Nur Amri Yusuf Bahandi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA KOMODITI DI DESA KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR



SKRIPSI



Oleh : NUR AMRI YUSUF BAHANDI NIM. 115080101111010



PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018



KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA KOMODITI DI DESA KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR



SKRIPSI



Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya



Oleh: NUR AMRI YUSUF BAHANDI NIM. 115080101111010



PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018



LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI



Judul :



KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA KOMODITI DI DESA KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR



Nama Mahasiswa : NUR AMRI YUSUF BAHANDI NIM



: 115080101111010



Program Studi



: Manajemen Sumberdaya Perairan



PENGUJI PEMBIMBING Pembimbing 1



: Ir. Kusriani, MP



Pembimbing 2



: Asus Maizar S.H., SPi, MP



PENGUJI BUKAN PEMBIMBING Penguji 1



: Dr. Ir. Mulyanto, M. Si



Penguji 2



: Dr. Ir. Muhammad Musa, MS



Tanggal Ujian



: 27 April 2018



UCAPAN TERIMA KASIH



Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi besar Muhammad saw., karena berkat rahmat dan ridho-Nya, laporan skripsi dengan judul “Kajian Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur Dua Komoditi Dengan Tambak Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa Kupang, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan. Adapun ucapan terimakasih tak lupa saya persembahkan kepada pihak-pihak yang telah ikut serta dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya: 1. Kepada Ayah tercinta Muhammad Hanafi, Ibu tercinta Maryani, dan Adik tercinta Dina Akmalina, serta keluarga besar yang tak pernah lelah memberikan dukungan serta doa tanpa pamrih . 2. Kepada Ibu Ir. Kusriani, MP. selaku dosen pembimbing satu serta BapakAsus Maizar S.H., SPi, MP. selaku dosen pembimbing dua atas bimbingan, nasehat, serta pengetahuan yang telah diberikan.



3. Semua teman-teman MSP 2011 yang selalu memberikan dukungan, nasehat, masukan, dan pengetahuan baru dalam menyelesaikan skripsi ini.



4. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas bantuan moril maupun materiil hingga skripsi ini dapat terselesaikan.



Penulis juga berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak untuk pengembangan wawasan dimasa yang akan datang, Aamin.



RINGKASAN



Nur Amri Yusuf Bahandi. Kajian Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur Dua Komoditi Dengan Tambak Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa Kupang, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. (Dibawah bimbingan Ir. Kusriani, MP dan Asus Maizar S.H., SPi, MP). Indonesia adalah negara maritim, kurang lebih 70% wilayahnya terdiri dari perairan dengan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, merupakan wilayah pantai yang subur, kaya akan berbagai jenis sumber hayati dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Salah satu usaha untuk memanfaatkan kekayaan ini adalah dengan pemanfaatan budidaya laut yang memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi pangan dan gizi, kebutuhan akan pasar luar negeri untuk proses industri, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan petani serta meningkatkan devisa non migas yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia (Widyorini, 2010). Menurut Murachman, et al. (2010), wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan subur, sehingga memiliki daya tarik yang besar sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di tambak untuk udang, ikan bandeng dan atau udang dan ikan bandeng. Budidaya ikan merupakan kegiatan memelihara, membesarkan, dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Budidaya ikan dapat dilakukan secara polikultur yaitu budidaya ikan lebih dari satu jenis secara terpadu. Budidaya polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak diteliti dan dikaji karena dapat meningkatkan kulitas air, dengan diintegrasikannya Rumput laut (Gracilaria sp) kedalam kegiatan polikultur udang windu (Penaeus monodon Fab) dan ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) secara terpadu. Pada umumnya budidaya tradisional selalu mengedepankan luas lahan dan pasang surut,tanpa pemberian makanan tambahan, sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia secara alami. Biofisik merupakan tahap awal untuk memberikan suatu informasi dengan melihat bagaimana potensi tambak yang ditinjau dari parameter fisika, kimia dan biologi pada air dan tanah tambak untuk mengetahui seberapa baik kualitas air dan tanah tambak dalam mendukung produktivitas tambak. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan tambak tradisional polikultur ditinjau dari segi biofisik tambak yang akan mempengaruhi daya dukung tambak yang akan berdampak pada produktivitas tambak tersebut.Dengan mengetahui kondisi biofisik perairan di Tambak Kalialo maka akan dapat mengetahui potensi perairan tambak tersebut dalam upaya pengembangan budidaya tambak di Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifobservasi yang dilakukan secara langsung pada lokasi tambak. Teknik pengambilan data terdiri dari : data primer dari hasil pengamatan analisa kualitas air dan tanah, data sekunder dari gambaran umum daerah atau wilayah penelitian, standar baku mutu kualitas air dan tanah untuk tambak budidaya, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait. Pengambilan sampel air dilakukan di 4 lokasi (inlet, tengah kanan, tengah, dan outlet) pada 2 petak tambak dengan 3 kali pengulangan dalam rentang waktu seminggu sekali. Parameter kualitas air yang diukur antara lain parameter fisika meliputi suhu dan kecerahan, parameter



kimiameliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman (pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM), nitrat, dan orthofosfat, serta parameter biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman fitoplankton. Pengambilan sampel tanah dilakukan di 1 lokasi (tengah) pada 2 petak tambak tanpa pengulangan. Parameter kualitas tanah yang diukur antara lain tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), derajat keasaman (pH) tanah, potensial redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan fosfat. Selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan Water Quality Index (WQI) dan Soil Quality Index (SQI). Hasil pengukuran kualitas tanah parameter tekstur tanah tambak 1 : Liat berdebu, tambak 2 : Liat Lempung berdebu. Parameter BOT tambak 1 : 2,41 %, tambak 2 : 2,18 %. Parameter pH tanah tambak 1 : 7,27., tambak 2 : 7,48. Parameter potensial redoks tambak 1 : + 24,8 mV, tambak 2 : - 16,9 mV. Parameter KTK tambak 1 : 28,59 meq, tambak 2 : 37,83 meq. Parameter nitrat tambak 1 : 0,14 % tambak 2 : 0,12. Parameter fosfat tambak 1 : 49,35 mg/kg, tambak 2 : 56,12 mg/kg. Hasil perhitungan analisa Soil Quality Index (SQI) pada tambak 1 adalah 78,15 termasuk dalam kategori sangat baik, pada tambak 2 adalah 72,08 termasuk dalam kategori baik. Hasil penelitian kualitas tanah secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan sebagai media budidaya. Hasil pengukuran kualitas air parameter suhu tambak 1 : 28 – 29 oC, tambak 2 : 30-33 oC. Parameter kecerahan tambak 1 : 19 – 26,5 cm, tambak 2 : 35 - 45 cm. Parameter salinitas tambak 1 : 15-20 ‰, tambak 2 : 15-18 ‰. Parameter DO tambak 1 : 5,63 – 7,16 mg/l, tambak 2 : 7,03 – 9,13mg/. Parameter pH air tambak 1 : 7-8, tambak 2 : 8-9. Parameter amonia tambak 1 : 0,72 - 0,74 ppm, tambak 2 : 0,49 - 0,66 ppm. Parameter TOM tambak 1 : 12,6442,89 mg/l, tambak 2 : 12,67-39,18 mg/l. Parameter nitrat tambak 1 : 0,34-1,54 ppm, tambak 2 : 0,39 - 2,57 ppm. Parameter orthofosfat tambak 1 : 0,03-0,22 mg/l, tambak 2 : 0,03-0,35 mg/l. Parameter identifikasi plankton divisi Chlorophyta yaitu Dysmorphococcus, Oophila, Spirogyra, Palmellopsis, Chlorella, Ankistrodesmus, Rhizoclonium, Scenedesmus, Palmella, Pseudoschizomeris, Gonatozygon, Schizomeris, dan Crucigenia, divisi Cyanophyta yaitu Merismopedia, Spirullina, Oscillatoria, dan Gomphosphaeria, divisi Chrisophyta yaitu Synedra, divisi Euglenophyta yaitu Euglena. Parameter kelimpahan fitoplankton tambak 1 : 2.105 sel/l, tambak 2 : 1.105 sel/l, tambak 3 : 1.105 sel/l, tambak 4 : 2.105 sel/l. Parameter indeks keragaman fitoplankton tambak 1 : 2,403 H’, tambak 2 : 2,748 H’, tambak 3 : 2,188 H’, tambak 4 : 1,633 H’. Hasil perhitungan analisa Water Quality Index (WQI) pada tambak 1 adalah 47,17 termasuk dalam kategori sedang, pada tambak 2 adalah 45,83 termasuk dalam kategori sedang. Hasil penelitian kualitas air secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan sebagai media budidaya. Berdasarkan hasil analisa SQI dan WQI diketahui bahwa kondisi biofisik tambak dalam kondisi layak untuk budidaya. Kondisi biofisik tambak berpengaruh terhadap produktivitas tambak. Berdasarkan hasil yang diperoleh perlu dilakukan pengolahan air dan tanah yang lebih baik dari sebelumnya agar kondisi tambak tetap stabil dan bisa dimanfaatkan sebagai media budidaya serta dapat meningkatkan produktivitas tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.



KATA PENGANTAR



Puji



syukur



penulis



ucapkan



kepada



Allah



SWT



atas



rahmat



danhidayahNya-lah penulis dapat menyusun laporan skripsi yang berjudul Kajian Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur Dua Komoditi Dengan Tambak Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa Kupang, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Penulis sadar bahwa laporan skripsi ini masih terdapat kesalahan danmasih dimungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih baik, dari isi maupun cara penulisannya. Semoga laporan skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak dalam upaya meningkatkan fungsi dan proses belajar mengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.



Malang, Mei 2018



Penulis



DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN....................................................................................................



i



KATA PENGANTAR .......................................................................................



iiI



DAFTAR ISI .....................................................................................................



iv



DAFTAR TABEL .............................................................................................



vii



DAFTAR GAMBAR .........................................................................................



ix



DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................



x



1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Rumusan masalah .............................................................................. 1.3 Tujuan ................................................................................................. 1.4 Kegunaan ............................................................................................ 1.5 Waktu dan Tempat..............................................................................



1 4 6 6 7



2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Dukung Perairan ....................................................................... 2.2 Morfologi dan Ekologi Ikan Bandeng.................................................. 2.2.1 Ikan Bandeng............................................................................. a. Klasifikasi Ikan Bandeng ............................................................. 2.2.2 Udang Windu ............................................................................. b. Klasifikasi Udang Windu .............................................................. 2.2.3 Rumput Laut ............................................................................ c. Klasifikasi Rumput Laut ............................................................... 2.3 Potensi Budaya Komoditi .................................................................. 2.4 Budidaya Polikultur Komiditi ............................................................... 2.5 Pentingnya Kesesuaian Lingkungan Bagi Budidaya Poikultur ..........



8 9 9 10 11 11 12 13 14 15 17



3. MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian ................................................................................. 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 3.3.1 Teknik Pengambilan Data ......................................................... 3.3.2 Penetapan Lokasi Pengamatan ................................................ 3.4 Analisis Data ....................................................................................... 3.5 Analisis Kualitas Air ............................................................................ 3.5.1 Parameter Fisika........................................................................ a. Suhu ............................................................................................. b. Kecerahan .................................................................................... 3.5.1 Parameter Kimiia ..................................................................... a. Salinitas ....................................................................................... b. Derajat Keasaman (pH) Air.......................................................... c. Dissolved Oxygen (DO)...............................................................



20 20 20 20 21 23 27 27 27 28 28 28 29 29



d. Nitrat .............................................................................................



30



e. Orthofosfat ................................................................................... f. Pengambilan Sampel Plankton ................................................... g. Identifikasi Plankton ..................................................................... 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Kualitas Air Tambak ..................................................... a. Suhu ............................................................................................. b. Kecerahan .................................................................................... c. Salinitas ........................................................................................ d. Dissolved Oxygen (DO) ............................................................... e. Derajat Keasaman (pH) Air ........................................................ f. Amonia .......................................................................................... g. Total Organic Matter (TOM) ........................................................ h. Nitrat ............................................................................................ i. Orthofosfat ..................................................................................... j. Identifikasi Plankton ....................................................................... k. Kelimpahan Fitoplankton ............................................................. l.Indeks Keragaman Fitoplankton ..................................................... 4.2 Analisis Kelayakan Kualitas Air Tambak Berdasarkan Nilai Water Quality Index (WQI) ............................................................................. a. Tambak 1 ..................................................................................... b. Tambak 2 ..................................................................................... 4.3 Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak ............................................... a. Tekstur Tanah .............................................................................. b. Bahan Organik Tanah (BOT) ....................................................... c. Derajat Keasaman (pH) Tanah ................................................... d. Potensial Redoks ........................................................................ e. Kapasitas Tukar Kation (KTK) ...................................................... f. Nitrat ............................................................................................. g. Fosfat ........................................................................................... 4.4 Analisis Kelayakan Kualitas Tanah Tambak Berdasarkan Nilai Soil Quality Index (SQI) .............................................................................. a. Tambak 1 ..................................................................................... b. Tambak 2 .....................................................................................



