LP Seminar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R DENGAN DIAGNOSA ANEURISMA OTAK DAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI RUANG NUSA INDAH RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA



Disusun Oleh : NAMA : Erna Sari NIM :2018.C.10a.0966



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK 2019/2020



i



LEMBAR PENGESAHAN Laporan ini disusun oleh : Nama



: Erna Sari



NIM



: 2018.C.10a.0966



Program Studi



: Sarjana Keperawatan



Judul



: Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.R Dengan Diagnosa Medis Aneurisma Otak Dan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Di Ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.



Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh : Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Meida Sinta.A, S.Kep., Ners



Mei Riayu, S.Kep, Ners



Mengetahui: Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan,



Meilitha Carolina, Ners., M.Kep



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Diagnosa Medis Aneurisma Otak Dan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Diruang Nusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Aneurisma Otak. Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katanyang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.



Palangkaraya, 29 Juni 2020



Erna Sari



iii



DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN...............................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ii KATA PENGANTAR........................................................................................iii DAFTAR ISI.......................................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................3 1.4 Manfaat Penjulisan ........................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit.............................................................................................4 2.1.1 Definisi Fraktur Femur........................................................................…4 2.1.2 Anatomi Fisiologi .................................................................................4 2.1.3 Etiologi..................................................................................................11 1.1.4 Klasisfikasi............................................................................................13 2.1.5 Patofisiologi ( patway )..........................................................................13 2.1.6 Manifestasi Klinis ( Tanda dan gejala)..................................................19 2.1.7 Komplikasi.............................................................................................19 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................20 2.1.9 Penatalaksanaan medis..........................................................................20 2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia...............................................................21 2.2.1 Definisi Nyeri........................................................................................21 2.2.2 Anatomi Fisiologi ................................................................................22 2.2.3 Etiologi..................................................................................................22 2.2.4 Klasisfikasi............................................................................................23 2.2.5 Patofisiologi ( patway )..........................................................................25 2.2.6 Manifestasi Klinis ( Tanda dan gejala)..................................................25 2.2.7 Komplikasi.............................................................................................26



iv



2.2.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................26 2.2.9 Penatalaksanaan medis..........................................................................26 2.3 Menajemen Asuhan keperawatan..................................................................27 2.3.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................27 2.3.2



Diagnosa Keperawatan.......................................................................28



2.3.3



Intervensi Keperawatan......................................................................28



2.3.4



Implementasi Keperawatan................................................................29



2.3.5. Evaluasi Keperawatan..........................................................................29 BAB 3 ASUAHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengakajian....................................................................................................30 3.2 Dianosa .........................................................................................................32 3.3 Intervensi.......................................................................................................33 3.4 Implementasi & Evaluasi Keperawatan........................................................35 BAB 4 PENUTUP Kesimpulan..........................................................................................................36 saran.....................................................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................38



v



1



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Aneurisma Serebral adalah suatu kelainan cerebrovaskular dimana terjadi



penggembungan pada dinding pembuluh darah akibat dari menipis dan melemahnya pembuluh darah pada otak sehingga dinding pembuluh darah menjadi lebar. Penggembungan ini terjadi akibat dari tekanan darah yang relatif tinggi mengalir menuju pembuluh darah pada otak. Kondisi ini biasa terjadi di persimpangan atau percabangan arteri pada otak yang biasa disebut dengan lingkaran willis (Circle of Willis) Stroke atau cerebrovascular disease menurut World Health Organization (WHO) adalah “tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih”. Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya: berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi dalam 2 tipe yaitu: ischemic stroke disebut juga infark atau non-hemorrhagic disebabkan oleh gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Tipe kedua adalah hemorrhagic stroke merupakan kerusakan atau "ledakan" dari pembuluh darah di otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan aneurisma otak (Arifianto et al., 2014). Jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara terbanyak yang mengalami stroke di seluruh Asia. Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. Angka prevalensi ini meningkat dengan meningkatnya usia. Data nasional Indonesia menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4%. Didapatkan sekitar 750.000 insiden stroke per tahun di Indonesia, dan 200.000 diantaranya merupakan stroke berulang (Irdelia et al., 2014). Hubungan antara peningkatan risiko stroke dan dislipidemia secara konsisten telah dibuktikan dengan berbagai penelitian epidemiologi. Peningkatan risiko stroke dihubungkan dengan Low Density Lipoprotein (LDL) yang tinggi,



