Makalah Budi Pekerti Kel.5 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BUDI PEKERTI MEMBIASAKAN TERTIB SOSIAL



Disusun Oleh: Kelompok 5 1. Amiratun Nisa’ (P07134221021) 2. Rossa Ananda Putri P07134221023) 3. Zepanya Panjaitan (P07134221024) 4. Diva Faryantina Rinzanie (P07134221032) 5. Zidni Zakiyah Inayati (P07134221039) 6. Syava Hemas Kasitho (P07134221040) 7. Daniel Yudhan Kriswardana (P07134221041 8. Zahra Indira Fitriasari (P07134221051) 9. Siska Candra Mukti (P07134221055)



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2020/2021 1



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, tim penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Makalah Budi Pekerti Membiasakan Tertib Sosial" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Budi Pekerti. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang pembiasaan tertib sosial bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Budi Mulyono selaku dosen Mata Kuliah Budi Pekerti. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Tim Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Yogyakarta, 29 Juli 2021



Tim Penulis



2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................................1 KATA PENGANTAR...............................................................................................................2 DAFTAR ISI..............................................................................................................................3 BAB I..........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN......................................................................................................................4 Latar Belakang Masalah..............................................................................................................4 Rumusan Masalah.......................................................................................................................5 BAB II........................................................................................................................................6 KAJIAN PUSTAKA ...............................................................................................................6 Membiasakan Tertib Sosial........................................................................................................6 BAB III.....................................................................................................................................12 ANALISIS MASALAH.........................................................................................................12 Masalah....................................................................................................................................12 Analisis Masalah......................................................................................................................12 BAB IV.....................................................................................................................................14 PENUTUP................................................................................................................................14 Simpulan..................................................................................................................................14 Saran.........................................................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15 LAMPIRAN.............................................................................................................................16



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Aristoteles manusia dianggap sebagai makhluk sosial atau zoon politicon yang artinya bersifat alami, yaitu manusia ingin berkelompok dan beraspirasi dengan yang lain sekalipun dari asosiasinya itu tidak selalu memberi manfaat bagi diri manusia itu sendiri. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa individu lain. Pada dasarnya manusia dikatakan makhluk sosial, karena manusia memiliki dorongan untuk saling berinteraksi dengan manusia lain, misalnya hidup berkelompok. Manusia hidup secara berkelompok karena memiliki kepentingan dan tujuan yang sama. Manusia berinteraksi dengan individu lain untuk saling membutuhkan atau memberikan bantuan. Mereka akan saling berinteraksi sosial dan membutuhkan aturan dan tata pergaulan untuk mencapai tujuan ketenteraman dan keseimbangan yang diinginkan. Untuk mencapai kebutuhan akan ketenteraman dan keseimbangan itu, manusia memerlukan adanya tertib sosial. Tertib sosial adalah istilah yang dipergunakan dalam ilmu sosiologi untuk menggambarkan kondisi kehidupan masyarakat yang terlindung, terjamin, dinamis, dan teratur, sebagai hasil hubungan yang berkaitan selang tindakan, nilai, dan norma dalam interaksi sosial. Dalam hal ini, masyarakat berperan berdasarkan dengan status dan perannya masing-masing. Dalam kehidupan bermasyarakat tata tertib sosial diatur berdasarkan nilai-nilai serta norma sosial sebagai pedoman perilaku anggota masyarakat agar kehidupan sosial menjadi tertib. Walaupun demikian, ada sebagian anggota masyarakat yang berperilaku tidak sejalan terhadap nilai-nilai dan sosial tersebut. Perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai dan norma sosial. Contohnya seperti tidak menghargai adanya perbedaan agama, ras, suku, budaya dan juga adat istiadat. Oleh karena itu, untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib, maka perlu adanya pengenalan nilai-nilai serta norma sosial agar anggota masyarakat dapat 4



