LP Luka Bakar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Combustio di Ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tanggal 19 Februari 2018



Oleh: I Kadek Ariawan



17089142015



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG PROGRAM PROFESI NERS 2017



LEMBAR PENGESAHAN Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Combustio di Ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tanggal 19 Februari 2018 Telah diterima dan disahkan oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical Instructure (CI), Stase Keperawatan Gadar & Intensif sebagai syarat memperoleh penilaian dari departemen Keperawatan Gadar & Intensif Program Profesi Ners STIKes Buleleng.



Denpasar, 19 Februari 2018 Clinical Instructure (CI) Ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar



Ns. Luh Gede Maryati, S.Kep NIP. 19660201 198903 2002



Clinical Teacher (CT) Stase Keperawatan Gadar & Intensif STIKes Buleleng



Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep.,M.Si NIK. 2010 0104 025



A. KONSEP DASAR TEORI LUKA BAKAR 1. Anatomi Fisiologi Kulit Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan (Corwin, 2009). Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. (Corwin, 2009). 1. Lapisan epidermis, terdiri atas: a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh. b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. d. Stratum spinosum atau stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).



e. Stratum basal atau germinatum. Disebut stratum basal karena selselnya terletak di bagian basal atau basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. 2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu : a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris) Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen. b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis) Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. 3. Jaringan subkutan atau hypodermis Merupakan



lapisan



kulit



yang



terdalam.



Lapisan



ini



terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.



Gambar 1. Anatomi Kulit



2. Definisi



Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi (Rembulan, 2015). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Sjamsuhidajat, 2010). Luka bakar (combustio atau burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (Hidayat, 2009). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran atau radiasi electromagnet (Musliha, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa luka bakar disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, listrik, air panas, bahan kimia dan radiasi yang mengakibatkan kehilangan jaringan yang mengenai lapisan epidermis, dermis dan lemak dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. 3. Prevalensi Luka bakar merupakan luka yang unik karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Negara, Ratnawati, & SLI, 2014). Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia (Rohman Azzam, 2008). Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar (Musliha, 2010). Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-



anak kelompok usia dibawah 6 tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia 25-35 tahun. Kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar (Negara, Ratnawati, & SLI, 2014). 4. Klasifikasi Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Berdasarkan penyebab : 1) Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) a) Gas b) Cairan c) Bahan padat (Solid) 2) Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) 3) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) 4) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) 5) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite). b. Berdasarkan kedalaman luka bakar : 1) Luka Bakar Derajat I a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema c) Tidak dijumpai bulae d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari 2) Luka Bakar Derajat II a)



Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi



b)



Dijumpai bulae



c)



Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi



d)



Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal



Luka bakar derajat II dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:



Derajat II Dangkal (Superficial) a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis b)



Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh



c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari Derajat II Dalam (Deep) a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan. 3) Luka Bakar Derajat III a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan c) Tidak dijumpai bulae d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena sering letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar e) Terjadi koagulasi protein yang dikenal sebagai eskar f)



Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujungujung saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian



g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka



c. Berdasarkan ukuran luas luka bakar Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah : 1. Rule of nine



a) Kepala dan leher : 9% b) Dada depan dan belakang : 18% c) Abdomen depan dan belakang : 18% d) Tangan kanan dan kiri : 18% e) Paha kanan dan kiri : 18% f) Kaki kanan dan kiri : 18% g) Genitalia : 1% 2. Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki anak lebih kecil. Maka dari itu penentuan luas luka bakar yang digunakan adalah diagram Lund dan Browder dengan dasar presentasi yang digunakan, luas telapak tangan dianggap = 1%. Adapun diagram Lund dan Browder adalah sebagai berikut: LOKASI Kepala Leher Dada & Perut Punggung Pantat kiri Pantat kanan Kelamin Lengan atas kanan Lengan atas kiri Lengan bawah kanan Lengan bawah kiri Tangan kanan Tangan kiri