1



2



kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) yang rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dan akan diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang lain. Penelitian Robert H. Glew dan kawan-kawan (2004) di Nigeria menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan rasio kolesterol LDL dan HDL dengan kejadian stroke (Agusti et al., 2014). Berdasarkan uraian diatas, salah satu upaya preventif dan promotif yang dilakukan



untuk



meminimalisir



permasalahan



khusus



Aneurisma



Otak



menunjukkan adanya pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri pada pasien, salah satunya adalah Ayudianingsih (2009) disebutkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien Angina Pictoris antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk Memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn.R dengan diagnosa medis Aneurisma Otak dan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman di Ruang Nusa Indah RSUD dr Doris Sylvanus Palangka raya. 1.2



Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas bagaimana rencana keperawatan yang



dapat dilakukan pada pasien penderita Aneurisma Otak dan bagaimana asuhan keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia Pada Tn.R dengan diagnosa medis Aneurisma Otak dan Kebutuhan dasar Rasa Aman dan Nyaman di ruang Nusa Indah RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3



Tujuan Penulisan



1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia Pada Tn.R 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Aneurisma Otak 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia Rasa Aman dan Nyaman (nyeri) 1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Keperawatan Pada Pasien Aneurisma Otak dan Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman



3



1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.R 1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun Intervensi pada Tn.R 1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada Tn.R 1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi 1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi 1.4



Manfaat Penulisan



1.4.1



Teoritis Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Aneurisma Otak.



1.4.2 1.



Praktis Bagi Mahasiswa Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam mempelajari asuhan keperawatan pada klien Aneurisma Otak. Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan Pendahuluan selanjutnya.



2.



Bagi Pasien dan Keluarga Supaya pasien dan keluarga dapat mengetahui gambaran umum tentang gangguan Aneurisma Otak beserta perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang tepat dalam keluarganya.



3.



RSUD dr. Doris Sylvanus Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang (Nusa Indah), penulisan laporan pendahuluan ini di dapat sebagai referensi bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Aneurisma Otak serta, sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan Aneurisma Otak.



4.



Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam



4



penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasian.



5



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Penyakit



2.1.1 Definisi Aneurisma otak adalah kondisi di mana pembuluh darah di otak menggelembung akibat melemahnya dinding pembuluh darah di suatu titik. Aneurisma otak disebut juga aneurisma serebral atau aneurisma intrakranial. Aneurisma otak merupakan aneurisma yang paling sering terjadi selain aneurisma pada aorta abdominal. Jika aneurisma pada otak pecah, hal tersebut bisa menyebabkan



hal



yang



lebih



buruk,



seperti



kerusakan



otak, stroke



hemoragik (diakibatkan perdarahan di otak), koma, bahkan kematian 2.1.2



Anatomi Fisiologi



Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ). 1.



Otak Besar (Serebrum) Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi. 2.1.2 Otak Kecil (Serebelum) Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot



6



dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak



mungkin



dilaksanakan.



Otak



kecil



juga



berfungsi



mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat. 2.



Otak Tengah (Mesensefalon) Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.



3.



Otak Depan (Diensefalon) Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.



4.



Jembatan Varol (Pons Varoli) Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.