30 31 31



33 33 34 35 35 36 37 38 38 39 40 41 42 43 43 44 45 45 46 47 48 49 49 50 51 51 52



5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 5.2 Saran...................................................................................................



53 53



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................



54



LAMPIRAN ......................................................................................................



59



DAFTAR TABEL



Tabel



Halaman



1.Kisaran parameter kualitas tanah sebagai pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak........................................................................................ 23 2.Kisaran parameter kualitas air sebagai pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak ....................................................................................... 24 3. Nilai dan bobot air sebagai parameter pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak........................................................................................ 24



4. Nilai dan bobot air sebagai parameter pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak........................................................................................ 25 5. Hasil Analisa Kualitas Air Tambak .............................................................. 33 6. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 1 ........................................... 43 7. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 2 ........................................... 44 8. Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak ......................................................... 45 9. Prosentase fraksi penyusun tanah .............................................................. 45 10. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 1 .......................................... 51 11. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 2 .......................................... 52



DAFTAR LAMPIRAN



LAMPIRAN



Halaman



1. Tabel Alat dan Bahan .................................................................................. 59 2. Hasil Perhitungan Parameter Kualitas Air ................................................... 61 3. Tabel Kelimpahan Fitoplankton ................................................................... 63 4. Tabel Indeks Keragaman Fitoplankton........................................................ 65 5. Klasifikasi Fitoplankton Yang Ditemukan Pada 2 Tambak Penelitian ........ 67 6. Perhitungan Analisa Water Quality Index (WQI) dan Soil Quality Index (SQI) ................................................................................... 70



1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim, kurang lebih 70% wilayahnya terdiri dari perairan dengan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, merupakan wilayah pantai yang subur, kaya akan berbagai jenis sumber hayati dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Salah satu usaha untuk memanfaatkan



kekayaan ini adalah dengan pemanfaatan



budidaya laut yang memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi pangan dan gizi, kebutuhan akan pasar luar negeri untuk proses



industri,



memperluas



lapangan



kerja,



meningkatkan



pendapatan



dan



kesejahteraan nelayan dan petani serta meningkatkan devisa non migas yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia (Widyorini, 2010). Berdasarkan catatan FAO pada tahun 2001, Indonesia menduduki peringkat ke enam sebagai negara penghasil produk perikanan di dunia, dengan penerimaandevisa sebesar USD 1,4 milyar. Karena itu, perhatian pemerintah dalam Program Peningkatan Export Hasil Perikanan (PPEHP) tahun2003 adalah usaha mengembangkan budidaya laut (sea farming). Produktivitasyang tinggi dari budidaya diharapkan dapat mengambil alih produksi perikanan tangkap melalui optimalisasi sumberdaya dan aplikasi sains. Arti penting dari kegiatan budidaya perairan yaitu suatu usaha dalam rangka meningkatkan hasil perikanan, seperti,restocking, stock enhancement, dan farmingbiota. Budidaya perairan dan perikanan merupakan kegiatanyang paling mungkin diterapkan mengingat tingkat produktivitas yang tinggi, baikpersatuan organisme, lahan maupun waktu (Kangkan, 2006). Menurut Murachman, et al. (2010), wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan subur, sehingga memiliki daya tarikyang besar sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan perikanan.Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di tambak untuk udang, ikan bandeng dan atau udang dan ikan bandeng. Budidaya ikan merupakan kegiatan memelihara, membesarkan, dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Budidaya ikan



dapat dilakukan secara polikultur yaitu budidaya ikan lebih dari satu jenis secara terpadu. Budidaya polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak diteliti dan dikaji karena dapat meningkatkan kulitas air, dengan diintegrasikannya Rumput laut (Gracilariasp) kedalam kegiatan polikultur udang windu (Penaeusmonodon Fab) dan ikan bandeng (Chanos chanosForsk) secaraterpadu. Pada umumnya budidaya tradisional selalu mengedepankan luas lahan dan pasang surut,tanpa pemberian makanan tambahan, sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia secara alami. Kemudian ditambahkan oleh Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), bahwa salah satu langkah memadukan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan adalah dengan melakukan polikultur Gracilaria dengan ikan bandeng dan udang. Masyarakat pesisir yang sudah lama membudidayakan ikan bandeng dan udang, tambaknya biasanya mengalami penurunan produksi, sehingga dapat dikenalkan sistem polikultur yaitu pola budidaya dua atau lebih jenis biota yang berkembang ditambak agar dapat menghasilkan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang optimal bagi kehidupan. Menurut Masak, et al., (2010), bahwa kendala dalam pengembangan budidaya adalah belum tersedianya data dan informasi yang akurat tentang luasan lahandan tingkat kelayakan lokasi untuk pengembangannya. Padahalberhasil tidaknya kegiatan budidaya sangat erat kaitannya dengan ketepatandalam pemilihan dan penentuan lokasi yangtepat. Secara umumpembudidaya masih menentukan lokasibudidaya berdasarkan optimasi yang subjektif yaitu sebatas perkiraan-perkiraan yang tidakdidukung oleh hasil kajian secara ilmiah dan profesional. Selain itu, aktivitas manusia turut membawa ancaman pada lingkungan pesisir. Menurut Dahuri (2006) dalam Suriadarma (2011), berbagai kegiatan



manusia dalam



bidang,pertanian, industri dan bahkan kelautan akhir-akhir ini banyak dilakukan di kawasan pantai. Sehinggaapabila tidak terkendali, aktivitas ini secara ekologis dapat menyebabkan berbagai kerusakan sumberdaya alam



dan lingkungan yang akan berakibat terhadap



penurunan kualitas lingkungan dikawasan pantai. Bahkan diindikasikan tingkatpencemaran



akibat limbah organik dan logam berat sudah melampaui ambang batas, sejak tahun 1972 dan cenderung meningkat. Desa Kupang merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Jabon, Sidoarjo yang penduduknya mengembangkan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab) dan Rumput laut Gracilariasp. Namun kemajuan kegiatan budidaya tersebut kurang diimbangi oleh infrastruktur jalan yang memadai, disamping itu aktivitas manusia diduga telah menurunkan kualitas lingkungan di pesisir yang mempengaruhi lingkungan budidaya. Menurut Corporate Social Responsibility (CSR)Kabupaten Sidoarjo (2014), luas lahan budidaya tambak di Kecamatan Jabon seluas 4144 hektar. Hingga tahun 2013, luasan tambak budidaya yang masih aktif di Desa Kupang sekitar 601 hektar. Kemudian ditambahkan oleh Yuniar, et al.,(2010), bahwa semenjak tahun 1990, wilayah pesisir disekitar muara sungai Porong telah mengalami perubahan



lingkungan.Perubahanlingkungan



wilayah



pesisir



tersebut



disebabkan



tercemarnya sungai Porong oleh limbah pabrik yang berada di sekitar Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, pencemaran sungai Porong juga disebabkan oleh pembuangan lumpur Lapindo ke Selat Madura, sehingga telah menimbulkan berbagai permasalahan fisik,



sosial



maupun ekonomi bagi wilayah pesisir Kecamatan Jabon. Dalam rangka membantu para petambak di Desa Kupang terkait kebutuhan data dan informasi tentang tingkat kesesuaian lingkungan bagi kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput Laut (Gracilaria sp), maka perlu adanya penelitian mengenai analisis kesesuaian/daya dukung lingkungan bagi kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut Gracilaria sp. Sehingga harapannya data dan informasi yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat menjadi rujukan bagi petambak dan pemerintah setempat dalam pengelolaan budidaya polikultur yang produktif dan berkelanjutan di wilayah tersebut.



1.2 Perumusan Masalah Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur merupakan salah satu desa yag melakukan kegiatan budidaya polikultur Ikan bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp). Salah satu kendala yang dialami oleh petambak di wilayah tersebut adalah masih minimnya data dan informasi tentang tingkat kesesuaian lingkungan untuk budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), disamping kendala teknis lain dan ancaman menurunnya kualitas lingkungan di pesisir. Oleh karena itu, perlu adanya suatu penelitian tentang kajiankualitas air pada tambakbudidaya bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp). Dari penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang tingkat kualitas air bagi kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos



Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan



Rumput laut (Gracilaria sp). sehingga harapannya dapat menjadi rujukan bagi petambak dan pemerintah setempat dalam pengelolaan budidaya polikultur yang produktif dan berkelanjutan di wilayah tersebut.Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :



Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian



Dari perumusan masalah dan kerangka penelitian yang telah diuraikan diatas, terdapat beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :



1. Apakah lingkungan tambak di Desa Kupang sesuai dan mendukung kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp) ? 2. Bagaimana kualitas perairan di Desa Kupang untuk kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp) ?



1.3 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan tambak tradisional polikultur ditinjau dari segi biofisik tambak yang akan mempengaruhi daya dukung tambak yang akan berdampak pada produktivitas tambak tersebut. Dengan mengetahui kondisi biofisik perairan di Tambak Kalialo maka akan dapat mengetahui potensi perairan tambak tersebut dalam upaya pengembangan budidaya tambak di Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.



1.4 Kegunaan Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mahasiswa Dapat



memperkaya



pengetahuan



dan



wawasan



tentang



analisis



kesesuaian



lingkunganbagi budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp). b. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Dapat menjadi kajian keilmuan yang menarik dalam berbagai forum ilmiah seperti seminar, kuliah tamu, diskusi ilmiah, workshop dan lain-lain, serta dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut tentang budidaya polikultur. c. Pemerintah Dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan terkait pengelolaan budidaya yang produktif dan berkelanjutan di Kabupaten Sidoarjo, khususnya di Desa Kupang. d. Masyarakat Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi petambak budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), Udang windu (Penaeus monodon Fab) dan Rumput laut Gracilaria sp.



1.5 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2016.Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua tambak polikultur, tepatnya di dusun Kalialo, desa Kupang, kecamatan Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, dan Laboratorium lingkungan dan bioteknologi perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.



1. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Daya Dukung Perairan Sebagaimana makhluk hidup lainnya, biota air membutuhkan lingkungan



yang



nyaman agar dapat hidup sehat dan tumbuh optimal. Bila lingkungan tersebut tidak memenuhi syarat, biota air dapat mengalami stres, mudah terserang penyakit yang akhirnya akan menyebabkan kematian. Untuk itu, seorang pembudidaya biota air tidak hanya dapat mengetahui parameter kualitas air saja,tetapi juga harus mengetahui dan memahami karakteristik air yang merupakan habitat (tempat hidup) biota air (Kordi dan Tancung, 2007). Menurut Gesamp (2001) dalam Ratnawati dan Asaad (2012), Undang-undang nomor 32 tahun 2009 menjelaskan bahwa pengertian dayadukung lingkungan hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untukmendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Daya dukungmerupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaansumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Konsep inidikembangkan untuk mencegah kerusakan atau degradasi sumberdaya alamdan lingkungan. Daya dukung merupakan istilah yang lebih umum untuk karakterlingkungan dan kemampuannya dalam mengakomodasi suatu kegiatan tertentuatau laju suatu kegiatan tanpa dampak yang tidak dapat diterima. Menurut Scones (1993) dalam Ratnawati dan Asaad (2012), membagi dayadukung menjadi dua yaitu daya dukung ekonomis dan daya dukung ekologisatau lingkungan. Daya dukung ekonomis adalah tingkat produksi (skala usaha)yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usahasecara ekonomi. Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewanpada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karenafaktor kepadatan serta terjadinya kerusakan lingkungan permanen.



