LP&LK KMB Penyakit BPH [PDF]

  • Author / Uploaded
  • hasni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KEPERAWATAN DASAR PROFESI “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)”



Di Susun Oleh : Kelompok 8



1. Hasni Nurhasanah 2. Istiqomah Sejati 3. Eka Septiani



20200305017 20200305018 20200305019



JURUSAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA BARAT 2020



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kelompok panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada pasien yang menderita benign prostatic hyperplasia (BPH) . Tujuan dibuat tulisan ini ialah untuk menambah ilmu pengetahuan serta untuk memenuhi tugas mata kuliah stase keperawatan medikal bedah. Kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kelompok dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat. Kelompok menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Kelompok mengaharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.



Jakarta, 6 November 2020



Kelompok 8



ii



DAFTAR ISI



COVER ......................................................................................................................................i KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................................................1 B. Tujuan ...........................................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep penyakit 1. Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).......................................................2 2. Anatomi fisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).............................................2 3. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)............................................................3 4. Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)....................................................3 5. Patway Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).............................................................4 6. Manifestasi Klinik Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)...........................................5 7. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)......................................................5 8. Pemeriksaan Penunjang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)...................................5 9. Penatalaksanaan Medis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)...................................6 B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian .................................................................................................................7 2. Diagnosa...................................................................................................................10 3. Intervensi..................................................................................................................10 4. Implementasi ...........................................................................................................15 5. Evaluasi....................................................................................................................15 BAB III LAPORAN KASUS A. Kasus ............................................................................................................................16 B. Pengkajian ....................................................................................................................16 C. Data Fokus ....................................................................................................................20 D. Analisa data ..................................................................................................................20 E. Diagnosa........................................................................................................................21 F. Intervensi ......................................................................................................................21 G. Implementasi.................................................................................................................23 H. Evaluasi ........................................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................26



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat karena hyperplasia progresif dari sel-sel glandular ataupun sel-sel stoma dari jaringan prostat. BPH merupakan gangguan yang paling sering dialami pria yang meningkat pada usia diatas 40 tahun (Husni & Shahrul, 2015). Penyebab munculnya BPH ialah masyarakat dengan memiliki berat badan berlebihan dan sering mengkonsumsi alkohol berlebihan yang mana akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin b6 yang penting untuk prostat yang sehat ( Agung, 2017). BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.1 Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun.8 Sedangkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin dari tahun 2012-2016 ditemukan 718 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 67.9 tahun (Tjahjodjati dkk. 2017). Data statistik yang dilaporkan World Health Organization (WHO) diperkirakan jumlah penderita BPH di dunia mencapai 36 juta orang meninggal termasuk 14 juta orang yang berusia 30-70 tahun yang mana banyak diderita oleh laki-laki dari pada wanita , tiga perempat dari kematian akibat BPH 28 jutanya di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015). Oleh karena itu untuk mengetahui leih lanjut dari perawatan penyakit ini maka kelompok akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita Benigna Prostate Hiperplasia. B. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengidentifikasikan asuhan keperawatan pada klien yang menderita Benigna Prostate Hiperplasia. 2. Tujuan khusus a. Mengkaji pada klien yang menderita Benigna Prostate Hyperplasia. b. Merumuskan diagnosa pada klien yang menderita Benigna Prostate Hyperplasia c. Merencanakan tindakan pada klien yang menderita Benigna Prostate Hyperplasia d. Melaksanakan tindakan pada klien yang menderita Benigna Prostate Hyperplasia e. Mengevaluasi tindaka pada klien yang menderita Benigna Prostate Hyperplasia



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Penyakit 1. Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang umum diderita oleh pria usia tua dengan prevalens yang meningkat seiring pertambahan usia (Siagian dkk. 2020). 2. Anatomi fisiologi prostat Prostat adalah kelenjar seks tambahan terbesar pria yang ekresinya berkontribusi pada cairan semen. Prostat terletak didalam rongga pelvis ditembus oleh dua buah saluran, uretra dan ductus ejaculatorius. Berbentuk seperti piramida terbalik dan mempunyai ukuran yang bervariasi sekitar 4x3x2 sentimeter. Apex prostat merupakan bagian paling bawah yang terletak di atas diapragma urogenitalis dan terletak satu setengah sentimeter di belakang bagian bawah symfisis pubica. Basis prostatae merupakan bagian atas prostat dan berhubungan dengan vesica urinaria pada suatu bidang horizontal yang melalui bagian tengah symphisis pubica. Konsistensinya keras, sebagian berupa kelenjar sebagian berupa otot. Prostat terbungkus dalam sebuah kapsul jaringan ikat, kapsul ini dilapisi lagi oleh fascia prostatica yang tebal (berasal dari fascia pelvica) Prostat difiksasi oleh ligamentum puboprotaticum, fascia superior diaphragmatis urogenitalis dan bagian depan musculus levator ani (Sutysna, 2016). Secara makroskopis kelenjar prostat dibagi menjadi lima buah lobus, yaitu lobus anterior atau istmus yang terletak didepan uretra dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. Lobus medius yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculatorius. Banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih. Lobus posterior yang terletak dibelakang uretra dan dibawah ductus ajakulatorius. Lobus lateralis yang terletak di sisisi kiri dan kanan uretra (Sutysna, 2016). Fungsi Prostat Fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase. Cairan ini ditambahkan pada cairan semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi , sekret yang berasal dari banyak kelenjar postat diperas masuk ke urethra pars prostatica. Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana asam didalam vagina (Sutysna, 2016).