2.1.3 Etiologi 2.1.3.1 Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada pembuluh darah manapun diseluruh tubuh. Akan jadi fatal kalau dinding pembuluh darah yang lemah itu terdapat di otak. 2.1.3.2 Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah. 2.1.3.3 Terjadi peradangan pada aorta 2.1.3.4 Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan 2.1.3.5 Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. 2.1.3.6 Risiko ini menjadi semakin tinggi pada penderita tekanan darah tinggi, orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok. 2.1.4



Klasifikasi



7



2.1.4.1 Aneurisma sejati adalah lapisan yang melibatkan ketiga lapisan dinding arteri



( intima , media ,



dan adventitia ). Aneurisma



sejati



termasuk aterosklerotik , sifilis , dan aneurisma bawaan, serta aneurisma ventrikel yang mengikuti infark miokard transmural (aneurisma yang melibatkan semua lapisan dinding jantung yang dilemahkan juga dianggap 5 aneurisma sejati). 2.1.4.2 Aneurisma palsu, atau pseudoaneurisma , adalah kumpulan darah yang benar-benar keluar dari arteri atau vena, tetapi terkurung di sebelah pembuluh oleh jaringan di sekitarnya. Rongga yang dipenuhi darah ini pada akhirnya akan menjadi trombosis (bekuan) yang cukup untuk menutup kebocoran, atau pecah dari jaringan di sekitarnya. 2.1.4.3 Pseudoaneurysms dapat disebabkan oleh trauma yang menusuk arteri, seperti



luka



pisau



dan



peluru, sebagai



akibat



dari



prosedur



bedah perkutan seperti angiografi koroner atau pencangkokan arteri, atau penggunaan arteri untuk injeksi.  2.1.4.4 Arteri dan vena , dengan arteri menjadi lebih umum. 2.1.4.5 Jantung ,



termasuk aneurisma



arteri



koroner , aneurisma ventrikel , aneurisma sinus Valsava , dan aneurisma setelah operasi jantung . 2.1.4.6 Aorta ,



yaitu aneurisma



aorta termasuk aneurisma



aorta



toraks dan aneurisma aorta perut . 2.1.4.7 Otak ,



termasuk aneurisma



otak , aneurisma



berry ,



dan aneurisma Charcot-Bouchard . 2.1.4.8 Kaki, termasuk arteri poplitea. 2.1.4.9 Ginjal , termasuk aneurisma arteri ginjal dan aneurisma intraparechymal. 2.1.4.10 Kapiler , khususnya aneurisma kapiler . 2.1.5



Patofisiologi (Pathway) Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh



darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, taruma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami hipertensi.



8



Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, akibanya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol.



Aneurisma



diseksi



disebabkan



oleh



ruptur



lapisan



intima



mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.



9



Hipertensi aterosklerosis



Cedera kepala



↑ aliran darah Kerusakan dinding PD



↓ autoregulasi di otak Arteri menerima darah dalam jumlah yang besar



Menekan dinding pembuluh darah



↓ Elastisitas pembuluh darah



MAV (Malformasi Arteriovenosa)



Kelemahan pada dinding PD



↑ Volume darah di otak



Arteri berdilatasi



Aneurisme Intrakranial



Pelebaran aneurisme dan tek. pada daerah sekitar saraf kranial



Aneurisme pecah Stroke Hemoragik Perdarahan dlm otak atau pada ruang subarachnoid



10



Pelepasan ion-ion kalsium dari sel-sel darah merah Vasospasme serebral yang lisis



Kerusakan sirkulasi CSS \



Kerusakan sirkulasi CSS



PK ↑ TIK



↑ TIK ↑ tahanan vaskuler



Menghalangi aliran darah serebral



↓ perfusi jar. otak Iskemia jar. otak



Injury jar. otak



Infark (kematian) jar. otak



↓ aliran darah serebral



Perubahan Perfusi Serebral



↓ suplay O2 di otak



Metabolism anaerob



↑ Akumulasi asam laktat Merangsang reseptor nyeri



11



Nyeri (sakit) kepala Kerusakan serebral Nyeri akut Perubahan sensori / perseptual



Defisit neurologis



Risiko cedera



Deficit neurologik



Perubahan sensori/persepsi



Risiko cedera



12



2.1.6



Manifestasi Klinis 1.



Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi: 



Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi







Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan



 2.



Nadi perifer lemah atau asimetris



Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis : 



Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol)







Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang







Nyeri punggung bawah atau abdomen







Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop



3.



Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujkan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) : 



Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, nyeri mengikuti arah dimana pemisah berlanjut



2.1.7







Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan







Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea)







Suara sesak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring)







Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus)



Komplikasi Saat aneurisma otak pecah, perdarahan biasanya hanya berlangsung



beberapa detik. Darah dapat menyebabkan kerusakan langsung pada sel-sel di sekitarnya dan perdarahan dapat merusak atau membunuh sel-sel lain. Ini juga meningkatkan tekanan di dalam tengkorak.  2.1.8



Pemeriksaan Penunjang



2.1.8.1 Pemeriksaan radiologis membantu mendefinisikan lokasi dan memastikan adanya dan ukuran anuerisma



13



2.1.8.2 Aortogram memastikan diagnosa aneurisma 2.1.8.3



EKG,



enzim



jantung,



dan



ekokardiogram



dilakukan



untuk



mengesampingkan penyakit jantung sebagai penyebab nyeri dada 2.1.8.4 Angiography.



Angiography



juga



menggunakan



pewarna



khusus



menyuntikkan ke dalam aliran darah unutk membuat dalam dari arteri muncul pada gambar x-ray. Sebuah angiogram menunjukan jumlah kerusakan dan halangan dalam pembuluh darah. 2.1.9



Penatalaksanaan Medis



2.1.9.1 Farmako terapi : –



Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau kurang



– Propanolol (inderal) untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan kontraktilitas miokard. 2.1.9.2 Pembedahan bila terapi obat gagal untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala distress akut. Pembedahan meliputi eksisi dan pengangkatan aneurisma dan pengantian dengan graf sintetik untuk memperbaiki kontinuitas vaskular. 2.1



Konsep dasar Kebutuhan dasar Manusia (KDM) Rasa Aman dan Nyaman (Nyeri)



2.2.1 Definisi Rasa aman didefinisikan oleh Maslow dalam Potter & Perry (2006) sebagai sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungannya yang mereka tempati Rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri) Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006). Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2000).



14



Keamanan    adalah suatu kondisi aman, dan tentram, bebas dari cedera fisik dan psikologis serta  suatu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). 2.2.2



Fisiologi nyeri



2.2.2.1



Reseptor Nyeri a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma karena benturan atau gerakan. b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan. c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotinin, ion kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim proteolitik.



2.2.2.2 Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus, garis tengah 2-5 um, kecepatan 6-30 m/detik. b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah 0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik. 2.2.3 Etiologi Nyeri Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pad akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis. 2.2.4



Klasifikasi nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan



menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.



15



a.



Nyeri Akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan ukuran intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan (Smletzer, 2009). Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang



kesakitan,



mengerutkan



wajah



atau



menyeringai



(Andarmoyo, 2013). b.



Nyeri Kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Manisfestasi klinis yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda dengan yang diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksaan tandatanda vital, sering kali didapatkan masih dalam batas normal dan tidak disertai dilatasi pupil. Manisfestasi yang biasanya muncul berhubungan dengan respon psikososial seperti rasa keputusasaa, kelesuan, penurunan libido, penurunan berat badan, perilaku menarik diri, iritabel, mudah tersinggung, marah dan tidak tertarik pada aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin



akan melaporkan adanya



ketidaknyamanan, kelemahan dan kelelahan (Andarmoyo, 2013). 1.



Penilaian Respon Intensitas Nyeri Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut (Potter & Perry, 2006):



2.



Skala Deskriptif



16



Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskritif verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah gari yang terdiri dari tiga sampai disepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangkin dari “tidak terasa nyeri” sampai



“nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat



menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.



Gambar 2.2 Pengukuran Skala VDS (Potter & Perry, 2006) 2.



Wong-Baker Faces Pain Rating Scale Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal



3.



Numerical Rating Scale (NRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri, angka 1-3 menunjukan nyeri ringan, angka 4-6 menunjukan nyeri sedang dan angka 7-10 menunjukkan nyeri berat..