2.2



Morfologi dan Ekologi Ikan Bandeng



2.2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) Menurut Susanto (2010), salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikanbandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enakdan gurih sehingga banyak digemari masyarakat.Selain itu, harganya juga terjangkau olehsegala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi danberkadar lemak rendah.Potensi akuakultur air payau dengan sistem tambak diperkirakan mencapai 931.000 hadan hampir telah dimanfaatkan potensinya hingga 100% dan sebagian besar digunakan untukmemelihara ikan bandeng (Chanos chanosForsk) dan udang (Penaeussp).Di beberapa tempat, ikan bandeng memiliki banyak nama, misalnya di Sumateradikenal dengan sebutanbanding,mulch, atauagam, di Bugis disebutbolu,di Filipina disebutbangos, dan di Taiwan disebutsabahi. Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), Ikan bandeng memiliki tubuh yang memanjang dan pipih serta berbentuk torpedo. Mulut ikan bandeng agak runcing, ekor bercabang dan bersisik halus.Habitat asli ikan bandeng adalah di laut, kemudian dikembangkan hingga dapat dipelihara pada air payau.Ikan bandeng termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhanmikroskopis, yang strukturnya sama dengan klekap di tambak. Klekap terdiri atas ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik, atau biasa disebut “Microbenthic Biological Complex”.Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan bukaan mulutnya.Hal tersebut diadaptasikan dalam kegiatan budidaya, yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami.Dalam budidaya ikan bandeng juga telah memanfaatkan penggunaan pakan buatan pelet.



Menurut Saanin (1968) dalam Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia (2011), klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) adalah sebagai berikut : Kingdom



: Animalia



Filum



: Chordata



Kelas



: Pisces



Sub kelas



: Teleostei



Ordo



: Malacopterygii



Famili



: Chanidae



Genus : Chanos Spesies



: Chanos chanos Forsk



Gambar 2.Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) (Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia, 2011)



Ikan bandeng merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam famili Chanidae dantermasuk ke dalam jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai didaerah dekat pantai atau litoral.Secara geografis, ikan ini hidup di daerah tropis maupun sub tropis pada batas 30-400°LS dan °LU. Penyebarannya mencakup areal perairan Indo Pasifik, mulai daripantai timur Afrika, pantai barat dan timur India, Asia tenggara, pantai utara Australia sampai ke pantai barat Kalifornia dan Meksiko.Di Indonesia, ikan bandeng sudah lama dikenal sebagai ikan yang banyak dipelihara di tambak.Pemeliharaannya tersebar hampir di seluruh pulau besar di tanah air, seperti Jawa, Sumatera,Kalimantan, atau Sulawesi. Selain di Indonesia, ikan bandeng juga banyak dipelihara di Filipina danTaiwan.



2.2.2 Udang Windu (Penaeus monodonFab.) Menurut Maharani,et al.,(2009),udang merupakan salah satu bahanmakanan sumber protein hewani bermutu tinggiyang sangat digemari oleh konsumen dalamnegeri maupun luar negeri karena memiliki rasayang sangat gurih dan karena kadarkolesterolnnya yang lebih



rendah



daripadahewan



mamalia.



Salah



satujenis



udang



yangmerupakan



primadonakomoditas ekspor nonmigas dari sektor perikanan adalah udang windu.Statistik ekspor hasil perikanantahun 2003 menunjukkan bahwa selama periode1999–2003, volume ekspor udang mengalamipeningkatan rata-rata sebesar 6 % per tahun,yaitu dari 109.651 ton pada tahun 1999meningkat menjadi 137.635 ton pada tahun 2003. Menurut Amri (2003), klasifikasi Udang windu (Penaeus monodon Fab.) adalah sebagai berikut : Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Kelas



: Crustacea



Ordo



: Decapoda



Famili



: Penaeidae



Genus : Penaeus Species



: Penaeus monodon Fab.



Gambar 3.Udang Windu (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2014b) Menurut Yuniarso (2006), secara morfologis tubuh udang terdiri dari dua bagian, bagian kepala danbagian dada (cephalothorax) serta bagian perut (abdomen). Udang windu hidup di dasar perairan, tidak menyukai cahaya terang danbersembunyi di lumpur pada siang hari, bersifat kanibal terutama dalam keadaanlapar dan tidak ada makanan



yang tersedia, mempunyai ekskresi amonia yangcukup tinggi dan untuk pertumbuhan diperlukan



pergantian



kulit



(moulting).



Pergantian



kulitmerupakan



indikator



dari



pertumbuhan udang, semakin cepat udang berganti kulitberarti pertumbuhan semakin cepat pula. Pada umumnya semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif pada malam hari (nokturnal), baik aktifitas untuk mencari makan dan reproduksi.Beberapa indera yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalahpenglihatan (sight), audio atau vibrio sense, thermosense dan chemosense. Menurut Armanda (2008) dalam Umami, et al.,(2012), Udang windu (Penaeus monodon Fab.) adalah jenis udang yang paling umum dibudidayakan diIndonesia, ukurannya dapat mencapai 34 cmdengan berat 250 gram. Salah satu kelebihan dariudang windu adalah pertumbuhannya cepat,tahan terhadap pengaruh lingkungan sepertisalinitas, dan suhu.Udang windu (Penaeus monodon Fab.) merupakan salah satu biota lautyang sering dikonsumsi oleh manusia.Kandungan logam berat yang terdapat di dalamtubuh udang terjadi karena udang memilikipergerakan yang relatif lambat untuk menghindardari pengaruh polusi air laut, selain itu jugakarena udang bergerak dan mencari makan didasar air, yang merupakan tempat terdapatnya endapan berbagai jenis limbah.Namun Udang windu amat sensitif terhadap masukan logam.Mekanisme masuknya logam Pb ke dalamtubuh udang dapat melalui proses pernapasan,absorbsi atau melalui pakan.



2.2.3 Rumput Laut Gracilaria sp Berdasarkan kandungan pigmen, terdapat 4 kelas



yaitu rumput laut hijau



(Chlorophyta),rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut cokelat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta). Rumput laut merupakan kelompok tumbuhan yang mempunyai sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh bagian tumbuhan disebut thallus, sehingga rumput laut tergolong tumbuhan tingkat rendah. Bentuk thallusrumput laut bermacam-macam yaitu bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut, dan sebagainya. Thallus ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus



dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur(calcareous), lunakbagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut(spongeous) dan lain-lain (Suparmi dan Sahri, 2009). Klasifikasi Gracilaria verrucosamenurut Dawes (1981) dalam Handriyani (2013) : Kingdom



: Plantae



Divisio : Rhodophyta Class



: Rhodophyceae



Ordo



: Gigartinales



Family : Gracilariaceae Genus : Gracilaria Species



: Gracilaria verrucosa



Gambar 4.Gracilaria verrucosa (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2014a)



Gracilariaverrucosa memiliki panjang sekitar 3-18 cm dan diameternya sekitar 1,5-4 mm. Bentuknya silinder, dengan percabangan yang tidak teratur. Selain itu, thallus Gracilariaverrucosa berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan sederhana hingga rumit. Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan. Gracilariaverrucosahidup di dasar perairan dengan melekatkan thallus pada substrat, yang umumnya pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu. Tanaman ini mampu hidup pada kedalaman 10-15 m pada salinitas 12-30 ppt (Ashriyani, 2009).



Menurut Komarawidjaja (2005), Rumput laut Gracilariaverrucosa ditemukan tumbuh baik pada perairan payau maupun perairan pantai. Lebih dari 16 spesies rumput laut ini ditemukan di berbagai belahan dunia yang beriklim tropis. Habitat Gracilariaverrucosa diantaranya tumbuh pada areal pasang surut dengan ciri lahan pasir berlumpur, perairan eutrofik, serta daerah sedimentasi. Rumput laut dapat tumbuh pada kisaran suhu 25–30oC, beberapa jenis Gracilariasp memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan perubahan salinitas antara 17-40 o/oo. Kemudian ditambahkan oleh Hoyle (1975) dalam Widyorini (2010), bahwa Gracilariaverrucosa mempunyai toleransi cukup luas terhadap faktor-faktor lingkungannya, dapat hidup di perairan yang tenang pada subtrat berlumpur, kisaran salinitas antara 5-43%o dan pH berkisar antara 6-9. 2.3 Potensi Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos), Udang Windu (Penaeus monodon) dan Rumput LautGracilariaverrucosa Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), bahwa budidaya ikan bandeng sudah ada sejak abadke-12, terutama di Pulau Jawa.Sampai saatini praktek-praktek budidaya ikan bandengmasih banyak yang menerapkan sistem tradisional dan polikultur dengan komoditasbudidaya lainnya, seperti Gracilaria dan udangwindu.Ikan bandeng selain menjadi makananbernilai gizi, juga telah menjadi komoditasekspor di Taiwan dan Tiongkok sebagaiumpan



untuk



ikan



tuna



(Thunnus



spp)



danCakalang



(Katsuwonus



pelamis).Budidaya bandeng di Indonesia menunjukkanprospek yang baik, dimana pada tahun 2008produksi bandeng mencapai 422.086 ton,lebih tinggi dari Filipina yang hanya 349.432ton. Kemudian produksi meningkat padatahun 2012 yaitu sebesar 482.930 ton. Menurut Iromo, etal., (2009), Indonesiapernah menjadi produsen udang windu papan atas di dunia pada tahun 1994 mampu mencapai angkaproduksi 300.000 ton/tahun (Produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambaksederhana mencapai 20 % dan tambak semiintensif sekitar 10 %), sedangkan mulaitahun1997 hingga sekarang produksi udang Indonesia mengalami penurunan yang tidaksedikit, yaitu kira-kira produksi pertahun berkisar antara 160.000–200.000 ton. Kemudian ditambahkan oleh WWF-Indonesia



(2014), bahwa Udang windu (Penaeus monodon) masihmenjadi salah satukomoditi perikananandalan di Indonesia.Jenis udang inimerupakan udang asli Indonesia yang telahdibudidayakan sejak beberapa dekade lalu. Menurut



Direktorat



Jenderal



Pengembangan



Ekspor



Nasional



Kementerian



Perdagangan Republik Indonesia (2013), perairan Indonesia merupakan perairan tropika yang kaya akan sumber daya plasma nutfah rumput laut berdasarkan ekspedisi oleh Van Bosse tahun 1899-1900 mencapai 555 jenis, membuat komoditas rumput laut menjadi salah satu hasil laut yang diunggulkan dan dikembangkan secara luas, tersebar di seluruhwilayah perairan Indonesia (mencapai 384,73ribu ha) dengan target produksi pada tahun 2014 sebesar10 juta ton.Luas indikatif lahan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya komoditas rumput laut Indonesia mencapai 769.452 ha. 2.4 Budidaya Polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput LautGracilariasp



Menurut Rimalia dan Kisworo (2013), bahwa rumput laut yang saat ini dibudidayakan oleh para pembudidayaIndonesia ada dua jenis yaitu Euchema cottonii dan Gracilaria sp. Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang berbeda. Euchema cottonii dibudidayakan dengan media air laut, sementara itu Gracilaria spdibudidayakan pada media air payau yang biasanya berupa tambak. Kemudian ditambahkan oleh Parenrengi, et al.,(2008) dalam Rangka dan Paena (2012), Rumput



laut



memiliki keunggulan



dibandingkan dengan komoditas perikanan budidaya lainnya antara



lain teknologi



budidaya yang sederhana, peluang pasar ekspor yang tinggi, penyerapan tenaga kerja yang tinggi, modalyang diperlukan relatif kecil, periode pemeliharaan yang singkat, produk olahan yang beragam, serta memiliki



fungsi produksi dan ekologis. Selain itu



pembudidaya tidak memerlukan kualifikasi ilmu tertentu sehingga dapat dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Beberapa keunggulan tersebut menjadi indikator positif dalam upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut.



Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), budidaya rumput laut Gracilaria dapat dikombinasikan dengan ikan bandeng atau udang.Gracilaria dapat berfungsi sebagai biofilter di tambak ikan bandeng atau udang. Ikan bandeng dapat memakan lumut yang menempel pada Gracilaria, sehingga Gracilaria yang dibudidayakan bersama ikan bandeng atau udang akan bersih dari lumut dan pertumbuhan lebih cepat.Disamping hasil panen



Gracilaria,



panen



bandeng



atau



udang



akan



menjadi



penghasilan



tambahan.Berdasarkan hasil riset dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros, budidaya polikultur Gracilaria, ikan bandeng, danudang pada lahan 1 ha tambak idealnya digunakan rasio 1,5 ton Gracilaria: 1.000 ekor gelondongan ikan bandeng : 5,000 ekor udang, sedangkan bila tanpa udang, idealnya digunakan rasio sebagai 2-2, yaitu 2 ton bibit Gracilaria : 2000 -2.500 ekor gelondongan ikan bandeng. Menurut Sunaryanto dan Ginting (2014), dalam polikultur three in one, udang yang dipelihara yaitu udang windu atau udang vanamei, sedangkan Rumput laut dari jenisGracillaria sp.



