LP RDS NICU REVISI-dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH KESEHATAN RDS DI RUANGAN NICU RSUD Prof. dr W.Z. JOHANNES KUPANG



OLEH Foni Ana Marsalina Nenobais PO. 5303211211533



Pembimbing Klinik



Pembimbing Intitusi



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI ROFESI NERS 2022



A. Konsep Penyakit RDS 1. Pengertian Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea dan hipernea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis merintih waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, interkostal pada saat inspirasi (Tikai, 2020). Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo,2012). 2. Penyebab RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia, aspirasi. Faktor-faktornya antara lain (Latief, 2018) : a. Faktor ibu Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain. b. Faktor plasenta Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. c. Faktor janin Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. d. Faktor persalinan Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain. e. Bayi kurang bulan atau bayi premature Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan uang melapisi rongga paru. f. Kegawatan neonatal



Seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium, pnemotoraks akibat tinadakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal 3. Patofiologi Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis. Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale. Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan



metabolisme



anaerobik.



Metabolisme



anaerobik



menghasilkan



timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan



endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan Ph menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli. Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut (Tikai, 2020). 4. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala Respiratory distress syndrome (RDS) yaitu (Tikai, 2020).: a. Sesak nafas atau pernafasan cepat b. Frekuensi nafas > 60 x/menit c. Pernafasan cepat dan dangkal timbul setelah 6-8 jam setelah lahir d. Retraksi interkostal, epigastrium, atau suprasternal pada inspirasi e. Sianosis dan pernafasan cuping hidung f. Grunting pada ekspirasi (terdengan seperti suara rintihan saat ekspirasi) g. Takikardi (170 x/menit) 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis menurut Cecily & Sowden (2009) dalam Maria Yosefa (2019) 1) penatalaksanaan medis pada bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom) yaitu: a. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal •



Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal







Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi







Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi







Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan



b. Pertahankan kestabilan suhu c. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat d. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin e. Lakukankan transfusi darah seperlunya f. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi g. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel darah h. Berikan obat yang diperlukan 2) Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Surasmi (2003) dalam Maria Yosefa (2019) penatalaksanan keperawatan terhadap RDS meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi prematur dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui perenteral. 6. Pemeriksaan Penunjang a) Tes Biokimia Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru. b) Test Biofisika Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali ( cairan amnion : ethanol ) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS. c) Analisis Gas Darah Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan napas terminal. d) Radiografi Thoraks



Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran groundglass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal , patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat (Tikai, 2020) . 7. Komplikasi 1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : a) Kebocoran alveoli Apabila



dicurigai



terjadi



kebocoran



udara



seperti



pneumothorak,



pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel, pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. c) Perdarahan intrakranial Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. Komplikasi jangka panjang Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. 2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) b) Retinopathy prematur



Tabel Down Score (Suryanah, 2011) Kriteria Pernapasan Retraksi Sianosis



0 60x/menit Tidak ada Tidak ada



Air Entry



Udara masuk bilateral baik Tidak merintih



Merintih Interprestasi :



1-3 : Tidak ada gawat napas 4-6 : Gawat napas > 7 : Ancaman gagal napas



1 60-80x/menit Retraksi ringan Hilang dengan pemberian O2 Penurunan ringan udara masuk Dapat didengar dengan stetoskop



2 >80x/menit Retraksi berat Menetap walaupun di beri O2 Tidak ada udara masuk Dapat didengar tanpa alat bantu



B. Konsep Asuhan Keperawatan RDS 1. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dilaboratorium (Surasmi dkk,2013) dalam Maria Yosefa (2019). Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah : a) Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi atau perdarahan ) b) Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan hipotermia) c) Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif d) Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi). Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea. 2. Diagnosa Keperawatan 1) Pola napas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu, frekuensi napas meningkat dan kedalaman napas (D.0005)



2) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload dibuktikan dengan tekanan darah menurun, CRT menurun, palpitasi menurun, distensi vena jungularis menurun, gambaran EKG aritmia menurundan kelelah (D.0008) 3) Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan dibuktikan dengan Dispnea, penggunaan otot bantu napas, gelisah, PCO2 menurun dan takikardi (D.0004)



4) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan dengan Kekuatan otot pengunyah menurun,Kekuatan otot menelan menurun, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan indeks masa tubuh (IMT) menurun (D. 0019)



5) Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) 6) Intoleransi aktivitas b.d ketidakeimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dibuktikan dengan dispnea, tekanan darah meningkat dan frekuensi napas meningkat (D.0056)



3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan (SDKI) Pola napas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu, frekuensi napas meningkat dan kedalaman napas (D.0005)



Kriteria Hasil (SLKI) Pola napas (L.01004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan inspirasi dan ekspirasi membaik dengan kriteria hasil : 1. Dispnea meningkat 2. Penggunaan otot bantu membaik 3. Frekuensi napas membaik 4. Kedalaman napas membaik



Penurunan curah jantung b.d Curah Jantung (L.02008) perubahan afterload Setelah dilakukan tindakan dibuktikan dengan tekanan keperawatan 1x24 jam diharapkan



darah menurun, CRT menurun, palpitasi menurun, distensi vena jungularis menurun, gambaran EKG aritmia menurundan kelelah (D.0008)



ketidakadekuatan jantung memompa darah meningkat dengan kriteria hasil : 1.Tekanan darah menurun 2.CRT menurun 3.Palpitasi menurun 4.Distensi vena jungularis menurun 5.Gambaran EKG aritmia menurun 6.Lelah menurun



