Lukisan Dan Biografi Amri Yahya [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Kikiy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LUKISAN DAN BIOGRAFI AMRI YAHYA



" Ombak " by Amri Yahya, Batik, Size: 80cm x 80 cm, Year: 1984



Amri Yahya lahir di Sukaraja, Ogan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, pada tanggal 29 September 1939. Pendidikan seninya ditempuh di ASRI Yogyakarta (Ijazah I, 1961; Ijazah II, 1963), IKIP Yogyakarta (Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Jurusan Seni Rupa, 1971), Sertifikat Keramik Dinding dari Struktur 68 Bv, The Hague Holland (1980), dan pernah dianugerahi gelar Kehormatan Doktor Honoris Causa di Bidang Evaluasi Pendidikan Seni oleh Universitas Negeri Yogyakarta, 2001. Sejak tahun 1977, tercatat sebagai anggota kehormatan International Association of Art (IAA) UNESCO Paris. Tahun 1996, Amri Yahya mewakili Indonesia dalam Konferensi Seni Budaya Islam se-dunia di Hofsra University, New york. Pada tahun 1972, mendirikan Galeri Amri pada saat Indonesia mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Konferensi PATA 1974, juga mengangkat busana muslim ke kancah nasional (1977), didukung oleh Perwanida DIY. Tahun 1979, mendirikan HSRI (Himpunan Senirupawan Indonesia). Tahun 1990 bersama Joop Ave, A. Sadali dan AD Pirous turut menggagas Festival Istiqlal dan mengusulkan berdirinya museum Al Quran di Jakarta. Karya-karyanya telah dikoleksi perorangan, pejabat negara dan lembaga, baik di dalam maupun luar negeri, yang mulai ia pamerkan sejak tahun 1957, di antaranya pameran tunggal keliling Eropa dan kawasan Timur Tengah pada kurun waktu 1976-1979. Pameran tunggal terakhir di luar negeri sekaligus untuk yang ke-5 adalah di Amerika, di Asean Art Museum, San Fransisco (1996). Pameran tunggal terakhir di Indonesia diadakan di Palembang (1999), di Jakarta (2000) berturut-turut di Taman Ismail Marzuki, dan di Komplek Bidakara. Pada setiap pameran tunggalnya di luar negeri, Amri Yahya selalu menyertakan acara diskusi, pemutaran slide tentang kesenian Indonesia, dan demo melukis dengan media batik. Pada tahun 2004, Galeri Amri terbakar habis dan sebagian besar karyanya tidak dapat diselamatkan kembali. Keadaan itu berakibat buruk pada kesehatan Amri sehingga pada bulan Desember 2004, Amri Yahya meninggal dalam usia 65 tahun.



LUKISAN DAN BIOGRAFI MOSES MISDY



Lukisan karya Moses Misdy bertema Alam pedesaan



Moses Misdy (lahir di Banyuwangi, Hindia Belanda, 14 Desember 1941 - sampai sekarang ) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal secara luas melalui karya-karyanya berupa lukisan. Moses telah melakukan banyak pameran, di dalam maupun luar negeri. Dia merupakan salah satu pelopor yang mengenalkan teknik palet di Indonesia. Tahun 2000, Moses membangun Mozes Misdy Museum & Art Gallery, di tanah kelahirannya, Banyuwangi. Sejak usia muda dia sudah mengakrabi dunia kesenian utamanya senirupa. Kegemarannya melukis telah membawanya menjadi pelukis yang diperhitungkan di kancah senirupa Indonesia bahkan manca negara. Padahal Moses tidak pernah sedikit pun mengenyam pendidikan formal di sekolah senirupa. Tapi kualitas, teknik, dan goresannya telah melampaui para pelukis lulusan akademi/sekolah tinggi senirupa. Di Indonesia, nama Moses tercatat sebagai salah satu pelopor yang mengenalkan teknik palet dalam melukis, yaitu tidak menggunakan kuas melainkan pisau palet. Kekhasan dari teknik ini, penikmat lukisan seperti disuguhkan lukisan tiga dimensi, di mana dalam lukisan itu terdapat tonjolan serupa relief yang dioleskan dengan pisau palet. Moses mengawali debutnya sebagai pelukis saat mengadakan pameran tunggal di Kualalumpur, Malaysia, tahun 1969. Setelah itu, berturut dia berpameran di Darwin, Perth, Casuarina (Australia), hingga Bangkok hanya dengan bermodalkan 5 dollar. Tahun 2000, Moses membangun Mozes Misdy Museum & Art Gallery, di tanah kelahirannya, Banyuwangi yang difungsikan sebagai wahana pengkajian dan tempat pameran bagi para pelukis muda. Ketokohannya di kancah senirupa Indonesia telah menginspirasi banyak pihak. Moses dianggap sebagai maestro seni lukis. Salah satu pengagumnya, pelukis Retno Nagayomi (Surabaya), bahkan menulis buku tentang Moses Misdy berjudul Mozes Misdy, Ekspresionisme of Mozes in Unity yang terinspirasi dari pameran yang diselenggarakan di gedung Kementerian Pekerjaan Umum (2012).



