LP Nervus Cranial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Ajar



: Keperawatan Dewasa II



Pembimbing : Maryunis S.Kep, Ns. M.Kes



PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL



DISUSUN OLEH GITA APRIATI 14220110002



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2014



A. PENGERTIAN



Nervus atau saraf kranial termasuk dalam sistem saraf perifer. Sistem saraf perifer terdiri dari dua yaitu saraf kranial yang berasal dari otak dan saraf spinal yang berasal dari medula spinalis. Dua belas pasang saraf kranial yang tersusun angka romawi, muncul dari berbagai batang otak. Saraf kranial tersusun dari serabut saraf sensorik dan motorik. Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet). Fungsi sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya. B. TUJUAN Tujuan pemeriksaan saraf cranial adalah untuk mengetahui adanya gangguan serabut saraf sensorik dan motorik, dimana serabut saraf tersebut berfungsi menghantarkan impuls baik dari reseptor ke system saraf pusat, maupun dari system saraf pusat ke otot atau kelenjarkelenjar tubuh. C. INDIKASI Pemeriksaan saraf cranial di indikasi pada klien yang dicurigai memiliki gangguan pada otak, entah itu disebabkan karena trauma langsung pada kepala, neoplasma ataupun tumor, penyakit-penyakit infeksi, komplikasi penyakit yang menyebabkan kerusakan serabut saraf, penyakit herediter maupun karena penyakit-penyakit metabolic, sehingga serabut-serabut saraf yang mempersyarafi organ-organ tubuh menjadi terganganggu (menurun). D. KONTRAINDIKASI Tidak ada kontraindikasi untuk pemeriksaan saraf cranial, karena pada dasarnya pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui gangguan pada serabut saraf. E. SARAF-SARAF KRANIAL DAN CARA PEMERIKSAAN 1. Saraf I (N. Olfaktorius) Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.



Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul. Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Syarat pemeriksaan : a) Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit b) Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita c) Bahan yang dipakai bersifat Not Iritating Prosedur pemeriksaan N.Olfaktorius: a. Membertitahu kepada penderita bahwa daya penciumannya akan diperiksa. b. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan pada rongga hidung. c. Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung. d. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu seperti yang disebutkan diatas melalui lubang hidung yang terbuka. e. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya. f. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang



hidung



kontralateral. Interpretasi hasil pemeriksaan: a. Terciumnya



bau-bauan



secara



tepat



menandakan



fungsi nervus



olfaktorius kedua sisi adalah baik. b. Hilangnya kemampuan mengenali bau-abuan (anosmia) yang bersifat unilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis cerebrum. c. Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya meningioma pada cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal ini dapat



terjadi sebagai akibat dari trauma ataupun pada meningitis. Pada orangtua dapat terjadi gangguan fungsi indra penciuman ini terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat berupa penurunan daya penciuman (Hiposmia). Bentuk gangguan lainnya dapat berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bawang goreng hal ini disebut parosmia. d. Selain keadaan diatas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan penciuman yang disebut hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat trauma kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi psikiatrik yang disebut dengan konversi histeri. Sensasi bau yang muncul tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini dapat muncul sebagai aura pada epilepsy maupun pada kondisi psikosis yang terkait dengan lesi organic pada unkus. 2. Saraf II (N. Opticus) Tujuan pemeriksaan nervus opticus untuk mengetahui adanya penurunan fungsi mata. Pemeriksaan meliputi : 1) Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m. a)



2) Penglihatan perifer Tes konfrontasi  Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap 



mata pemeriksa sisi lain. Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai







denganlapang pandang pasien. Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.







Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang







pemeriksa. Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal



b) Perimetri/ kampimetri Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi. 3) Melihat warna Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N II. 4) Pemeriksaan fundus occuli Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II terdapat : a) Stuwing papil atau protusio N II Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya bendungan. b) Neuritis N II Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat. Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah : Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya, Warnanya Pembuluh darah, Keadaan Retina. 3. Saraf III, IV, V (N. Okulomotorius, N. Trokhlearis, N. abdusen) Nervus ocularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang berbeda, yaitu:  Motor somatic, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokuler dan muskulus levator palpebra superior. Komponen ini berfungsi mengontrol kontraksi otot ekstraokuler dalam melihat dan fiksasi objek penglihatan.



