pengunjung 8. Memberikan penerangan yang cukup



9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan 11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.



DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993 Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997 Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius. Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan. Jakarta : Salemba Medika. Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992) Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999) Sarwono.1996. Buku Ajar Penyakit Dalam.Jilid pertama, EdisiKetiga. Jakarta: FKUI Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998 Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001 Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.