0-1 19 2 13 13 2,5 2,5 1 4 4 3 3 2,5 2,5



USIA (Tahun) 1-4 5-9 10-15 17 13 10 2 2 2 13 13 13 13 13 13 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 1 1 1 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5



Dewasa 7 2 13 13 2,5 2,5 1 4 4 3 3 2,5 2,5



Paha kanan Paha kiri Tungkai bawah kanan Tungkai bawah kiri Kaki kanan Kaki kiri



5,5 5,5



6,5 6,5



8,5 8,5



8,5 8,5



9,5 9,5



5



5



5,5



6



7



5 3,5 3,5



5 3,5 3,5



5,5 3,5 3,5



6 3,5 3,5



7 3,5 3,5



5. Patofisiologi Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi, kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subcutan. Tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Effendi, 2008). Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m² pada anak baru lahir sampai 2 m² pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi. Pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitar dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak dan permebilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi diwajah, dapat mengakibatkan terjadinya kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas,



takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan muntah (David, 2008) Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tapi kemudian dapat terjadi infasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang infasive ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman



menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek (Sjamsuhidajat, 2010). Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak dimukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan



gangguan



jiwa



postburn (Sjamsuhidajat, 2010). 6. Etiologi



yang



disebut



schizophrenia



Gillespie (2009) menyatatakan etiologi luka bakar dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu : 1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api ditubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (missal, plastik, logam panas, dan lain-lain). 2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya disebakan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer atau bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. 3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah: dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. 4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.



7.



Manifestasi Klinis Musliha (2010) menyatakan manifestasi klinis pada pasien luka bakar (combustio) adalah sebagai berikut :



Kedalaman Dan Penyebab Luka Bakar Derajat Satu (Superfisial): tersengat matahari,



Bagian Kulit Yang Terkena Epidermis



Gejala



Penampilan Luka



Perjalanan kesembuhan



Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa



Memerah, menjadi putih ketika ditekan



Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi



terkena api dengan intensitas rendah



nyeri mereda jika didinginkan



minimal, tanpa edema



pengelupasan kulit



Derajat Dua (PartialThickness): tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api



Epidermis dan bagian dermis



Nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang dingin



Melepuh, dasar luka berbintikbintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema



Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat tiga



Derajat Tiga (FullThickness): terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus listrik



Epidermis, keseluruhan dermis dan kadangkadang jaringan subkutan



Tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik).



Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema



Pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari tangan atau ekstremitas dapat terjadi



8.



Komplikasi 1) Setiap luka bakar dapat terinfeksi yang dapat menyebabkan cacat lebih lanjut atau bahkan kematian.



2) Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga timbulnya serebrovaskular accident, infark moikardium, atau emboli paru. 3) Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus. Dapat terjadi kongesti paru akibat gaal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom distress pernapasan pada orang dewasa. 4) Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disritmia jantung. 5) Syok luka bakar dapat secara irreversible merusak ginjal sehingga timbul gagal ginjal dalam satu atau dua minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal akibat hipoksia ginjal atau rabdomiolisis (obstruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luas). 6) Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mucus sehingga terjadi ulkus peptikum. 7) Dapat terjadi koagulasi intravascular diseminata (DIC) karena destrukasi jaringan yang luas. 8) Pada luka bakar yang luas akan menyebabkan kecacatan, trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi, perpecahan keluarga, dan keinginan untuk bunuh diri. Gejala-gejala psikologis dapat timbul setiap saat setelah luka bakar. Gejala-gejala dapat datang dan pergi berulang-ulang kapan saja seumur hidup.



9.