2



3. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Adapun Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia menurut (Prabowo dkk, 2014) sebagai berikut : a. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia. b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat. c. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH. d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. e. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH. 4. Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Pembesar prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesar prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher, vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat dretusor kedalam mokusa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang trabukulasi. Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa fisika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusorsor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontransi, sehingga terjadi retensi urine total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Biddulth, 2016). Pembesaran prostat menyebabkaan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontaksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulaasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada 12 saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus (Biddulth, 2016) Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia. Jika prostat membesar, maka akan meluap ke atas kandung kemih sehingga pada bagian 3



dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini meninggkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa: hepertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel kandung kemih. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkeculi pada kedua muara ureter, tekanan ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter. Keadan ini jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidrofrosis bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Biddulth, 2016). 5. Patway Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Hormon estrogen & testosteron tidak seimbang



Factor usia



Sel stroma pertumbuhan berpacu



Sel prostat umur panjang



Prolikerasi abnormal sel strem



Sel yang mati kurang



Produksi stroma dan epitel berlebihan



Prostat membesar



TURP



Penyempitan lumen ureter prostatika



Resiko Perdarahan



obstruksi



Iritasi mukosa kandung kencing ,terputusnya jaringan



Pemasangan DC



Kurangnya informasi terhadap pembedahan



Rangsangan syaraf diameter kecil



Luka



ansietas



Retensi Urin



Nyeri akut



Hidro ureter Hambat an mobilita s fisik



hidronefritis



Gate kontrol terbuka



Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal



Gangguan eliminasi urine



Tempat masuknya mikroorganis me



Resiko infeksi



4



6. Manifestasi Klinik Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu (Purwanto,2016) : a. Gejala Obstruktif yaitu : 1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. 2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. 3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. 4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. 5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. b. Gejala Iritasi yaitu : 1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. 2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. 3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing 7. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Kompilasi yang dapat terjadi yaitu ( Widijianto, 2011) yaitu : a. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi b. Infeksi saluran kemih c. Involusi kontraksi kandung kemih d. Refluk kandung kemih e. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat. f. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi g. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis. h. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus mengedan 8. Pemeriksaan Penunjang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Menurut (Haryono, 2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi : a. Pemeriksaan colok dubur



5



b.



c.



d.



e.



f.



g.



Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (prabowo dkk, 2014). DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH. PA(Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) PSA merupakan antigen yang disintesis oleh sel epitel prostat dan memiliki sifat organon spesifik tetapi bukan merupakan cancer spesifik. Kadar PSA di dalam serum ini dapat mengalami peningkatan pada kondisi peradangan maupun setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostate ataupun TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi, keganasan prostat dan usia yang semakin tua. Kadar PSA yang tinggi menunjukkan laju pertumbuhan prostat yang tinggi.



9. Penatalaksanaan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Penatalaksaan BPH menurut (Haryono, 2012) yaitu : a. Terapi medikamentosa 1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin. 2) Penghambat enzim, misalnya finasteride 3) Fitoterapi, misalnya eviprostat b. Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi : 1) Prostatektomi a) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. b) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.



6



c) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding mendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. 2) Insisi prostat transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH. 3) Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik. B. Konsep Asuhan keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas pasien identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun. b. Keluhan Utama Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah nyeri pada saat kencing atau disebut dengan disuria , hesistensi yaitu memulai kencing dalam waktu yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan disebabkan karena otot detrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami nyeri di bagian genetalianya c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat penyakit sekarang Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine. Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung kemih, terdapat benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih) (Dongoes, 2012) 2) Riwayat penyakit dahulu tanyakan pada klien riwayat penyakit yang pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014) 3) Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat, hipertensi dan penyakit ginjal ( Doengoes, 2012). d. Pola kesehatan Fungsional 1) Eliminasi



7



Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB. 3) Pola tidur dan istirahat Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). 4) Nyeri/kenyamanan Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah 5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan, penggunaan alkhohol. 6) Pola aktifitas Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri. 7) Seksualitas Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada prostat. 8) Pola persepsi dan konsep diri Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahanpasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka operas e. Pemeriksaan Fisik 1) B1 (Breathing)  Inspeksi: Bentuk hidung simetris keadaan bersih dan tidak ada secret, pergerakan dada simetris, irama nafas regular tetapi ketika nyeri timbul kemungkinan dapat terjadi nafas pendek dan cepat dan tidak ada retraksi otot bantu nafas, tidak ada nafas cuping hidung,frekuensi pernfasan dalam batas normal 18-20x/menit.  Palpasi : Taktil fermitus antara kanan dan kiri simetris.  Perkusi : Pada thoraks didapatkan hasil sonor.  Auskultasi: Suara nafas paru vesikuler. 2) B2 (Blood) 8