Intervensi Keperawatan (SIKI) Pemantauan Respirasi (I. 01014) Observasi : 1. Monitor pola napas 2.Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas. 3.Monitor spo2 4. Monitor adanya sumbatan jalan napas Terapeutik : 5.Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Edukasi : 6.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 7.Infomasikan hasil pemantaua, jika perlu Terapi oksigen : Observasi 8.Monitor kecepatan aliran oksigen 9.Monitor posisi alat terapi oksigen 10.Monitor tanda-tanda hipoventilasi 11.Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan O2 Terapeutik : 12.Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu 13.Pertahankan kepatenan jalan napas 14. Bersihkan jalan napas, jika perlu Edukasi : 15.Ajarkan keluarga menggunakan O2 di rumah Perawatan Jantung (I.02075) Observasi : 1.Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung 2.Identifikasi tandagejala sekunder penurunan curah jantung 3.Monitor tekanan darah 4.Monitor intake dan output cairan 5.Monitor Spo2 6.Monitor keluhan nyeri dada 7.Monitor EKG 12 sadapan Terapeutik : 8.Posisikan pasien semi fowler atau fowler 9.Berikan diet jantung yang sesuai 10.Berikan terapi relaksasi untuk



Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan dibuktikan dengan Dispnea,



Ventilasi spontan (L.01007) Setelah dilakukan Tindakan keperawatan dalam 1x24 jam diharapkan ventilasi spontan penggunaan otot bantu meningkat dengan Kriteria hasil : napas, gelisah, PCO2 1. Dispnea menurun menurun dan takikardi 2. Penggunaan otot bantu napas (D.0004) menurun 3. Gelisah menurun 4. PCO2 membaik 5. Takikardi membaik 6. PO2 membaik



Defisit



nutrisi



b.d Status nutrisi (L.03030)



ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan dengan Kekuatan otot pengunyah menurun,Kekuatan otot menelan menurun, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan indeks masa tubuh (IMT) menurun (D. 0019)



Setelah dilakukan Tindakan keperawatan dalam 1x30 menit diharapkan mampu meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat dengan Kriteria hasil : 1. Kekuatan otot pengunyah meningkat 2. Kekuatan otot menelan meningkat 3. Nafsu makan pasien membaik 4. Berat badan membaik 5.Indeks masa tubuh (IMT) membaik



Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan (L.05020) cairan (D.0036) Setelah dilakukan tindakan



mengurangi stres, jika perlu 11.Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 94% Edukasi : 12.Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi 13.Anjurkan aktivitas secara bertahap 14.Anjurkan berhenti merokok Dukungan ventilasi (I. 01002) Observasi : 1.Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot banatu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen) Terpeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas 5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis, nasal kanul, masker wajah masker rebreathing atau non- reabreathing) 6. Gunakan bag- valve mask, jika perlu Edukasi : 7. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 8. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri 9. Ajarkan batk efektif Kolaborasi : 10. Kolaborasi pemberian bronkhodilator Promosi berat badan (I.03136) Observasi : 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang 2. Identifikasi porsi makan yang dihabiskan dalam satu hari Terapeutik : 3. Berikan pujian kepada pasien/keluarga untuk peningkatan yang telah dicapai Eduksi : 4. Jelaskan makanan yang bergizi tinggi namun tetap terjangkau 5. Jelaskan peningkatan asupan iodin yang dibutuhkan 6. Anjurkan tidak berbicara pada saat makan Manajemen cairan (I. 03098) Observasi :



keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil : 1.Asupan cairan meningkat 2. Keluaran urin meningkat 3. Kelembapan membran mukosa meningkat 4. Edema menurun 5. Asites menurun 6. Denyut nadi radial membaik 7. Membran mukosa membaik 8. Mata cekung membaik 9. Turgor kulit membaik



Intoleransi aktivitas b.d ketidakeimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dibuktikan dengan dispnea, tekanan darah meningkat dan frekuensi napas meningkat (D.0056)



Toleransi Aktivitas (L.05047) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : 1.Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 2.Keluhan lelah menurun 3.Dispnea saat beraktivitas menurun 4.Tekanan darah membaik 5. Frekuensi napas membaik 6. EKG iskemia membaik



1.Monitor status hidrasi (mis, frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah) 2.Monitor berat badan 3.Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis, hematokrit, Na, K,CI, Berat jenis urin) 4.Monitor status hemodinamik (MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia) Terapeutik 5.Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam 6.Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan 7.Berikan cairan intravena Kolaborasi 8.Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu Manajemen Energi (I.05178) Observasi : 1.Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2.Monitor kelelahan fisik dan emosional 3.Monitor pola dan jam tidur 4.Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik : 6.Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (cahaya,suara dan kunjungan) 7.Lakukan latihan rentang gerak pasif/ aktif 8.Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi 9.Anjurkan tirah baring 10.Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 11.Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 12.Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi : 13.Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).



Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan



dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya Komponen tahap implementasi antara lain: 1. Tindakan keperawatan mandiri. 2. Tindakan keperawatan edukatif 3. Tindakan keperawatan kolaboratif. 4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi: 1) Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif,



objektif,



analisis



data



dan



perencanaan.



S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.



A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif. P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. 2). Evaluasi Sumatif (Hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan , yaitu: 1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. 2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan. 3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali



DAFTAR PUSTAKA Cecily & Sowden (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC Latief, F. (2018). Asuhan Keperawatan Maternitas Bayi Lahir Dengan Gawat Napas. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan II. Jakarat: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan III. Jakarat: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. Jakarat: DPP PPNI. Surasmi,Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC Tikai, Y. (2020). Laporan Asuhan keperawatan Pada Bayi Dengan Diagnosa Medis RDS Di Ruang Mawar RSUD dr Doris Sylvanus.