mengenal dan memahami tatanan nilai sosial tersebut. Proses pengenalan tatanan nilainilai serta norma sosial berlangsung selama masih ada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat agar keberlangsungan hidupnya dapat bertahan, sebab tanpa ketertiban sosial maka kehidupan sosial tidak akan bertahan lama. Manusia memiliki pemikiran yang berbeda – beda sehingga mempunyai kepentingan individu atau sendiri, dan juga manusia mempunyai kepentingan bersama yang mengharuskan adanya keamanan dalam masyarakat. Adapun yang memimpin kehidupan bersama, yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yaitu adalah peraturan hidup. Supaya dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya dengan aman dan tentram, juga damai tanpa gangguan. Maka, bagi setiap manusia memerlukan adanya suatu tata tertib sosial. Tata tertib sosial tidak terwujud dengan sendirinya akan tetapi melalui tertib sosial selalu diusahakan melalui dengan melakukan transfer nilai-nilai dan norma sosial melalui proses sosialisasi kepada masing-masing individu, warga, dan masyarakat sebab melalui proses sosialisasi ini nilai-nilai dan norma sosial akan ditanamkan ke dalam keyakinan tiap-tiap individu warga masyarakat. Oleh karena itu, warga atau masyarakat melakukan kontrol sosial yaitu dengan sarana-sarana pemaksa atau sanksi yang dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan ekonomi, fisik, atau juga psikis. Contoh sanksi fisik yang didapatkan adalah dipasung, dipukul, dicambuk, dll. Contoh sanksi ekonomi adalah didenda dll. Sedangkan, sanksi psikis yang didapatkan dapat berupa caci maki, hinaan, dikucilkan, dll. Dengan diadakannya kontrol sosial ini diharapkan dapat mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma, mengembangkan rasa malu, mengembangkan rasa takut, menciptakan sistem hukum, sehingga mewujudkan kehidupan masyarakat yang tertib aman dan juga damai. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu tertib sosial? 2. Bagaimana etika di ruang publik? 3. Apa saja nila-nilai sosial di ruang publik?



5



4. Bagaimana cara mebiasakan keteraturan sosial?



BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Etika di Ruang Publik Etika publik merupakan nilai-nilai yang menjadi acuan berinteraksi di ruang publik. Etika publik harus muncul dari kesepakatan bersama (bottom up). Etika publik bersifat mengikat  dan menjadi acuan semua pihak berinteraksi di ruang publik. Ruang publik adalah ruang yang berfungsi untuk tempat menampung aktivitas masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok, dimana bentuk ruang publik ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa bangunan (Rustam Hakim,1987). Menurut Carr dkk (1992), tipologi ruang publik penekanan kepada karakter kegiatannya, lokasi dan proses pembentuknya. Sedangkan menurut Roger Scurton (1984) setiap ruang publik memiliki makna sebagai berikut: sebuah lokasi yang didesain seminimal apapun, memiliki akses yang besar terhadap lingkungan sekitar, tempat bertemunya masyarakat/pengguna ruang publik dan perilaku masyarakat pengguna ruang publik satu sama lain mengikuti norma-norma yang berlaku setempat. Basis kehidupan warga dalam ruang publik adalah adanya informasi menyangkut fakta publik yang bersifat benar dan obyektif sehingga warga dapat membentuk pendapat (public opinion) secara rasional, untuk kemudian dapat ambil bagian (sharing) secara rasional dalam kehidupan publik. Informasi menyangkut fakta publik yang bersifat benar dan obyektif mendukung tumbuhnya rasionalitas dalam penghayatan nilai bersama (shared values) di ruang publik tentang hak warga. Sesuatu yang terjadi di ruang publik memiliki nilai yang dapat memperkaya pemahaman atas kehidupan. Pemaknaan dari isu-isu public diharapkan dapat mengasah memori kolektif di satu sisi, dan kritisisme warga di sisi lain. (SIREGAR,2008) Etika kepublikan menjadi landasan tindakan profesional dari setiap pelaku sosial, yaitu person yang memiliki peran dalam kehidupan publik. Pelaku semacam ini biasa disebut sebagai public figur, karena kedudukan dan perannya yang mempengaruhi