3)



4)



5)



6)



7)



Inspeksi : Tidak terdapat sianosis , tekanan darah meningkat, tidak ada varises, phelbritis maupun oedem pada ekstremitas.  Palpasi : Denyut nadi meningkat akibat nyeri setelah pembedahan, akral hangat,CRT < 3 detik, tidak ada vena jugularis dan tidak ada clubbing finger pada kuku.  Perkusi : Terdengar dullness  Auskultasi : BJ 1tunggal terdengar di ICS 2Mid klavikula kiri dan mid sternalis kiri , BJ 2 tunggal terdengar di ICS 5 sternaliskiri dan sternalis kanan. B3 (Brain)  Inspeksi : Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6 ,bentuk wajah simetris, pupil isokor.  Palpasi : Tidak ada nyeri kepala. B4 (Bladder)  Inspeksi : Terdapat bekas luka post operasi TURP di daerah genetalia,bisa terjadi retensi urin karena adanya kloting (post-op), terpasang kateter DC yang terhubung urin bag, warna urin bisa kemerahan akibat bercampur dengan darah ( hematuria), umumnya klien juga terpasang drainase dibawah umbilicus sebelah kanan.  Palpasi : Terdapat nyeri tekan di bagian genetalia. B5 (Bowel)  Inspeksi : Nafsu makan klien baik,bentuk abdomen simetris, tidak ada asites,terdapat luka jahit di area supra pubic (kuadran VIII), tidak mual muntah, tonsil tidak oedem dan mukosa bibir lembab, anus tidak terdapat hemoroid.  Palpasi : Tidak terdapat massa dan benjolan, tidak ada nyeri tekan pada abdomen dan tidak ada pembesaran organ.  Perkusi : Terdengar suara tympani.  Auskultasi: Bising usus normal 15- 35x/menit. B6 (Bone)  Inspeksi : Terdapat luka insisi di bagian supra pubis akibat operasi prostat klien umumnya tidak memiliki gangguan pada system musculoskeletal tetapi tetap perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah dengan berdasarkan pada nilai kekuatan otot 0-5, di kaji juga adanya kekuatan otot atau keterbatasan gerak, warna kulit normal,rambut warna hitam keturanan asia, kaji keadaan luka apa terdapat pus atau tidak, kaji ada tidaknya infeksi, dan kaji keadaan luka bersih atau tidak.  Palpasi : Turgor kulit elastis, akral teraba hangat. B7 ( Indera)  Inspeksi : Kelima panca indera yaitu penglihatan hanya terjadi sedikit berkurang dalam sistem penglihatan karena faktor usia, pendengaran juga mulai berkurang karena faktor usia, perasa dalam keadaan normal, peraba



9



juga dalam keadaan normal dan penciuman juga dalam keadaan batas normal.  Palpasi : Pada telinga tidak ditemukan nyeri tekan dan tidak terdapat luka serta pada hidung tidak ada nyeri tekan maupun luka. 8) B8 ( Endokrin)  Inspeksi : Terlihat dari postur tubuh klien proposional sesuai jenis kelamin dan usianya, tidak terlihat hiperpigmentasi kulit, terdapat jakun pada klien, tidak ada pembesaran payudara klien, tidak terdapat pembesaran abdomen karena lemak, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, GDS dalam batas normal.  Palpasi : Tidak ada nyeri tekan kecuali pada supra pubis akibat insisi 2. Diagnosa Menurut (Nurarif & Kusuma 2015) diagnosa Keperawatan yang yang akan dialami klien BPH : a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat b. Nyeri akut berhubungan dengan agent injury fisik c. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri akut d. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek e. Resiko perdarahan b.d trauma efek samping pembedahan 3. Intervensi No 1



Diagnosa Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat (00023) Domain 2 nutrisi Kelas 1 fungsi urinarius



Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam. Tidak terjadi retensi urin Domain II kesehatan fisiologi Kelas F eliminasi 0503 Eliminasi Urine Kriteria hasil : 050301 Pengeluaran urine tanpa nyeri, kesulitan di awal, atau urgensi 050302 Bau, jumlah dan warna urine dalam rentang yang diharapkan 10



Intervensi (NIC) Domain 1 fisiologi : Dasar Kelas B manajemen perfusi jaringan 0590 Manajemen Eliminasi Urine 1. Monitor intake dan output 2. Monitor penggunaan obat antikolionergik 3. Monitor derajat distensi bladder. 4. Instruksian pada pasien dan keluarga untuk menctat output urine. 5. Sediakan privacy untuk eliminasi. 6. Stimulacy reflek bladder dengan ompres dingin pada abdomen.



