16 0 653 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN POST DEBULKY CA OVARIUM RESIDIF DI RUANGAN ICU RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
Disusun Oleh : Rahma Tiana Putri 2114901032
Preceptor Akademik
(Ns. Revi Neini Ikbal, M. Kep)
Preceptor Klinik
(Ns. Hendra, M. Kep)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN A. Antomi dan Fisiologi Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya (Devi, 2017). Ovarium yang disebut juga indung telur memiliki fungsi memproduksi ovum, hormone esterogen, dan progesterone. Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormon terpenting pada wanita. Pengeluaran hormon ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche (Devi, 2017).
(Digiulio, 2018)
B. Pengertian Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50-70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain seperti, panggul dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru (Padila, 2019). Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang paling mematikan sebab pada umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah, tidak ada tes skrining awal yang terbukti untuk kanker ovarium, tidak ada tanda-tanda awal yang pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada abdomen dan bengkak (Digiulio, 2018).
(Digiulio, 2018)
C. Etiologi Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Menurut Manuaba (2013) faktor resiko terjadinya kanker ovarium sebagai berikut: 1. Menstruasi dini Jika seorang wanita mengalami haid sejak usia dini maka akan memiliki resiko tinggi terkena kanker ovarium. 2. Faktor usia Wanita usia lebih dari 45 tahun lebih rentan terkena kanker ovarium.
3. Faktor reproduksi a) Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya risiko menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel ovarium. b) Induksi ovulasi dengan menggunakan chomiphene sitrat meningkatkan resiko dua sampai tiga kali. c) Kondisi yang dapat menurunkan frekuensi ovulasi dapat mengurangi risiko terjadinya kanker. d) Pemakaian pil kb menurunkan resiko hingga 50% jika dikonsumsi selama 5 tahun lebih. 4.
Wanita mandul atau tidak bisa hamil Wanita yang belum pernah hamil akan memiliki resiko tinggi terkena kanker ovarium.
5. Faktor genetik a. Sebesar 5% sampai dengan 10% adalah herediter. b. Angka resiko terbesar 5% pada penderita satu saudara dan meningkat menjadi 7% bila memiliki dua saudara yang menderita kanker ovarium. 6. Makanan Terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak hewani yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium. 7. Obesitas Wanita yang mengalami obesitas (kegemukan) memiliki resiko tinggi terkena kanker ovarium
D. Patofisiologi Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktoral. Resiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan factor lingkungan, reproduksi dan genetik. Faktorfaktor lingkungan yang berkaitan dengan dengan kanker ovarium epitel terus menjadi subjek perdebatan dan penelitian. Insiden tertinggi terjadi di industri barat. Kebiasaan makan, minum kopi, dan merokok, dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu dianggap mungkin menyebabkan kanker. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi penggantian estrogen pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium. Gengen supresor tumor seperti BRCA-1 dan BRCA-2 telah memperlihatkan peranan penting pada beberapa keluarga. Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. Bila yang menderita kanker ovarium, seorang perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium. Lebih dari 30 jenis neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Kanker ovarium dikelompokkan dalam 3 kategori besar : Tumortumor epiteliel, Tumor stroma gonad, dan 3 Tumor-tumor sel germinal. Keganasan epiteliel yang paling sering adalah adenoma karsinoma serosa. Kebanyakan neoplasma epiteliel mulai berkembang dari permukaan epitelium, atau serosa ovarium. Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan abdomen dan pelvis. Sel-sel ini