6



kehidupan publik (Istilah public figur dalam konteks peran di ruang publik dilihat dari pengaruhnya atas kehidupan publik, perlu dibedakan dari popularitas personal dalam dunia tontonan). Etika kepublikan sebagaimana setiap idealisasi, adalah penggambaran cita-cita ideal kehidupan publik. Idealisasi ini pada tahap fundamental ditandai dengan warga secara personal yang menyadari hak-hak eksistensialnya, kemudian disusul tahap berikutnya. ( SIREGAR,2008) Secara umum etika kepublikan bertolak dari nilai rasionalitas dalam menghadapi realitas di satu sisi dan di sisi lain intensi untuk menjaga rasionalitas khalayak. Dengan rasionalitas yang dimilikinya, jurnalis selalu mempertanyakan kebenaran setiap fakta dari realitas sosial yang dihadapi. Sikap mempertanyakan kebenaran setiap fakta itu akan tercermin melalui pilihan fakta dalam informasi yang disampaikan kepada publik. Publik diajak mempertanyakan kebenaran setiap fakta dari suatu realitas. Melalui upaya itu, jurnalis turut menjaga rasionalitas publik. Upaya menjaga rasionalitas ruang publik sudah tentu harus dikembalikan kepada idealisasi ruang publik itu sendiri. Ruang publik ditandai oleh keberadaan masyarakat sipil melalui berbagai institusi sosial yang dilandasi norma etika sosial yang memiliki batasan yang disepakati berdasarkan kaidah acuan nilai bersama dalam kehidupan publik. (SIREGAR,2008) Ruang publik ini memungkinkan terjadinya pertemuan antar manusia untuk saling berinteraksi. Karena pada ruang ini seringkali timbul berbagai kegiatan bersama, maka ruang-ruang terbuka ini dikategorikan sebagai ruang umum. ruang publik terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: (SIREGAR,2008) 1. Ruang publik tertutup : adalah ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan. Keberadaan ruang publik di lokasi studi kualitas ruang belum presentatif, terlihat komponen pembentuk ruang masih sederhana, lantaipun masih berupa tanah, tidak berdinding atap dari seng gelombang, struktur bangunan dari bahan bambu. Bangunan pos kamling (keamanan lingkungan) juga digunakan untuk ruang publik dan warung-warung makanan di tepi sungai Winongo. 2.



Ruang publik terbuka : yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space).



7



3. Ruang publik cyber merupakan bagian dari proses komunikasi dan advokasi publik. Ruang tersebut sebagai ruang inklusif (ruang yang digunakan bersifat tertutup dan terbatas), deliberatif (proses memperoleh keputusan melalui diskusi), dan juga partisipatif (keterlibatan public dalam mengambil keputusan dimana terjadi interaksi antar sesama) yang mendorong public untuk bisa berdiskusi satu sama lain (Jati, 2016) B. Nilai-Nilai Sosial di Ruang Publik Menurut Mertins Jr (2003) da empat hal yang harus dijadikan pedoman yaitu: Pertama, equality, perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini



didasarkan



atas



tipe



perilaku birokrasi



rasional



yang



secara



konsisten



memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status sosial, etnis, agama dan sebagainya. Memberikan perlakuan yang sama identik dengan berlaku jujur, suatu perilaku yang patut dihargai. Kedua, equity, perlakuan yang adil. Kondisi masyarakat yang pluralistik terkadang dibutuhkan perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama, terkadang pula dibutuhkan perlakuan yang adil tetapi tidak sama kepada orang tertentu. Ketiga, loyalty, kesetiaan yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain. Tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu yang mengabaikan yang lainnya.



Keempat, responsibility, setiap



aparat pemerintah harus siap menerima



tanggung jawab dengan tugas yang diberikan dan hasil yang dicapai. (Mashur Hasan Bisri dan Bramantyo Tri Asmoro) Prinsip-prinsip



etika



pelayanan



public atau nilai nilai sosial



yang



dikembangkan oleh Institute Josephson America, yang dikutip oleh antara lain : (Gie , 2006) 1. Jujur, dapat dipercaya, tidak berbohong, tidak menipu, mencuri, curang dan berbelit; 2. Integritas, memunyai prinsip, terhormat, tidak mengorbankan prinsip moral dan tidak bermuka dua;



