LP Post Partum Preeklamsia [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dwi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. W DENGAN POST PARTUM SPONTAN DENGAN PRE EKLAMSIA DI BANGSAL ALAMANDA 3 RSUD PANEMBAHAN SENOPATI



Disusun oleh: Hanif Prasetyaningtyas Nevi Eka Rahmawati Diyah Lestari Dwi Astuti



(1910206027) (1910206030) (1910206030) (1910206097)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2019



HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. W DENGAN POST PARTUM SPONTAN DENGAN PRE EKLAMSIA DI BANGSAL ALAMANDA 3 RSUD PANEMBAHAN SENOPATI



Disusun Oleh: Hanif Prasetyaningtyas Nevi Eka Rahmawati Diyah Lestari Dwi Astuti



(1910206027) (1910206030) (1910206030) (1910206097)



Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui



Pada Tanggal:



Clinical Instructure



(...................................)



Pembimbing Akademik



(..............................................)



TINJAUAN PUSTAKA



1.



Post Partun A. Pengertian Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidaknyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Bobak, 2010). B. Tahapan post partum Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut: 1. Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri, oleh karena itu, perawat atau bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah, dan suhu. 2. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini perawat atau bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. Selain itu, pada fase ini ibu sudah memiliki keinginan untuk merawat dirinya dan diperbolehkan berdiri dan berjalan untuk melakukan perawatan diri karena hal tersebut akan bermanfaat pada semua sistem tubuh. 3. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu) Pada periode ini perawat atau bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.



C. Adaptasi fisiologis post partum Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi postpartum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan setelah melahirkan antara lain: 1. Involusio uterus Involusi Uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus Uteri). Fundus uteri  3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga padahari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu. 2. Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 6 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya : a.



Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.



b.



Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan



c.



Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.



d.



Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.



e.



Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.



f.



Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya



3. Perubahan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali



kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol. 4. Perubahan Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil. 5. Perubahan Sistem Pencernaan, biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh. 6. Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. 7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain: a. Nyeri punggung bawah Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi.



Hal



ini



muskuloskeletal



disebabkan akibat



adanya



ketegangan posisi



postural saat



pada



sistem



persalinan.



Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan



punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektro terapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien. b. Sakit kepala dan nyeri leher Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum. c. Nyeri pelvis posterior Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior. Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri. d. Disfungsi simfisis pubis Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat. Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.



e. Diastasis rekti Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis. Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan. f.



Osteoporosis akibat kehamilan Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .



8. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum. 9. Tanda-tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibatmeningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatansuhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.



Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009). D. Perubahan psikologis Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu sebagai berikut ; 1. Periode Taking In a. Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan b. Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik. c. Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain. d. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya e. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-ulang f. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala. g. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan 2. Periode Taking Hold a. Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan b. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi



c. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat d. Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. e. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya 3. Periode Letting Go a. Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. b. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah c. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya d. Keinginan untuk merawat bayi meningkat e. Ada kalanya ibumengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues (Mansur, 2009). E. PERAWATAN MASA NIFAS 1. Mobilisasi Jelaskan bahwa latihan tertentu sangat membantu seperti : a. Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada : tahan satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 x. b. Untuk memperkuat tonus otot vagina (latihan kegel). c. Berdiri dengan tungkai dirapatkan kencangkan otot-otot, pantat dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali. d. Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan setiap minggu naikkan 5 kali. Dan pada 6 minggu setelah persalinan ibu harus mengerjakan sebanyak 30 kali. 2. Diet Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari. Makanan harus diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Pil besi harus



diminum minimal 40 hari pasca melahirkan. Minum sedikitnya 3 liter, minum zat besi, minum kapsul vitamin A dengan dosis 200.000 unit. 3. Miksi hendaknya dapat dilakukan sendiri mungkin karena kandung kemih yang penuh dapat menyebabkan perdarahan. 4. Defekasi Buang air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila tidak bisa maka diberi obat peroral atau perektal atau klisma. 5. Perawatan Payudara a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu b. Menggunakan BH yang menyokong payudara c. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari puting susu yang tidak lecet. d. Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok. e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tab setiap 4-6 jam. f. Apabila payudara bengkok akibat pembendungan ASI, lakukan : 1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit. 2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau menggunakan sisir untuk mengurut arah Z pada menuju puting. 3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak. 4) Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan. 5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui. 6. Laktasi ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum. Tanda ASI cukup : a. Bayi kencing 6 kali dalam 24 jam.



b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. d. Bayi menyusui 10-11 kali dalam 24 jam. e. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali menyusui. f. Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI. g. Bayi bertambah berat badannya. ASI tidak cukup : a. Jarang disusui. b. Bayi diberi makan lain. c. Payudara tidak dikosongkan setiap kali habis menyusui (Sarwono, 2002). F. Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas 1. Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam). 2. Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk. 3. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung. 4. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan. 5. Pembengkakan diwajah atau ditangan. 6. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak badan. 7. Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau terasa sakit. 8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. 9. Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan dikaki. 10. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau dirinya sendiri. 11. Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah. (Siti Saleha,2009)



