Makalah Anti Hipertensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN DISKUSI FARMAKOLOGI II (FAT-302) TENTANG STUDI KASUS ANTIHIPERTENSI



Anggota Kelompok B-3



1. Adjeng Yuliesa R



(051311133083)



2. Rahmah



(051311133087)



3. Risvina Dwi Budiastuti



(051311133091)



4. Anggriani Lidya Ningsih



(051311133095)



5. Nurul Widi Astutik



(051311133099)



6. Rachel Olivia Jovita



(051311133103)



7. Oscaria Pandhu P.



(051311133107)



8. Adi Naya Palguna



(051311133115)



9. Fitrotin Auliyah



(051311133119)



10. Maulidatul Islamiyah



(051311133127)



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016 BAB I 1



PENDAHULUAN A.



TENTANG KASUS Tn. C, 60 tahun, didiagnosis dokter hipertensi ( T 150/90 ) dan Cirrohosis Hepatis. Untuk mengatasi hipertensinya dokter memberi terapi Hidroclorothiazid ( HCT ) 1 × 25 mg. Bagaimana menurut Anda?



B.



TINJAUAN KASUS 1. HIPERTENSI Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. (Kementrian Kesehatan RI, 2014) 2. CIRROHOSIS HEPATIS Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. (Maryani, 2003) 3. TERAPI HIDROCLOROTHIAZID Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototype golongan tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain. (Farmakologi dan Terapi, 2007)



BAB II 2



TINJAUAN PUSTAKA A.



HIPERTENSI 1. PENGERTIAN Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. (Kementrian Kesehatan RI, 2014) Berikut ini adalah Faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi: 1. Genetik Adanya factor genetic pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan penurunan Nitrit Oksida (NO) yang dipicu oleh adanya polimorfisme dari gena NOS3. 2. Umur Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktif simpatik. Pengaturan tekanan darah, yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya berkurang, sedangkan peran ginjal juga berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun. 3. Obesitas Perubahan fisiologi dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas saraf simpatis dan system renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Pkonsumsi energy juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. 4. Merokok Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan resiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. 2. KLASIFIKASI HIPERTENSI



3



Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah seseorang dikatakan hipertensi jika TD ˃ 140/90 mmHg. Untuk pembagian yang lebih rinci, The Joint National Comitte on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC), membuat klasifikasi terbaru (JNC VII, 2003) sebagai berikut: Tekanan sistol/diastol (mmHg)



Kategori



140/90



Hipertensi



140-159/90-99



Stadium 1



>160/100



Stadium 2



Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi sekunder 1) Hipertensi Esensial Disebut hipertensi primer atau hipertensi idiopatik yaitu hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,kepekaan terhadap stress, resistensi insulin, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan adalah diet, kebiasaan merokok, obesitas, stres, emosi, dan lain-lain. 2) Hipertensi Sekunder Meliputi 5-10% kasus hipertensi yang terjadi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi yang diakibatkan karena penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin



kelainan saraf pusat, obat-obatan, dll. (Farmakologi dan



Terapi, 2007) 4. FARMAKOLOGI DASAR OBAT ANTIHIPERTENSI A. Diuretik 4



Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraselular. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Peneltian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretic belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretic dianjurkan untuk sebagian besar kasus kasus hipertensi ringan dan sedang. 1. Golongan Tiazid Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na + dan Cl- meningkat. Efek samping tiazid terutama dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. Tiazid juga dapat menyebabkan hiponatremia dan hipomahnesia serta hiperkalsemia. Obat yang termasuk golongan tiazid diantaranya adalah hidroklorotiazid, inndappamid, metolazon dan klortalidon. 2. Diuretik Kuat Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden bagaian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat absorpsi air dari elektrolit. Efek samping diuretic kuat hampir sama denga tiazid, kecuali bahwa diuretic kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium daran, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kalsium darah. Termasuk dalam golongan diuretic kuat anatara lain furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat 3. Deuretik Hemat Kalium Amilorid,



triamteren



dan



spironolakton



merupakan



diuretic



lemah.