Dalam



polikultur ini, ikan Bandeng bersifatherbivora (pemakan



tumbuhan), udang bersifat karnivora (pemakansegala), sedangkan rumput laut Gracillaria berfungsi sebagai filter biologiyang mampu menyerap karbon dioksida (CO 2), penghasil Oksigen (O2) dantempat berlindung bagi ikan dan udang. Polikultur three in one ini baik untuk tambak yang dasarnya berpasir sedikit berlumpur dengankedalaman minimal 50 cm. Padat tebar masing-masing komoditas dalampolikultur three in one ini dalam satu hektar adalah dengan rasio 1 tonrumput laut : 1.500 ekor gelondongan Bandeng : 5.000 ekor tokolan udang(100 gr/m 2 rumput laut : 15 ekor Bandeng : 5 ekor udang/m 2).Tokolan udang ditebar setelah rumput laut berumur 10 hari,dengan padat penebaran 5.000 ekor/ha, seminggu kemudian barudilakukan penebaran gelondongan dengan padat penebaran 1.500ekor/ha. Pergantian



air



tambak



dilakukan



minimal



2



minggu



sekali.Secara rutin dilakukan pembersihan rumput laut yang tertimbun lumpur,dan bila pertumbuhan kurang baik dapat dilakukan pemupukan denganpupuk Urea dan TSP dengan dosis masing masing 50 kg/ha.Udang maupun bandeng tidak diberi pakan tambahan, tetapidibiarkan untuk memakan pakan alami yang ada di sekitar rumput



laut,baik yang berupa klekap maupun lumut/ganggang sebagai penyaing habitat rumput laut.



2.5 Pentingnya Kesesuaian Lingkungan Bagi Budidaya Polikultur Menurut Faqih (2003), Dalam hal teknis budidaya, kualitas hasil panen budidaya laut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan budidaya, dalam hal ini kualitas perairan di lokasi budidaya, karena pertumbuhan biota sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat. Pemilihan lokasi merupakan langkahpertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Kegagalan dalam menentukan lahan yang terbaik merupakan



kegagalan awal yang mungkin terjadi dalam budidaya



rumput laut. Begitupun untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk budidaya rumput laut, maka perlu adanya informasi mengenai kriteria atau parameter perairan untuk budidaya rumput laut. Menurut Kangkan (2006), permasalahan umum yang dihadapi oleh petambak adalah belum adanya nilai atau spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian perairan atau lokasi yang tepat bagi pengembangan budidaya. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimanakah daya dukung lingkungan perairan berdasarkan parameter fisik dan kimia, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akan diterapkan. Pemilihan lokasi budidaya tidak terlepas dari aspek bioteknis budidaya, yang didalamnya terdapat parameter ekosistem perairan sebagai daya dukung lingkungan dan non-teknis berupa dukungan aksesibilitas dan sosial-ekonomi masyarakat.Namum kenyataannya bahwa saat ini penentuan lokasi pengembangan budidaya lebih berdasarkan perasaan semata, perkiraan, dan coba-coba.Padahal data atau informasi tentang kelayakan lahan (sitesuitability) sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan pesisir. Menurut Ristiyani (2012), tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan air payau yang berlokasi di daerah pesisir.



Kegiatan budidaya tambak yang terus-menerus menyebabkan degradasi lingkungan, yang ditandai dengan menurunnya kualitas air.Kendala lingkungan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya diantaranya penataan wilayah atau penataan ruang pengembangan budidaya yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akibat pengelolaan yang tidak tepat, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dengan segala aspek komplikasinya dalam kurun waktu yang panjang.Analisis daya dukung perairan perlu dilakukan untuk mengetahuai kondisi dan kesesuaian lahan budidaya tambak di pesisir. Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), dalam menentukan lokasi budidaya Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forsk), Udang windu (Penaeus monodon), dan rumput laut Gracilariaverrucosa, ada beberapa aspek kelayakan yang perlu diperhatikan.



Aspek



kelayakan lokasi untuk budidaya Ikan Bandeng dan Udang windu yang perlu diperhatikan yaitu : a. Posisi lahan tambak sebaiknya terletak di antara pasang surut air laut, berguna bagi pengairan tambak yang mengandalkan mekanisme pasang surut air laut. Dekat sumber air, baik dari muara, sungai maupun langsung dari laut. Tidak terletak di daerah rawan banjir. b. Tanah tidak mudah bocor (porous), sehingga tambak dapat mempertahankan volume air. c. Tanah yang baik yaitu yang bertekstur lempung (komposisi liat, pasir dan debu berimbang) dan liat berpasir. d. Hindari tanah yang bersifat sulfat masam (kandungan pyrit tinggi). e. Pilihlah Lokasi yang jauh dari pencemaran, khususnya limbah yang mencemari sumber aliran sungai dan aliran laut. f. Pemilihan lokasi sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sehingga lokasi yang dipilih untuk budidaya rumput laut tidak terganggu atau menganggu kepentingan yang lain. g. Pemenuhan kriteria kelayakan teknis berdasarkan kualitas air, yaitulokasi budidaya berada di daerah pasang surut sehingga memudahkan untuk pergantian air secara



gravitasi, dasar tambak pasir berlumpur, terdapat sumber air tawar untuk memudahkan menurunkan salinitas sesuai dengan kebutuhan, bebas dari limbah pencemaran, tingkat kecerahan 40-60 cm, Kadar garam (salinitas) antara 15-30 ppt dan optimal pada salinitas 20-28 ppt, Suhu air berkisar antara 20-28 °C, pH berkisar antara 6-9. h. Sebaiknya memilih lokasi budidaya dimana kegiatan pengontrolan perkembangan rumput laut dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah.



3. MATERI DAN METODE PENELITIAN



3.1 Materi Penelitian Materi dalam penelitian ini adalah air dan tanah. Untuk materi air dilakukan pengamatan terhadap parameter antara lain parameter fisika meliputisuhu dan kecerahan, parameter kimiameliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman (pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman fitoplankton. Sedangkan untuk materi tanah dilakukan pengamatan terhadap parameter antara lain tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), derajat keasaman (pH) tanah, potensial redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan fosfat.



3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tentang evaluasi kelayakan tambak tradisional polikultur ditinjau dari segi biofisik tambak di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran 1.



3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifobservasiyaitu observasi dilakukan secara langsung pada lokasi tambak tradisional polikultur di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur guna mengetahui kondisi lapang secara langsung. Kondisi lapang yang dimaksud adalah keadaan tambak atau gejala-gejala yang berhubungan dengan penelitian yang nantinya akan membantu dalam pengumpulan data yang telah dirumuskan sebelumnya.



3.3.1 Teknik Pengumpulan dan Pengambilan Data Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil dua macam data yaitu data primer dan data sekunder.



a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari data hasil pengamatan dan analisa kualitas air dan tanah di tambak tradisional polikultur di Desa Permisan Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Analisa kualitas air yang dilakukan adalah parameter fisika meliputi suhu dan kecerahan, parameter kimiameliputisalinitas, Dissolved Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman (pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman fitoplankton.Analisa kualitas tanah yang dilakukan adalah parameter tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), pH tanah, potensial redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan fosfat.



b.



Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari gambaran umum daerah atau



wilayah penelitian, standar baku mutu kualitas air dan tanah untuk tambak budidaya, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait guna menunjang keberhasilan penelitian.



3.3.2 PenetapanLokasiPengamatan Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan hasil survei pendahuluan yang menitik beratkan pada perbedaan karakteristik dan keterwakilan lingkungan disekitar areal budidaya, kemudahan menjangkau titik sampling, serta efisiensi waktu dan biaya penelitian. Langkah awal sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu ditetapkan daerah-daerah tempat pengambilan sampel atau lokasi dengan melihat kondisi tambak agar memudahkan mekanisme pengambilan sampel.Pengambilan sampel air dilakukan di 4 lokasi (inlet, tengah kanan, tengah, dan outlet) pada setiap petak tambak yang terdiri dari 2 petak tambak (Gambar 1) dengan pengulangan sebanyak 3 kali dalam rentang waktu seminggu sekali.Sedangkan pengambilan sampel tanah dilakukan di 1 lokasi (tengah) pada setiap petak tambak yang terdiri dari 2 petak tambak (Gambar 2) tanpa pengulangan.



Dari hasil survei pendahuluan, ditetapkan sebanyak dua stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan yang dipilih adalah lokasi tempat petambak melakukan kegiatan budidaya polikultur. Karakteristik masing-masing stasiun pengamatan adalah sebagai berikut : 1.



Tambak 1



: Tambak polikultur ikan bandeng dan udang windu seluas 1 hektar dengan pola tradisional. Letaknya dekat dengan pintu air yang terhubung langsung dengan Sungai Alo.



2.



Tambak 2



: Tambak polikultur ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut (Gracilaria



verrucosa)



dengan



pola



tradisional.



Letaknya



bersebelahan dengan tambak 1.



Gambar 5. Stasiun Pengamatan Pada Penelitian (Google earth, 2016)



3.4 Analisis Data Data yang didapat di kelompokkan menjadi empat kelompok stasiun.Setelah didapat hasil perhitungan dilakukan rating klas kelayakan dengan nilai 99 (kategori baik) diberikan pada variabel atau parameter yang sangat mendukung dalam lingkungan tambak, nilai 66 (kategori sedang) diberikan pada variabel atau parameter yang mendukung dengan tingkat sedang dalam lingkungan tambak, dan nilai 33 (kategori buruk) diberikan pada variabel atau parameter yang kondisinya tidak mendukung dalam lingkungan tambak. Setiap variabel atau parameter dilakukan pembobotan berdasarkan studi pustaka untuk digunakan dalam penilaian atau penentuan tingkat kelayakan dalam tambak.Variabel atau parameter yang sangat berpengaruh dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme budidaya diberi bobot 3, variabel atau parameter yang berpengaruh sedang dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme budidaya diberi bobot 2, dan variabel atau parameter yang lebih lemah pengaruhnya terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme budidaya diberi bobot 1.Untuk kisaran parameter kualitas air dan tanah sebagai pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2berikut :



Tabel 1. Kisaran Parameter Kualitas Tanah Sebagai Pendukung Kelayakan Untuk Budidaya di Tambak. Parameter



Bobot Baik (99)



Kisaran kualitas tanah Sedang (66) Buruk (33) Tanah 6,5 - 7 < 6,5 3,5 - 5 < 2 dan > 5



pH BOT (%)



3 3



7–8 2 - 3,5



Potensial redoks (mV) KTK (meq)



2



Positif



0 - (-150)



> (-151)



2



24 - 50



5 - 24



24



15 - 24



Tanah berpasir < 0,1 dan > 0,5 < 15



Referensi



Supratno (2006) Mindari dan Rosida (2011) Tianren (1985)



Mindari dan Rosida (2011) Hanafiah (2012) Mindari dan Rosida (2011) Hardjowigeno (1993)



Tabel 2. Kisaran Parameter Kualitas Air Sebagai Pendukung Kelayakan Untuk Budidaya di Tambak. Parameter



Bobot Baik (99)



Kisaran kualitas air Sedang (66) Buruk (33) Air 0,03 – 1,2 > 1,2



Orthofosfat (mg/l) Nitrat (mg/l) DO (mg/l) pH o Suhu ( C)



3



0,01 - 0,16



3 3 3 2



>2 4 – 10 6–7 25 – 35



1,0 - 1,9 3-4 7-9 36 - 65



Salinitas (ppt)



2



16 – 25



TOM (mg/l) Amonia (ppm) Kelimpahan fitoplankton Indeks keragaman fitoplankton (H’) Kecerahan (cm)



2 2 2 2



< 20 ≤ 0,1 5 10.10 5 15.10 sel/l >3



1 – 15 dan 25 – 34 20 – 40 0,1 - 0,2 5 5 1.10 - 10.10 sel/l 1-3



1



25 - 35



36 - 65



Referensi



Boyd (1990)



65 > 35



Agus (2008) Agus (2008) Agus (2008) Agus (2008)



> 40 ≥ 0,2 5 < 1.10 sel/l



Effendi (2003) Effendi (2003) Landner (1976)



65



Effendi (2003)



Agus (2008)



Penilaian kelayakan variabel pendukung pada penelitian ini berdasarkan pada tingkat pengaruhnya terhadap kondisi tambak dan persyaratan kehidupan organisme didalamnya. Nilai variabel (parameter kualitas air dan tanah) sebagai penyusun daya dukung lingkungan perairan tambak disajikan pada Tabel 3dan 4:



Tabel 3. Nilai dan bobot tanah sebagai parameter pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak. Parameter



Nilai min.