Pathway (Web Of Caution) Arus listrik, api, bahan kimia, air panas, benda panas, radiasi



Cedera inhalasi/udara yang terlalu panas



Kerusakan kapiler



Luka bakar



Laju metabolic meningkat



Mengenai kulit (epidermis, dermis)



Peningkatan keluarnya protein



Permeabilitas kapiler meningkat



Escar/keropeng



hipoproteinemia



Kerusakan Lingkungan kulit



Perubahan nutrisi



Perubahan mukosa saluran pernafasan Kehilangan cairan plasma, protein, elektrolit kedalam spasium interstisial Iritasi saluran nafas



Edema mukosa saluran nafas atas/laring



Kerusakan integritas kulit



Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh



Hemokonsentrasi, hipovolemia, hipokalemia Pemejanan ujung kulit



Obstruksi lumen/saluran bagian atas Risiko Kekurangan Volume Cairan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas



Faktor Biologis



Menekan ujung-ujung syaraf perifer



Nyeri Akut



Fungsi kulit normal hilang



Hilang daya lindung terhadap infeksi



Resiko Infeksi



Sumber : Amin Hardhi (2016)



10. Pemeriksaan Penunjang Muttaqin (2011) menyatakan pemeriksaan penunjang pada pasien luka bakar dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan : 1.



Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht



turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2.



Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.



3.



GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.



4.



Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.



5.



Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.



6.



Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.



7.



Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.



8.



Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.



9.



BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.



10.



Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.



11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.



13. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menunjukkan faktor yang mendasari. 11. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Konservatif 1. Pre Hospital Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedangkan untuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat sampai penggunaan morfin oleh tenaga medis. 2. Hospital Menurut Djumhana (2011), Secara sistematik penanganan luka bakar dapat dilakukan 6 C : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan. a. Clothing : Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tidak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning. b. Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang



tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgetik (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena menyebabkan



pembuluh



darah



mengkerut



(vasokonstriksi)



sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir. c. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang. d. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan. e. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi. f. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa:



1) Paracetamol dan codein (per oral) 20-30mg/kg 2) Morphine (intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus 3) Morphine (intramuskular) 0,2mg/kg. Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC (airway, breathing, Circulation). a. Resusitasi A, B, dan C Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus di cek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu. 1) Airway, apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah : riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam. 2) Breathing, eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. 3) Circulation, luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu dengan Formula Baxter dan Evans. b. Resusitasi Cairan Indikasi terapi cairan : Luka bakar derajat 2 atau 3 > 25% pada orang dewasa, luka bakar di daerah wajah dengan trauma inhalasi dan tidak dapat minum, sedangkan pada anak-anak dan orang tua > 15% maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Dua



cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : 1) Cara Evans Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah: a) Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl b) Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid c) 3.2000cc glukosa 5% Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.



2)



Cara Baxter Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus: Hari pertama: Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal Dewasa Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc (RL) RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal: < 1 tahun



: BB x 100 cc



1 – 3 tahun



: BB x 75 cc



3 – 5 tahun



: BB x 50 cc.



Hari ke dua: Koloid : 500-2000cc + glukosa 5% untuk mempertahankan cairan. Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama. c. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka. d. Monitor urine dan CVP. e. Topikal dan tutup luka. a) Cuci luka dengan savlon: NaCl 0,9% (1 : 30) + buang jaringan nekrotik. b) Tulle. c) Silver sulfa diazin tebal. d) Tutup kassa tebal. e) Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor. f. Obat-obatan a) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. b) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur. c) Analgetik : kuat (morfin, petidine) d) Antasida : kalau perlu g. Penatalaksanaan Pembedahan



Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas. Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. (Musliha, 2011).



B.



ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS 1. Pengkajian 1. Identitas Identitas lengkap pasien dan keluarga sebagai penanggung jawab pasien. Identitas mencakup nama, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat. Nama berisikan inisial. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian. Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar



agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan (Muttaqin, 2011). 2. Keluhan Utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam atau hari setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru. 1) Breating Kaji adanya tanda distress pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak, malas bernapas, atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata, atau tenggorokan, hal ini menandakan adanya iritasi pada mukosa. Adanya sesak napas atau kehilangan suara, takipnea, atau kelainan pada auskultasi, seperti krepitasi atau ronchi (Sjaifuddin, 2016). 2) Blood Pada luka bakar yang berat, perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular



mengalami



deficit,



timbul



ketidakmampuan



menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan (syok) (Sjaifuddin, 2016). 3) Brain Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Sjaifuddin, 2016). 4) Bladder