mengikuti sirkulasi alami cairan perinetoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan. Keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfasik yang disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjer pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala atau tanda spesifik. Gejala tidak pasti akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering berkemih, dan disuria, dan perubahan gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi.pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hiperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor menghasilkan testosteron dan menyebabkan virilisasi. Gejalagejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor, ruptur, atau torsi ovarium. Namun, tumor ovarium paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin. Pada perempuan pramenopause, kebanyakan massa adneksa yang teraba bukanlah keganasan tetapi merupakan kista korpus luteum atau folikular. Kista fungsional ini akan hilang dalam satu sampai tiga siklus menstruasi. Namun pada perempuan menarkhe atau pasca menopause, dengan massa berukuran berapapun, disarankan untuk evaluasi lanjut secepatnya dan mungkin juga eksplorasi bedah. Walaupun laparatomi adalaha prosedur primer yang digunakan untuk menentukan diagnosis, cara-cara kurang invasif, )misal CT-Scan, sonografi abdomen dan pelvis) sering dapat membantu menentukan stadium dan luasnya penyebaran. Lima persen dari seluruh neoplasma ovarium adalah tumor stroma gonad, 2 % dari jumlah ini menjadi keganasanovarium. WHO (World Health
Organization), mengklarifikasikan neoplasma ovarium ke dalam lima jenis dengan subbagian yang multipel. Dari semua neoplasma ovarium, 25 % hingga 33 % tardiri dari kista dermoid ; 1 % kanker ovarium berkembang dari bagian kista dermoid. Eksisi bedah adalah pengobatan primer untuk semua tumor ovarium, dengan tindak lanjut yang sesuai, tumor apa pun dapat ditentukan bila ganas. E. Pathway
F. Klasifikas
G. Manifestasi Klinis Menurut Prawirohardjo (2014), tanda dan gejala pada kanker ovarium
seperti, perut membesar/merasa adanya tekanan, dyspareunia, berat badan meningkat karena adanya massa/asites, peningkatan lingkar abdomen, tekanan panggul, kembung, nyeri punggung, konstipasi, nyeri abdomen, urgensi kemih, dyspepsia, perdarahan abnormal, flatulens. peningkatan ukuran pinggang, nyeri tungkai, nyeri panggul. H. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan medis a. Pembedahan Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker ovarium sampai stadium IIA dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi mempunyai keunggulan dapat meninggalkan ovarium pada pasien usia pramenopouse. Kanker ovarium dengan diameter lebih dari 4 cm menurut beberapa peneliti lebih baik diobati dengan kemoradiasi dari pada operasi. Histerektomi radikal mempunyai mortalitas kurang dari 1%. Morbiditas termasuk kejadian fistel (1% sampai 2%), kehilangan darah, atonia kandung kemih yang membutuhkan katerisasi intermiten, antikolinergik, atau alfa antagonis. b.
Radioterapi Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium,
terutama mulai stadium II B sampai IV atau bagi pasien pada stadium yang lebih kecil tetapi bukan kandidat untuk pembedahan. Penambahan cisplatin selama radio terapi whole pelvic dapat memperbaiki kesintasan hidup 30% sampai 50%. c. Kemoterapi Terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi lanjutan atau untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah ciplastin. Carboplatin juga mempunyai aktivitas yang sama dengan cisplatin. I. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi transvagina dan pemeriksaan antigen CA-125 sangat bermanfaat untuk wanita yang beresiko tinggi. Pemeriksaan praoperasi dapat mencakup enema barium atau kolonoskopi, serangkaian pemeriksaan GI atas, MRI, foto ronsen dada, urografi IV, dan pemindaian CT.Scan. Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi gen yang abnormal. Penanda atau memastikan
tumor
menunjukkan
antigen
karsinoma
ovarium,
antigen