Nilai maks.



pH BOT Potensial redoks (mV) KTK (me/100g) Tekstur tanah Nitrat (%) Fosfat (mg/kg) TOTAL



33 33 33



99 99 99



33 33 33 33



Bobot dari prioritas



Bobot



Total nilai (maks.)



Total nilai (min.)



Tanah 3 3 2



0,16 0,16 0,11



15,6 15,6 10,4



5,1 5,1 3,4



99



2



0,11



10,4



3,4



99 99 99



3 3 3 19



0,16 0,16 0,16 1



15,6 15,6 15,6 99



5,1 5,1 5,1 33



Tabel 4.Nilai dan Bobot Air Sebagai Parameter Pendukung Kelayakan Untuk Budidaya di Tambak. Parameter



Nilai min.



Nilai maks.



Orthofosfat (mg/l) Nitrat (mg/l) Oksigen terlarut (mg/l) pH air o Suhu ( C) Salinitas (ppt) TOM (mg/l) Amonia (ppm) Kelimpahan fitoplankton Indeks Keragaman fitoplankton Kecerahan (cm) TOTAL



33



99



33 33



Bobot dari prioritas



Bobot



Total nilai (maks.)



Total nilai (min.)



Air 3



0,11



11,1



3,6



99 99



3 3



0,11 0,11



11,1 11,1



3,6 3,6



33 33 33 33 33 33



99 99 99 99 99 99



3 2 2 2 2 2



0,11 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07



11,1 7,4 7,4 7,4 7,4 7,4



3,6 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4



33



99



2



0,07



7,4



2,4



33



99



1



0,04



3,7



1,2



25



1



99



33



Parameter kualitas tanah yaitu fosfat dan nitrat mendapat bobot 3, hal ini karena orthofosfat sebagai unsur hara utama dan merupakan faktor pembatas karena ketersediaannya sedikit namun banyak dibutuhkan oleh plankton sebagai sumber energi dalam metabolisme sehingga berpengaruh langsung terhadap kedinamisan ekosistem tambak dan nitrat berfungsi sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.Tekstur tanah mendapat bobot 2 karena tekstur tanah merupakan gambaran fisik tanah yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap kemampuan absorbsi terhadap fosfor dalam lingkungan perairan. Sedangkan derajat keasaman (pH) tanah , bahan organik tanah (BOT), potensial redoks, dan kapasitas tukar kation (KTK) mendapat bobot 2 karena saling berpengaruh antara satu sama lain dalam membentuk proses kimiawi dalam tanah. Parameter kualitas air yaitu suhu diberi bobot 2, hal ini didasarkan pada fungsi suhu sebagai faktor pengontrol dalam lingkungan, yang berpengaruh langsung terhadap metabolisme, kelarutan gas di udara, dan percepatan proses penguraian bahan organik sebagai penyedia fosfor. Bobot 2 juga diberikan pada parameter kelimpahan dan indeks keragaman



fitoplankton,



karena



kelimpahan



fitoplankton



merupakan



gambaran



kemampuan daya asimilasi primer produksi dalam memanfaatkan unsur hara yang dihasilkan limbah budidaya sedangkan indeks keragaman sebagai indikasi produktivitas primer dalam perairan.Salinitas diberi bobot 2 karena salinitas mempunyai peran yang sangat penting terhadap tekanan osmotik air seperti osmoregulasi ikan bandeng (Chanos chanos).Derajat keasaman (pH) air juga diberi bobot 2, karena pH air berfungsi sebagai directing factor dalam lingkungan karena pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan terutama bagi jasad renik.Sedangkan TOM yang berperan sebagai indikator untuk mengukur banyaknya bahan organik dalam ekosistem perairan karena adanya proses anabolisme unsur hara oleh organisme primer sehingga diberi bobot 2. Namun, kecerahan hanya diberi bobot 1 karena nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Oksigen terlarut yang berperan sebagai directing factor dan juga bisa berperan sebagai limiting factor, dalam ekosistem tambak oksigen terlarut mempunyai peran yang sangat kuat dalam menjaga keseimbangan sistem tersebut, sehingga diberi bobot 3 dalam penelitian ini. Berdasarkan rumus water quality indexdan rumus soil quality index maka di peroleh batas atas dan batas bawah interval kelayakan kualitas air dan tanah untuk budidaya menggunakan rumusWibowo (2012) sebagai berikut :



WQI =



(∑



)2



SQI =



(∑



)2



Dimana : WQI



= water quality index atau indeks kualitas air tambak



SQI



= soil quality index atau indeks kualitas tanah tambak



n



= indikator konsentrasi



q1



= nilai rating kualitas air dari indikator



w1



= berat dari indikator



Sedangkan untuk interval dari ketiga variabel ditentukan dengan menggunakan rumus interval hitung sebagai berikut : Panjang kelas interval =







Maka diperoleh nilai kelas kelayakan kualitas air dan tanah tambak untuk budidaya sebagai berikut : 76 - 100 : kualitas air dan tanah dalam kategori sangat baik. 51 –75 : kualitas air dan tanah dalam kategori baik. 26 - 50 : kualitas air dan tanah dalam kategori sedang. 0 – 25 : kualitas air dan tanah dalam kategori tidak baik.



3.5 Analisis Kualitas Air Analisis kualitas air yang diukur yaitu terdiri dari parameter fisika meliputi suhu dan kecerahan, parameter kimia meliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), derajat keasaman (pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman fitoplankton.



3.5.1 Parameter Fisika a.



Suhu Pengukuran suhu dengan menggunakan alat yaitu thermometer air raksa



dilakukandengancara: 1. Mencelupkanthermometerair raksa ke dalam perairan. 2. Membiarkan selama 3 menit. 3. Membaca skala pada thermometer raksa ketika masih di dalam air. 4. Mencatat hasil pengukuran dalam skala (°C)



b.



Kecerahan Menurut Hariyadi, et al.,(1992), pengukuran



kecerahan



perairan



dilakukan



menggunakan secchi disk dengan cara sebagai berikut : 1. Memasukkan secchi disk ke dalam perairan 2. Mengukur batas tidak tampak pertama kali dan dicatat sebagai d1 3. Memasukkan secchi disk ke dalam perairan 4. Mengangkat secchi disk secara perlahan-lahan 5. Melihat batas tampak pertama kali dan dicatat sebagai d2 6. Memasukkan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus : (



)



(



)



3.5.2 Parameter Kimia a.



Salinitas Pengukuran salinitas dengan menggunakan alat yaitu refrakto meter dilakukan



dengan cara: 1. Mengkalibrasi refraktometer dengan menggunakan aquadest pada kaca prismanya. 2. Membersihkan kaca prisma dengan menggunakan tissue secara searah. 3. Meneteskan 1 - 2 tetes air sampel pada kaca prisma. 4. Menutupkaca prisma dengan sudut kemiringan 45º agar tidak terdapat gelembung. 5. Mengarahkan refraktometer pada sumber cahaya. 6. Melihat skala salinitas pada refraktometer. 7. Mencatat hasil pengukuran.



b.



Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) air diukur dengan menggunakan pH paper dilakukan dengan



cara sebagai berikut: 1. Mencelupkan pH paper ke dalam perairan. 2. Mendiamkan selama kurang lebih 2 menit. 3. Mengangkat dan mengibaskan sampai setengah kering. 4. Mencocokkan dengan skala 1 - 14 yang tertera pada kotak standart pH. 5. Mencatat hasil pengukurannya.



c.



Oksigen terlarut (DO) Kadar oksigen terlarut (DO) suatu perairan dapat diukur dengan menggunakan



metode Winkler. Pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan metode Winkler dilakukan dengan cara: 1. Mengukur dan mencatat volume botol DO yang akan digunakan. 2. Memasukkan botol DO ke dalam air yang akan diukur oksigennya secara perlahanlahan dengan posisi miring dan diusahakan jangan sampai terjadi gelembung udara. Atau masukkan botol DO yang dibuka tutupnya ke dalam kammerer water sampler, tutupkammerer tersebut, lalu masukkan ke dalam air, bila botol telah penuh (diketahui dari bunyi selang) kemudian diangkat dari air, tutup botol DO ketika masih di dalam kammerertersebut dan keluarkan dari kammerer. 3. Membuka tutup botol yang berisi sampel dan menambahkan 2 ml MnSO 4 dan 2 ml NaOH+KI lalu bolak-balik sampai terjadi endapan kecoklatan. Biarkan selama 30 menit. 4. Membuang filtrat (air bening diatas endapan) dengan hati-hati, kemudian endapan yang tersisa diberi 1-2 ml H2SO4 pekat dan kocok sampai endapan larut. 5. Memberi 3 - 4 tetes amylum, mentitrasi dengan Na-thiosulfat (Na2S2O3) 0,025 N sampai jernih atau tidak berwarna untuk pertama kali. 6. Mencatat ml Na-thiosulfat yang terpakai (ml titran).



7. Menghitung kadar DO dengan rumus: DO (mg/l) = Dimana :



d.



V (titran)



: ml titrasi Na-thiosulfat



N (titran)



: normalitas Na-thiosulfat (0,025)



8



: menunjukkan nomor atom Oksigen



1000



: menunjukkan konversi dari l ke ml



Nitrat (NO3-) Pengukuran kadar nitrat perairan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:



1. Menyaring 25 ml air sampel dan tuangkan ke dalam cawan porselin. 2. Menguapkan diatas hotplate sampai kering (terbentuk kerak nitrat). 3. Mendinginkan sampel kerak. 4. Menambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik, aduk dengan spatula. 5. Mengencerkan dengan 2,5 ml aquadest. 6. Menambahkan NH4OH (1:1) sampai terbentuk warna. 7. Mengencerkan dengan aquadest sampai 25 ml. 8. Memasukkan dalam cuvet. 9. Mengukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm.



e.



Orthofosfat (PO43-) Menurut SNI (2005) dalam Hendrawati, et al. (2008), bahwa pengukuran orthofosfat



adalah sebagai berikut : 1. Memasukkan 25 ml air sampel kedalam gelas ukur dan tuangkan ke gelas erlenmeyer 2. Menambahkan 2 ml ammonium molybdate dan asam sulfat, lalu dihomogenkan 3. Menambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dan dihomogenkan. Warna biru akan timbul (10-12 menit) sesuai dengan kadar fosfornya. 4. Mengukur dengan spektrofotometer (panjang gelombang 690 µm).



f.



Pengambilan Sampel Plankton Prosedur pengambilan sampel plankton di perairan dilakukan sesuai dengan



langkah-langkah berikut : 1. Memasang botol film pada planktonet 2. Mengambil sampel air sebanyak 25 liter dan mencatat jumlah air yang disaring tersebut sebagai (W). 3. Menyaring sampel air dengan planktonet sehingga konsentrat plankton akan tertampung dalam botol film, dicatat sebagai (V). 4. Memberi lugol sebanyak 3 - 4 tetes pada sampel plankton dalam botol film untuk preservasi sampel sebelum pengamatan jenis dan kelimpahan plankton. 5. Memberi label pada botol film yang berisi sampel plankton.



g.



Identifikasi Plankton



Prosedur identifikasi plankton di laboratorium dilakukan sesuai dengan langkahlangkah berikut : 1. Mengambil object glass dan cover glass. 2. Mencuci dengan aquadest. 3. Mengeringkan dengan tissue (mengusap secara searah). 4. Mengambil botol film yang berisi sampel fitoplankton. 5. Mengambil sampel dari botol film dengan pipet tetes sebanyak 1 tetes. 6. Meneteskan pada object glass dan menutup dengan cover glass dengan sudut kemiringan 45o. 7. Mengamati dibawah mikroskop dimulai dengan perbesaran terkecil sampai terlihat gambar organisme pada bidang pandang. 8. Menggambar bentuk fitoplankton. 9. Menulis ciri-ciri plankton serta jumlah plankton (n) yang didapat dari masing-masing bidang pandang.



10.



Mengidentifikasi dengan bantuan buku Prescott (1978).



Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton dengan rumus sebagai berikut: ( ) Dimana : T



: luas cover glass (400 mm 2)



V



: volume konsentrat plankton dalam botol tampung (33 ml)



L



: luas lapang pandang dalam mikroskop (0,785 mm 2)



v



: volume konsentrat plankton dibawah cover glass (0,05 ml)



P



: jumlah lapang pandang (5)



W



: volume air sampel yang disaring (25 liter)



N



: jumlah plankton (sel/l)



n



: jumlah plankton dalam bidang pandang



Sedangkan untuk menghitung indeks keragaman menggunakan rumus Shannon-Weaver (Krebs,1985) sebagai berikut : ∑



[ ]



Dimana : H’



: indeks keragaman Shannon-Wiener



ni



: jumlah individu jenis ke 1



N



: jumlah total individu



Σ



: jumlah



[ ]



4. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Analisa Kualitas Air Tambak Hasil perhitungan parameterkualitas air yang telah dilakukan didapat data-data analisis seperti pada Tabel 5 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. No.



a.



Tambak



Parameter



1 2 3 4 5 6 7



Suhu ( C) Kecerahan (cm) Salinitas (‰) DO (mg/l) Ph Amonia (ppm) TOM (mg/l)



28 – 29 19 – 26,5 15 – 20 5,63 – 7,16 7–8 0,72 – 0,74 12,64 – 42,89



2 30 – 33 35 – 45 15 – 18 7,03 – 9,13 8–9 0,49 – 0,66 12,67 – 39,18



8 9



Nitrat (ppm) Orthofosfat (mg/l)



0,34 – 1,54 0,03 – 0,22



0,39 – 2,57 0,03 – 0,35



10



Kelimpahan fitoplankton (sel/l)



2.105 sel/l



1.105 sel/l



11



Indeks Keragaman fitoplankton (H’)



2,403 H’



2,748 H’



o



1



Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air.Suhu air



sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air.Suhu air berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi kimia di dalam air (Ahmad et al., 1998). Hasil pengamatan suhu dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa suhu pada tambak 1 adalah 28 – 29oC dan pada tambak 2 adalah 30-33 oC.Menurut Agus (2008), kisaran suhu yang baik bagi kehidupan biota di perairan adalah antara 25 - 35 oC,



kisaran suhu yang sedang bagi kehidupan biota di perairan adalah antara 36 oC - 65 oC, dan suhu yang buruk bagi biota adalah antara < 25 oC dan > 65 oC. Suhu pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa pada pengambilan sampel cuaca sangat cerah sehingga tambak mendapatkan sinar matahari secara maksimal namun masih dapat dimanfaatkan untuk kehidupan biota didalam tambak. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Upaya untuk mengatasi suhu tinggi adalah dilakukan pergantian air secara sirkulasi.



b.



Kecerahan Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan di



pengaruhi oleh kekeruhan air.Kekeruhan air sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota budidaya.Kekeruhan disebabkan zat-zat yang tersuspensi, seperti lumpur, senyawa organik dan anorganik serta plankton dan organisme mikroskopik lainnya. Kekeruhan menyebabkan sinar yang datang ke air akan lebih banyak dihamburkan dan diserap dibandingkan dengan yang ditransmisikan. Padahal sinar yang ditransmisikan ini sangat diperlukan oleh biota budidaya itu sendiri (Kordi dan Tancung, 2005). Hasil pengamatan kecerahan dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa kecerahan pada tambak 1 adalah 19 – 26,5 cm dan pada tambak 2 adalah 35 - 45 cm. Kisaran kecerahan yang baik untuk budidaya adalah 25 - 35 cm, kisaran yang sedang adalah 36 - 65 cm, dan kisaran yang buruk adalah < 25 cm dan > 65 cm (Effendi, 2003). Kecerahan pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa kecerahan pada tambak dalam kondisi optimum karena dapat menembus sampai ke dasar tambak.Menurut Ahmad et al., (1998), kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan berkisar antara 30 - 40 cm yang diukur menggunakan pinggan secchi. Dengan catatan kecerahan disebabkan oleh kepadatan plankton atau bahan organik bukan karena faktor



lainnya. Bila kecerahan hanya mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, pergantian air sebaiknya segera dilakukan sebelum fitoplankton mati berurutan yang diikuti penurunan oksigen terlarut secara drastis.



c.



Salinitas Menurut Kordi dan Tancung, (2005), salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan



garam yang diperoleh dalam air laut. Konsentrasi garam-garam jumlahnya relatif samadengan dalam setiap contoh air atau air laut, sekalipun pengambilannya dilakukan ditempat yang berbeda. Hasil pengamatan salinitas dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa salinitas pada tambak 1 adalah 15-20 ‰, pada tambak 2 adalah 15-18 ‰. Menurut Agus (2008), kisaran salinitas yang baik adalah 16 - 25 ‰, kisaran salinitas yang sedang adalah 1 - 15 ‰ dan 25 - 34 ‰, sedangkan salinitas yang buruk adalah > 35 ‰. Salinitas pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik. Menurut Kordi dan Tancung, (2005), salinitas optimal yang harus dipertahankan di tambak tergantung jenis ikan yang dibudidayakan.Namun, semua jenis ikan yang dibudidayakan di tambak (bandeng, baronang, kakap, kerapu dan nila) dapat hidup pada salinitas 10 - 35 ppt (part per thousand atau per mil).Bandeng, baronang dan kakap putih lebih cocok dipelihara pada air bersalinitas payau (10 - 20 ppt) dan pertumbuhannya cenderung lambat pada salinitas yang terlalu rendah (30 ppt).



d.



Dissolved Oxygen (DO) Ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan aktivitasnya, konversi pakan,



demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, karena hampir semua makhluk hidup memanfaatkan oksigen kecuali bakteri. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 mg/l beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya mulai menurun. Untuk itu, konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya



perairan antara 5 - 7 mg/l. Hanya ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan yang mampu hidup pada perairan yang kandungan oksigen rendah (Kordi dan Tancung, 2005). Hasil pengamatan DO dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa DO pada tambak 1 adalah 5,63 – 7,16 mg/l, pada tambak 2 adalah 7,03 – 9,13 mg/l. Menurut Agus (2008), kadar oksigen terlarut yang buruk bagi biota perairan adalah < 3 mg/l, kisaran oksigen terlarut yang sedang bagi biota perairan adalah 3 - 4 mg/l, dan kadar oksigen terlarut yang baik bagi biota perairan adalah > 4 mg/l. Menurut Banarjea (1967) menyatakan bahwa perairan dengan oksigen terlarut > 10 mg/l adalah tergolong produktif dan dianggap optimum bagi budidaya biota air. DO pada tambak 1 dan 2 dapat dinyatakan baik. Hal ini menunjukkan bahwa DO pada tambak dalam kondisi baik untuk budidaya dimana kandungan oksigen di dalam air yang dianggap produktif dan optimum bagi budidaya biota air adalah 4 - 10 mg/l. Menurut Barus (2001) menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh aktivitas organisme yang ada pada perairan tersebut termasuk aktivitas fotosintesis tumbuhan yang akan menghasilkan oksigen.



e.



Derajat Keasaman (pH) Air Menurut Kordi dan Tancung, (2005), derajat keasaman popular dengan sebutan pH.



Usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 - 9,0 dan kisaran optimal 7,5 - 8,5. Pengukuran pH umumnya dilakukan dengan kertas pH atau pH water tester. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa pH pada tambak 1 adalah 7 – 8 , pada tambak 2 adalah 8 – 9. Menurut Agus (2008), pH air yang baik adalah berkisar antara 6 - 7, pH air yang sedang adalah berkisar antara 7 - 9, dan pH air yang buruk adalah antara 9.Derajat keasaman (pH) di tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi sedang. Derajat keasaman (pH) yang terukur cenderung basa



karena pengambilan sampel pada siang hari dimana terjadi proses fotosintesis yang menyebabkan asam karbonat larut dalam air yang dapat menghasilkan H + dan pH basa juga dapat berpengaruh pada aktivitas organisme didalam tambak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa nilai pH air meningkat pada siang hari karena terjadi proses fotosintesa, sebaliknya pada malam hari nilai pH air menurun karena organisme dalam air melakukan respirasi. Derajat keasaman (pH) air jarang turun mencapai nilai dibawah 6,5 atau meningkat hingga mencapai nilai 9, sehingga efek buruk pada organisme jarang terjadi.



f.



Amonia Amonia yang terukur diperairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia bebas



tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH 4+) dapat terionisasi.Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Pada pH 7 atau kurang, sebagian amonia akan mengalami ionisasi. Sebaliknya pada pH yang lebih besar dari 7, amonia tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak (Effendi, 2003). Hasil pengukuran amonia dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa amonia pada tambak 1 adalah 0,72 - 0,74 ppm, pada tambak 2 adalah 0,49 - 0,66 ppm. Menurut Effendi (2003), kadar amonia yang buruk bagi biota perairan adalah ≥0,2 ppm, kadar amonia yang sedang bagi biota perairan adalah berkisar antara 0,1 - 0,2 ppm, dan kadar amonia yang baik bagi biota periaran adalah ≤0,1 ppm. Kandungan amonia di tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi kurang baik bagi budidaya.Hal ini disebabkan karena kondisi pH perairan yang juga dalam kondisi sedang. Sesuai dengan pernyataan Sihaloho (2009) bahwa toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang sedikit akan bersifat racun.



g.



Total Organic Matter (TOM) TOM menggambarkan jumlah bahan organik suatu perairan yang terdiri dari bahan



organik terlarut, dan bahan organik tersuspensi dan koloid. Kalium permanganate (KmnO 4) telah lama dipakai sebagai oksidator pada penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik, yang dikenal sebagai kandungan bahan organik atau Total Organic Matter(TOM) (Effendi,2003). Hasil pengukuran TOM dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa TOM pada tambak 1 adalah 12,64 - 42,89 mg/l, pada tambak 2 adalah 12,67 - 39,18 mg/lKandungan bahan organik yang 2 ppm, kadar nitrat yang sedang adalah berkisar antara 1,0 - 1,9 ppm, dan kadar nitrat yang buruk adalah 3 H’, kisaran indeks keragaman fitoplankton yang sedang adalah 1 – 3 H’, dan kisaran indeks keragaman fitoplankton yang buruk adalah < 1 H’.Indeks keragaman plankton pada tambak 1 dan 2 tergolong sedang.Menurut Viyard (1979) dalam Wibowo (2012),



keberadaan plankton baik jenis maupun jumlah terjadi karena pengaruh faktor-faktor berupa musim, nutrien, jumlah konsentrasi cahaya dan temperatur. 4.2 Analisis Kelayakan Kualitas Air Tambak Berdasarkan Nilai Water Quality Index (WQI) Hasil perhitungan dan peneraan parameter kualitas air yang merupakan variabel penentuan kelayakan untuk budidaya di tambak dari tambak 1dan 2 secara berurutan tersaji pada Tabel 6 dan 7 sebagai berikut. Tabel 6. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



11



Parameter o Suhu ( C) Kecerahan (cm) Salinitas (‰) DO (mg/l) pH Ammonia (ppm) TOM (mg/l) Nitrat (ppm) Orthofosfat (mg/l) Kelimpahan fitoplankton (sel/l) Indeks Keragaman fitoplankton (H’) Total WQI Kategori



Pengukuran 28 – 29 19 – 26,5 15 – 20 5,63 – 7,16 7–8 0,72 – 0,74 12,64 – 42,98 0,34 – 1,54 0,03 – 0,22 2.105 sel/l



Bobot 0,08 0,04 0,08 0,12 0,12 0,08 0,08 0,12 0,12 0,08



Nilai 99 99 99 99 66 33 66 66 66 66



Nilai Total 7,4 3,7 7,4 11,1 7,4 2,4 4,9 7,4 7,4 4,9



2,403 H



0,08



66



4,9 68,9 47,47 Sedang



Penilaian kualitas air pada tambak 1 berdasarkan water quality index (WQI) parameter suhu diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik. Parameter kecerahan diberi nilai 99 karena pada saat pengamatan hasil menunjukkan kisaran yang baik.Parameter salinitas diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat pengamatan menunjukkan kisaran yang baik. Parameter DO diberi nilai 99 karena hasil perhitungan DO menunjukkan pada kisaran yang baik. Parameter pH diberi nilai 66 karena dari pengamatan berada pada kisaran yang sedang. Parameter ammonia diberi nilai 33 karena pada saat pengamatan kadar ammonia menunjukkan hasil yang buruk. Parameter TOM diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang sedang.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang sedang.Parameter orthofosfat diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan



nilai orthofosfat menunjukkan kisaran yang sedang.Parameter kelimpahan fitoplankton diberi



nilai



66



karena



hasil



pengukurannya



menunjukkan



pada



kisaran



yang



sedang.Parameter indeks keragaman fitoplankton diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian berada pada kisaran yang sedang. Tabel 7. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 2 No 1 2 3 4 5 6 7



