7 0 369 KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik.Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri. Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi dari Peritonitis ? 2. Apa saja Etiologi dar Peritonitis ? 3. Apa saja Klasifikasi dar Peritonitis ? 4. Bagaimana Patofisiologi dari Peritonitis ? 5. Bagaimana Pathway / WOC dari Peritonitis ? 6. Apa saja Manifestasi Klinis dari Peritonitis ? 7. Apa saja Komplikasi dari Peritonitis ? 8. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik padaPeritonitis? 1
9. Bagaimana Penatalaksanaan pada Peritonitis ? 10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Peritonitis?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kulia Sistem Kegawat Daruratan, tentang ” Peritonitis ” 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui apa Definisi dari Peritonitis 2. Mengetahui Apa saja Etiologi dar Peritonitis 3. Mengetahui Apa saja Klasifikasi dar Peritonitis 4. Mengetahui Bagaimana Patofisiologi dari Peritonitis 5. Mengetahui Bagaimana Pathway / WOC dari Peritonitis 6. Mengetahui Apa saja Manifestasi Klinis dari Peritonitis 7. Mengetahui Apa saja Komplikasi dari Peritonitis 8. Mengetahui Apa saja Pemeriksaan Diagnostik pada Peritonitis 9. Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan pada Peritonitis 10. Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Peritonitis
2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum. Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ – organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ–organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ – organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik.Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan 3
timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri.
2.2 Etiologi Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis.Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen. Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah : 1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi 2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual. 3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia. 4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi. 5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
4
2.3 Klasifikasi Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Peritonitis bakterial primer. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. 2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. 3. Peritonitis non bakterial akut Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.Peritonitis bakterial kronik (tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau tractus urinarius. 4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa) Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.
5
2.4 Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi
satu
dengan
permukaan
sekitarnya
sehingga
membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan
curahjantung,
tapi
ini
segera
gagal
begitu
terjadi
hipovolemia.Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organorgan tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
6
2.5 PATHWAY / WOC Interna (appendicitis
Bakteri E. Coli, Pseudomonas,
Eksterna (trauma, operasi yg
perrforasi, tukak peptikum,
Streptococus, klebsiella)
tidak steril)
tumor, divetikulosis)
Invasi bakteri
Infeksi
Leukosit
Kontaminasi Bakteri
Peristaltic
Kompresi jaringan
Permeabilitas kapiler
Konstipasi
Lambung tertekan
Inflamasi
Usus mengalami
Distensi abdomen
peradangan
Akumulasi rongga
Penumpukan cairan dlm
abdomen
rongga peritoneum
paralysis
Mual muntah
Keb. Nutrisi
Nyeri
tidak terpenuhi
Kebocoran isi dari organ dalam abdomen masuk ke rongga peritoneum
Gg pemenuhan
Hipertermi
nutrisi
7
2.6 Manefestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada
setiap
gerakan
yang
menyebabkan
pergeseran
peritonium
dengan
peritonium.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
2.7 Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri) 1. Komplikasi dini a. Septikemia dan syok septic b. Syok hipovolemik c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system d. Abses residual intraperitoneal e. Portal Pyemia (misal abses hepar) 2. Komplikasi lanjut a. Adhesi b. Obstruksi intestinal rekuren
2.8 Pemeriksaan Diagnostik 1.
Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil 8
tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2.
Pemeriksaan X-Ray Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.Pemeriksaan radiologis
merupakan
pemeriksaan
penunjang
untuk
pertimbangan
dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3.
Posisi a. Tiduran
telentang
(supine),
sinar
dari
arah
vertikal
dengan
proyeksi
anteroposterior(AP). b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
2.9 Petanalaksanaan Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri. Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus.
9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Ny M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 01 November 2018, datang dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah Ny M post op Apendixitis. Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi dan kembung. sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan lelah. Klien mengatakan tubuh terasa panas sehingga klien sering keluar keringat.Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 2-3 hari, sehingga perutnya terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. Hasil inspeksi: membran mukosa kering, mata cekung, turgor kulit menurun., wajah tampak kemerahan, pasien terlihat menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut, hasil palpasi terdapat nyeri tekan abdomen, akral hangat. hasil perkusi terdapat nyeri ketuk dan bunyi hipertimpani. bissing usus tidak terdengar (Bunyi peristaltik = O). BB menurun sebelum sakit 75 kg waktu sakit 60 kg. Berdasarkan observasi TTV dihasilkan TD: 130/80 mmHg, N: 120 x/menit, S: 39OC. Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukosit: 15.000 sel µ/l. HB: 10 g/dl, dari hasil foto polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi, nilai elektrolit normal. Dx Medis: Peritonitis 3.1 Pengkajian: 1. Anamnesa -
Nama
: Ny. M
-
Umur
: 25 tahun
-
MRS
: 01 November 2018
-
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
-
Dx Medis
: Peritonitis
10
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Pasien mengatakan nyeri abdomen, rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi disertai kembung. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Ny M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 01 November 2018, datang dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah Ny M post op Apendixitis, Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi disertai kembung. 2 hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan lelah, minum hanya 700 cc/hari. Klien mengatakan tubuh terasa panas sehingga klien sering keluar keringat.Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 2-3 hari, sehingga perutnya terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan dahulu memiliki riwayat Apendixitis dan sudah di operasi. d. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dan tidak memiliki riwayat penyakit menular.