Domain Kesehatan fisiologi II Kelas F eliminasi 0502 Kontinensia Urine Kriteria hasil: 050218 Eliminasi secara mandiri 2



Nyeri Akut b.d Nyeri Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra (00132) Domain : Kenyamanan Kelas Kenyamanan fisik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam. Diharapkan nyeri dapat berkurang



Domain 1 fisiologi dasar Kelas E peningkatan kenyamana fisik Domain : 1400 Manajemen nyeri IV Pengetahuan tentang 1. Lakukan pengkajian kesehatan dan prilaku nyeri komprehensif Kelas yang meliputi lokasi, Q perilaku sehat karakteristik, durasi, Outcome : kualitas, intensitas dan 1605 Kontrol nyeri faktor pencetus Indikator 2. Berikan informasi 160502 mengenali kapan mengenai nyeri, seperti nyeri terjadi penyebab nyeri berapa 160501Menggambarkan lama nyeri akan faktor penyebab dirasakan dan 160503Menggunakan antisipasi dari tindakan ketidaknyamanan pencegahan akibat prosedur 160504 menggunakan 3. Dorong pasien untuk tindakan memonitor nyeri dan pengurangan menangani nyerinya nyeri dengan tepat tanpa analgesik 4. Ajarkan penggunaan teknik non Domain : farmakologi V Kondisi kesehatan yang dirasakan Kelas V status gejala Outcome : 2102 Tingkat nyeri Indikator 11



210201 skala nyeri yang dilaporkan ringan atau tidak ada 210206 pasien tidak menunjukkan ekspresi wajah 3



Hambatan mobilitas b.d nyeri (00085)



Setelah dilakukan tindakan fisik keperawatan selama x 24 akut jam. Diharapkan klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.



Domain 4 Aktivitas/ Istirahat Kelas : 2 Aktivitas/ Olahraga



Domain 1 (Fungsi kesehatan) Kelas C (Mobilitas) Kode: 0200 Ambulasi Outcomes : 020001 Menopang berat badan 020002 Berjalan dengan langkah yang efektif 020003 Berjalan dengan pelan 020016 Menyesuaikan dengan perbedaan tekstur permukaan/lantai Domain I fungsi kesehatan Kelas A pemeliharaan Energi 00005 Toleransi terhadap aktivitas 000502 TTV normal 000518 kemudahan dalam melakukan ADL sehari-hari Domain V Kondisi kesehatan yang dirasakan Kelas V Status gejala 2102 tingkat nyeri Indikator 12



Domain : 1 (Fisiologis : Dasar) Kelas : C (Manajemen aktivitas dan latihan) Intervensi : 0221 (Terapi Ambulasi)



latihan



:



1. Dorong untuk di tempat tidur, disamping tempat tidur atau di kursi sesuai yang dapat ditoleransi pasien 2. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur 3. Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan 4. Terapkan atau sediakan alat bantu (tongkat, walker atau kursi roda) untuk ambulasi jika pasien tidak stabil 5. Bantu pasien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan 6. Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak tertentu Domain 1 fisiologi dasar Kelas F fasilitasi perawatan diri 1800 bantuan perawatan



210201 Nyeri yang mandiri dilaporkan 1. Dorong pasien untuk 210206 Eksperi nyeri wajah melakukan aktivitas normal sampai batas kemampuan 2. Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan 3. Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandiriam dengan membantu hanya ketika pasien tak mampu melakukan Domain 1 fisiologi dasar Kelas E peningkatan kenyamana fisik 1401 Manajemen nyeri 5. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus 6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur 7. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat 8. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi 4



Resiko perdarahan



Setelah dilakukan tindakan Domain b.d keperawatan selama x 24 13



trauma efek jam. Diharapkan tidak samping terjadinya pendarahan pembedahan (00206) Domain II kesehatan fisiolgi Domain Kelas 11Keamanan E jantung paru perlindungan 0401 status sirkulasi Kelas 040101 tanda-tanda vital 2 cedera fisik dalam batas normal 040157 tidak terjadi penurunan suhu kulit



5



Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek sekunder dari prosedur pembedahan (00004) Domain 11 Keamanan dan perlindungan Kelas 1 resiko infeksi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam. Diharapkan tidak adanya tanda infeksi



2 fisilogi ; kompleks Kelas N manajemen perfusi jaringan 4010 pencegahan perdarahan 1. monitor resiko terjadi perdarahan 2. intruksikan klien untuk membatasi aktivitas 3. pantau TTv 4. monitor protombin time, partial thromboplamin, fibrinogen 5. kolaborasi dengan dokter untuk pemerian produk darah. Domain 4 keamanan Kelas V manajement resiko 6540 kontrol infeksi 1. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 2. ganti perawatan pasien pasien sesuai protokol 3. ajarkan pasien dan keluarga tanda-tanda infeksi 4. gunakan antibiotik sesuai kebutuhan