Parameter Suhu (oC) Kecerahan (cm) Salinitas (‰) DO (mg/l) pH Ammonia (ppm) TOM (mg/l)



8 9 10



Nitrat (ppm) Orthofosfat (mg/l) Kelimpahan fitoplankton (sel/l) Indeks Keragaman fitoplankton (H’) Total WQI Kategori



11



Pengukuran 30 – 33 35 – 45 15 – 18 7,03 –9,13 8–9 0,49 –0,66 12,67 – 39,18 0,39 – 2,57 0,03 – 0,35 6.105 sel/l



Bobot 0,08 0,04 0,08 0,12 0,12 0,08 0,08



Nilai 99 66 99 99 66 33 66



Nilai Total 7,4 2,45 7,4 11,1 7,4 2,4 4,9



0,12 0,12 0,08



66 66 66



7,4 7,4 4,9



2,092 H



0,08



66



4,9 67,65 45,77 Sedang



Penilaian kualitas air pada tambak 2 berdasarkan water quality index (WQI) parameter suhu diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik. Parameter kecerahan diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan hasil menunjukkan kisaran yang sedang.Parameter salinitas diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat pengamatan menunjukkan kisaran baik. Parameter DO diberi nilai 99 karena hasil perhitungan DO menunjukkan pada kisaran yang baik.Parameter pH diberi nilai 66 karena dari pengamatan berada pada kisaran yang sedang. Parameter ammonia diberi nilai 33 karena pada saat pengamatan kadar ammonia menunjukkan hasil yang buruk. Parameter TOM diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang sedang.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang sedang.Parameter orthofosfat diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan nilai orthofosfat menunjukkan kisaran yang sedang.Parameter kelimpahan fitoplankton diberi



nilai



66



karena



hasil



pengukurannya



menunjukkan



pada



kisaran



yang



sedang.Parameter indeks keragaman fitoplankton diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian berada pada kisaran yang sedang. 4.3 Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak Hasil analisa parameter kualitas tanah yang telah dilakukan didapat data-data analisis seperti pada Tabel 8 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 8. Hasil analisa kualitas tanah No.



Parameter



1



Tekstur tanah



2



Bahan Organik Tanah (%) pH tanah Potensial redoks (mV) Kapasitas Tukar Kation (meq) Nitrat (%) Fosfat (mg/kg)



3 4 5 6 7



Tambak 1 2 Liat berdebu Liat Lempung berdebu 2,41 2,18 7,27 + 24,8



7,48 - 16,9



28,59



37,83



0,14 49,35



0,12 56,12



a. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel tanah berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah. Kehalusan dan kekasaran bahan tanah pada perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah.Data hasil pengamatan tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 9 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 9. Prosentase fraksi penyusun tanah Pasir



Debu



Liat



Tambak 1



5.00 %



48 %



48 %



Tambak 2



6.00 %



54 %



41 %



Penentuan tekstur tanah dari komposisinya dilihat dengan menggunakan segitiga tekstur tanah seperti pada Gambar 3.Data yang didapat pada Tabel 9 diketahui bahwa



tekstur tanah pada tambak 1 adalah liat berdebu, sedangkan pada tambak 2 adalah liat lempung berdebu. Tanah yang baik untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berliat, tanah yang sedang untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berlempung, dan tanah yang buruk untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berpasir (Hanafiah, 2012).Tekstur tanah yang sangat sesuai untuk tambak adalah yang bertipe sedang dengan jenis tekstur lempung berpasir halus, atau lempung berdebu sampai pada yang bertipe halus dengan jenis tekstur liat berpasir atau liat berdebu.Sedangkan tanah yang bertipe kasar sangat tidak baik untuk tekstur tambak (Djaenudin etal., 1997). Tekstur tanah pada tambak 1 dalam sedang, dan pada tambak 2dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa tanah tambak masih bisa dimanfaatkan sebagai media budidaya karena tekstur tanah yang cenderung liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi. Menurut Andayani (2005), bahwa semakin tinggi presentase liat maka porositas tanah semakin kecil dan konduktivitas hidrauliknya semakin kecil pula. Ini berarti bahwa tanah berliat di lingkungan daerah penelitian dapat menahan hara dan air serta memiliki kemantapan agregat tinggi.



b. Bahan Organik Tanah (BOT) Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa pakan dan jasad renik tanaman dan binatang yang telah mati yang terdapat didalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena di pengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia.Tan (1991) dalam Sabang et al., (2008) menyebutkan bahwa bahan organik mempunyai peran penting di dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Hasil pengamatan bahan organik tanah (BOT) dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapat diketahui bahwa prosentase bahan organik tanah pada tambak 1 adalah 2,41 %,



sedangkan tambak 2 adalah 2,18 %.Menurut Mindari dan Rosida (2011), prosentase bahan organik tanah yang baik adalah 2 - 3,5 %, sedangkan yang sedang adalah 3,5 - 5 %, dan yang buruk adalah < 2 % dan > 5 %. Bahan organik tanah (BOT) pada tambak 1 dalam kondisi baik, demikian juga pada tambak 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah tambak dalam keadaan cukup baik untuk budidaya. Meningkatnyabahan organik tanah (BOT) disebabkan oleh konsumsi oksigen dasar, tingginya kadar amonia dan bakteri di dasar tambak dan kondisi ini dapat menggangu kenyamanan hidup organisme di tambak. Menurut Atmojo (2003), bahan organik dalam tanah adalah sumber utama nitrogen yang bersama-sama dengan fosfor dan kalium biasanya untuk pertumbuhan makanan alami. Makin tinggi kandungan bahan organik makin besar kandungan nitrogennya.



c. Derajat Keasaman (pH) Tanah Menurut White (1978) dalam Agus (2008) menjelaskan bahwa derajat keasaman (pH) tanah merupakan sifat kimia tanah yang penting bagi tambak.Derajat keasaman (pH) tanah mempunyai sifat yang menggambarkan aktivitas ion hidrogen. Reaksi kemasaman tanah dapat mempengaruhi proses kimia lainnya seperti ketersediaan unsur hara dan proses biologi dalam tanah. Hasil pengamatan pH tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.Data yang didapat diketahui bahwa pH tanah pada tambak 1 adalah 7,27 dan pada tambak 2 adalah 7,48. Menurut Supratno (2006), derajat keasaman (pH) tanah yang baik berkisar antara 7 - 8, pH tanah yang sedang berkisar antara 6,5 - 7, dan pH tanah yang buruk adalah < 6,5. Derajat keasaman (pH) tanah pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa pH tanah tambak masih dalam keadaan cukup baik untuk budidaya.Menurut Hardjowigeno (1993), pH tanah menentukan mudah tidaknya unsurunsur diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap tanaman pada pH tanah netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.Pada



pH masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al, sedangkan pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Ca.



d. Potensial Redoks Menurut Sunarmi et al., (2006), reaksi redoks adalah reaksi-reaksi dimana suatu molekul atau ion berubah dari kondisi lebih teroksidasi ke kondisi kurang teroksidasi melalui perpindahan elektron.Potensial redoks (Eh) merupakan kemampuan menerima elektron untuk semua senyawa redoks bilamana mereka dalam keadaan kesetimbangan kimia.Derajat keasaman (pH) dan bahan organik merupakan faktor yang mempengaruhi sistem redoks. Hasil pengamatan potensial redoks dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapat diketahui bahwa nilai potensial redoks pada tambak 1 adalah + 24,8 m, sedangkan pada tambak 2 adalah - 16,9 mV. Menurut Direktorat Pembudidayaan (2003) dalam Putra (2008), kisaran potensial redoks yang baik untuk budidaya adalah bernilai positif dalam satuan mili Volt sedangkan nilai yang optimal bagi tanah tambak adalah > + 250 mV. Nilai potensial redoks pada tambak 1 dalam kondisi baik, pada tambak 2 dalam kondisi sedang.Hal ini menunjukkan bahwa nilai potensial redoks pada tanah tambak dalam kondisi cukup baik untuk budidaya karena cenderung memiliki nilai Eh positif. Namun untuk nilai Eh negatif dibutuhkan pengelolaan tingginya nilai negatif potensial redoks tanah dengan cara sirkulasi air dan penggunaan probiotik secara periodik, sehingga akan mampu menekan pengaruh negatif yaitu menekan laju kandungan bahan organik air dan laju penurunan nilai potensial redoks. Menurut Notohadiprawiro (1998), potensial redoks mengukur kesanggupan suatu lingkungan memasok elektron kepada suatu pelaku oksidasi atau mengambil elektron dari pelaku reduksi, sedangkan pelaku reduksi mengalami oksidasi. Kemantapan sistem redoks dalam tanah ikut menentukan kemantapan reaksi tanah.



e. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah berpasir (Hardjowigenoet al., 2005). Hasil pengamatan kapasitas tukar kation (KTK) dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapat diketahui bahwa nilai KTK pada tambak 1 adalah 28,59 meq, sedangkan pada tambak 2 adalah 37,83 meq. Menurut Mindari dan Rosida (2011), perairan yang baik biasanya memiliki nilai KTK 24 - 50 meq.Untuk kondisi perairan yang sedang nilai KTK berkisar antara 5 - 24 meq.Jika nilai KTK < 5 meq maka tergolong perairan yang buruk. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa nilai KTK pada tanah tambak dalam kondisi optimum untuk budidaya karena tekstur tanah tambak yang cenderung liat sehingga lebih banyak humus dan memiliki KTK yang tinggi.Menurut Hakim et al., (1986), besar KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain ; reaksi tanah atau pH, tekstur tanah atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukan.



f.



Nitrat Nitrat (NO3) merupakan ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus



nitrogen.Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-tama menjadi amonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat.Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan didalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan (Tambunan et al., 2008). Hasil pengamatan nitrat tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.Data yang didapatkan diketahui bahwa nilai nitrat pada tambak 1 adalah 0,14 %, sedangkan pada tambak 2 adalah 0,12



%.Menurut Mindari dan Rosida (2011), kisaran nilai nitrat tanah yang baik adalah 0,2 - 0,5 %, untuk nilai kisaran nitrat tanah yang sedang 0,1 - 0,2 % dan nilai kisaran nitrat yang rendah < 0,1 dan > 0,5 %. Nilai nitrat pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi sedang.Namun nitrat pada tanah tambak masih dalam kondisi cukup baik untuk budidaya karena masih dapat ditoleransi oleh biota di dalam tambak. Nilai nitrat dipengaruhi oleh pH tanah yang cenderung asam dan menyebabkan proses nitrifikasi berjalan kurang baik sehingganitrat tidak banyak tersedia. Menurut Prasetyo et al., (2011) sebagian besar nitrat tanah berupa nitrat organik baik yang terdapat dalam bahan organik tanah maupun fiksasi nitrat oleh mikroba tanah dan hanya sebagian kecil (2,5%) berupa nitrat annorganik yaitu NH4+ dan NO3-. Nitrat pada tanah tergenang merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu.



g. Fosfat Unsur fosfor dalam tanah mempunyai kedudukan yang stabil, sebab fosfor dalam bentuk anorganis dan organis tidak mudah terbawa atau larut dalam air (Subarijanti, 2000).Hasil pengamatan fosfat tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapatkan diketahui bahwa nilai fosfat pada tambak 1 adalah 49,35 mg/kg, sedangkan pada tambak 2 adalah 56,12 mg/kg. Menurut Hardjowigeno (1993), kadar fosfat yang baik adalah > 24, yang sedang adalah 15 - 24, dan yang buruk adalah < 15. Nilai fosfat pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa fosfat pada tanah tambak dalam kondisi baik untuk budidaya karena pH tanah tambak masih pada kisaran yang baik utnuk terbentuknya fosfat dalam tanah.Menurut Hardjowigeno (1993) ketersediaan fosfat dalam tanah sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada pH tinggi P akan terikat dengan Ca2+ sehingga P akan menjadi rendah. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat yang tersedia



dalam tanah adalah dengan cara pengapuran untuk menghasilkan pH yang diinginkan (Hardjowigeno, 1993). 4.4 Analisis Kelayakan Kualitas Tanah Tambak Berdasarkan Nilai Soil Quality Index (SQI) Hasil perhitungan parameter kualitas tanah yang merupakan variabel penentuan kelayakan untuk budidaya di tambak dari tambak 1 dan 2 secara berurutan tersaji pada Tabel 10 dan 11 sebagai berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 10. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 1 No 1 2 3 4 5 6 7



Parameter Tekstur tanah BOT (%) pH tanah Potensial redoks (mV) KTK (meq) Nitrat (%) Fosfat (mg/kg) Total SQI Kategori



Pengukuran Liat Berdebu 2,41 7,27 + 24,8



Bobot 0,16 0,16 0,16 0,11



Nilai 99 99 99 99



Nilai Total 15,6 15,6 10,4 10,4



28,59 0,14 49,35



0,11 0,16 0,16



99 66 99



10,4 10,4 15,6 88,4 78,15 Sangat baik



Penilaian kualitas tanah pada tambak 1 berdasarkan soil quality index (SQI) parameter tekstur tanah diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter bahan organik tanah (BOT) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter pH tanah diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter potensial redoks diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter kapasitas tukar kation (KTK) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang sedang.Parameter fosfat diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.