3. Pemeriksaan fisik a. B1 (Breating) : - Inspeksi
: dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu napas
- Palpasi
: fokal fremitus kanan kiri sama
- Perkusi
: sonor
- Auskultasi
: vesikuler, tidak ada suara tambahan
b. B2 (Blood)
:
- Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
: PMI teraba 11
- Perkusi
: pekak
- Auskultasi
: S1, S2 terdengar bunyi tunggal
c. B3 (Brain)
:
Inspeksi
: Kesadaran composmentis (3-4-5),membran mukosa kering, mata cekung, turgor kulit menurun., wajah tampak kemerahan.
d. B4 (Bowel)
:
- Inspeksi
: Simetris, kembung
- Auskultasi
: Bissing usus menghilang (bunyi perstaltik = o)
- Perkusi
: Hipertimpani, hepar dan lien redup
- Palpasi
: Hepar lien tidak teraba, gastritis positif, apendisitis negative
- Frekuebsi BAB
: 1 kali dalam 2-3 hari
- Konsistensi feses
: Keras
e. B5(Bladder) : - Frekuensi BAK
: 1X/hari
- pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan lelah. f. Pemeriksaan penunjang - Leukosit
:
: 15.000 sel µ/l.
- HB: 10 g/dl - foto polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besarberdilatasi -
nilai elektrolit norma.
12
3.2 Analisa Data: NO
DATA DIAGNOSA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1
DS :
Invasi kuman
Pasien mengatakan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah post op Apendixitis. Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan berat), perut terasa kembung.
nyaman (Nyeri) Pertemuan Ag,AB Respon inflamasi pada peritonium Distensi abdomen Nyeri
DO: P : Nyeri dirasakan setelah 4 hari yang lalu setelah post op Apendixitis. Q: rasa nyeri ringan kadang juga berat,
(nyeri
sangat
mengganggu dan berat) R: Nyeri diarea seluruh dinding abdomen ( peritoneum ) S: Intesitas nyeri 7 T: Rasa nyeri terlokalisasi, nyeri kadang-kadang, lama nyeri bisa sampai 5 menit - TD : 130/80 mmHg, - N : 120 x/menit - foto
polos
abdomen
Gangguan Rasa
di
dapatkan usus halus dan usus besarberdilatasi
13
2.
DS : Pasien
mengatakan
ketika
kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi dan kembung.
Respon mediator kimia terhadap inflamasi
Hipertermi
Vasodilatasi pembuluh darah
DO: Peningktan suhu tubuh
- S: 39OC - Akral teraba hangat
Hipertermi
- Wajah tampak kemerahan - Leukosit 3.
: 15.000 sel µ/l.
DS: pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis dan perut terasa kembung. DO: - Pasien tampak lemah
Proses inflamasi peritoneum
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia Nausea, vomiting Intake nutrisi tidak adekuat
- BB menurun sebelum sakit 75 kg waktu sakit 60 kg - HB: 10 g/dl
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Gangguan Rasa nyaman (Nyeri) b.d peradangan/ inflamasi pada peritoneum 2. Hipertermi b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi pada peritoneum 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake nutrisi tidak adekuat.
14
3.3 INTERVENSI NO DATA DIAGNOSA 1.
Gangguan
NOC
NIC
Rasa ●Pain Level
-
nyaman (Nyeri) b.d ●Pain Control peradangan/ inflamasi peritoneum
1. Lakukan pengkajian secara
●Comfort Level pada Kriteria Hasil : 1. Mampu
mengontrol
nyeri
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
nyeri 2. Melaporkan bahwa nyeri
presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal
berkurang 3. Mampu mengenali nyeri 4. Menyatakan nyaman
Pain Management
setelah
dari ketidaknyamanan
rasa 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang
4. Kaji
kultur
yang
mempengaruhi respon nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Analgesic Administration 1. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat 2. Cek intruksi dokter tentang jenis
obat,
dosis,
dan
frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
15
2
Hipertermi
b.d ●Thermoregulation
respon
mediator Kriteria Hasil :
kimia
terhadap 1. Suhu
inflamasi
pada
peritoneum
Fever Treatment 1. Monitor
tubuh
dalam
dan
RR
mungkin
dalam 3. Monitor tekanan darah darah, nadi dan RR
rentang normal 3. Tidak
sesering
2. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal 2. Nadi
suhu
perubahan 4. Monitor penurunan tingkat
ada
warna kulit dan tidak ada
kesadaran
pusing
Temperature Regulation 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Monitor TD, nadi, dan RR 3. Monitor
tanda-tanda
hipertermi 3.
Nutrisi kurang dari Nutritional Status
Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi makanan Intake nutrisi tidak adekuat.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
and fluid intake Nutrional Status :nutrient intake Weight Control
menentukan jumlah
kalori
dan
nutrisi
3. Berikan informasi
1. Adanyapeningkatan badan
yang
dibutuhkan pasien
Kriteria Hasil :
berat
untuk
sesuai
dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
tentang
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring 1. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang
biasa
dilakukan
3. Mampu mengidentifikasi 2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda 3. Monitor kalori dan intake nutrisi manultrisi
16
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam. Radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ – organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ–organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ – organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi 4.2 Saran Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. kami mengucapkan terimah kasih kepada yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan malakah ini yang nantinya akan memberikan manfaat kepada kita semua.
17
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Inayah, Iin Skp. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika Nanda. 2002. Diagnosa Keperawatan Nanda : Definisi dan Klasifikasi 2001-2002: Diterjemahkan oleh Mahasiswa PSIK-B UGM Angkatan 2002. Juanda, Edy. 1999. Penyakit Pencernaan. Bakti Mulia :Surabaya. Suesmasto, Atiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesulapius
18