Domain IV pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku Kelas T Kontrol resiko dan keamanan 1902 kontrol resiko Kriteria 6550 Pencegahan Infeksi 190201 mengenali faktor 1. monitor tanda dan Resiko gejala infeksi sistemik 190203 monitor faktor dan lokal resiko individu 2. monitor hasil angka leukosit dan hasil Domain labnya IV pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku Kelas S pengetahuan tentang kesehatan 1842 Pengetahuan 14



manajemen infeksi Indikator 184202 faktor yang berkontribusi terhadap infeksi 184204 tidak ada tanda dan gejala infeksi



4. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah Anda tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono, 2016). 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang Anda buat pada tahap perencanaan (Budiono, 2016). Evaluasi terdiri dari : a. Evaluasi proses (Formatif) Evaluasi yang dilakukan setelah selesai tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus –menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. b. Evaluasi Hasil (Sumatif) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.



BAB III LAPORAN KASUS 15



A. Kasus Ada seorang klien bernama TN.H merasakan nyeri pada bagian genetalia dan merasa ada benjolan sejak 18 September 2020 namun menolak anjuran dokter untuk dilakukan orasi prostat. pada tanggal 20 Oktober 2020 klien mengeluhkan nyeri yang sangat berat dan kencing terputus-putus serta susah untuk berkemih, sehingga dokter menyarankan lagi untuk operasi prostat. Klien setuju dan dirawat di ruang anggrek sebelum operasi . Klien dijadwalkan operasi pada tanggal 22 oktober dan operasi berlangsung dari jam 13.45 WIB sampai 14.00 WIB. Klien kembali ke ruang rawat inap Anggrek pada jam 16.00 WIB dan saat pengkajian pada 23 Oktober 2020 klien mengeluhkan nyeri di bagian genetalianya setelah operasi prostatnya kemarin, rasanya seperti di tusuk pisau, sering timbul durasi 1- 2 menit jika beraktivitas dengan skala 4. B. Pengkajian 1. Identitas klien Klien bernama Tn. H berusia 60 tahun, bersuku jawa, agama islam, riwayat pendidikan SI, pekerjaan sebagai guru dan alamat tempat tinggal di Jakarta barat dan diagnosa medis pasien post operasi TURP. 2. Riwayat kesehatan a. Keluahan utama Klien mengatakan merasa nyeri di bagian genetaliannya setelah dilakukan oprasi prostat. b. Riwayat penyakit saat ini Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian genetalia dan merasa ada benjolan sejak 18 September 2020 namun menolak anjuran dokter untuk dilakukan orasi prostat. pada tanggal 20 Oktober 2020 klien mengeluhkan nyeri yang sangat berat dan kencing terputus-putus serta susah untuk berkemih, sehingga dokter menyarankan lagi untuk operasi prostat. Klien setuju dan dirawat di ruang anggrek sebelum operasi . Klien dijadwalkan operasi pada tanggal 22 oktober dan operasi berlangsung dari jam 13.45 WIB sampai 14.00 WIB. Klien kembali ke ruang rawat inap Anggrek pada jam 16.00 WIB dan saat pengkajian pada 23 Oktober 2020 klien mengeluhkan nyeri di bagian genetalianya setelah operasi prostatnya kemarin, rasanya seperti di tusuk pisau, sering timbul durasi 1- 2 menit jika beraktivitas dengan skala 4. c. Riwayat penyakit sebelumnya Klien mengatakan tidak mempunya riwayat prostat sebelum atau penyakit kronik lainnya. Klien juga tidak memiliki riwayat alergi maupun obat-obatan d. Riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak pernah ada yang memiliki riwayat sakit Prostat, Hipertensi dan penyakit kronis lainnya. 3. Pola Kesehatan fungsional a. Eliminasi 16



b.



c.



d.



e. f.



BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning , bau khas , memakai pampers. Klien terpasang kateter Pola nutrisi dan metabolisme  Sebelum sakit Nafsu makan klien normal, klien makan 3 x sehari dengan lauk pauk sayur dan nasi, klien hanya minum air putih sebanyak ± 1500 cc perhari, dan berat badan psien 54 kg.  Saat sakit Nafsu makan klien tidak ada penurunan, klien makan 3 x sehari dengan lauk pauk sayur dan nasi, klien hanya minum air putih sebanyak ± 1250 cc perhari, dan berat badan psien 54 kg Pola tidur dan istirahat Klien mengatakan istirahat/tidur kurang lebih siang selama 2 jam/hari dan malam 8 jam/hari, Kenyamanan klien mengeluhkan nyeri di bagian genetalianya setelah operasi prostatnya kemarin, rasanya seperti di tusuk pisau, sering timbul durasi 1- 2 menit jika beraktivitas dengan skala 4 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat pasien Klien tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pola aktivitas Klien mengatakan sebelum sakit masih bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Tetapi setelah dilakukan oprasi sulit bergerak karena terasa nyeri di bagian yang di oprasi.



4. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Composmetis, klien tampak meringis b. Tanda-tanda vital Tekanan darah 120/60 mmHg , suhu 36o c, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit, terdapat nyeri, P : post operasi, Q : seperti ditusuk pisau, R : genetalia, S : 4, T : timbul saat aktivitas durasi 1-2 menit. c. Sistem pernafasan  Inspeksi : bentuk dada simetris kanan-kiri, susunan ruas tulang belakang normal, irama nafas teratur , retraksi otot bantu nafas (-), alat bantu nafas(-),tidak ada batuk (-), sputum (-), nyeri dada (-).  Palpasi : vocal fremitus kanan-kiri sama.  Perkusi : thorax terdengar sonor.  Auskultasi : suara paru vesikuler. d. Sistem kardiovaskuler  Inspeksi : nyeri dada (-),sianosis (-),clubbing finger (-), pembesaran JVP(-).  Palpasi : ictus cordis kuat , (Posisi ICS V midclavikula sinistra, ukuran : 1 Cm ). 17



e.



f.



g.



h.



i.



j.



 Perkusi : terdengar suara redup / pekak, letak jantung dalam batas normal di ICS II sternalis dextra sinistra sampai dengan ICS V mid clavicula sinistra.  Auskultasi : terdengar suara jantung: S1 , S2 tunggal. Sistem persyarafan  Inspeksi : kesadaran composmentis GCS 4-5-6, orientasi cukup baik, kejang (-), kaku kuduk (-), brudinsky (-), nyeri kepala (-),pusing (-),serta tidak ada kelainan nervus kranialis, pupil isokor, reflek terhadap cahaya normal.  Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala Sistem perkemihan  Inspeksi : bentuk alat kelamin normal, libido tidak terkaji, kebersihan kelamin tidak terkaji, frekuensi berkemih selama di rumah sakit tidak terkaji, kateter 3 way (+), irigasi kateter (+), jumlah urin 1000cc dengan bau khas dan berwarna kuning jernih tampak sedikit warna merah muda di dalam urin bag. Sistem percenaan  Inspeksi : mulut bersih tidak ada lesi, mukosa bibir lembab, bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi selama di rumah 2 x sehari di rumah sakit, tenggorokan tidak ada kesulitan menelan, tidak ada kemerahan dan tidak ada pembesaran tonsil, BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning , bau khas , memakai pampers, masalah eleminasi alvi (-), pemakaian obat pencahar (-).  Palpasi : abdomen tegang (-), asites (-), kembung (-), nyeri tekan (-)  Perkusi : suara tympani.  Auskultasi : bising usus 15x/menit Sistem muskuluskeletal dan intugem  Inspeksi : ROM bebas, kekuatan otot 5-5-5-5 , fraktur (-). dislokasi (-), kulit sawo matang, kemampuan ADL parsial karena klien mengeluhkan susah beraktivitas diakibatkan rasa nyeri.  Palpasi : akral hangat, CRT ≤ 3 detik, lembab (+)  Lain-lain : aktivitas klien yang sebagian dibantu oleh keluarga ialah menyeka , mengganti pampers dan makan. Sistem penginderaan  Mata : pupil isokor, reflek cahaya sensitif, mengecil saat terkena cahaya,konjungtiva merah muda, sklera putih ,tidak ada ikterik,palpebra simetris, strabismus tidak ada , ketajaman penglihatan baik alat bantu (-).  Hidung : bentuk normal , mukosa hidung lembab, sekret (-),ketajaman penciuman normal.  Telinga : bentuk simetris kanan dan kiri, ketajaman pendengaran cukup baik, alat bantu (-).  Perasa : Klien mampu merasakan manis,pahit, asam, asin dengan baik. Peraba : Respon klien cukup baik terhadap sentuhan. Masalah keperawatan Sistem endokrin  Inspeksi : tidak ada luka ganggren 18



 Palpasi: pembesaran kelenjar thyroid (-),Pembesaran kelenjar parotis (-). 5. Data penunjang a. Rontgen torak Normal tidak ada kelainan b. USG Urologi Terjadi pembesaran prostat c. Pemeriksaan laboratorium N o 1



Pemeriksaan



Hasil



Darah Lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV



SGPT 2 Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit SGPT



Satuan



Nilai normal



13.0 8820 L 39 L 4.3 276.000 90.2 30.2 33.5 12.4 H 8.6



g/dl u/l % 10ˆ6/ul /ul fl pg/cell % % f



11.7-15.3 3.600-11.000 35-47 3.8-5.2 150.000-440.000 80-100 26-34 32-38 11.5-14.5 9.4-12.3



0.9 H 7,0 L 0.6 54.9 28.3 H 8.3



% % % % % %



0-1 0-4 3-5 50-70 25-40 2-8



10.3 40.2



Detik Detik



9.3-11.4 29.0-40.2



C. Data Fokus Data Subjektif 1. klien mengatakan nyeri bagian genetalia setelah operasi prostat. 19



Data Objektif 1. Wajah tampak meringis 2. Post TURP



P : post operasi Q : seperti ditusuk pisau R : genetalia S:4 T : timbul saat aktivitas durasi 1-2 menit 2. Klien mengeluhkan susah beraktivitas karena nyeri di bagian genetalia.