karsinoembrionik, dan HCG menunjukkan abnormal atau menurun yang mengarah ke komplikasi J. Askep Teoritis A. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Airway : 1) Mengenali adanya sumbatan jalan napas 2) Peningkatan sekresi pernapasan 3) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 4) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing 5) Jalan napas bersih atau tidak b. Breathing 1) Distress pernapasan : ada tidaknya pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. 2) Frekuensi pernapasan 3) Sesak napas atau tidak 4) Kedalaman Pernapasan 5) Adanya retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak 6) Reflek batuk ada atau tidak 7) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak 8) Irama pernapasan : teratur atau tidak 9) Bunyi napas Normal atau tidak c. Circulation 1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia 2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran 4) Papiledema 5) Penurunan haluaran urine d. Disability 1) Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak 2) Adanya trauma atau tidak pada thorax 3) Riwayat penyakit dahulu / sekarang 4) Riwayat pengobatan 5) Obat-obatan / Drugs
e. Expossure 1) Lihat adanya jejas atau tidak, adanya pembengkakan atau tidak, dan pada saat pasien stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya. 2. Data Demografi Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, alamat, tanggal masuk RS, status perkawinan, suku, dan data keluarga terdekat yang dapat dihubungi. 3. Status Kesehatan Saat Ini Keluhan utama: pada kasus peritonitis, biasanya nyeri hebat pada sebagian perut atau seluruh perut Faktor pencetus, lamanya keluhan, faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, dan diagnosa medik. 4. Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien sebelumnya, adanya alergi, adanya kebiasaan merokok, minum kopi, alkohol, obat-obatan yang sering digunakan, pola nutrisi, pola eliminasi, pola tidur dan istirahat, pola aktivitas dan latihan, dan pola bekerja. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga 6. Pengkajian Sekunder Pemeriksaan Fisik Head to Toe: a) Kepala Inpeksi : bentuk simetris kiri dan kanan/tidak
Karakteristik rambut : kaji warna rambut, rontok atau tidak Kebersihan : bersih/tidak Palpasi : ada massa, benjolan, lesi/tidak b) Mata Inspeksi : simetris kiri kanan/tidak, sklera ikterik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, kornea normal/tidak, iris normal/tidak, kaji reflek pupil. Edema palpebra : ada/tida Rasa sakit : ada/tidak c) Telinga Inspeksi : daun telinga lengkap/tidak, simetris kiri dan kanan/tidak, liang telinga kotor/tidak,
ada
kelainan/tidak,
membran
tympani
ada/tidak,
ada
perdarahan/tidak, terdapat resume/tidak Tes pendengaran : pendengaran baik/tidak d) Hidung dan sinus Simetris/tidak, membran mukosa lembab/tidak, tes penciuman baik/tidak, ada alergi/tidak, terdapat polip/tidak e) Mulut dan tenggorokan Keadaan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi, dan tonsil, tes rasa, kesulitan menelan. f) Leher Apakah ada pembengkakan kelenjer tiroid dan kelenjer getah bening/tidak g) Thoraks I : apakah simetris atau tidak P : apakah fremitus kiri dan kanan P : sonor A : bunyi nafas vesikuler, bronkovesikuler, dan abdominal thorakal h) Kardiovaskuler I: ictus cordis tidak terlihat P : ictus cordis teraba P : batas jantung batas atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC VII A : bunyi jantung I dan II, kaji apakah ada suara tambahan/tidak i) Abdomen I : perut membuncit atau tidak, ada lesi atau tidak, biasanya terdapat bekas op P : hepar teraba/tidak P : biasanya
A : bising usus j) Genitouria Apakah terpasang kateter, genitalia bersih/tidak k) Reproduksi l) Ekstremitas Kaji kekuatan otot, biasanya pada pasien ICU, kekuatan otot tidak dapat dikaji 7. Data Laboratorium Meliputi hasil pemeriksaan hematologi, kimia klinik, elektrolit, imunologi, AGD. B. Diagnosa yang Mungkin Muncul 1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik biologis 2. Resiko Infeksi 3. Intoleransi aktivitas C. Intervensi NO 1
Diagnosa Keperawatan
SLKI
SDKI
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan
MANAJEMEN NYERI (I.
dengan
intervensi selama 3x24
08238)
jam. Maka tingkat
Observasi
1. Agen pencedera fisiologis (mis.
nyeri menurun, dengan
Inflamasi, iskemia,
kriteria hasil :
durasi, frekuensi,
neoplasma)
1. Keluhan nyeri
kualitas, intensitas
Agen pencedra
menurun
kimiawi (mis.