 Motor visceral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus konstriktor pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini bertanggung jawab dalam reflex akomodasi pupil sebagai respon terhadap cahaya. Pemeriksaan nervus okularis meliputi 3 hal, yaitu: 1) Pemeriksaan gerakan bola mata 2) Pemeriksaan kelopak mata 3) Pemeriksaan pupil Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata : 1) Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola matanya. 2) Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata diluar kemauan penderita (nistagmus). 3) Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan. 4) Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya ( hambatan dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata). 5) Meminta penderita untuk menggerakan sendiri bola matanya. Prosedur pemeriksaan kelopak mata : 1) Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap kedepan selama satu menit. 2) Meminta penderita untuk melirik keatas selama satu menit. 3) Meminta penderita untuk melirik kebawah selama satu menit 4) Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar celah mata ( fisura palpebralis) kanan dan kiri. 5) Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang tertutup. Prosedur pemeriksaan pupil: 1) Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm) 2) Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor). 3) Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak. 4) Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya direk:  Menyorotkan cahaya kearah pupil lalu mengamati ada tidaknya miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil. 5) Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya indirek:  Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung. 6) Memeriksa reflex akomodasi pupil  Meminta penderita melihat jari telunjuk pemeriksa pada jarak yang agak jauh



 Meminta penderita untuk terus melihat jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan mendekati hidung penderita.  Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil penderita (pada keadaan normal kedua mata akan bergerak kemedial dan pupil menyempit). 4. Saraf V (N. Trigeminus) Nervus trigeminus merupakan nervus cranialis V yang berfungsi menginervasi bagian muka dan kepala. Nervus ini mempunyai 3 cabang, yaitu cabang yang menginervasi dahi dan mata (Ophthalmic V1), pipi (maxillary V2), dan muka bagian bawah dan dagu (mandibular V3). Ketiga cabang nervus V ini bertemu pada satu area yang disebut ganglion gasery, yang selanjutnya menuju batang otak melalui pons menuju badan-badan sel nucleus nervi trigemini. Dari sini informasi yang diterima diolah untuk selanjutnya dikirim ke korteks serebri untuk menimbulkan kesadaran akan sensasi fasial. Nervus trigeminus bertanggugjawab terhadap sensasi raba, nyeri, dan temperature pada muka. Selain itu nervus ini juga mengontrol gerakan otot yang berperan dalam mengunyah makanan. Perlu diingat bahwa nervus ini tidak berperan dalam pengaturan gerakan wajah yang diatur oleh nervus VII. Pemeriksaan nervus V meliputi pemeriksaan motorik dan sensorik. Adapun prosedur pemeriksaannya yaitu: 1) Pemeriksaan fungsi motorik a. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya. b. Pemeriksaan mengamati muskulus massester dan muskulus temporalis (normal: kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama). c. Meminta penderita untuk membuka mulut. d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong kearah lesi). 2) Pemeriksaan fungsi sensorik a. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi, pipi, rahang bawah. b. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada daerah dahi, pipi, dan rahang bawah. 3) Melakukan pemeriksaan reflex kornea



