LP Post SC Atas Indikasi KPD (Isnaniah) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POST SC ATAS INDIKASI KPD



Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Maternitas Program Profesi Ners



Disusun Oleh: Isnaniah NIM: 11194692010073



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2020



LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN POST SC ATAS INDIKASI KPD



Tanggal



Desember 2020



Disusun oleh : Isnaniah NIM 11194692010073



Banjarmasin,



Desember 2020



Mengetahui,



Preseptor Akademik



Yunina Elasari, Ns., M.Kep NIK. 1166122014070



A. Ketuban Pecah Dini (KPD) 1. Definisi KPD Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Manuaba, 2015). Ketuban dinyatakan pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau oleh kedua faktor. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartum, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Sarwono, 2015). 2. Etiologi a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari



vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD b. Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka



oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretake) c.



Tekanan intra uteri yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus misalnya trauma, hidramnion, gemelli.



d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian



terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah 3. Patofisiologi Terjadinya KPD dimulai dengan terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi. Setelah kulit ketuban



mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu ensim proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah spontan. KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan membran dan peningkatan tekanan intra uteri. Kemungkinan tekanan intra uteri yang kuat dikarenakan kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Selain karena infeksi dan tekanan intra uteri yang kuat, seksual pada kehamilan tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga karena factor trauma saat hubungan seksual. Pada kehamilan ganda dapat menyebabkan KPD karena uterus meregang berlebihan yang disebabkan oleh besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih banyak.



Gangguan pada kala 1 persalinan



Kala 1 persalinan



His yang berulang



Peningkatan kontraksi dan pembukaan serviks uteri



Mengiritasi nervus pudendalis



Kanalis servikalis selalu terbuka akibat kelainan serviks uteri (abortus dan riwayat kuratase)



Mudahnya pengeluaran air ketuban



Kelainan letak janin (sungsang)



Tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah



Infeksi genetalia



Proses biomekanik bakteri mengeluarkan enzim proteolitik



Selaput ketuban mudah pecah



Stimulus nyeri



Nyeri Akut



Ketuban pecah dini



Serviks inkompeten



Dilatasi berlebih serviks



Selaput ketuban menonjol dan mudah pecah



Gemeli hidramnion



Ketegangan uterus berlebih



Serviks tidak bisa menahan tekanan intrauterus



Air ketuban terlalu banyak keluar



Distosia (partus kering)



Klien tidak mengetahui penyebab dan akibat KPD



Defisit Pengetahuan



Tidak adanya pelindung dunia luar dengan daerah rahim



Mudahnya mikroorganisme masuk secara asendens



Risiko Infeksi Laserasi pada jalan lahir



Ansietas



Kecemasan ibu terhadap keselamatan dan dirinya



4. Manifestasi Klinis Klinis ketuban pecah dini (Saifuddin, 2011) a. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak b. Dapat di sertai demam bila ada infeksi c. Janin mudah diraba d. Pada periksa selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering e. Inspeksio : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering 5. Komplikasi a) infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke



intrauterin. b) Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin



akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). c) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air



ketuban habis. 6. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi Ultrasonografi



dapat



mengindentifikasikan



kehamilan



ganda,



anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. 2. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. 3. Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin 4. ProteinC-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis 7. Penatalaksanaan a. Penanganan Konservatif



-



Rawat di rumah sakit



-



Berikan antibiotika



(Ampicilin



4×500



mg/eritromisin)



dan



Metronidazole -



Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi



-



Jika umur kehamilan 34-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi berikan deksametason dan induksi sesudah 2 jam



-



Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi beri antibiotic dan lakukan induksi



-



Nilai tanda-tanda infeksi



-



Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memicu kematangan paru janin



b. Penanganan Aktif -



Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oksitoksin bila gagal seksio caesaria dapat pula diberikan Misoprosol 50 mg intra vaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali



-



Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotic dosis tinggi dan kehamilan diakhiri



8. Pengkajian Asuhan Keperawatan Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar  tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien. 1. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan. 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. b. Riwayat kesehatan sekarang



Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan. c. Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien d. Riwayat psikososial Riwayat klien nifas  biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah. 3. Pola-pola fungsi kesehatan a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya. b. Pola nutrisi dan metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. c. Pola aktifitas Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. d. Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. e. Pola istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan



f.



Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.



g. Pola penagulangan sters Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas. h. Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya i.



Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri



j.



Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.



k. Pola tata nilai dan kepercayaan Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah  partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya. 4. Pemeriksaan fisik a) Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan b) Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena adanya proses menerang yang salah. c) Mata Terkadang



adanya



pembengkakan



pada



kelopak



mata,



konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat



(anemia)



karena



proses



persalinan



yang



mengalami



perdarahan, sklera kuning. d) Telinga Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. e) Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung f)



Dada Terdapat



adanya



pembesaran



payudara,



adanya



hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae. g) Abdomen Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat. h) Genitaliua Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. i)



Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur. - Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. - Muskulis skeleta Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka episiotomi.



j)



Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.



B. Post Sectio Caesarea (SC) 1. Definisi SC Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding dengan perut (Amrusofian, 2012) Sectio caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan



kelahiran



dengan



cara



segera



sedangkan



persyaratan pervaginam tidak memungkinkan. 2. Tujuan Sectio Caesarea Tujuan



melakukan



sectio



caesarea



(SC)



adalah



untuk



mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. 3. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea (SC) a. Abdomen SC Abdominamalis -



Sectio caesarea transperitonealis 



Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri







Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus



-



Section caesarea ekstraperitonealis Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis



b. Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : - Sayatan memanjang (longitudinal) - Sayatan melintang (tranversal) - Sayatan huruf T (T Insisian) c. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. Kelebihan : - Mengeluarkan janin lebih memanjang - Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik - Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan : - Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik. - Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm Kelebihan : - Penjahitan luka lebih mudah - Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik - Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum - Perdarahan kurang - Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil Kekurangan : - Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. - Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.



4. Indikasi Sectio Caesarea a) Mengidap infeksi, seperti infeksi herpes genital atau HIV b) Mengalami



kehamilan



dengan



tekanan



darah



tinggi



atau



preeklamsia c) Memiliki posisi plasenta yang terlalu turun atau plasenta previa d) Terhalangnya jalan lahir misalnya karena panggul sempit 5. Persiapan Sebelum Sectio Caesarea a. Pemeriksaan darah Pasien akan menjalani uji darah, agar dapat mengetahui kadar hemoglobin serta golongan darah. Tes golongan darah perlu dilakukan untuk persiapan transfusi apabila dibutuhkan b. Amniosentesis Tes ini apabila akan menjalani operasi caesarea pada usia kehamilan yang belum mencapai 39 minggu 6. Penatalaksanaan a. Pemberian cairan Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian



cairan



perintavena



harus



cukup



banyak



dan



mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. b. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. c. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : -



Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi



-



Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar



-



Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5



menit



dan



diminta



untuk



bernafas



dalam



lalu



menghembuskannya. -



Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)



-



Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian



berjalan



sendiri,



dan pada



hari



ke-3 pasca



operasi.pasien bisa dipulangkan d. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak



pada



penderita,



menghalangi



involusi



uterus



dan



menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. e. Pemberian obat-obatan 1. Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbedabeda setiap institusi 2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan a)



Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam



b)



Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol



c)



Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu



3. Obat-obatan lain Untuk



meningkatkan



vitalitas



dan



keadaan



umum



penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C f.



Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti



g. Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan. 7. Pengkajian Asuhan Keperawatan 



Identitas klien dan penanggung







Keluhan utama klien saat ini







Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara







Riwayat penyakit keluarga







Keadaan klien meliputi : a) Sirkulasi Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan



kehilangan



darah



selama



prosedur



pembedahan kira-kira 600-800 mL b) Integritas ego Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai



wanita.



Menunjukkan



labilitas



emosional



dari



kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. c) Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan). d) Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural. e) Nyeri / ketidaknyamanan Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada. f)



Pernapasan Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.



g) Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.



h) Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang. C. Masa Nifas 1. Definisi Nifas Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2016 ). Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru. Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2015). 2. Tahapan Masa Nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut : a. Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu. b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.