17



Keterangan : 0



: Tidak nyeri



1 – 3 : Nyeri ringan 4 – 6 : Nyeri sedang 7 – 10 : Nyeri berat Gambar 2.3 Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS) (Potter & Perry, 2006) 2.2.5 Patofisiologi (Patway) Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada



beberapa



keadaan



akan



menginfiltrasi



mikroorganisme



sehingga



menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor



sehingga



rangsangan



berbahaya



dan



tidak



berbahaya



dapat



menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000) 2.2.6 Manifestasi Klinis tanda dan Gejala Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin dari



18



pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa : 1.



Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas



2.



Ekspresi wajah: Meringis



3.



Menggigit



lidah,



mengatupkan



gigi,



dahi



berkerut,



tertutup



rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir 4.



Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan menggosok atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang.



5.



Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu (Mohamad, 2012).



2.2.7



Komplikasi



2.2.7.1 Gangguan pola istirahat tidur 2.2.7.2 Syok neurogenik 2.2.8



Pemeriksaan penunjang



2.2.8.1 Pemeriksaan darah lengkap 2.2.8.2 CT scan 2.2.8.3 MRI 2.2.8.4 EKG 2.2.9



Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi dua (Potter & Perry, 2006) yaitu : a.



Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat. Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri biasanya menggunakan obat analgesic yang terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik narkotik. Penatalaksanaan



nyeri



dengan



farmakologis



yaitu



dengan



menggunakan obat-obat analgesik narkotik baik secara intravena maupun



intramuskuler.



Pemberian



secara



intravena



maupun



intramuskuler misalnya dengan meperidin 75 – 100 mg atu dengan morfin sulfat 10 – 15 mg, namun penggunaan analgesic yang secara terus menerus dapat mengakibatkan ketagihan obat. Namun demikian



19



pemberian



farmakologis



tidak



bertujuan



untuk



meningkatkan



kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Cunningham et al, 2006). b.



Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupuntur dan akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet) (Blacks dan Hawks, 2009). Pengendalian nyeri non farmakologi menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2005). Salah satu penyembuhan non farmakologis untuk menurunkan nyeri pemasangan infus dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan aromaterapi lavender dan aromaterapi lemon.



2.3



Menajemen keperawatan



2.3.1 Pengkajian Berdasarkan PQRST P (Provoking) : faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri. Q (Quality)



: kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat, atau



tertusuk. R (Region)



: daerah perjalanan nyeri



S (Severity)



: parahnya nyeri, skala nyeri secara umum : (0-10 skala)



0



: tidak nyeri



1-3 : nyeri ringan 4-7 : nyeri sedang 8-10 : nyeri berat T (Time)



: waktu timbulnya nyeri, lamanya nyeri, atau frekuensi



nyeri. 1) Data Subjektif Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur karena nyeri, sering mengubah posisi dan menghindari tekanan nyeri.



20



2) Data Objektif Pasien terlihat meringis, pasien tampak memegangi area yang nyeri, suhu meningkat. 2.3.2 Dagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan : Nyeri akut/ kronis berhubungan dengan: -Gangguan sirkulasi ditandai dengan sianosis, kulit pucat -Iritasi pada daerah ginjal ditandai dengan nyeri pada perut bagian bawah. -Eliminasi urin ditandai dengan sakit/ nyeri saat pengeluaran urin. 2.3.3 Perencanaan Keperawatan a) Tujuan Rasa nyeri berkurang atau dapat menghilang. b) Kriteria hasil -Pasien menunjukan penurunan skala nyeri -Pasien menggambarkan rasa nyaman dan rileks. Intervensi 1. Kaji



Rasional penyebab, 1. Menentukan sejauhmana nyeri



faktor



kualitas, lokasi, frekuensi, dan



yang



skala nyeri



memudahkan



2. Monitor



tanda-tanda



perhatikan



vital,



takikardia,



hipertensi, dan peningkatan pernafasan. relaksasi posisi



2.



nyaman



untuk pasien 5. Beri Health Education (HE) tentang nyeri 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik seperti



untuk member



Dapat mengidentifikasi rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien



menjadi



rileks, menurunkan rasa nyeri, serta



yang



dan



intervensi selanjutnya.