Haluaran urine menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Sjaifuddin, 2016). 5) Bowel Adanya risiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual. Selain itu, pembentukan ulkus gastroduodenal juga dikenal dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Sjaifuddin, 2016). 6) Bone Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya mengalami patah tulang punggung atau spine (Sjaifuddin, 2016). 3. Riwayat Kesehatan Sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalani perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang). 4. Riwayat Kesehatan Dahulu Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alcohol. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan. 6. Pola Fungsional Gordon 1)



Pola persepsi dan management



Pola ini akan menjelaskan bagaimana penderita luka bakar mengatasi penyakit yang di deritanya, apakah langsung di bawa ke rumah sakit atau tidak. 2)



Pola nutrisi dan metabolic Menjelaskan bagaimana makan klien, apakah mengalami muntah. Dan biasanya klien sering mengalami hidrasi.



3)



Pola eliminasi Klien akan mengalami gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit.



4)



Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien merasakan nyeri.



5)



Pola kognitif dan perceptual Biasanya klien yang menderita luka bakar tidak mengalami gangguan pada penglihatan, dan pendengaran.



6)



Pola istirahat dan tidur Biasanya tidur dan istirahat klien terganggu, karena merasakan nyeri yang sangat hebat pada daerah luka bakar.



7)



Pola konsep diri dan persepsi Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya.



8)



Pola peran dan hubungan Klien lebih sering menutup diri, dan sering mengabaikan perannya baik sebagai suami, maupun ayah.



9)



Pola reproduksi dan seksual Biasanya klien yang menderita lika bakar mengalami gangguan reproduksi dan seksual nya, sehingga iya tidak dapat memenuhi kebutuhan seksualnya.



10) Pola koping dan toleransi Klien yang menderita luka bakar cenderung stres, karena cemas memikirkan penyakitnya, yang tak kunjung sembuh. 11) Pola nilai dan keyakinan



Klien agak susah melakukan aktivitas ibadah nya, karena dirumah sakit klien menggunakan kateter. 7. Keadaan Umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat. 8. TTV Tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama. 9. Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan kepala dan leher a) Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar. b) Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar. c) Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok. d) Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang. e) Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. f)



Leher



Catat



posisi trakea,



peningkatan



denyut



sebagai



nadi



kompensasi



karotis



mengalami



untuk



mengataasi



kekurangan cairan. 2) Pemeriksaan thorak atau dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi. 3) Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis. 4) Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor atau terdapat lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. 5) Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskletal, kekuatan oto menurun karen nyeri. 6) Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik). 7) Pemeriksaan kulit Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut:



Bagian tubuh Kepala leher



1 th 18%



2 th 14%



Dewasa 9%



Ekstrimitas atas (kanan dan kiri)



18%



18%



18 %



Badan depan Badan belakang



18% 18%



18% 18%



18% 18%



Ektrimitas bawah (kanan dan kiri)



27%



31%



30%



Genetalia



1%



1%



1%



Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka. a) Grade I : Luka bakar ini sangat ringan, hanya mengenai lapisan epidermis, terdapat warna merah pada kulit tidak ada vesikel, tanpa odema, nyeri dan biasanya sembuh tanpa adanya pengobatan dalam waktu 3-7 hari. b) Grade II : Dangkal mengenai lapisan dermis, ada bulla (lepuh), terdapat penumpukan cairan, intersisial. Timbul rasa nyeri yang hebat, biasanya sembuh 21-28 hari. Tanpa disertai jaringan parut bila tidak terjadi infeksi. c) Grade III : Dalam gambaran klinis sama tetapi gambaran lepuh, pucat dan agak kering, keluhan nyeri berkurang karena jaringan lemak, otot terkena. Biasanya penyembuhan agak lama 1 bulan atau lebih dan terdapat jaringan granulasi. d) Grade IV: Sudah mengenai lapisan paling dalam bahkan sampai tulang. Keadaan luka kering, warna merah, putih, hitam atau coklat, tidak nyeri pada grade ini. Kesembuhannya lama dan memerlukan tindakan skin graft (Debora, 2017). 2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul



1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mucus berlebihan atau spasme jalan napas 2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik atau agens cedera kimiawi 3. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequat 5. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit 6. Risiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan interstitial 3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d mucus berlebih atau spasme jalan nafas



Tujuan dan Kriteria hasil (NOC) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama..x 24 jam, diharapkan pola nafas efektif. NOC : 1. Respiratory status : Ventilation 2. Vital sign status Kriteria Hasil : 1. Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan (ronkhi, wheezing). 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal kususnya respirasi 1620 kali/menit.