8



3. Memegang



janji,



memenuhi



janji



serta



mematuhi



jiwa



perjanjian



sebagaimana isinya dan tidak menafsirkan isi perjanjian secara sepihak; 4. Setia, loyal dan taat pada kewajiban yang semestinya harus dikerjakan; 5. Adil, memperlakukan orang dengan sama, bertoleransi, menerima perbedaan serta berpikiran terbuka; 6. Perhatian, memperhatikan kesejahteraan orang lain, memberikan kebaikan ; 7. Hormat, menghormati martabat manusia, privasi dan hak menentukan nasib bagi setiap orang; 8. Kewarganegaraan,



bertanggungjawab



menghormati,



menghargai



dan



mendorong pembuatan keputusan yang demokratis; 9. Keunggulan, memperhatikan kualitas pekerjaan. 10. Akuntabilitas. Orang yang etis menerima tanggung jawab atas keputusan, konsekuensi yang diduga dari dan kepastian mereka, dan memberi contoh kepada orang lain; 11. Menjaga kepercayaan publik. Orang-orang yang berada disektor publik mempunyai kewajiban khusus untuk mempelopori dengan cara mencontohkan untuk men-jaga dan meningkatkan integritas dan reputasi prosses legislatif. C. Membiasakan keteraturan sosial Keteraturan sosial adalah realitas yang menggambarakan kehidupan masyarakat yang secara absolut mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga tercipta tertib sosial dapat dihihat dalam kehidupan masyarakat yang aman, dampai, saling menghormati, dan mengedepankan gotong royong. Oleh karena itulah keteraturan sosial dalam masyarakat dapat terbentuk melalui unsur-unsur yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat. Keteraturan sosial dapat tercipta dalam kehidupan masyarakat apabila telah terpenuhinya unsur-unsur tertib sosial, order, keajegan, dan pola (Muin, 2013:75-76).



9



D. Tertib Sosial (Social Order) Tertib sosial adalah kondisi kehidupan kelompok yang aman, dinamis teraur, yang ditandai dengan masing-masing anggota kelompok menjalankan kewajiban dan memperoleh haknya dengan baik sesuai dengan status dan peranannya. Tertib sosial memiliki ciri sebagai berikut: Terdapat suatu sistem nilai dan norma yang jelas. Sebuah sistem bisa didefinisikan sebagai sebuah perbedaan dari interaksi individu-individu dengan yang lainnya berdasarkan pembagian norma dan arti. Individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Individu atau kelompok dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Order Order sering disebut perintah atau pesanan. Order merupakan suatu sitem norma dan nilai yang diakui dan dipatuhi oleh masyarakat. Order menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai perintah atau pesanan untuk melakukan sesuatu. Dalam sosiologi, order adalah mengakui dan mematuhi sistem nilai, norma yang berekembang dalam kelompok. Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan order yaitu: Kepatuhan (Complience) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas. Pelanggaran (Deviance), pelanggaran dianggap sebagai status sosialatau kategori yang terkadang memaksa, mengubah hubungan sosial pelaku terhadap lainnya. Sanksi (Kontrol sosial), sanksi-sanksi sosial dilakukan melalui tekanan-tekanan sosial terhadap individu-individu dalam interaksi sehari-hari. ( RL Romadhona, 2018) Keajegan Keajegan adalah suatu keadaan yang memperlihatkan kondisi keteraturan sosial yang tetap dan berlangsung terus menerus. Keajegan juga bisa diartikan gambaran tentang suatu kondisi keteraturan yang tetap dan tidak berubah sebagai hasil hubungan yang 10



selaras antara tindakan, norma, dan nilai dalam interaksi sosial. Keajegan dapat tercapai apabila order yang telah ada tetap terjaga dan terpelihara demi memperoleh kepastian hukum. ( RL Romadhona, 2018)



Pola Pola merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang mencerminkan kondisi status sosial seseorang. Pola juga bisa diartikan sebagai gamabran tentang corak, mode, sistem atau struktur yang tetap dalam interaksi sosial. ( RL Romadhona, 2018)