post partum



Letting go phase



G. Pathway Estrogen & Progesteron menurun



Kehadiran anggota baru



Involusi uterus Oksitosin meningkat Kontraksi



Atonia uteri



Pelepasan jaringan endometrium



Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perrifer



Vol. darah turun



Anemia akut



keluar



Hb O2 turun



Kurang perawatan



hipoksia



Resiko syok hipovolemik



Laserasi jalan lahir



adekuat



tidak adekuat



Oksitosin meningkat



Pembendungan ASI



Duktus & alveoli kontraksi



Payudara bengkak



Servik & vagina Lokhea



Vol. Cairan turun



meningkat Isapan bayi Isapan bayi



Kontraksi uterus



uterus lambat



perdarahan



Prolaktin



Port of the entri



Resiko infeksi



Invasi bakteri



Daya tahan tubuh turun Kelemahan umum



efektif



Tidak efektif



ASI keluar



ASI tidak keluar



Kuman mudah masuk Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri



Ibu tidak tahu bagaimana cara menyusui bayinya



Kurang Pengetahuan



Nyeri Akut



cemas



Perubahan pola peran Ansietas



H. Pengkajian 1. Nama Klien digunakan untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang lain (Sastrawinata, 1983 : 154) 2. Umur : Untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun. 3. Suku / Bangsa :Untuk menentukan adat istiadat / budayanya 4. Agama :Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan. 5. Pekerjaan



ekerjaan ibu yang berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan



secara tidak langsung dapat menyebabkan involusi dan laktasi terganggu sehingga masa nifas pun jadi terganggu pada ibu nifas normal. 6. Alamat :Untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal.  Anamnesa (Data Subjektif) 1. Tanggal / jam :Untuk mengetahui kapan klien datang dan mendapatkan pelayanan. 2. Keluhan : Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu setelah melahirkan. 3. Riwayat kehamilan dan persalinan :Untuk mengetahui apakah klien melahirkan secara spontan atau SC. Pada ibu nifas normal klien melahirkan spontan. 4. Riwayat persalinan : 



Jenis Pesalinan :Spontan atau SC. Pada ibu nifas normal klien melahirkan normal.







Komplikasi dalam persalinan :Untuk mengetahui selama persalinan normal atau tidak.







Placenta



ilahirkan secara spontan atau tidak, dilahirkan lengkap



atau tidak, ada kelainan atau tidak, ada sisa placenta atau tidak. 



Tali pusat :Normal atau tidak, normalnya 45-50 cm.







Perineum :Untuk mengetahui apakah perineum ada robekan atau tidak. Pada nifas normal perineum dapat utuh atau ada robekan, pada nifas normal pun bisa juga dilakukan episotomi.







Perdarahan :



Untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala I, II, III selama proses persalinan, pada nifas normal pendarahan tidak boleh lebih dari 500 cc. 5. Proses persalinan Bayi  Tanggal lahir : untuk mengetahui usia bayi  Tekanan darah pada nifas normal < 120 / 80 mmHg.  Nadi pada nifas normal 80 – 100 x/menit



Pernapasan pada nifas



normal 16 – 20 x/menit, suhu normalnya 36BB dan PB : untuk mengetahui BB bayi normal atau tidak Normalnya > 2500 gr  BBLR < 2500 gr, makrosomi > 4000 gr.  Cacat bawaan : bayi normal atau tidak  Air ketuban : Air ketubannya normal atau tidak. Normalnya putih keruh. Banyaknya normal atau tidak normalnya 500-1000 cc.  Pemeriksaan Fisik (Data Objektif) 1. Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan ibu secara umum nifas normal biasanya baik. 2. Keadaan emosional Untuk mengetahui apakah keadaan emosional stabil / tidak dan apakah terjadi post partum blues (depresi) pada post partum pada klien tersebut. Pada ibu nifas normal keadaan emosional stabil. 3. Tanda Vital 4. Pemeriksaan fisik 



Muka -



Kelopak mata : ada edema atau tidak



-



Konjungtiva : Merah muda atau pucat



-



Sklera : Putih atau tidak







Mulut dan gigi : Lidah bersih, gigi : ada karies atau tidak ada.







Leher - Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak - Kelenjar getah bening : ada pembesaran atau tidak.







Dada - Jantung : irama jantung teratur - Paru-paru : ada ronchi dan wheezing atau tidak







Payudara Bentuk simetris atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, pengeluaran colostrum (Mochtar, 1990 : 102).







Punggung dan pinggang Posisi tulang belakang : normal atau tidak dan tidak normal bila ditemukan lordosis. CVAT : ada / tidak nyeri ketuk. Normalnya tidak ada.







Abdomen Bekas luka operasi : untuk mengetahui apakah pernah SC atau operasi lain. Konsistensi : keras atau tidak benjolan ada atau tidak Pembesaran Lien (liver) : ada atau tidak







Uterus Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus. Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah.







Pengeluaran lochea Untuk mengetahui warna, jumlah, bau konsistensi lochea pada umumnya ada kelainann atau tidak. Pada ibu nifas yang normal 1 hari post partum loceha warna merah jumlah + 50 cc, bau : dan konsistensi encer (Mochtar, 1998 : 116).







Perineum Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas jahitan atau tidak, juga tentang jahitan perineum klien. Pada nifas normal



perineum bisa juga terdapat ada bekas jahitan bisa juga tidak ada, perineumnya bersih atau tidak. 



Kandung kemih Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau tidak, para ibu nifas normal kandung kemih tidak teraba.







Extremitas atas dan bawah -



Edema : ada atau tidak



-



Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak



-



Kemerahan : ada atau tidak



-



Varices : ada atau tidak



-



Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +



-



Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit urat syarat



-



Tanda hooman :



+/-+ bila tidak ditemukan rasa nyeri



(Mochtar, 1998 : 102)  Uji Diagnostik -



Darah : pemeriksaan Hb HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %



-



Golongan darah Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi darah apabila terjadi komplikasi.



I. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Postpartum a.



Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.



b.



Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan tubuh.



c.



Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.



d.



Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia); efek



anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas Rh). e.



Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.



J. Intervensi keperawatan Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan. a. Nyeri (akut) ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. Tujuan



:



Setelah



dilakukan



tindakan



keperawatan



rasa



nyeri teratasi Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk mengatasi



ketidaknyamanan



dengan



tepat,



berkurangnya



mengungkapkan ketidaknyamanan.



Intervensi: 1.



Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.



2.



Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.



3.



Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.



4.



Berikan kompres panas lembab (misal rendam duduk/bak mandi) diantara 100o dan 105o F (38o sampai 43,2o C) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam



5.



Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.



6.



Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.



7.



Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen,



dan



melakukan



tehnik



visualisasi



atau



aktivitas



pengalihan. 8.



Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah–pecah.



9.



Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong



10. Berikan



informasi



mengenai



peningkatan



frekuensi



temuan,



memberikan kompres panas sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka. 11. Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui. 12. Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih. 13. Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala ditentukan. 14. Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua kali sehari dengan makan selama 2–3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi pertama. 15. Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan afterpain. 16. Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum bila dibutuhkan. 17. Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur. b. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.



Tujuan : setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan payudara diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah. Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui, mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui. Intervensi: 1.



Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya. Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.



2.



Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.



3.



Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.



4.



Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.



5.



Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.



6.



Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.



7.



Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.



8.



Rujuk klien pada kelompok pendukung; misal posyandu



9.



Identifikasi sumber–sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi



c. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan: Pemenuhan ADL terpenuhi.



Kriteria hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhannya (mandi, makan, dan minum). Intervensi: 1.



Kaji tingkat kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.



2.



Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.



3.



Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.



4.



Libatkan



keluarga



dalam



memenuhi



kebutuhannya.



Rasionalisasi 5.



Sebagai indikator untuk melanjutkan tindakan selanjutnya.



6.



Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi.



7.



Agar klien mudah menjangkau kebutuhannya.



8.



Dengan adanya hubungan dan kerjasama dari keluarga klien terpenuhi.



d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk menurunkan risiko/ meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal. Intervensi: 1.



Kaji



catatan



prenatal



dan



intrapartal,



perhatikan



frekuensi



pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta. 2.



Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tandatanda menggigil, anoreksia atau malaise.



3.



Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus ekstrem.Catat jumlah



dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa. 4.



Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.



5.



Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).



6.



Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.



7.



Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.



8.



Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan frekiensi, doronganatau disuria).



9.



Catat warna dan tampilan urin, hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.



10. Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang. 11. Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat. 12. Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal. 13. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat besi. 14. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari. 15. Tingkatkan tidur dan istitahat.



2.



Pre Eklamsia A. Definisi Preeklampsia sejak dahulu didefinisikan sebagai trias yang terdiri dari hipertensi, proteinuria, dan edema pada wanita hamil. Eklampsia adalah kejang pada ibu hamil preeklampsia tanpa disetai penyebab lain. Preeklampsia biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, walaupun pada beberapa kasus dapat bermanifestasi lebih awal (Heffner & Schust, 2009). Preeklampsia umumnya terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi. Ibu yang hamil pertama kali lebih besar berisiko preeklampsi. Preeklampsia adalah sindrom yang terdiri dari tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urin (hemaproteuria), dan banyaknya cairan di dalam tubuh. Eklamsi merupakan akibat yang ditimbulkan dari preeklampsi (Sinsin, 2008). Preeklampsi



diketahui



dengan



adanya



tanda-tanda



seperti



hipertensi, proteinuria, dan oedem pada ibu hamil. Preeklampsi timbul sesudah minggu ke 20 dan paling sering terjadi pada primigravida muda. Eklampsi adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita nifas disertai dengan hipertensi, proteinuria dan oedem(Purwoastuti & Walyani, 2015). B. Etiologi Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya, tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor penyabab dari dalam diri seperti umur karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat preeklampsia (Sitomorang dkk, 2016). Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti. Menurut Angsar (2009) beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia meliputi riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, riwayat



preeklampsia sebelumnya, umur ibu yang ekstrim (35 tahun), riwayat preeklampsia dalam keluarga, kehamilan kembar, hipertensi kronik. Namun menurut Pribadi (2015) Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia, meliputi: 1. Abnormalitas invasi tropoblas Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini mengakibatkan darah menuju lakuna hemokorioendotel mengalir kurang optimal dan bila jangka waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam jangka lama menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah berat hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia. (Pribadi, A, et al, 2015). 2. Maladaptasi



imunologi



antara



maternal-plasenta



(paternal)-fetal.



Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Hal ini disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi oleh mikropartikel plasenta dan adiposit (Redman, 2014). 3. Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses kehamilan normal. 4. Faktor genetik, termasuk faktor yang diturunkan secara mekanisme epigenetik. Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat menyebabkan preeklampsia. (McKenzie, 2012). Pada ulasan komprehensifnya, Ward dan Taylor (2014) menyatakan bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi 20 sampai 40 persen pada anak perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia; 11 sampai 37



persen saudara perempuan yang mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang kembar. 5. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan. John et al (2002) menunjukan pada populasi umumnya konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi antioksidan dihubungkan dengan turunnya tekanan darah. Penelitian yang dilakukan Zhang et al (2002) menyatakan insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg. C. Tanda Gejala Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria (Saraswati, 2016). Tanda gelaja yang biasa di temukan pada preeklamsi biasanya yaitu sakit kepala hebat. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau sakit karena perubahan pada lambung dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan penyempitan pembuluh darah dan edema (Wibowo, dkk 2015) Menurut Manuaba (2009) gejala klinis preeklamsi terdiri dari:



1. Gejala ringan Gejala ringan yaitu tekanan darah sekitar 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan darah 30 mmHg untuk sistolik atau 15 mmHg untuk diastolikdengan intervenal pengukuran selama 6 jam, terdapat pengeluaran protein dalam urine 0,3g/ liter atau kualitatif +1-+2, edema (bengkak kaki, tangan, atau lainnya) dan kenaikan berta badan lebih dari 1 kg/ minggu. 2. Gejala berat Gejala berat meliputi tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, pengeluaran protein dalam urine lebih dari 5g/ 24 jam, terjadi penurunan produksi urine kurang dari 400cc/ 24 jam, terdapat edema paru dan sianosis (kebiruan) dan sesak napas, terdapat gejala subjektif (sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri di daerah perut atas).



D. Faktor Risiko Menurut Heffner & Schust (2009) faktor risiko yang dapat mempengaruhi preeklampsi antara lain primigravida, kehamilan kembar, diabetes, hipertensiyang telah ada sebelum kehamilan, preeklampsi pada kehamilan sebelumnya, riwayat preeklampsi dalam keluarga, mola hidatidosa dan kelainan pembekuan darah. Kemenkes RI (2013) menyatakan faktor predisposisi preeklampsi sebagai berikut kehamilan kembar, penyakit trofoblas, hidramnion, diabetes mellitus, gangguan vaskuler plasenta, faktor herediter, riwayat preeklampsisebelumnya dan obesitas sebelum kehamilan. Berdasarkan teori faktor risiko yang mempengaruhi kejadian preeklampsi di atas maka peneliti membatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kehamilan dengan preeklampsi yaitu: 1. Usia Ibu a. Pengertian Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). b. Pembagian Umur Gunawan (2010) membagi umur berdasarkan reproduksi yaitu: 1) Reproduksi sehat (20-35 tahun) adalah usia yang mempunyai kematangan alat reproduksi. Wania usia reproduksi sehat mempunyai alat reproduksi yang telah berkembang dan berfungsi secara maksimal, selain itu faktor kejiwaan sudah stabil sehingga dapat mengurangi berbagai risiko kehamilan. 2) Reproduksi tidak sehat ( 35 tahun) adalah usia yang kurang baik untuk kehamilan. Kehamilan pada usia ini mempunyai risiko tinggi. Wanita usia < 20 tahun secara fisik dan mental belum siap untuk hamil, selain itu emosi dan kejiwaannya masih labil sehingga kondisi fisiknya masih lemah untuk kehamilan, walaupun organ reproduksinya berkembang dengan baik. Wanita usia lebih dari 35 tahun mengalami penurunan



kesuburan dan mempunyai tingkat risiko komplikasi melahirkan lebih tinggi. c. Hubungan Umur dengan Preeklampsi Kehamilan dengan kesehatan reproduksi sehat optimal 20-35 tahun dan saat hamil berusia 35 tahun atau lebih mempunyai risiko tinggi saat kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2007). Komplikasi kehamilan dan persalinan untuk gravida pada usia lebih tua meliputi hipertensi, diabetes, abortus, spontan, janin kembar, persalinan per vaginam dengan bantuan alat, persalinan sesar, berat lahir lebih rendah dan kehamilan lewat waktu (Sinclair, 2010). Faktor risiko yang berkaitan dengan preeklamsia antara lain adalah kehamilan multipel, riwayat hipertensi kronis, usia ibu lebih dari 35 tahun, berat ibu berlebih dan etnis Afro-Amerika (Leveno dkk, 2010). 2. Status Gravida a. Pengertian Gravida menunjukkan adanya kehamilan tanpa menginat umur kehamilannya (Oxorn & Forte, 2010).Gravida dapat diartikan seorang wanita yang sedang atau telah hamil, tanpa memandang hasil



akhir



kehamilan.



Wanita



yang



hamil



pertamadisebut



primigravida, kehamilan kedua dan selanjutnya disebut multigravida (Leveno dkk, 2010). b. Jenis Gravida Menurut Oxorn & Forte (2010) jenis gravida terdiri dari: 1) Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya. 2) Secungravida adalah seorang wanita yang hamil untuk kedua kalinya 3) Multigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk lebih dari kedua kalinya c. Hubungan gravida dengan preeklampsi Primigravida mempunyai risiko lebih tinggi menderita preeklampsi (Sinclair, 2010). Preeklampsi dipengaruhi oleh gravida, wanita



primigravida mempunyai risiko yang lebih besar sekitar 7-10% jika dibandingkan dengan multigravida (Leveno, 2010). Preeklampsi lebih sering dijumpai pada primigravida karena keadaan patologis telah terjadi sejak impantansi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian dengan sindroma inflamasi (Triana, 2015). 3. Riwayat Hipertensi a. Pengertian Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Vitahealth, 2008). Salah satu penyebab preeklampsi adalah mempunyai dasar penyakit vaksular seperti hipertensi (Sastrawinata, 2010). b. Pengaruh Riwayat Hipertensi dengan Preeklampsi Wanita hamil yang memiliki riwayat pribadia atau keluarga dari penyakit pembuluh darah seperti hipertensi kronis, diabetes mellituslebih beresiko mengalami preeklampsi. (Krishna, 2015). c. Pemeriksaan kehamilan Pemeriksaan kehamilan atau Antenatal care (ANC) adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan yang aman dan memuaskan (Walyani, 2015). Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah mengetahui dan mencegah



sedini



mungkin



kelainan



yang



dapat



timbul,



meningkatkan dan menjaga kondisi badan ibu dalam menghadapi kehamilan,



persalinan,



dan



menyusui



(Saminem,



2008).