3. Membantu



3. Ajarkan tehnik distraksi dan 4. Beri



dirasakan



mampu



mengalihkan



perhatian pasien dari nyeri yang dirasakan 4. Mengurangi



rasa



sakit,



meningkatkan sirkulasi, posisi semifowler dapat mengurangi tekanan dorsal. 5. Pasien mengerti tentang nyeri yang



dirasakan



dan



21



menghindari hal-hal yang dapat memperparah nyeri. 6. Menekan susunan saraf pusat pada serebri



thalamus



dan



korteks



sehigga



dapat



mengurangi rasa sakit/ nyeri 2.3.4 Implementasi Keperawatan Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan intervensi keperawatan. (Kozier, 2011). Implementasi merupakan langkah keempat



dari



proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan. (Zaidin Ali,2014) 2.3.5 Evaluasi Keperawatan 1) Penurunan skala nyeri, contohnya skala nyeri menurun dari 8 menjadi 5 dari 10 skala yang diberikan. 2) Merasa nyaman dan dapat istirahat.



22



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN Berdasarkan hasil pengkajian tgl 29 juni 2020 pkl 10.00 WIB didapatkan hasil 3.1 Pengkajian 3.1.1 Anamnesa 3.1.1.1 Identitas pasien Nama



: Tn.R



Umur



: 53 tahun



Suku/bangsa



: Indonesia



Jenis kelamin



: Laki-Laki



Agama



: kristen



Status



: Menikah



Pendidikan terakhir



: SMA



Pekerjaan



: SWASTA



Alamat



: jl. Bukit Raya



Tanggal masuk



: 28 Juni 2020



Tanggal pengkajian



: 29 Juni 2020



Diagnosa medis



: Aneurisma Otak



3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan 3.1.2.1 Keluhan utama Pasien mengatakan “nyeri dan yang saya rasakan sakit seperti tertusuktusuk terutama pada saat saya menggerakkan kepala saya” skala nyeri yang di rasakan yaitu pada rentang 7 (skala Sedang) dengan waktu yang tidak menentu ± 12 menit. 3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang pada tanggal 27 Juni 2020 pasien mengatakan saat itu pasien sedang berada di rumah dan sedang membersihkan rumah tiba-tiba merasakan sakit kepala dan sampai pingsan kulit tampak pucat dan tidak mampu berdiri, pasien dibawa keluarganya ke puskesmas terdekat setelah dari puskesmas pasien dibawa



21



23



langsung ke rumah sakit RSUD dr Doris Sylvanus Palangka raya ketika di IGD pasien dinyatakan mengalami aneurisma otak dari IGD pasien mendapatkan terapi infus RL ;



D5 % 20 tetes/menit dan inj. Ketorolac 30 mg/8 jam (iv), inj.



Ranitidine 1 ampl/12 jam (iv). Setelah itu pasien diputuskan untuk rawat inap di ruang Nusa Indah untuk perawatan lebih lanjut. 3.1.2.3 Riawayat penyakit dahulu Klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit sebelumnya 3.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit keluarga seperti penyakit keturunan DM, Hipertensi, stroke, dan penyakit menular HIV/AIDS, Hepatitis. 3.1.1.7 Susunan genogram 3 (tiga) generasi



Keterangan: : laki-laki : perempuan : pasien 3.1.3 Pemeriksaan Fisik 3.1.3.1 Keadaan Umum



24



Kesadaran pasien compos menthis, pasien tampak sakit sedang, pasien tampak meringis, berbaring semi fowler, terpasang infus RL 20 TPM ditangan sebelah kiri. 3.1.3.2 Status Mental Kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan simetris, cara berbicara pasien baik dan lancar, pasien berbaring semi fowler, suasana hati tenang, penampilan bersih dan rapi, pasien dapat membedakan waktu dengan baik (pagi, siang, malam). Pasien tahu keadaanya sekarang sedang berada di rumah sakit serta dapat bembedakan antara keluarga dan petugas kesehatan lainnya, insight baik dan mekanisme pertahanan diri adaftip. 3.1.3.3 Tanda-Tanda Vital 1. Suhu/T