Tabel 11. Hasil perhitungan analia SQI pada tambak 2 No 1



Parameter Tekstur tanah



2 3 4



BOT (%) pH tanah Potensial redoks (mV) KTK (meq) Nitrat (%) Fosfat (mg/kg) Total SQI Kategori



5 6 7



Pengukuran Liat lempung berdebu 2,18 7,48 - 16,9



Bobot 0,16



Nilai 66



Nilai Total 10,4



0,16 0,16 0,11



99 99 66



15,6 15,6 6,9



37,83 0,12 56,12



0,11 0,16 0,16



99 66 99



10,4 10,4 15,6 84,9 72,08 Baik



Penilaian kualitas tanah pada tambak 2 berdasarkan soil quality index (SQI) parameter tekstur tanah diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang sedang.Parameter bahan organik tanah (BOT) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter pH tanah diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter potensial redoks diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran sedang.Parameter kapasitas tukar kation (KTK) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang sedang.Parameter fosfat diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik. Data yang didapatkan dari hasil penilaian kualitas tanah pada 2 tambak di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Soil Quality Index (SQI) dapat disimpulkan bahwa pada tambak 1 dikategorikan dalam keadaan sangat baik, dan pada tambak 2dikategorikan dalam keadaan baik.Hasil penelitian kualitas tanah secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan sebagai media budidaya.Tanah dengan kondisi layak ini lebih mudah untuk pengelolaannya dalam upaya peningkatan produksi tambak tersebut sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan produktivitas yang tinggi.



5. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1



Kesimpulan Berdasarkan observasi lapang serta hasil analisa kualitas tanah dan air di tambak



tradisional polikulturUdang Windu (Penaeus monodonFab), Rumput laut (Gracilaria sp), dan bandeng (Chanos chanos) di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur didapat kesimpulan bahwa : 1.



Kondisi biofisik tambak berdasarkan hasil penilaian kondisi kualitas air dan tanah dengan menggunakan Soil Quality Index (SQI) dan Water Quality Index (WQI) dapat diketahui bahwa kondisi biofisik tambak di kategorikan dalam kondisi layak untuk budidaya.



2.



Ada pengaruh dari kondisi kualitas air dan tanah dengan menggunakan Soil Quality Index (SQI) dan Water Quality Index (WQI) terhadap hasil produksi bandeng dan udang windu, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan bandeng dan udang windu yang berada dalam kategori optimal karena kondisi kualitas air dan tanah yang layak untuk budidaya.



3.



Secara umum kondisi perairan pada tambak polikultur 1 dan tambak polikultur 2 masih dalam kondisi yang masih mendukung untuk kegiatan budidaya polikultur. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, kecerahan, pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), karbondioksida bebas (CO2 ), nitrat, orthopospat, TOM, dan kelimpahan plankton masih dalam kisaran yang normal untuk budidaya polikultur.



5.2



Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh perlu dilakukan pengolahan air dan tanah yang lebih



baik dari sebelumnya agar kondisi tambak tetap stabil dan bisa dimanfaatkan sebagai media budidaya serta dapat meningkatkan produktivitas tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen. 1



2



3



DAFTAR PUSTAKA



Agus, M. 2008. Analisis Carrying Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scilla sp) di Kabupaten Pemalang – Jawa Tengah.Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Ahmad, T., Erna, R., dan M. Jamil, R.Y. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta



Amri, K. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Jakarta; Agromedia Pustaka. Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan.Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Apridayanti, E. 2008.Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten Malang Jawa Timur. Jurusan Ilmu Lingkungan UNDIP. Semarang. Ashriyani,A. 2009.Pembuatan Bioetanol dari Substrat Makroalga Genus Eucheuma dan Gracilaria.Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok. Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya.Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Banarjea, S. M. 1967. Water Quality and Soil Condition of Fish Pond in Some Stages of India in Realtion to Fish Production, Indian J. Fish. 14 Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas Fitoplankton Sebagai Indikator Perubahan Lingkungan Tingkat Kesuburan Kualitas Perairan. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pons Aquaculture.Alabama Agriculture Experimental Station.Auburn University. Alabama. Davis, Charles C. 1955. The Marine And Fresh-Water Plankton. Michigan State University Press.



Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.2013. Rumput Laut Indonesia. Majalah Warta Ekspor Edisi September 2013.



Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A. Mulyani. 1997. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jogjakarta. Faqih, A. Rahem. 2003. Teknik Budidaya Udang Windu Pada Tambak Air Tawar. Fakulras Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. Ferianita, Melati-Fachrul, H.Haeruman, L.C. Sitepu.2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai BioIndikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta.Disampaikan dalam Seminar Nasional MIPA 2005 FMIPA-Universitas Indonesia.Depok. 24-26 November 2005. Jakarta. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hanafiah, Kemas Ali, M, S. 2012. Dasar-dasar Ilmu Tanah.PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Handriyani, R. 2013. Pengaruh Medium Yang Tercemar Amoniak.ADLN-Universitas Airlangga. Surabaya Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo. Jakarta. Hariyadi, S., Suryadiputra., B. Widigdo. 1992. Limnologi Metode Kualitas Air. Bogor; Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Haryanto.2010. Kualitas Air Tambak. http://haryanto.kualitas_air_tambak. Diakses pada tanggal 20 Maret 2014 pukul 14.00 WIB. Hendrawati., Prihadi, T.H., Rohmah, N.N. 2008. Analisis Kadar Phosphat dan N-Nitrogen pada Tambak Air Payau Akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1(3), tahun 2008: 135-143. Iromo, H., Azis., Saleh, I. 2009. Kajian Kondisi Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di Pulau Nunukan. Jurnal Elektronik UBT Harpoden Borneo II (2), Oktober 2009: 43-56. Kangkan, A.L. 2006.Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.Tesis.Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Komarawidjaja, W. 2005.Rumput Laut Gracilaria sp sebagai Fitoremedian Bahan Organik Perairan Tambak Budidaya.Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 6 (2): 410-415.



Kordi, K., M. Ghufron., dan Tancung, A. B. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Makasar. Landner, L. 1976. Eutrophication of Lakes.World Health Organization Regional Office for Europe.



Maharani, G. , Sunarti ., J. Triastuti ., dan T. Juniastuti.2009.Kerusakan dan Jumlah Hemosit Udang Windu (Penaeus monodon Fab) yang mengalami Zoothamniosis.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1(1):21-29.



Masak, P.R.P., Andi, I.J.A., Hasnawi., Andi, M.P., Mahatma, L. 2010. Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Gusung Batua, Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Ris. Akuakultur 5 (2), April 2010: 299-316. Mindari, W dan Rosida. 2011. Panduan Praktikum Kimia Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Surabaya. Murachman., N. Hanani., Soemarno., S.Muhammad. 2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), dan Rumput Laut (Gracillaria sp) Secara Tradisional. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 1 (1) : 1-10.



Notohadiprawiro, Tejoyowono. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prasetyo, B. H., J. S. Adiningsih, K. Subagyono, dan R. D. M. Simanungkalit. 2011. Mineralologi, Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah. Balittanah.litbang.deptan.fo.id/buku/tanahsawah/tanahsawah2.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2014 pukul 14.00 WIB. Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia. 2011. Ikan Bandeng. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Putra, N.S.S.U. 2008.Makalah Manajemen Kualitas Tanah dan Air dalam Kegiatan Budidaya.BBAP Takalar.Sulawesi Selatan. Rangka, N.A., Paena, M. 2012. Potensi dan Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Sekitar Perairan Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4 (2), November 2012: 151-159. Ratnawati, E dan Asaad, A.I.. 2012. Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaling,Kabupaten Barau,Provinsi Kalimantan Timur.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4(2): 175-185. Rimalia, A. Kisworo, Y. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Perairan Teluk Tamiang untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sistem Long Line.Jurnal Media Sains 6 (2), Oktober 2013: 117-122.



Ristiyani, D. 2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Perikanan Tambak di Pesisir Kendal,Jurnal Geo Image 1 (1) : 13-18.



Romimohtarto. Kasijan, Sri Juwana. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan.



Sabang, Rosiana. Rahmiyah dan Ilham. 2008. Perubahan Kandungan Bahan Organik Sedimen Sungai Marana Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur Vol.7 No.1. Sihaloho, Wira Susi. 2009. Analisa Kandungan Amonia Dari Limbah Cair Inlet dan Outlet Dari Beberapa Industri Kelapa Sawit. Karya Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Strin, J. 1981. Manual Methods in Aquatic Environment Research.Part 8 Ecological Assesment of Polution Effect. FAO, Rome, 70pp.



Subarijanti, H U. 2000. Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang.



Sunarmi, P.S. Andayani, Purwotiadiyanto. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Brawijaya Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya. Malang. Sunaryanto, A dan Ginting, S.P. 2014. Petunjuk Teknis Teknologi Sederhana Budidaya Ikan. Coastal Community Development Project dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Jakarta. Suparmi dan Sahri, A. 2009. Mengenal Potensi Rumput Laut : Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Rumput Laut dari Aspek Industri dan Kesehatan. Jurnal Sultan Agung 44 (118) : 95-116. Supratno, T. K.P. 2006.Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu.Tesis. Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang. Suriadarma, A. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisika Kimia terhadap Kualitas Lingkungan Perairan Wilayah Pesisir Karawang-Jawa Barat. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 21 (1) : 19-33. Susanto, E. 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos chanos Forsk.) Duri Lunak. Artikel. Penyuluhan bagi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Batang tanggal 27-28 Juli 2010. Tim Perikanan WWF-Indonesia. 2014a. Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp di Tambak : Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia. ___________________________. 2014b. BMP Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) : Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia. ___________________________.2014c. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) pada Tambak Ramah Lingkungan. Jakarta; WWF-indonesia. ___________________________.2014d. Budidaya Udang Windu Tanpa Pakan dan Tanpa Aerasi : Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia. Tambunan, Andar, Winston. 2008. Kajian Sifat Fisika dan Kimia Tanah Hubungannya Dengan Produksi Kelapa Sawit.Universitas Sumatra Utara. Medan.



Umami, F., Wisanti., Yuliani. 2012. Kerusakan Insang dan Pertumbuhan udang Windu (Penaeus monodon) di Tambak Keputih Surabaya yang Terancam Logam Timbal (Pb). Jurnal Lentera Bio 1 (1), Januari 2012 : 25-33. Wibowo, Nugroho. 2012. Evaluasi Kelayakan Tambak Ditinjau Dari Segi Biofisik Di Desa Kedungpeluk Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur.Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Widyorini, N. 2010.Analisis Pertumbuhan Gracilaria sp di Tambak Udang Ditinjau dari Tingkat Sedimentasi.Jurnal Saintek Perikanan 6 (1), Juli 2010: 30-36. Yuniar, D.W., Tunjung, W.S., Gunawan, P. 2010. Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir Terkait Pencemaran Kali Porong. Jurnal Tata Kota dan Daerah 2 (2), Desember 2010, Desember 2010: 63-74. Yuniarso, T. 2006. Peningkatan Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Daya Tahan Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Stadium pl 7 – pl 20 Setelah Pemberian Silase Artemia yang Telah Diperkaya dengan Silase Ikan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.