3. Tujuan Perawatan Masa Nifas Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar dari rumah sakit. Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah: 1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi. 2. Melaksanakan skrining yang komprehrnsif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. 3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat. 4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi. 4. Periode Masa Nifas a)



Peurperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan



b)



Peurperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu



c)



Remote peurperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi ( bisa dalam bermingguminggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun )



5. Perubahan Fisiologi b. Involusi Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. c. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules) Disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik.



d. Lochia Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga. - Lochea rubra (cruenta) Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan. - Lochea sanguinolenta Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan. - Lochea serosa Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan. - Lochea alba Cairan putih setelah 2 minggu. - Lochea purulenta Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk. - Lacheostatis Lochea tidak lancar keluarnya. e. Dinding perut dan peritonium Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang  menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan. f. Sistim Kardiovasculer



Selama



kehamilan



secara



normal



volume



darah 



untuk



mengakomodasi   penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada  24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien



mengalami



sering



kencing.



Penurunan



progesteron



membantu  mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. g. Ginjal Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum. 6. Perubahan Psikologi Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu: a) Periode Taking In Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi  interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan



hal-hal



yang



romantis,



masing-masing



saling



memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru. b) Periode Taking Hold Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar. c) Periode Letting Go Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi.Sedangkan stres  emosional



pada



ibu



nifas



kadang-kadang 



dikarenakan



kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.



Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum. D. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b/d trauma jaringan dalam pembedahan 2. Risiko infeksi b/d trauma luka bekas operasi 3. Ansietas b/d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,



penyembuhan, dan perawatan post operasi 4. Deficit pengetahuan b/d ketidaktahuan menemukan sumber informasi



No 1.



2.



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b/d trauma jaringan dalam pembedahan



Tujuan Setelah dilakukan Tindakan 1x8 jam diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 5 (menurun) 2. Meringis dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 5 (menurun) 3. Gelisah dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 3 (sedang) 4. Kesulitan tidur dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 3 (sedang)



Risiko infeksi b/d Setelah



Intervensi Manajemen nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Identifikasi skala nyeri Terapeutik 1. Fasilitasi istirahat dan tidur 2. Pertimbangkan jenis dan asal nyeri untuk pemilihanstrategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjarkan Teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi



1. Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu dilakukan Pencegahan Infeksi



trauma luka tindakan (I.14539) bekas operasi keperawatan selama Observasi 1 x 8 jam diharapkan risiko



infeksi



menurun



klien



dengan



kriteria hasil : Tingkat Infeksi 1. Kemerahan dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun) 2. Nyeri dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (membaik) 3. Bengkak dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun) 4. Demam dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun)



3.



Ansietas b/d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi



Tingkat Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1



x



24



Jam



diharapkan ansietas klien



menurun



dengan kriteria hasil: 1. Perilaku gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 2. Perilaku tegang dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 3. Verbalisasi



1.



Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik Terapeutik 1. Batasi jumlah pengunjung 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 3. Ajarkan perawatan kolostomi 4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Reduksi Ansietas Observasi 1. Monitor tanda-tanda ansietas 2. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah Terapeutik 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan 3. Pahami situasi yang membuat ansietas 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan



4.



Deficit



khawatir akibat meyakinkan kondisi yang Edukasi dihadapi dari 1. Anjurkan keluarga skala 3 (sedang) untuk tetap ke skala 5 bersama pasien (menurun) 2. Anjurkan 4. Pola tidur mengungkapkan membaik perasaan dan persepsi 3. Latih teknik relaksasi Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat anti ansietas. Tingkat Dukungan Perawatan



pengetahuan b/d Pengetahuan



Diri



ketidaktahuan



Setelah



menemukan



tindakan



sumber informasi



keperawatan selama 1



x



dilakukan Observasi



24



diharapkan



Jam tingkat



pengetahuan



klien



meningkat



klien



berkurang



dengan



kriteria hasil : 1. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi dari skala 3 (sedang) ke skala 1 (meningkat) 2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) 3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (meningkat) 4. Persepsi yang keliru terhadap



1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia 2. Monitor tingkat kemandirian 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik 1. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri 2. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan Edukasi Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan



masalah dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 3 (sedang)



DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Manuaba. 2017. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Mitayani, 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika: Jakarta



Nugroho, Taufan. 2015. Buku Ajar Obstetric. Yogyakarta: Nuha Medika Praworihardjo,



S.



2016. Pelayanan



Kesehatan



Maternal



Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Yuliana, L. 2012. Manajemen Pendidikan. Universitas Yogyakarta



dan