Intervensi Keperawatan (NIC)



Airway Management



Rasional



1. Kaji tingkat 1. Memberikan informasi kemampuan pasien kemampuan pasien dalam serta penentuan meningkatkan level tindakan kepatenan jalan yang diberikan nafasnya kepada pasien 2. Takipnea biasanya 2. Pantau frekuensi ditemukan saat pernafasan, catat terjadi stress pada rasio inspirasi dan pasien ekspirasi 3. Semi fowler atau 3. Posisikan bersandar dapat kenyamanan pasien mempermudah dengan posisi fungsi pernafasan. kepala semi fowler Sokong atau duduk tangan/kaki dengan bersandar pada bantal membantu tempat tidur menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada 4. Terjadi 4. Catat adanya derajat peningkatan dispnea, misalnya: disfungsi gelisah, cemas, pernafasan



distress pernafasan, penggunaan otot bantu nafas



tergantung proses perawatan selama di RS 5. Beberapa derajat 5. Auskultasi bunyi bronkus terjadi nafas, catat adanya dengan obstrukasi mengi, krekels, jalan nafas dan ronchi dapat dimanifestasikan dengan bunyi nafas abnormal 6. Agar pasien mendapatkan 6. Kolaborasi dengan terapi oksigen dokter terkait terapi sesuai dengan oksigen kebutuhannya. Nyeri akut b.d agen cedera fisik atau agen cidera kimiawi.



Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x24 jam, diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. NOC : 1. Pain level 2. Pain control Kriteria Hasil : 1. Menyatakan nyeri berkurang dengan menggunakan skala nyeri dengan rentang 1-10. 2. Mampu melakukan teknik non farmakologi (nafas dalam)



Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST) 2. Kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalam 4. Evaluasi keefektifan control nyeri



1. Mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien secara spesifik 2. Memberikan kenyamanan bagi pasien



3. Mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pasien



4. Mengevaluasi hasil tindakan dan menentukan intervensi lanjutan 5. Kolaborasi dengan 5. Untuk mengurangi dokter terkait nyeri secara pemberian analgetik farmakologi



Setelah dilakukan Pressure asuhan Management keperawatan 1. Bersihkan luka 1. Karena luka sangat mengiritasi kulit. selama …x 24 perlahan-lahan



jam, diharapkan integritas kulit membaik. NOC : 1. Tissue integrity : skin and mucous membranes Kriteria Hasil : 1. Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit 2. Pembentuka jaringan parut 3. Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal



dengan sabun lunak, non alkalin 2. Anjurkan pasien 2. Meningkatkan sirkulasi ke daerah menggunakan luka bakar pakaian yang longgar 3. Jaga kebersihan 3. Menghindari paparan kulit agar tetap mikroorganisme bersih dan kering yang berlebihan dan mempercepat penyembuhan 4. Observasi luka, 4. Mengevaluasi kedalaman, setelah pemberian karakteristik, warna, tindakan perawatan cairan, tanda-tanda 5. Agar keluarga infeksi 5. Ajarkan keluarga mampu melakukan tentang perawatan perawatan luka luka bakar setelah pasien pulang 6. Kolaborasi dengan 6. Agar pasien dokter terkait terapi mendapatkan antibiotik terapi antibiotic yang sesuai dengan kondisinya



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequat



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. NOC : 1. Nutritional status : food and fluid intake Kriteria Hasil : 1. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 2. Makanan habis setengah