3. TTV : TD : 120/60 mmhg N : 80x/menit S : 36 ° C RR : 20x/menit 4. Tampak warna merah muda pada urin bag bercampur urin 5. Terpasang irigasi kateter 6. Menggunakan kateter 3 way 7. Aktivitas klien sebagian dibantu oleh keluarga klien seperti menyeka, mengganti pampers.



D. Analisa data No 1



Analisa Data Data subjektif  Klien mengatakan nyeri bagian genetalia setelah operasi prostat. P : post operasi Q : seperti ditusuk pisau R : genetalia S:4 T : timbul saat aktivitas durasi 1-2 menit



Etiologi Terputusnya jaringan , trauma bekas insisi pembedahan



Problem Nyeri akut



Data objektif  Wajah tampak meringis  Post TURP  TTV : TD : 120/60 mmhg N : 80x/menit S : 36 ° C RR : 20x/menit 2



Data subjektif Terputusnya jaringan , trauma bekas insisi Data objektif pembedahan  Tampak warna merah muda pada urin bag bercampur urin  Terpasang irigasi kateter  Menggunakan kateter 3 20



Resiko Perdarahan



way 3



Data subjektif Nyeri  Klien mengeluhkan susah beraktivitas karena nyeri di bagian genetalia.



Hambatan Mobilitas Fisik



Data objektif  Aktivitas klien sebagian dibantu oleh keluarga klien seperti menyeka, mengganti pampers.  Post TURP E. Diagnosa pada kasus di atas dapat dilihat prioritas diagnosanya yaitu 1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik ( pembedahan ) 2. Hambatan Mobilitas fisik b.d nyeri 3. Resiko pendarahan b.d pasca pembedahan F. Intervensi No 1



Diagnosa Nyeri akut b.d agen cedera fisik ( pembedahan (00132)



Tujuan dan Kriteria hasil (NOC) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil : 1605 Kontrol nyeri 160502 klien dapat mengenali kapan terjadinya nyeri 160503 klien dapat mengetahui faktor penyabab nyeri 160504 klien dapat mengaplikasikan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik 2102 Tingkat nyeri 210201 klien melaporkan bahwa 21



Intervensi (NIC) 1400 Manajemen nyeri 1. Kaji sekala nyeri meliputi P, Q, R, S, T R/ data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya 2. Anjurkan klien tentang kenali penyebab nyeri R/ mengetahui penyebab nyeri akan meningkatkan mekanisme koping 3. Anjurkan klien rileksasi nafas dalam R/ merupakan tindakan non farmakologi yang dapat mengurangi nyeri 4. Kolaborsi pemberian obat analgesik R/ diberikan jika rasa nyeri tidak dapat teratasi oleh



nyerinya berkurang dari sekala 4 menjadi 1 210206 klien tidak menunjukan ekspresi wajah



teknik nonfarmakologi



2



Hambatan Mobilitas fisik b.d nyeri (00085)



Setelah dilakukan tindakan 1400Manajemen nyeri keperawatan selama 3x 24 jam. 1. Kaji sekala nyeri meliputi Diharapkan klien dapat P, Q, R, S, T melakukan aktivitas secara R/ data dasar untuk menentukan intervensi mandiri. selanjutnya 0200 Ambulasi 02001 klien melaporkan melakukan mobilisasi 0221 terapi latihan : sesui kemampuan Ambulasi) 1. Bantu pasien untuk 0005 Toleransi aktivitas perpindahan, sesuai 000502 TTV dalam rentang kebutuhan normal TD 120/80 R/ meningkatkan kekuatan mmHg, N 80-100 otot dan sirkulasi x/menit, S 36,4 -37,4 c, RR 15-24x/menit 1800 bantuan perawatan 000518 klien mampu secara mandiri mandiri dalam memenuhi 1. Dorong pasien untuk kebutuhan ADL seharimelakukan aktivitas normal hari sampai batas kemampuan 2102 Tingkat nyeri R/ dengan adanya motivasi 210201 klien melaporkan bahwa membuat klien semangat Ketika melakukan dalam proses penyembuhan aktivitas tidak terlalu dan memnuhi kebutuhan nyeri ADLnya 210206 klien tidak menunjukan 2. Kolaborasi dengan ahli ekspresi wajah terapi fisik R/ berguna dalam membuat jadwal aktivitas klien



3



Resiko pendarahan b.d pasca pembedahan (00206)



Setelah dilakukan tindakan 4010 cegahan perdarahan keperawatan selama 1 x 24 jam. 1. monitor resiko terjadi Diharapkan tidak terjadinya perdarahan pendarahan R/ jika terjadi pendarahan 0401 status sirkulasi dapat bisa segera diatasi 040101 tanda-tanda vital 2. intruksikan klien untuk dalam batas normal membatasi aktivitas 22