Penggunaan terutama dalam kombinasi dengan diuretic lain untuk mencegah hipokalemia. Spironolakton merupakan antagonis aldosteron sehingga merupakan obat yang terpilih pada hiperaldosteronisme primer ( sindrom conn). Obat ini sangat berguna pada pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia dan dengan intoleransi glukosa. Efek samping spironolakton antara lain ginekomastia, mastodinia, dan gangguan menstruasi. (Farmakologi dan Terapi, 2007) B. PENGHAMBAT ADRENERGIK 1. Penghambat Adrenoseptor Beta Mekanisme antihipertensi antara lain: 1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; 2) hambatan sekresi 5



renin di sel sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II. Beta bloker dapat menyebabkan bradikardia, blockade AV, hamban nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Obata golongan beta bloker diantaranya, metoprolol, labetalol dan karvedilol. 2. Penghamabt Adrenoseptor Alfa Hambata reseptor alfa1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga



menurunkan



resistensi



perifer. Di



samping



itu,



venodilatasi



menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Efek samping diantaranya hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan dosia (fenomena dosis pertama), terutama dengan obat yang kerjanya singkat seperti prazosin. Efek samping lain, sakit kelapa, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat dan lain-lain. (Farmakologi dan Terapi, 2007) C. ACE INHIBITOR ACE-inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekressi aldosteron. Selain iu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Efek samping diantaranya hipotensi yang dapat terjadi di awal pemberian ACE-inhibitor, terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin tinggi. Pemberian herus berhatihati pada pasien dengan deplesi cairan dan natrium, gagal jantung atau yang mendapat kombinasi beberapa antihipertensi. Efek lain yatu batuk kering, hiperkalemia, gagal ginjal akut yang reversible dan lain-lain. (Farmakologi dan Terapi, 2007) B.CIRRHOSIS HEPATIS 1. PENGERTIAN Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan 6



seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun. (Maryani, 2003) 2. KLASIFIKASI CIRRHOSIS HEPATIS -



Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :



1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) -



Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :



1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus. (Maryani, 2003) 3. KOMPLIKASI CIRRHOSIS HEPATIS 1. Varises Esofagus Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam). 2. Peritonitis bacterial spontan Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu 7



jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. 3. Sindrom hepatorenal Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. 4. Ensefalopati hepatikum Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak. 5. Karsinoma hepatoselular Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena. (Agustin, 2013) 6. GEJALA Terdapat 2 gejala utama sirosis yaitu Hepatic Insufficiency dan Portal Hipertensi. Vasodilatasi perifer dan vasodilatasi splanchnic yang menyebabkan sirkulasi hiperdinamik merupakan salah satu bentuk gejala pada fase Hepatic Insufficiency dan Portal Hipertensi. Sirkulasi hiperdinamik dapat ditunjukkan dengan tekanan darah rendah, cardiac output yang tinggi, dan penurunan resistensi pembuluh darah perifer. (Joseph Lim et all, 2009) Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini : 1. Kegagalan Prekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites 4. Ensefalophati hepatitis Keluhan dari sirosis hati dapat berupa : a. Merasa kemampuan jasmani menurun b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan 8



c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap d. Pembesaran perut dan kaki bengkak e. Perdarahan saluran cerna bagian atas f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy) g. Perasaan gatal yang hebat Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkym hati yang masingmasing memperlihatkan gejala klinis berupa : 1. Kegagalan sirosis hati a. edema b. ikterus c. koma d. spider nevi e. alopesia pectoralis f. ginekomastia g. kerusakan hati h. asites i. rambut pubis rontok j. eritema palmaris k. atropi testis l. kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan) 2. Hipertensi portal a. varises oesophagus b. spleenomegali c. perubahan sum-sum tulang d. caput meduse e. asites f. collateral veinhemorrhoid g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni). (Maryani, 2003) 7. TERAPI Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 9



1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b.



Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin



c.



Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari -



Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.



-



Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.



-



Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.



3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti: 1. Astises 2. Spontaneous bacterial peritonitis 3. Hepatorenal syndrome 4. Ensefalophaty hepatic (Maryani, 2003) C.



HIDROCLOROTHIAZID 1. FARMAKODINAMIK Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan ormal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar tubulus 10



dan ditukar dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek utama farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule). Pada pasien hipertensi , tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehinggaa terjadi vasodilatasi. (Farmakologi dan Terapi, 2007) 2. FARMAKOKINETIK Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali, biasanya 3-6 jam sudah diekskresi dari badan. Klorotiazid dalam badan tidak mengalami perubahan metabolik. (Farmakologi dan Terapi, 2007) 3. INDIKASI Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain. Selain sebagai diuretik, tiazid member efek anti hipertensi berdasarkan penurunan resistensi pembuluh darah. (Farmakologi dan Terapi, 2007) 4. EFEK SAMPING Hidroklorotiazid dan diuretic tiazid lain dapat menyebabkan gangguan metabolism terutama pada dosis tinggi dapat menimbulkan hiperglikemi dan glikosuria pada pasien diabetes, hiperurisemia, dan ketidakseimbangan elektrolit yaitu hiponatremia dan hipokalemia. Hipokalemia meningkatkan efek digitalis pada otot jantung. (Martindale ed 36,2009) Gangguan elektrolit menyebabkan gangguan pada pembentukn H + sehingga amoniak tidak dapat diubah menjadi ion ammonium dan memasuki darah, ini merupakan salah astu factor penyebab terjadinya depresi mental dan koma pada pasien sirosis hepatis. (Farmakologi dan Terapi, 2007) 5. INTERAKSI 11



Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek diuretik tiazid karena kedua obat ini menghambat sintesis prostaglandin vasodilator di ginjal, sehingga menurunkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Probenesid menghambat sekresi tiazid ke dalam lumen tubulis. Akibatnya efektivitas tiazid berkurang. Hipokalemia yang terjadi akibat pemberian tiazid dapat meningkatkan risiko aritmia oleh digitalis dan obat-obat aritmia, sehingga pemantauan kadar kalium sangat penting pada pasien yang juga mendapat digitalis atau antiaritmia. Kehilangan kalium lebih lanjut misalnya pada keadaan diare, muntah-muntah atau anoreksia harus segera diatasi karena dapat memperbesar bahaya intoksikasi digitalis. Kombinasi tetap tiazid dengan KCl tidak digunakan lagi karena menimbulkan iritasi local di usus halus. Tiazid menghambat ekskresi litium sehingga kadar litium dalam darah dapat meningkat. (Farmakologi dan Terapi, 2007) 6. DOSIS Untuk terapi hipertensi, dosis awal 12,5 mg bisa diberikan, ditingkatkan 25-50 mg/hari jika diperlukan, dengan penggunaan tunggal atau kombinasi dengan antihipertensi lain. (Martindale ed 36,2009)



BAB III PEMBAHASAN Pada kasus ini, Tn. C, 60 tahun, didiagnosis dokter hipertensi (T 150/90) dan Cirrohosis Hepatis. Untuk mengatasi hipertensinya dokter memberi terapi Hidroclorothiazid (HCT) 1 X 25 mg. Hidroclorothiazid adalah salah satu contoh obat hipertensi yang termasuk dalam golongan obat diuretik golongan tiazid.. 12



Golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aril-sulfonamida (indapamid dan klortaridon). Mekanisme kerja Golongan tiazid, yakni bekerja dengan menghambat bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal sehingga ekskresi Na+ dan Clmeningkat. Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan K+ sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek utama farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule). Pada pasien hipertensi , tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi. Tiazid memiliki efek samping terhadap pasien sirosis hati. Antara lain tiazid mengakibatkan gangguan elektrolit, yang menyebabkan gangguan pembentukan H+ sehingga amoniak tidak dapat diubah menjadi ion ammonium dan memasuki sirkulasi darah., ini merupakan salah satu factor penyebab terjadinya depresi mental dan koma pada pasien sirosis hati (Farmakologi dan Terapi, 2009). Pasien sirosis hati juga beresiko hipokalemia bila mengonsumsi hidroklorotiazid. (Martindale ed 36,2009) Ditinjau dari penyakit yang diderita pasien, yakni hipertensi dan Cirrhosis Hepatis. Hipertensi yang diderita oleh pasien adalah tergolong hipertensi tingkat 1. Pemberian Hidroclorothiazid masih dapat diberikan kepada pasien



untuk



terapi hipertensi yang diderita namun harus disertai kombinasi dengan obat diuretic



hemat



kalium



agar



efek



hipokalemi



yang



disebabkan



oleh



hidroclorotiazid dapat diseimbangkan. Hipokalemia dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama kombinasi diuretic-nya adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid (Maryani, Sri. 2003) . 13



BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan kasus, Tn. C, 60 tahun, didiagnosis dokter hipertensi dan Cirrohosis



Hepatis.



Untuk



mengatasi



hipertensinya



diberikan



terapi



hidroclorothiazid 1 x 25 mg dan dengan kombinasi spironolakton dengan dosis paling rendah untuk mengurangi efek hipokalemi oleh hidroclorothiazid. Dosis spironolakton ditambahkan bertahap selama 3-4 hari.



14



DAFTAR PUSTAKA Agustin, Destiana. 2013. Skripsi: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis di Ruang PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Fakultas Ilmu Keperawatan. Program Studi Ners. Universitas Indonesia. Depok. Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



15



Joseph Lim, et all. 2009. Management and Treatment of Patients With Cirrhosis and Portal Hypertension: Recommendations From the Department of Veterans Affairs Hepatitis C Resource Center Program and the National Hepatitis C Program. Department of Veterans Affairs Medical Center, West Haven , Connecticut , USAand 2 Y ale University New Haven , Connecticut , USA. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta Selatan Maryani, Sri. 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. Thirty sixth Edition. Pharmaceticul Press. London.



16