LUKISAN DAN BIOGRAFI SRIHADI SOEDARSONO



Baris, The Warior- The Energy of Love And Peace, Srihadi Soedarsono , Oil on canvas, 2012



Salah satu pelukis maestro kebanggaan Indonesia, Srihadi Soedarsono yang lahir disebuah kota Budaya Surakarta, pada 4 Desember 1931, beliau adalah diantara pelukis terkenal Indonesia yang karyanya banyak diburu kolektor baik dalam dan luar negeri. Nama lengkap Prof. KRHT H. Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo, MA pernah diangkat menjadi anggota Tentara Pelajar pada rentang tahun 1945 hingga 1948 sebagai wartawan pelukis yang menciptakan poster-poster untuk Balai Penerangan Divisi IV BKR/TKR/TNI di Solo. Karier militernya berakhir tahun 1948 ketika terjadi rasionalisasi dengan pangkat sersan mayor dan bersekolah lagi di SMA II Surakarta. Pada periode 1947-1952 bergabung dalam Seniman Indonesia Muda di Solo dan Yogyakarta; sejak awal berdiri tahun 1950, sebagai anggota aktif dalam pembentukan Himpunan Budaya Surakarta di Solo. Juga aktif mengikuti pameran-pameran seni rupa di Solo dan Yogyakarta. Pada tahun 1952 ia mulai memasuki pendidikan seni di Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung). Pada tahun 1955, ia juga menciptakan logo Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR). Logo berbentuk sebuah palette dengan kata-kata "SENI RUPA BANDUNG" dengan lambang Universitas Indonesia. Setelah Maret 1959, bentuk Ganesha menggantikan logo UI di palette tersebut. Ia lulus sebagai sarjana seni rupa dan diwisuda pada hari Sabtu, 28 Februari 1959, tepat dua hari sebelum Institut Teknologi Bandung diresmikan (Senin, 2 Maret 1959). Pada tahun 1960 Srihadi mendapatkan beasiswa dari ICA untuk belajar di AS untuk melanjutkan kuliah di Ohio State University hingga mendapat gelar master of art pada tahun 1962. Terakhir karyanya muncul dalam bentuk simplifikasi dengan garis horison yang kuat, selain juga lukisan figur-figur puitis yang terinspirasi ajaran Zen.



LUKISAN DAN BIOGRAFI DULLAH



"Persiapan gerilya" by Dullah, Medium: oil on canvas, Size: 178cm x 197cm



Pelukis Dullah lahir di Solo, Jawa Tengah, 17 September 1919, ia dikenal sebagai seorang pelukis realis. Corak lukisannya realistik. Mempunyai kegemaran melukis portrait (wajah) dan komposisikomposisi yang menampilkan banyak orang (group). Diakui, Dullah belajar melukis dari dua orang Gurunya yang sekaligus merupakan pelukis ternama, yaitu S. Sudjojono dan Affandi. Meskipun demikian corak lukisannya tidak pernah mempunyai persamaan dengan dua orang gurunya tersebut. Pernah dikenal sebagai pelukis istana selama 10 tahun sejak awal tahun 1950-an, dengan tugas merestorasi lukisan (memperbaiki lukisan-lukisan yang rusak) dan menjadi bagian dalam penyusunan buku koleksi lukisan Presiden Soekarno. Dullah juga dikenal sebagai pelukis revolusi, karena dalam karya-karyanya banyak menyajikan lukisan dengan tema-tema perjuangan selama masa mempertahankan kemerdekaan. Pada waktu perang kemerdekaan II, saat Yogyakarta diduduki oleh tentara Belanda pada 19 Desember 1949 hingga 29 Juni 1950, Dullah memimpin anak didiknya yang masih belum berumur 17 tahun untuk melukis langsung peristiwa-peristiwa selama pendudukan Yogyakarta sebagai usaha pendokumentasian sejarah perjuangan bangsa. Lukisan-lukisan yang dihasilkan ketika itu diulas di surat-surat kabar, bahkan oleh Affandi dinilai sebagai karya satu-satunya di dunia. Dullah merupakan salah seorang pelukis realis yang jarang berpameran. Tapi pamerannya bersama anak-anaknya di Gedung Agung (Istana Kepresidenan Yogya) tahun 1978, berhasil menarik puluhan ribu orang. Meskipun pameran diperpanjang satu hari, pintu gerbang Gedung Agung bagian Utara sempat pula jebol. Pameran itu dilanjutkan 20 Desember 1979 hingga 2 Januari 1980, di Aldiron Plaza, Jakarta. Banyak orang kecewa karena ia tak menjual lukisannya. Bagi Dullah, melukis adalah media untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Dullah termasuk pendiri Himpunan Budaya Surakarta (HBS). Kemudian didirikannya sebuah sanggar di Pejeng, Bali. Pada setiap pameran baik didalam atau diluar negeri, karya murid-muridnya ikut disertakan.