a. Menyentuh kornea



dengan ujung kapas (normal penderita akan



menutup mata/ berkedip) b. Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut. 4) Melakukan pemeriksaan reflex massester a. Meminta penderita untuk sedikit membuka mulut. b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksan di garis tengah dagu penderita. c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan kanan pemeriksa atau dengan palu reflex. d. Mengamati respon yang muncul: kontraksi muskulus masseter dan mulut akan menutup. 5. Saraf VII (N. Fasialis) Nervus fasialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik eferen dan aferen dengan fungsi yang dapat dibedakan yaitu: 1) Branchial motor (special visceral efferent), yang menginervasi otot-otot fasialis, otot digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan stapedius. 2) Visceral motor ( general visceral efferent), yang memberikan inervasi parasimpatik pada kelenjar lakrimal, submandubular dan sublingual, serta mukosa menginervasi mukosa nasofaring, pallatum durum dan mole. 3) Sensorik khusus ( special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa pada 2/3 anterior lidah dan inervasi pallatum durum dan mole. 4) Sensorik umum (general somatic Afferent), menimbulkan sensasi kulit pada konka, auricular dan area dibelakang telinga. Serabut saraf yang membentuk branchial motor merupakan komponen nervus VII yang paling dominan, sedangkan ketiga komponen serabut lainnya menggabung menjadi satu terpisah dari branchial motor. Gabungan dari ketiga serabut terakhir membentuk nervus intermedius. Pemeriksaan fungsi nervus VII meliputi: a) Pemeriksaan motorik nervus fasialis b) Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius Prosedur pemeriksaan nervus fasialis 1) Pemeriksaan motorik a. Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks). b. Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. c. Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut. d. Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:



  



Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam. Mengangkat alis. Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka



 



dengan tangan. Memoncongkan bibir atau nyengir. Meminta penderita menggembungkan pipi, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar dari bagian yang lumpuh.



2) Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis) a. Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering b. Memeriksa kelenjar sublingual c. Memeriksa mukosa hidung dan mulut 3) Pemeriksaan sensorik a. Meminta pemeriksa menjulurkan lidah b. Meletakkan gula, asam, garam, atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah c. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik kertas. Catatan: pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:  Lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar  Penderita tidak diperkenankan bicara  Penderita tidak diperkenankan menelan. 6. Saraf VIII (N. Auditorius atau Vestibulokokhlearis) Nervus VIII terdiri dari dua berkas syaraf, yaitu:  Nervus kokhlearis yang bertanggung jawab 



pendengaran. Nervus vestibularis



yang



bertanggungjawab



menghantarkan



impuls



menghantarkan



impuls



keseimbangan.. Prosedur pemeriksaan: 1) Pemeriksaan fungsi pendengaran a. Pemeriksaan weber  Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang telinga kanan dan kiri penderita.







Garputala diletakkan didahi penderita pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras ( penderita tidak dapat menentukan







dimana yang lebih keras). Bila terdapat tuli konduksi disebelah kiri, missal oleh karena otitis media, pada tes weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi disebelah kiri, maka tes weber terdengar lebih keras dikanan.



b. Pemeriksaan rinne  Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan 



udara dari penderita. Pada telinga sehat pendengaran melalui udara didengar lebih







lama dari pada melalui tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak



dapat



mendengarnya



lagi,



kemudian



garputala



dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif, pada orang normal atau tuli persepsi, tes rinne ini positif. Pada tuli konduksi tes rinne negative. c. Pemeriksaan Schwabach  Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang pemeriksa ( dengan anggapan pendengaran 



pemeriksa adalah baik). Garputala yang telah digetarkan ditempatkan diprosesus mastoid penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka segera garputala dipindahkan ke







prosesus mastoid pemeriksa. Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar suara mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan







schwabach normal. Bila hantaran tulang penderita kurang baik, maka pemeriksa masih medengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan schwabach memendek.