2. Meringis menurun
Terbakar, bahan
3. Sikap protektif
kimia iritan) 2. Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma,
menurun 4. Gelisah menurun
1. lokasi, karakteristik,
nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor
amputasi, terbakar,
yang memperberat
terpotong,
dan memperingan
mengangkat
nyeri
berat,prosedur
5. Identifikasi
operasi,trauma,
pengetahuan dan
latihan fisik
keyakinan tentang
berlebihan
nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243) Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) Identifikasi riwayat alergi obat 2. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, nonnarkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri 3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik 4. Monitor efektifitas analgesik 5. Terapeutik 6. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu 7. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum 8. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien 9. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan 10. Edukasi 11. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi 2
Risiko infeksi
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien terhindar dari resiko infeksi dengan kriteria hasil: Dengan kriteria hasil: -
Kebersihan
tangan meningkat -
Kebersian
badan meningkat
Observasi - Batasi jumlah pengunjung - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien - Pertahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko tinggi Edukasi - Jelakan tanda dan gejala infeksi - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
-
Nafsu makan
-
meningkat -
Sel darah putih
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
membaik Kadar sel darah merah membaik 3
Intoleransi Aktivitas
Setelah
dilakukan Manajemen Energi
asuhan
keperawatan Observasi
selama 3 x diharapkan Aktivitas
24 jam
-
Toleransi
fungsi
meningkat, -
melakukan aktivitas sehari-hari
-
Monitor kelelahan fisik Monitor pola dan jam tidur
tubuh
-
bawah
Monitor selama
lelah
menurun 4. Dispenea menurun
lokasi
dan
ketidaknyamanan
meningkat 3. Keluhan
yang
dan emosional
meningkat dan
tubuh
kelelahan
1. Kemudahan dalam
atas
gangguan
mengakibatkan
kriteria hasil :
2. Kekuatan
Identifkasi
melakukan
aktivitas Terapeutik -
Sediakan nyaman
lingkungan dan
rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) -
Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
-
Berikan
aktivitas
distraksi
yang
menyenangkan -
Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan Edukasi -
Anjurkan tirah baring
-
Anjurkan
melakukan
aktivitas
secara
bertahap -
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
-
Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi
kelelahan Kolaborasi -
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang
cara
meningkatkan
asupan
makanan Terapi Aktivitas Observasi -
Identifikasi
deficit
tingkat aktivitas -
Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam
aktivotas tertentu -
Identifikasi daya
untuk
sumber aktivitas
yang diinginkan -
Identifikasi
strategi
meningkatkan partisipasi aktivitas
dalam
-
Identifikasi
makna
aktivitas
rutin
(mis.
bekerja)
dan
waktu
luang -
Monitor
respon
emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas Terapeutik -
Fasilitasi focus pada kemampuan,
bukan
deficit yang dialami -
Sepakati untuk
komitmen meningkatkan
frekuensi
danrentang
aktivitas -
Fasilitasi
memilih
aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten
sesuai
kemampuan
fisik,
psikologis, dan social -
Koordinasikan pemilihan
aktivitas
sesuai usia -
Fasilitasi
makna
aktivitas yang dipilih -
Fasilitasi
transportasi
untuk
menghadiri
aktivitas, jika sesuai -
Fasilitasi
pasien
keluarga menyesuaikan
dan dalam
lingkungan
untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih -
Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi,
dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan -
Fasilitasi
aktivitas
pengganti
saat
mengalami keterbatasan
waktu,
energy, atau gerak -
Fasilitasi motorik
akvitas kasar
untuk
pasien hiperaktif -
Tingkatkan
aktivitas
fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai -
Fasilitasi
aktivitas
motorik
untuk
merelaksasi otot -
Fasilitasi dengan
aktivitas komponen
memori implicit dan emosional (mis. kegitan keagamaan
khusu)
untuk pasien dimensia, jika sesaui -
Libatkan
dalam
permaianan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
-
Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging,
berenang,
tugas
sederhana, permaianan sederhana, tugas rutin, tugas
rumah
perawatan
tangga,
diri,
dan
teka-teki dan kart) -
Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
-
Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
-
Fasilitasi
pasien
keluarga
dan
memantau
kemajuannya
sendiri
untuk mencapai tujuan -
Jadwalkan
aktivitas
dalam rutinitas seharihari -
Berikan
penguatan
positfi atas partisipasi dalam aktivitas Edukasi -
Jelaskan
metode
aktivitas fisik seharihari, jika perlu
-
Ajarkan
cara
melakukan
aktivitas
yang dipilih -
Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan kesehatan -
Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
-
Anjurkan
keluarga
untuk
member
penguatan positif atas partisipasi
dalam
aktivitas Kolaborasi -
Kolaborasi
dengan
terapi okupasi dalam merencanakan memonitor
dan program
aktivitas, jika sesuai Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
D. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017) E. Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai 2. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI tahun 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Devi, J.M., & Ahern, N.R. 2017. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG: Jakarta. Padila, N.R. 2019. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG: Jakarta