Preeklampsi tidak mungkin dicegah, namun hanya dapat diketahui secara dini hanya melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur. Ibu hamil saat melakukan pemeriksaan kehamilan dapat dijumpai keadaan-keadaan tidak normal seperti tekanan darah tinggi, pembengkakan tungkai, atau protein air seni yang tinggi (Nadesul,



2009). Menurut Depkes (2009) dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10 T sebagai berikut: 1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan Timbang berat badan setiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil ialah sebesar pada Trimester I 0,5 Kg perbulan dan Trimester II-III 0,5 Kg per minggu. 2) Pemeriksaan tekanan darah Pengukuran tekanan darah/tensi dilakukan secara rutin setiap ANC, diharapkan tenakan darah selama kehamilan tetap dalam keadaan normal (120/80 mmHg). 3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) Pengukuran LILA berguna untuk skrining malnutrisi protein. Pemeriksaan LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah ibu hamil menderita KEK atau tidak. 4) Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri) Perhatikan ukuran TFU ibu apakah sesuai dengan Umur Kehamilan atau tidak. 5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) Pemeriksaan DJJ dilakukan sebagai acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam rahim. Detak jantung janin normal permenit yaitu : 120-60x / menit. 6) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. Imunisasi ini diberikan untuk memberikan perlindungan terhadap ibu dan janin terhadap penyakit tetanus. Pemberian imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali. 7) Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan 8) Wanita hamil cenderung terkena anemia (kadar Hb darah rendah) pada 3 bulan terakhir masa kehamilannya, karena pada masa itu



janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Tablet besi diberikan minimal 90 tablet selama 3 bulan. 9) Test laboratorium (rutin dan khusus) Pemeriksaan golongan darah, kadar hemoglobin darah (HB), protein dalam urine, kadar gula darah, malaria, tes sifilis, HIV dan BTA. Tatalaksana kasusBerdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus - kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. 10) Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan. E. Klasifikasi Preeklampsia dibedakan menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat dengan kriteria sebagai berikut: Menurut Icemi dan Wahyu (2013) yang pertama Hipertensi gestasional, Hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengam tanda-tanda preeklamsia namun tanpa proteinuria. TD sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil dan memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia seperti dispepsia atau trombositopenia. Kedua, Sindrom preeklamsia dan eklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria, sedangkan eklamsia merupakan preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma. TD sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg dengan proteinuria ≥300 mg/24 jam. Ketiga, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia Preeklamsia yang terjadi pada ibu hamil yang telah menderita hipertensi sebelum hamil. Keempat, Hipertensi kronik Hipertensi (tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg) yang telah didiagnosis sebelum kehamilan terjadi atau hipertensi yang timbul sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.



F. Patofisiologi Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus, mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai volume darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia,invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental bed luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi. Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi pada preeklampsia.Kegagalan invasi trofobas



pada



preeklampsia



menyebabkan



penurunan



perfusi



uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta



merupakan



etiologi



dari



preeklampsia



adalah



periode



penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan. Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui



pelepasan substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan, anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai patogenesis awal preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia, faktor gangguan kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal yang lebih lanjut.



G. Pathway Tekanan darah



Meningkat (140/90 mmHg)



Normal



Hamil < 20 minggu



Hamil >20 minggu



Hipertensi kronik



Superimposed pre eklamsia



Faktor predisposisi PE : Primigravida atau primipara mudab (85%), Grand multigravida, Sosial ekonomi H. rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan I. usia diatas 35 tahun), Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya, Hipertensi J. kronik, Diabetes mellitus, Mola hidatidosa, Pemuaian uterus yang berlebihan,K. biasanya akibat dari kehamilan ganda atau polihidramnion (14-20%), L. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan), M. Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik, Hiperplasentosis: mola hidatidosa, N. kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, danO.diabetes mellitus, Obesitas, Interval antar kehamilan yang jauh.



Kejang (-)



Kejang (+)



PRE EKLAMSIA



EKLAMSIA



Penurunan aliran darah



Prostaglandin plasenta menurun



Iskemia uterus



Hiperoksidase lemak & pelepasan renin uterus



P.