2) Pemeriksaan fungsi keseimbangan a. Pemeriksaan dengan tes kalori Bila telinga kiri dimasukan air dingin timbul nistagmus kekanan. Bila telinga kiri dimasukan air hangat akan timbul nistagmus ke kiri. Bila ada gangguan keseimbangan, maka perubahan temperature air dingin dan hangat ini tidak menimbulkan reaksi. b. Pemeriksaan dengan past ponting test Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup penderita diminta untuk mengulang, normal penderita harus dapat melakukannya. 7. Saraf IX (N. Glosofaringeus) Nervus Glosofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan sensorik. Serabut motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan sebagian lainnya bersifat sekretomotorik. Prosedur pemeriksaan nervus glosofaringeus: 1) Penderita diminta untuk membuka mulutnya. 2) Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan kebawah, sementara itu penderita diminta untuk mengucapkan “a-a-a” panjang. 3) Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan begerak keatas. Lengkung langit-langit disisi yang sakit tidak akan bergerak keatas. 4) Adanya gangguan pada M. stylopharingeus, maka uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat. 5) Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan pada bagian belakang lidah atau menggores dinding pharyng kanan dan kiri, reflex muntah tidak terjadi. 8. Saraf X (N. Vagus) Nervus vagus terdiri dari 5 komponen dengan fungsi yang berbeda. Kelima komponen tersebut: 1) Branchial motor ( Eferent visceral khusus) yang bertanggungjawab terhadap koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring, dan salah satu otot ekstrinsik lidah. 2) Visceral motor (efferent visceral umum) yang bertanggungjawab terhadap inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring, dan visceral thoraks dan abdomen.



3) Visceral sensori (afferent visceral umum) yang memberikan informasi sensorik visceral dari laring, esophagus, trachea, dan visceral abdominal dan thorakal, serta membawa informasi dari reseptor tekanan dan kemoreseptor aorta. 4) Sensori umum (afferent somatic umum) memberikan informasi sensorik umum dari kulit belakang daun telinga, meatus akustikus eksterna, permukaan luar membrane tympani dan faring. 5) Sensori khusus merupakan cabang minor dari nervus vagus yang bertanggung jawab menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglottis. Prosedur pemeriksaan nervus vagus: 1) Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan terlihat uvula tidak ditengah tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat. 2) Reflex faring/ reflex muntah tidak ada. 3) Untuk memeriksa plica vocalis diperlukan laryngoscope. Bila terdapat kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut tidak bergerak sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan menjadi atonis dan lama kelamaan atopi, suara penderita menjaai parau. 4) Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara itu akan berada digaris tengah dan tidak bergerak sama sekali sehingga akan timbul afoni dan stridor inspiratorik. 9. Saraf XI (N. Aksesorius) Nervus aksesorius tersusun atas komponen cranial dan spinal yang merupakan serabut motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi otot yang berbeda, yaitu: 1) Branchial motor ( komponen cranial) yang bertanggungjawab memberikan inervasi otot-otot laring dan faring. 2) Branchial motor ( komponen spinal) yang betanggungjawab memberikan inervasi otot-otot trapezius dan sternokleidomastoideus.



Prosedur pemeriksaan nervus aksesorius: 1) Untuk mengetahui adanya paralisis M. sternokleidomastoideus: penderita diminta menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat, kemudian kita raba M. sternokleidomastoideus. Bila terdapat paralisis N.XI di sisi tersebut, maka akan teraba m. sternokleidomastoideus itu tidak menegang. 2) Untuk mengetahui adanya paralisis M. trapezius: pada inspeksi akan tampak:



a) Bahu penderita disisi yang sakit adalah lebih rendah daripada di sisi yang sehat. b) Margo vertebralis scapula di sisi yang sakit tampak lebih ke samping daripada di sisi yang sehat. 10. Saraf XII (N. Hipoglossus) Nervus hipoglossus hanya mempunyai satu komponen motor somatic. Nervus ini menginervasi semua otot intrinsic dan sebagian besar otot ekstrinsik lidah (genioglosus, styloglosus dan hyoglosus). Prosedur pemeriksaan nervus hipoglossus: Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan pergerakan lidah. 1) Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik, disebut dengan disartria. 2) Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser kedaerah sehat karena tonus di sini menurun. 3) Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.



DAFTAR PUSTAKA 1. http://fk.uns.ac.id/static/file/GABUNGAN_MANUAL_SEMESTER_3-2012-ED.pdf, Diakses pada tanggal 2 April 2014. 2. http://www.scribd.com/document_downloads/direct/86420682? extension=pdf&ft=1395914785<=1395918395&user_id=110026822&uahk=fvIW2mecQ NE4pxH86K4GU2YMfws, Diakses pada tanggal 2 April 2014. 3. http://gustinerz.com/?p=2043, Diakses pada tanggal 2 April 2014.