11



BAB III ANALISIS MASALAH A. Masalah TikTok tengah menjadi primadona di kala pandemi corona. Bahkan popularitas TikTok saat ini tengah meroket apabila dibandingkan dengan media sosial lainnya. Tak hanya itu, platform milik Tiongkok itu bisa dijangkau oleh semua golongan. Termasuk para tenaga kesehatan. Sayangnya, baru-baru ini sejumlah perawat menuai kontroversi terkait konten yang diunggahnya di akun TikTok. Seperti seorang wanita yang diduga perawat juga sempat viral di TikTok. Entah benar atau mengada-ada, ia mengaku berebut memasangkan kateter pada pasien pria dengan rekan-rekannya hanya demi bisa melihat Mr P. Lalu, seorang bidan yang 'aib' pasiennya. Bidan tersebut menyebutkan jika pasien yang ditanganinya terkena sifilis. Ia juga menyinggung sedikit kondisi rumah tangganya. Meski mereka menyembunyikan identitas pasien-pasiennya, tentu konten semacam itu sukses mencuri perhatian netizen sehingga menjadi viral. Hal ini kemudian memicu perdebatan di kalangan netizen. Ada yang merasa itu tidak masalah karena tidak menyebut identitas pasien, ada yang menganggapnya pelanggaran etik karena menyangkut aib pasien. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, SKep, SH, menyebutkan jika tenaga kesehatan terikat kode etik dalam berperilaku. Ini berlaku juga saat berperilaku di media sosial. "Kita dalam bermedia sosial itu salah satunya dilarang melakukan tindakan yang merugikan nama baik profesi atau organisasi profesi termasuk di bidang media sosial," kata Harif, dilansir Detik Health, Sabtu (31/10).



12



Ketika tenaga kesehatan tidak menyebut identitas pasien, sebenarnya tidak ada aturan yang dilanggar. Namun menurut Harif, tetap harus bijak memikirkan dampaknya agar tidak menabrak etika. "Kalau tujuannya untuk memberikan informasi sebagai sebuah tambahan info pengetahuan saya kira tidak ada masalah," jelas Harif. "Tetapi kalau tujuannya hanya sekedar iseng-iseng, tentu harus dipikirkan dampaknya pada opini publik." Sementara itu, terkait konten viral nakes di TikTok, spesialis jantung yang juga influencer kesehatan dr Vito A Damay mengatakan konten yang edukatif dalam konteks edukasi kesehatan yaitu memuat informasi mengenai penyakit tertentu. Termasuk di dalamnya gejala, tanda dan cara penanganan pertama, atau solusi medisnya. Hal ini tentunya tanpa perlu memuat wajah atau nama pasien. "Ada imbauan etik soal dokter di media sosial. Menjaga kesopanan juga termasuk di dalamnya," katanya, Sabtu (31/10). Dokter yang kerap memposting konten edukasi kesehatan di media sosial pribadinya ini juga menyebut tenaga kesehatan harus menjaga reputasi profesi. Jangan sampai apa yang ditampilkan ke publik malah menimbulkan persepsi negatif ke masyarakat. "Ada anjuran juga bahwa kita bisa saja mempunyai dua akun untuk pribadi dan untuk edukasi kesehatan," pungkasnya. (Wk/Nidy 2020) https://www.wowkeren.com/amp/berita/tampil/00337237.html



b. Analisis Masalah Sekarang ini media sosial sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Semua orang tanpa terkecuali tidak pandang bulu mulai dari anak-anak hingga orang dewasa terhubung dengan menggunakan komunikasi media sosial dalam berbagai platform. Penggunaan media sosial ini, secara tidak langsung banyak berdampak pada pelanggaran privasi pribadi baik yang disengaja maupun tidak disengaja dan berimbas pada kurangnya kepercayaan terhadap keamanan informasi pribadi. Beberapa tenaga kesehatan masih belum memahami adanya informasi menyangkut fakta publik yang bersifat benar dan obyektif sehingga warga dapat 13



membentuk pendapat (public opinion) secara rasional. Yang kemudian, hal itu dapat diambil sebagai bagian (sharing) secara rasional dalam kehidupan public. Etika kepublikan menjadi landasan tindakan profesional dari setiap pelaku sosial, yaitu person yang memiliki peran dalam kehidupan publik. Pelaku semacam ini biasa disebut sebagai public figur, karena kedudukan dan perannya yang mempengaruhi kehidupan public. Seperti yang disampaikan pada kadus diatas, ada seorang perawat dan seorang bidan yang mengumbar-umbar penyakit pasiennya di dunia kaya sebagai sebuah konten edukasi, dengan atau tanpa menyebutkan identitas dari pasiennya.