: 36,5ºC



2. Nadi/R



: 80x/menit



3. Pernapasan/RR



: 23x/menit



4. Tekanan Darah /BP



: 110/70 mmHg



3.1.3.4 Pernapasan (Breathing) Bentuk dada simetris, pasien tidak merokok, pasien tidak mengalami batuk, napas tidak sesak, pernapasan teratur dengan pernapasan dada, suara napas vesikuler/normal dan tidak ada suara napas tambahan. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.5 Cardiovaskuler (Blood) Pasien tidak merasa pusing, tidak ada nyeri dada, pasien tidak ada merasa kepala sakit dan tidak ada pembengkakan di ekstremitas pasien tidak mengalami clubbing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat,capillary refil >2 detik, tidak ada oedema, tidak ada asites, ictus cardis tidak terlihat, tidak terjadi peningkatan vena jugularis dan suara jantung normal. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.6 Persyarafan (Brain) Nilai GCS pasien baik dengan Skor 15, kesadaran compos Menthis, reflek pupil (isokor) dan cahaya baik kanan dan kiri, tidak terdapat respon nyeri di bagian kepala dan pasien tidak mengalami vertigo ataupun kesemutan. Pasien tampak gelisah akibat nyeri pada kepala. Penilaian fungsi saraf kranial : Nervus



25



kranial 1 (Olfaktoris) pasien dapat membedakan bau minyak angin, Nervus Kranial II (Optikus) Pasien dapat melihat dengan jelas, Nervus Kranial III (Okulomotoris) Pasien dapat membuka kelopak mata, Nervus Kranial IV (Trokhlearis) Pasien dapat menggerakkan kedua



bola mata



dengan baik,



Nervus Kranial V (Trigeminus) Pasien dapat membuka mulutnya, Nervus Kranial VI (Abdusen) Pasien dapat menggerakkan kedua matanya ke kiri dan ke kanan, Nervus Kranial VII (Facialis) tidak terkaji, Nervus Kranial VIII (Akustikus) Pasien mempunyai respon saat dipanggil, Nervus Kranial IX (Glosofaringeus) Pasien dapat menelan, Nervus Kranial X (Vagus) Pasien dapat menunjukkan reflek, Nervus Kranial XI (Asesoris) Pasien tidak dapat menggerakkan bahu Nervus Kranial XII (Hipoglosus) Pasien tidak dapat menjulurkan lidah Masalah Keperawatan : Nyeri Imobilitas Fisik 3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder) Pasien tidak menggunakan kateter, tidak ada masalah BAK produksi urine 500cc/hari dengan bau khas amoniak dan warna kuning. tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) Bibir pasien tampak kering, tidak pucat dan tidak ada lesi atau peradangan, ada caries gigi di geraham bawah kanan dan kiri gigi tidak lengkap tidak ada radang/lesi pada tonsil dan gusi, frekuensi BAB 2 kali per hari dengan warna kuning, konsistensi lunak, bising usus 12 kali per menit. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone) Kemampuan bergerak sendi tidak kaku , tidak terjadi nyeri dibagian sendi, ukuran otot simetris, kestabilan tubuh negatif, uji kekuatan otot ekstrmitas atas 5 5 ekstrmitas bawah 5 5. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.10 Kulit-rambut-kuku Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, dan lainnya, suhu kulit tampak kemerahan,turgor kurang baik dan tekstur halus, ada lesi tekstur rambut halus, , ikal. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.11 Sistem Pengindraan



26



Mata penglihatan pasien normal, sclera normal/putih, konjunctiva berwarna merah muda, kornea mata bening, tidak mengguanakan alat bantu seperti kacamata. Pendengaran normal, bentuk hidung simetris,