Nutritional Management 1. Kaji adanya alergi makanan



2. Monitor penurunan badan 3. Berikan tentang nutrisi



adanya berat



informasi kebutuhan



1. Untuk mengetahui apakah pasien memiliki alergi makanan dan untuk kesesuaian pemberian diet makanan pada pasien 2. Untuk mengetahui apakah ada penurunan berat badan pasien setelah di rawat 3. Agar pasien dan keluarga paham tentang kebutuhan nutrisi bagi



porsi lebih



Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit



Risiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan interstitiil



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi. NOC : 1. Knowledge : infection control 2. Risk control Kriteria Hasil : 1. Jumlah leukosit dalam batas normal 2. Tidak ada tanda dan gejala infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolaesa). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan. NOC : 1. Fluid balance Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD:120/80



4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan nutrisi



tubuhnya 4. Agar pasien mendapatkan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.



Infection Control



1. Monitor tanda dan 1. Untuk mengetahui jika ada tanda dan gejala infeksi gejala infeksi lebih awal 2. Dorong masukan 2. Meningkatkan nutrisi yang cukup daya tahan tubuh pasien dan proses pemulihan luka 3. Pertahankan teknik 3. Mencegah aseptic transmisi silang mikroorganisme 4. Ajarkan pasien dan 4. Mencegah keluarga cara penularan infeksi menghindari infeksi 5. Ajarkan keluarga cara cuci tangan 6 5. Untuk mencegah langkah penularan bakteri 6. Kolaborasi dengan dari keluarga ke dokter pemberian pasien antibiotik jika perlu 6. Mencegah terjadinya infeksi dan untuk ketepatan terapi



Fluid Management 1. Kaji vital



tanda-tanda



2. Kaji turgor kulit dan kelembaban mukosa



3. Dorong masukan oral dengan minum sedikit tapi sering 4. Kolaborasi dokter



dengan terkait



1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien 2. Untuk mengetahui apakah ada tanda dan gejala dehidrasi 3. Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien melalui rute enteral 4. Untuk memenuhi kebutuhan cairan



mmHg, N:6080x/mnt, S: 36,5-37,5 dan R : 1620x/mnt) 2. Turgor kulit baik, mukosa bibir lembab.



pemberian terapi cairan intravena



pasien sesuai dengan kebutuhannya



Sumber : Herman (2015) ; Bulechek (2008) ; Moorhead (2008)



3. Implementasi Implementasi



keperawatan



merupakan



pelaksanaan



tindakan



keperawatan sesuai dengan apa yang telah di rencanakan pada intervensi yang telah di buat sebelumnya. 4. Evaluasi Menurut Nursalam (2011) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu: 1. Evaluasi formatif Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. 2. Evaluasi somatif Merupakan evaluasi akhir dimana menggunakan SOAP.



dalam



metode



evaluasi



ini



DAFTAR PUSTAKA Amin, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus, jilid 2. Yogyakarta : Mediaction. Bulechek. Gloria M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA : Mosby Inc An Affliate Of Elsevier. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC. David, S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka Dalam. Surabaya : Plastic Surgery. Debora, O. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik, edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Gillespie, S. (2009). Mikrobiologi Medis Dan Infeksi. Jakarta : Erlangga. Herman. T. Heater. (2015). Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC. Hidayat, Aziz Halimul. (2009). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby Inc An Affliate Of Elsevier. Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Nuha Medika. Musliha. (2011). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Nuha Medika.



Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika. Negara, R. F., Ratnawati, R., & SLI, D. D. (2014). Pengaruh Perawatan Luka Bakar Derajat II Menggunakan Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Peningkatan Ketebalan Jaringan Granulasi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar. Majalah Kesehatan FKUB .Nursalam. (2011). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika. Rembulan, V. (2015). Potency Of Honey In Treatment Of Burn Wounds. J Majority . Rohman. (2008). Koreksi Dan Terapiutik Klien Dengan Luka Bakar. Yogyakarta : Gadjah. SJaifuddin. (2016). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC. Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.