Renin+darah  hati



Renin+angiotensinogen



Angiotensin I  Angiotensin II



Angiotensin II + tromboksan



Merangsang pengeluaran bahan tropoblastik



Proses endotheliosis



Merangsang pelepasan tromboplastin



Merangsang pengeluaran bahan tromboksan



Aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin



Vasospasme PD



Koagulasi intravaskuler



Lumen arteriol menyempit



Penurunan perfusi darah & konsumtif koagulatif



Hanya 1 SDM yg dpt lewat Tek. Perifer meningkat  kompensasi oksigen



Penurunan trombosit & faktor pembekuan darah



*HIPERTENSI



Gangguan fisiologis homeostasis



Gangguan Multi Organ



Gangguan perfusi darah



Gangguan Multi Organ



Otak



Darah



Paru



Endotheliosis



Edema serebri



Peningkatan tek.intrakranial



PD pecah



SDM pecah Anemia hemolitik



Perdarahan Risiko Ketidakefektifa n Perfusi Jaringan Otak



Kejang Risiko Cedera



Kelemahan



Penumpukan darah



Ketidakseimb angan suplay & kebutuhan O2



Intoleransi Aktivitas



Hati



Mata



Vasokontriksi PD miokard



Spasmus arteriola



Peningkatan LAEDP Kongesti vena pulmonal



Gangguan kontraktilitas miokard



Edema duktus optikus dan retina



Diplopia Proses perpindahan cairan karena perbedaan tekanan



Timbul edema (gangguan fungsi alveoli (ronchi, rales, takipnea, PaCO2 menurun



Gangguan Pertukaran Gas



Payah jantung Risiko Cedera Penurunan Curah Jantung



Gangguan Multi Organ



Ginjal



Adanya rangsangan angiotensin II pada gland.suprarenal  aldosteron



Peningkatan reabsorpsi Na



Retensi cairan



Vasospasme arteriol pada ginjal



Plasenta



Ekstremitas



GI Tract



Penurunan perfusi plasenta



Metabolisme anaerob



HCL meningkat



Penurunan GFR



Diuresis menurun



*EDEMA



Peningkatan permeabilitas protein



>> protein yg lolos dari filtrasi glomerulus



ATP diproduksi  2 ATP Gangguan pertumbuhan plasenta



Pembentukan asam laktat



Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)



Cepat lelah & lemah



Kembung



Kelemahan umum



Mual & Muntah



Intoleransi Aktivitas



Ketidakseimba ngan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh



Oliguri/anuri Kelebihan Volume Cairan



Peristaltik turun



Hipoksia/anoksia



Gangguan Eliminasi Urin



*PROTEINURIA



Risiko Gawat Janin



Peningkatan akumulasi gas



Konsti pasi



Nyeri



Q. Pencegahan Marmi, dkk (2011) mengatakan bahwa prinsip pencegahan preeklampsia yaitu: 1. Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah, timbangan berat badan, ukur proteiuria tiap minggu 2. Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan. Manuaba, dkk (2010) mengatakan bahwa untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat diberikan nasihat tentang: a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak; kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema; makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna; untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari. b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan; aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan c. Pengawasan antenatal (hamil). Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. R. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin. 2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin. 3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina. 4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalamplasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta 5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali. S. Penatalaksanaan Menurut Manuaba (2009) pengobatan dan perawatan kehamilan dengan preeklampsia antara lain: 1. Preeklampsia ringan Berobat jalan, pantang garam. Dapat diberikan obat penenang dan diuretik (meningkatkan pengeluaran urine). Kontrol setiap minggu. Anjuran segera kembali periksa bila gejalanya makin berat.



2. Preeklampsia berat Masuk rumah saki dalam kamar isolasi, yang bebas dari sinar dan suara dengan perawatan khusus. Dipasang infus untuk mengatur pengeluaran caiaran, pemberian nutrisi, obat-obatan dan mengatur elektrolit. Pengawasan dalam waktu 2x24 jam. Bila keadan berambah berat dilakukan induksi (dorongan) persalinan atau langung yang dilakukan sesio sesaera. 3. Eklampsia Kelanjutan eklampsia berat yang disertai kejang atau koma. Perawatan dan pengoabtan tetap isolasi ketat. Hindari terjadi kejang, yang dapat menimbulkan penyulit yang lebih berat. Dianjurkn induski persalinan dan dapat melalui memecahkan ketuban (selaput jain) dan seksiio sesarea. Setelah persalinan masih diperlukan perawatan intensif. T. Komplikasi Ketika telah dilakukan persalinan tekanan darah pada pasien preeklampsia dapat kembali normal tanpa ada komplikasi namun dapat juga terdapat komplikasi. HELLP sindrome merupakan komplikasi yang paling sering, sekitar 4%. Pada kasus ini terjadi hemolisis, enzim hati mningkat, dan trombosit rendah. Komplikasi lain yang dapat terjadi ialah edema paru dan sindrom gagal nafas akut, oligohidroamnion, infark plasenta, abruptio plasenta, prematuritas, kematian janin dalam kandungan, intrauterine growth retardation, perdarahan paska persalinan, gagal ginjal, stroke, eklampsia, hingga kematian ibu (Norwitz Schorge, 2008). U. Diagnosa Yang Mungkin Muncul Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut: 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia berat. 2) Gangguan



pertukaran



gas



berhubungan



dengan



ventilasi-perfusi



akibat



penimbunan cairan paru : adanya edema paru. 3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload. 4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. 6) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel. 7) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan.



8) Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial: kejang. V. Rencana Asuhan Keperawatan Dx Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia berat.



Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan status neurologi membaik dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi dengan indikator: NOC: Management neurology Indikator Awal Target Status neurologi: 2 3 syaraf sensorik dan motorik dbn Ukuran pupil 4 4 Pulil reaktif 3 4 Pola pergerakan 3 4 mata Pola nafas 3 5 TTV dalam batas 3 4 normal Pola istirahat dan 3 4 tidur Tidak muntah 5 5 Tidak gelisah 3 4 Keterangan : 1= keluhan ekstrim 2= keluhan substansial 3= keluhan sedang 4= keluhan ringan 5= tidak ada keluhan



Intervensi Neurologic monitoring 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, simetris dan reaktifitas pupil 2. Monitor keadaan klien dengan GCS 3. Monitor TTV 4. Monitor status respirasi: ABClevels, pola nafas, kedalaman nafas, RR 5. Monitor reflek muntah 6. Monitor pergerakan otot 7. Monitor tremor 8. Monitor reflek babinski 9. Identifikasi kondisi gawat darurat pada pasien. 10. Monitor tanda peningkatan tekanan intrakranial 11. Kolaborasi dengan dokter jika terjadi perubahan kondisi pada klien



Rasional 1. Klien dengan cedera kepala akan mempengaruhi reaktivitas pupil karena pupil diatur oleh syaraf cranialis 2. Mengetahui penurunan kesadaran klien 3. Memantau kondisi hemodinamik klien 4. Mengetahui kondisi pernafasan klien 5. Peningkatan TIK 6. Memonitor kelemahan 7. Memonitor persyarafan di perifer 8. Reflek babinsky (+) menunjukan adanya perdarahan otak 9. Peningkatan TIK dengan tanda muntah proyektil, kejang, penurunan kesadaran



Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Airway management pertukaran gas 2x24 jam, status respiratori: pertukaran a. Posisikan klien untuk berhubungan gas dengan indikator: memaksimalkan potensi dengan ventilasi1. Status mental dalam batas ventilasinya. perfusi akibat normal (5) b. Identifikasi kebutuhan klien akan penimbunan cairan 2. Dapat melakukan napas dalam insersi jalan nafas baik aktual paru : adanya (5) maupun potensial. edema paru. 3. Tidak terlihat sianosis (5) c. Lakukan terapi fisik dada 4. Tidak mengalami somnolen (4) 5. PaO2 dalam rentang normal (4) d. Auskultasi suara nafas, tandai area 6. pH arteri normal (4) penurunan atau hilangnya ventilasi 7. ventilasi-perfusi dalam kondisi dan adanya bunyi tambahan seimbang (4) e. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sesuai kebutuhan Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan penurunan curah jantung teratasi dengan indikator: NOC: - Cardiac Pump effectiveness - Circulation Status - Vital Sign Status - Tissue perfusion: perifer Indikator Awal Target TTV dbn 2 3 Dapat mentoleransi 1 3 aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema 1 1 paru Tidak ada asites 5 5 Tidak ada udema 2 2



1. 2. 3.



Evaluasi adanya nyeri dada Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput 4. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung 5. Monitor balance cairan 6. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu 8. Anjurkan untuk menurunkan stress 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 10. Monitor irama jantung 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 12. Monitor pola pernapasan abnormal



a. Untuk mempermudah pertukaran gas b. Untuk memantau kondisi jalan nafas klien c. Untuk mengeluarkan sputum d. Memantau kondisi pernafasan klien e. Memantau kondisi klien



1. Menunjukan jantung dalam kondisi abnormal 2. Takikardi, bradikardi 3. Tanda dan gejala penurunan cardiac output : pucat, akral dingin, udema ekstermitas 4. Gagal jantung kiri menyebabkan udema di paru dan gagal jantung kanan menyebabkan udema ekstermitas 5. Mengetahui adanya kelebihan cairan karena klien biasanya udema 6. Mengetahui respon pasien terhadap obat



perifer Tidak terjadi 5 penurunan kesadaran Tidak ada distensi 5 Vena jugularis Warna kulit normal 1 Keterangan : 1= keluhan ekstrim 2= keluhan substansial 3= keluhan sedang 4= keluhan ringan 5= tidak ada keluhan



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



5



5 2



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan volume cairan pasien stabil dengan kriteria hasil: 1. Keseimbangan intake dan output cairan (4). 2. TTV normal (4). 3. BB stabil dan tidak terdapat edema (4).



13. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 14. Monitor sianosis perifer 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen 16. Kelola pemberian obat anti aritmia dan vasodilator



7. Udema paru menyebabkan dyspnea 8. Stres menambah berat kerja jantung 9. Mengetahui kondisi hemodinamik klien 10. Suara jantung tambahan, S3, S4 11. Ronchi basah menunjukan adanya cairan di pulmo 12. Dyspnea, cepat dan dangkal 13. Memungkinkan terjadinya sianosis 14. Kurang 02 menyebabkan sianosis perifer 15. Membantu suplai O2 ke pasien 16. Obat antiaritmia dan vasodilatator untuk membantu pengelolaan kontraktilitas jantung



1. Monitor pengeluaran urin, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.



1. Pengeluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Pemantauan urin dengan memperhatikan jumlah dan warna urin akan membantu dalam proses penentuan



4. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual (5).



2. Monitor dan hitung intake dan output cairan selama 24 jam.



2.



3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler atau posisi yang nyaman bagi pasien selama fase akut.



3.



4. Monitor TTV terutama TD dan CVP (bila ada).



4.



5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi asupan cairan.



5.



6. Timbang berat badan setiap hari jika memungkinkan dan amati turgor kulit serta adanya edema.



6.