TD 120/80 mmHg, N 80-100 x/menit, S 36,4 -37,4 c, RR 15-24x/menit 040157 tidak terjadi penurunan suhu kulit



R/ menguragi resiko terjadinya pendarahan 3. pantau TTV R/untuk mengetahui keadaan umu psien 4. kolaborasi dengan dokter untuk pemerian produk darah. R/ transfusi darah dapat mencegah dan mengatasi perdarahan



G. Implementasi No DX 1



2



3



Tanggal



Implementasi



23 Oktober 2020



1. Mengkaji sekala nyeri meliputi P, Q, R, S, T 2. Menganjurkan klien tentang kenali penyebab nyeri 3. Menganjurkan klien rileksasi nafas dalam merupakan tindakan non farmakologi yang dapat mengurangi nyeri 4. Berkolaborsi pemberian obat analgesik



23 ktober 2020



1. Mengkaji sekala nyeri meliputi P, Q, R, S, T 2. Membantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan 3. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sampai batas kemampuan 4. berkolaborasi dengan ahli terapi fisik



23 ktober 2020



1. 2. 5. 6.



Memonitor resiko terjadi perdarahan Mengintruksikan klien untuk membatasi aktivitas Memantau TTV Berkolaborasi dengan dokter untuk pemerian produk darah.



H. Evaluasi No dx 1



Implementasi Evaluasi 1. Mengkaji sekala nyeri meliputi P, S : Q, R, S, T 1. Klien mengatakan nyeri sudah 2. Menganjurkan klien tentang berkurang. kenali penyebab nyeri 2. Klien memahami tentang teknik 3. Menganjurkan klien rileksasi manajemen nyeri : teknik relaksasi nafas dalam merupakan tindakan (napas panjang melalui mulut) dan 23



non farmakologi yang dapat mengurangi nyeri 4. Berkolaborsi pemberian obat analgesik



2



1. Mengkaji sekala nyeri meliputi P, Q, R, S, T 2. Membantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan 3. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sampai batas kemampuan 4. berkolaborasi dengan ahli terapi fisik



3



1. Memonitor resiko terjadi perdarahan 2. Mengintruksikan klien untuk membatasi aktivitas 3. Memantau TTV 4. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemerian produk darah.



24



distraksi (mengobrol dengan klien atau keluarga) dan penyebab nyeri O: 1. 2. 3. 4.



K.U : Cukup baik , kesadaran Skala 2 Wajah Rileks TTV : TD : 130/80 mmhg N : 80x/menit S : 36,9 ° C RR : 18x/menit A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan 1. Ajarkan distraksi relaksasi 2. Berikan obat analgesic S: 1. Klien mengatakan memahami tujuan dari peningkatan mobilitas. 2. Klien melaporkan mau melakukan mobilisasi sesuai kemampuan. O: 1. Klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya, mampu mengubah posisi,memenuhi kebutuhan ADL sehari-hari secara mandiri. 2. Sekala nyeri 1 A: Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan 1. Memantau nyeri S: O: 1. Klien mengikuti instruksi untuk membtasi aktivitas setelah pembedahan 2. Terpasang kateter 3 way 3. Irigasi lancar warna cairan kuning bening 4. TTV : TD : 120/80 mmhg N : 80x/menit S : 36,9 ° C RR : 18x/menit A: masalah resiko sudah teratasi P: hentikan intervensi



DAFTAR PUSTAKA



Agung, dkk.2017.Hubungan Obesitas, merokok dan konsumsi alkohol dengan benigna prostat hyperplasia (BPH) Di Poliklinik Bedah RSU Bina Sina Bukit Tinggi. Bukit Tinggi: RSU Bina Sina Bukit Tinggi. Biddulth. 2016. Pemilihan Modalitas Pemeriksaan Radiologi untuk Diagnosis Benign Prostatic Hyperplasia. Jakarta: UI Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Eds.6. Singapore : Elsevier Dongoes, E Marlyn , dkk . 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta :rapha publishing Herdman, Heather dan Shigemi kamitsuru. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan Definisi Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC Husni, Annisa Ul dan Shahrul Rahman. 2015. Karakteristik Penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di RSU Haji Medan Januari-Desember 2015. Sumatra Utara : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Moorhea, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification Eds.5. Singapore : Elsevier Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction Jogja Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika



25



Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedal II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siagian, Flora GR dkk. 2020. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Volume Prostat pada Pasien Benign Prostatic Hyperplasia. Lambung Mangkurat : Universitas Lambung Mangkurat Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC Sutysna, Hendra. 2016. Tinjauan Anatomis Klinik pada Pembesaran Kelenjar Prosta. Sumatra Utara. Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara Tjahjodjati dkk. 2017. Panduan Penatalaksanan Klinik Pembesaran Prostat Jinak. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT Indeks Permata Puri Media : Jakarta Barat World Health Organization. 2015. Https://www.who.int/ncds/governance/policies/BhutanNCDMAP2015-2020.pdf



26