Konten-konten



tersebut akhirnya mulai menuai banyak kontroversi khalayak umum. Pasalnya, dalam bertugas tenaga kesehatan sudah seharusnya terikat ke dalam kode etik dalam berperilaku, bersikap, dan tahu bagaimana cara menghadapi pasiennya. Konten tentang Tenaga kesehetan yang Mengumbar kegiatan pribadi pasien dan tidak secara profesional atau berlebihan dalam menyuarakan nya di medsos dengan detail dan terperinci dapat memiliki dampak negatif dalam jangka panjang bagi masa depan seseorang juga tenaga medis itu sendiri. Sebagai seorang tenaga kesehatan, Melindungi privasi saat ini menjadi hal yang amat sangat sulit di lakukan. Sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi hak - hak pasien. Seperti privasi kondisi kesehatannya, sampai rekam medik yang mengandung banyak informasi dari pasien. Semua itu harus dilindungi dan ditutup rapat. Adapun informasi klinis terperinci, penyakit penyerta dan tatalaksana sebaiknya tidak dibuka. Pengecualiaan hanya dapat dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk antara lain membuka nama pejabat publik dan nama tenaga medis dan nama tenaga kesehatan yang menjadi korban untuk kemudian diberikan penghargaan oleh dunia profesi kedokteran dan negara. Pada akhirnya dapat di simpulkan bahwa ditinjau dari sisi etika dan hukum, dokter dan tenaga kesehatan berkewajiban untuk menyimpan rahasia pasien. Membuka rahasia medis merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum dan privasi. Ada situasi tertentu yang memperbolehkan dan mewajibkan dokter untuk membuka rahasia medis, seperti pada saat terjadinya wabah COVID-19 yang mengancam kesehatan masyarakat dan yang paling penting diingat adalah tugas dokter untuk melindungi masyarakat kedudukannya lebih utama dibandingan perorangan.



14



Pembukaan rahasia medis harus dilaksanakan oleh petugas medis yang berwenang dan dibuka kepada instansi/orang yang berwenang pula, rahasia medis pasien tidak boleh disebarluaskan untuk konsumsi masyarakat. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari beberapa penjelasan di atas kita dapat mengetahui. Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika publik menjadi acuan untuk saling berinteraksi di ruang publik yang bersifat mengikat. Dan juga menjadi landasan tindakan profesional dari setiap pelaku sosial, yaitu person yang memiliki peran dalam kehidupan publik. Dapat kita ketahui betapa pentingnya membiasakan tertib sosial, karena terdapat nilai-nilai yang membuat masyarakat merasa aman, damai, saling menghormati, dan mengedepankan gotong royong Pada akhirnya jika membiasakan tertib sosial maka, kehidupan kelompok masyarakat akan aman, dinamis, dan kewajiban-haknya akan terperoleh dengan baik. B. Saran Demi tercapainya masyarakat untuk membiasakan tertib sosial, maka penyusun memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Menciptakan individu yang jujur agar dapat dipercaya dan tidak memiliki nilai buruk dimata individu lain. 2. Menghormati dan menghargai antarsesama individu. 3. Menjaga kepercayaan publik agar terciptanya reputasi. 4. Menjalankan kewajiban untuk memperoleh hak. 5. Mematuhi segala perintah dan tidak melanggarnya. 6. Menjaga keteraturan sosial dan dilakukan terus menerus tanpa merubahnya.



15



DAFTAR PUSTAKA SIREGAR, ASHADI. (2008)– LP3Y - JURNALISME, PUBLICSPHERE DAN ETIKA https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/3_konsep_etikapublik.pdf Bisri,Mashur.H & Asmoro, Bramantyo.T. (2019).Etika Pelayanan Publik di Indonesia. Journal of Governance Innovation,Volume 1,Number 1,66. https://media.neliti.com/media/publications/283283-etika-pelayanan-publik-diindonesia-fc78aaeb.pdf Romadhona,RL. (2018). Jurnal Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Bandung, digilib.uinsgd.ac.id/12049/ Hakim, Rustam. (1987). Unsur Dalam Perancangan Arsitektur Landscape. Jakarta : Balai Pustaka. Carr, Stephen. (1992). Public Space, Cambridge Uniersity Press, Cambridge. Martins, Jr (ed). (2003). Proffessional Standards and Etchics. Washington, DC : ASPA. Publisher. Gie , (2006). Dalam Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Universitas Ter-buka. (Karjuni Dt. Maani,2006. ) Nidy/wk, (2020). Langgar Kode Etik, Banyak Nakes Umbar Aib Pasien di Sosmed. https://www.wowkeren.com/amp/berita/tampil/00337237.html Wowkeren.com Jati, Wasisto Raharjo, 2016. Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1



LAMPIRAN 16



17