7. Kolaborasi pemberian medikasi seperti pemberian diuretik: furosemid, spironolacton, dan hidronolacton.



7.



diagnosa pasien. Pemantauan intake dan output cairan membantu dalam proses penentuan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien. Posisi duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler dapat meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan kongesti paru serta gagal jantung. Pemantauan dan pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, keluaran urin, dan respon terhadap terapi. Berat badan, turgor kulit, dan adanya edema mempengaruhi kondisi cairan dalam tubuh. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan



sehingga menurunkan risiko terjadinya edema. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien mempunyai cukup energi untuk beraktivitas sehingga toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria hasil: 1. TTV normal (4). 2. EKG normal (4). 3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota gerak lainnya baik (4). 4. Pasien melaporkan kemampuan dalam ADL (4).



1. Kaji aktivitas dan periode istirahat pasien, rencanakan dan jadwalkan periode istirahat dan tirah baring yang cukup dan adekuat.



1. Mengetahui aktivitas dan periode istirahat pasien serta upaya untuk menurunkan keletihan dan kelemahan pasien.



2. Berikan latihan aktivitas fisik secara bertahap (ROM, ambulasi dini, cara berpindah, dan pemenuhan kebutuhan dasar).



2. Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan tepat. 3. Mengurangi pemakaian enargi sampai kekuatan pasien pulih kembali. 4. Mencegah dan mengurangi anemia berat yang berakibat pada kelemahan. 5. Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.



3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar. 4. Lakukan terapi komponen darah sesuai resep bila pasien menderita anemia berat. 5. Kaji aktivitas dan respon pasien setelah latihan aktivitas (Monitor TTV).



Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan



Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: a. Masukan per oral meningkat (5).



1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, dan makanan yang disukai pasien.



2. Kaji TTV pasien secara rutin, status



1. Meningkatkan nafsu makan pasien dan menghindari makanan yang alergi. 2. Monitor KU pasien,



ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan.



b. Porsi makan yang disediakan habis (5). c. Masa dan tonus otot baik (5). d. Tidak terjadi penurunan BB (5). e. Mual dan muntah tidak ada (5).



Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan berhubungan selama 2x24 jam, diharapkan tidak dengan diplopia, terjadi cedera, dengan kriteria hasil: dan peningkatan 1. Pasien tidak mengeluh pusing intrakranial: kejang (5). 2. Pasien tidak mengalami cedera



mual, muntah, dan bising usus.



3. Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi hangat.



3.



4. Jelaskan pentingnya makanan untuk kesembuhan. 5. Anjurkan pasien makan sedikit tetapi sering. 6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat terutama makanan yang banyak mengandung karbohidrat atau glukosa, protein, dan makanan berserat.



4.



7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuai indikasi.



7.



1. Identifikasi keterbatasan fisik dan kognitif pasien yang dapat meningkatkan risiko cedera. 2. Ajarkan pasien untuk meminimalkan cedera, misalnya ketika ditempat tidur maka



5. 6.



mengetahui kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi. Meminimalkan anoreksia dan mengurangi iritasi gaster. Pasien termotivasi untuk makan. Meningkatkan kenyamanan saat makan. Glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap sehingga akan membebani hepar, protein baik untuk meningkatkan dan mempercepat kesembuhan pasien, makanan berserat membantu mencegah terjadinya konstipasi. Meningkatkan proses penyembuhan 1. Mengetahui penyebab pasien mengalami risiko cedera. 2. Memberikan pengetahuan kepada pasien sehinggapasien



(5). 3. Pasien mampu menjelaskan cara mencegah terjadinya cedera (5)



gunakan side rail, ketika mobilitas dari tempat tidur anjurkan untuk dibantu oleh keluarga atau gunakan tongkat sebagai pegangan dan jika pasien pusing anjurkan untuk istirahat terlebih dahulu. 3. Dampingi pasien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan ADL. 4. Anjurkan pasien untuk banyak mengkonsumsi makanan yang dapat menambah darah seperti sayur-sayuran hijau dan diet rendah garam untuk menurunkan tekanan darah, sehingga bisa mengurango pusing.



bisa terhindar cedera.



dari



3. Mengantisipasi halhal yang dapat menyebabkan terjadinya cedera. 4. Sayuran hijau dapat menambah darah dan mengobati anemia serta diet rendah garam dapat mengurangi kekambuhan penyakit hipertensi.



DAFTAR PUSTAKA



Heather , T Herdman . 2014 . Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10 . Jakarta : EGC Isfiaty, Fandiar Nur dan Ungsianik, Titin. 2013. Pengetahuan Tanda Bahaya Kehamilan dan Perilaku Perawatan Kehamilan pada Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 16 No. 1, Maret 2013. http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/15/15K. Icemi Sukarni dan P. Wahyu, 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakrta: Nuha Medika. Larasati, 2012. Asuhan Keperawatan pada Ny. D dengan Post SC Atas Indikasi Insufisiensi Plasenta di Ruang An Nisa RS PKU Muhammadiyah Surakarta.. http://eprints.ums.ac.id/21882/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif:Konsep, Proses, dan Aplikas. Jakarta: Salemba Medika. Saifuddin AB. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:EGC. Fauzi. 2007. Operasi Caesar Pengantar Dari A Sampai Z. Jakarta: Edsa Mahkota. Rasjidi, Imam. 2010. Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta: CV Sagung Seto Mochtar, Rustam. 2011. Sipnosis Obstetri. Jakarta: EGC. Depkes. 2012. Angka Kematian Ibu.



http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/3031