Tidak ada



masalah keperawatan. 3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe Tidak ada massa, kelenjar limfe tdak teraba, mobilitas leher bebas. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.3.13 Sistem reproduksi Pria Pasien tidak ada mengalami kemerahan pada genetalia, tidak mengalami gatal-gatal, kebersihan baik, payudara simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan. Tidak ada masalah keperawatan 3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan 3.1.4.1 Persepsi Terhadap kesehatan dan Penyakit Pasien mengetahui keadaannya dan klien mengetahui tentang penyakitnya. 3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme TB



: 155 Cm



BB Sekarang



: 57



Kg



BB Sebelum Sakit



: 60



Kg



Pasien Tidak ada diet khusus, pola makan sehari-hari sesudah sakit 3x1 hari sebelum sakit 3x1 hari, 1 porsi setiap kali makan sesudah sakit maupun sebelum sakit, nafsu makan pasien baik, jenis makanan yang sering dikonsumsi sayur, lauk, nasi, jenis minuman yang sering yaitu air putih, kebiasaan makan pagi, siang, malam sesudah sakit maupun sebelum sakit. Tidak ada masalah keperawatan 3.1.4.3 Pola Istirahat dan Tidur Pasien tampak tidur dengan nyenyak dan nyaman. Tidak ada masalah keperawatan. 3.1.4.4 Kognitif Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya. Tidak ada Masalah Keperawatan. 3.1.4.5 Konsep Diri



27



Gambaran diri pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri Pasien berharap cepat sembuh, identitas diri pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan istri, Harga diri pasien tidak malu dengan keadaan sekarang, peran diri pasien sebagai seorang ibu dan istri. Tidak Ada Masalah Keperawatan. 3.1.4.6 Aktivitas sehari-hari Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas secara mandiri, namun sesudah sakit tidak dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri skala aktivitas tingkat 3 Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas 3.1.4.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres Pasien mengatakan jika ada masalah, Ia selalu menceritakan kepada keluarga.dan istri. Tidak Ada Masala keperawatan. 3.1.4.8 Nilai Pola Keyakinan Klien mengatakan tidak ada tindakan medis yang berhubungan dengan keyakinan yang dianut. Tidak Ada Masalah Keperawatan 3.1.5 Sosial-Spiritual Kemampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal, pasien dapat berkomunikasi dengan baik, bahasa sehari-hari bahasa Indonesia, hubungan dengan



keluarga



baik dan



harmonis, hubungan



dengan teman/petugas



kesehatan/orang lain baik pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan keperawatan, hubungan dengan



orang lain



baik. Orang



berarti/terdekat Istri & keluarga, kebiasaan menggunakan waktu luang sebelum sakit, pasien bekerja dirumah dan meluangkan waktu untuk keluargas esudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur, kegiatan beribadah sebelum sakit, pasien beribadah 1x setiap minggu 3.1.6 Data penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya) Tanggal 15 Mei 2020 Pemeriksaan Laboratorium No 1



PARAMETER WBC ( White Blood Cels)



HASIL



SATUA N



NILAI NORMAL



9.12x10^3



U/L



4.00 – 10.00



28



2



RBC ( Red Blood Cels )



3



HGB ( Hemoglobin Blood)



4.14x10^6



U/L



3.50 – 5.50



1



g/dl



11.0 – 15.0



1



g/dl



11.0 – 15.0



U/L



150 – 400



2.0



4



PLT(Platelet/Trombosit) 2.0 236 x10^3



3.1.7 Penatalaksanaan Medis Obat/Terapi Medis 1. infus RL ; D5 %



2. Injeksi Ketorolac



3.



Dosis



Indikasi



Kontraindikasi



20 TPM



- Pengganti cairan plasm a isotonic yang hilang. - Pengganti cairan pada kondisi alkalosis hipokloremia.



Hipertonik uterus, hiponatremia,retensi cairan, dugunkan dalam dengan pengawasan ketat pada chf, insufisieensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.



30 mg/8 jam



Penanganan jangka Anak usia dibawah pendek untuk nyeri akut 16 tahun yang sedang hingga berat Gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat (kreatin serum