Makalah Bumil Dengan KDRT [PDF]

  • Author / Uploaded
  • KC
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN TEORI 1.1 Kehamilan 1.1.1 Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 1998). Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari pertama haid terakhir. (Sarwono, 2002). Kehamilan merupakan suatu perubahan dalam rangka melanjutkan keturunan yang terjadi secara alami, menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim ibu, dan selanjutnya dapat dijelaskan tingkat pertumbuhan dan besarnya janin sesuai usia kehamilan, pada setiap dilakukan pemeriksaan kahamilan (Muhimah dan Safe’I, 2010). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah peristiwa yang dimulai dari konsepsi (pembuahan) dan berakhir dengan 1.1.2



permulaan persalinan. Tanda dan Gejala Kehamilan 1. Menurut Yazid Subakti (2007), tanda-tanda kehamilan mencakup: a. Terlambat datang bulan b. Sering pusing ringan c. Mual atau ingin muntah d. Cepat lelah dalam beraktivitas. 2. Menurut Bobak (2004), tanda-tanda kehamilan terbagi atas 3: a. Tanda Presumtif (perubahan yang dirasakan wanita) 1) Amenore 2) Keletihan 3) Nyeri payudara 4) Pembesaran payudara 5) Morning sickness 6) Quickening b. Kemungkinan (perubahan yang bisa diobservasi oleh pemeriksa) 1) Tanda hegar, ismus melunak dan dapat ditekan 2) Balottement, keberadaan janin dalam uterus 3) Tes kehamilan



3



2.1.3



4) Tanda Goodle, serviks melunak c. Positif 1) Sonografi 2) Bunyi jantung janin 3) Pemeriksa melihat dan merasakan gerakan janin Tanda Bahaya Kehamilan Tanda-tanda bahaya kehamilan diantaranya terjadi perdarahan yang keluar dari vagina, edema di wajah, edema di kaki dan jari-jari, sakit kepala hebat, penglihatan kabur, nyeri perut, muntah hebat, demam, keluar cairan banyak dari vagina. Jika tanda-tanda tersebut muncul, segeralah periksakan kehamilan (Purwaningsih, 2010).



2.2 Pengaruh Dukungan Psikososial terhadap Ibu Hamil Menurut Nichols dan Humanick (2000), dukungan psikososial dapat mencegah stres pada ibu hamil yang diberikan oleh pasangannya dan meningkatkan kepercayaan ibu pada saat persalinan serta menurunkan kejadian depresi postpartum. Selama kehamilan ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya seperti menyiapkan makanan, mencuci, belanja. Mereka juga membutuhkan dorongan, penghargaan dan pernyataan bahwa ia adalah ibu yang baik (Murray, Mc. Kinney & Gorrie, 2000). Kehamilan juga dapat berdampak pada pengalaman emosi pasangannya. Dengan perubahan ini pasangan dapat dilibatkan dalam mendukung ibu saat menjalani kehamilan, peran dalam pendidikan prenatal, peran saat persalinan, keamanan ibu dan bayi selama kehamilan. Suami adalah orang yang pertama diharapkan untuk memberikan dukungan dalam kehamilan. Dalam proses penyesuaian menjadi ibu, ibu sangat rentan terhadap gangguan emosi terutama selama kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan (Alfiben, Wiknjosastro & Elvira, 2000). 2.3 Peran Perawat dalam Meningkatkan Dukungan Psikososial Ibu Hamil Perawat maternitas, dalam melakukan asuhan keperawatan ibu hamil dapat mengantisipasi bentuk-bentuk dukungan suami dan pengambilan keputusan serta pengaruh budaya yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, yang



4



berdampak pada pemberian dukungan suami terhadap persiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan. Perawat maternitas dalam memberikan asuhan juga harus berfokus pada keluarga. Tujuan perawat maternitas ini sejalan dengan falsafah keperawatan maternitas, yaitu keperawatan maternitas bersifat holistik dan memberikan penghargaan terhadap klien dan keluarganya sebagai pemberi dukungan dan bahwa sikap, nilai dan perilaku sehat individu maupun keluarga dipengaruhi oleh budaya. Perawat sebagai advocator dapat mengembangkan perannya dengan menjelaskan pada suami akan pentingnya dukungan terhadap istri yang sedang hamil.



Peran



perawat



maternitas



juga



sebagai



penghubung



dengan



mengkomunikasikan kepada tokoh masyarakat atau ketua adat terkait, apabila terdapat permasalahan antara suami dan istri yang sedang hamil. 2.4 Gangguan Emosional (Perilaku Kekerasan) pada Ibu Hamil 2.4.1 Kekerasan terhadap Perempuan Adalah setiap tindakan yang dilakukan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (pasal 2 DeklarasiPenghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 1993). 2.4.2 Penyebab Kekerasan Penyebab terjadinya kekerasan sangat kompleks dan saling terkait, khususnya antara suami dan istri (kekerasan dalam rumah tangga/KDRT). Akar penyebab KDRT dapat dilatarbelakangi oleh sejarah personal lakilaki yang dianggap memiliki kuasa yang lebih daripada perempuan (patriaki)



sehingga



menempatkan



perempuan



lebih



rendah



dan



menganggap perempuan adalah milik laki-laki. Selain sejarah personal di atas, akar penyebab terjadinya KDRT menurut WHO (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor lain penyebab



5



KDRT meliputi berbagai bidang, yaitu ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Dari segi ekonomi laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah dan perempuan tergantung kepada laki-laki dan kurang mendapat kesempatan memperoleh penghasilan yang layak disbanding laki-laki. Secara



cultural



laki-laki



dianggap



wajar



memperlakukan



istri



sekehendaknya, dengan alasan mendidik istri dan bukti kasih sayang suami terhadap istri (Sadli, Rahman dan Habsjah, 2006). 2.4.3



Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga Teori siklus kekerasan dalam rumah tangga dikemukakan oleh Walker (1979) yang dikutip oleh LKP2 (2003): 1. Tension-Building Phase (fase ketegangan) Yaitu suatu masa dimana terjadi ketegangan-ketegangan kecil, terus mulai bertambah dan semakin tidak tertahan. Perempuan coba menenangkan dan menyabarkan pasangan dengan cara apapun. Perempuan merasa tidak berdaya, biasanya pelaku merasa cemburu dan curiga berlebihan pada istri. 2. Explosion or Baterring Phase Adalah fase kedua atau fase penganiayaan. Pada fase ini ketegangan yang meningkat dilepaskan dengan penganiayaan. Pelaku mulai mengeluarkan ancaman pembunuhan secara verbal maupun fisik, perkosaan. Pada fase ini sebagian besar korban mengalami cedera yang mengharuskan korban segera dibawa ke fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. 3. Honeymoon Phase Merupakan fase akhir atau penyesalan/ bulan madu, dimana pelaku



mengatakan



bahwa



dia



tidak



bermaksud



menyakiti



pasangannya, memohon maaf, memberikan hadiah dan menangis. 2.4.4



Bentuk-bentuk KDRT Menurut UU PKDRT bentuk-bentuk KDRT meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran rumah tangga



6



(Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pelanggaran HAM, 2007 hal.36). Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual terbagi dua, yaitu 1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. 2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Kekerasan ekonomi adalah berupa menelantarkan orang yang menjadi tanggung jawabnya atau mengakibatkan ketergantungan ekonomi terhadap seseorang atau membatasi/ melarang bekerja,sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Karakteristik kekerasan ekonomi meliputi tidak diberi nafkah, diberi nafkah tetapi kurang, harta bersama 2.4.5



tidak dibagi, eksploitasi kerja, dan lain-lain. Faktor Risiko Terjadinya KDRT 1. Faktor individual Laki-laki yang melakukan penyerangan kepada istrinya menunjukkan ketergantungan emosional, harga diri rendah dan ketidakmampuan mengendalikan emosional. 2. Faktor hubungan Penyebab terjadinya kekerasan adalah konflik perkawinan atau perselisihan hubungan. Perselisihan verbal secara signifikan diikuti oleh kekerasan secara fisik pada istri. 3. Faktor komunitas/lingkungan Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah KDRT, karena dianggap masalah keluarga. 4. Faktor ekonomi



7



Biasanya kemiskinan, yang menyebabkan laki-laki stres, frustasi dan perasaan tidak mampu/gagal dalam hidup. 5. Faktor sosial/ masyarakat Perempuan diposisikan lebih rendah daripada laki-laki secara sosial, ekonomi, status hukum, yang seringkali membuat kesulitan bagi perempuan keluar dari KDRT. 2.4.6



Dampak KDRT Dampak yang diakibatkan karena KDRT berimbas pada kesehatan dan kebahagiaan individu yang berefek pada kesejahteraan perempuan. 1. Dampak KDRT pada kesehatan perempuan Menurut WHO (2005) pada kehidupan perempuan yang mengalami kekerasan menunjukkan adanya dampak yang serius pada kesehatan perempuan. 2. Dampak pada kesehatan reproduksi wanita Dampak pada kesehatan reproduksi wanita yang mengalami KDRT menurut Emenike, Lawoko dan Dalal(2008) adalah mengalami kesulitan dalam melindungi diri sendiri terhadap kehamilan yang tidak diinginkan atau penyakit menular seksual. Data UNICEF menyatakan bahwa tingginya tingkat kekerasan pada masa kehamilan mengakibatkan risiko terhadap kesehatan ibu dan janin, pemaksaan seksual penyebab kehamilan yang tidak diinginkan, dan bahaya akibat komplikasi karena aborsi. 3. Dampak pada masalah fisik KDRT menyebabkan banyak masalah fisik seperti trauma, ketidakmampuan permanen sampai kematian. Berdasarkan penelitian Krug et.al (2002) banyak perempuan yang mengalami gejala somatik seperti gangguan pencernaan, nyeri, irritable bowel. 4. Dampak psikologis KDRT Situasi yang kompleks antara peran sebagai istri dan ibu dari anak-anak dengan keinginan untuk membebaskan diri dari KDRT, tetapi juga terdapat ketergantungan ekonomi dan perasaan takut terhadap suami, menyebabkan mereka berada pada posisi dan kondisi



8



tekanan psikologis yang berat. Perempuan yang mengalami KDRT menderita post traumatic stress disorder (PTSD) depresi, kecemasan dan berisiko terhadap perilaku bunuh diri (WHO, 2002). Selain itu, dampak lainnya adalah jatuhnya harga diri dan konsep diri korban. 5. Dampak untuk kehamilan Trauma fisik maupun psikis ibu hamil tentu berimbas pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin, seperti: a. Cacat pada janin, seperti bibir sumbing dan kelainan tulang belakang, b. Gangguan mental seperti down syndrom (ADHD) dan autisme, c. Keguguran (abortus) pada janin, d. Bayi lahir prematur dengan berat bayi lahir kurang, e. Bahkan ketika bayi sudah lahir, kondisi trauma mental pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan pertumbuhan ketika sudah besar anak akan mengalami kesulitan belajar, mudah gelisah dan ketakutan, serta hiperaktif. Hal ini dikarenakan ketika ibu hamil stres



terjadi



perubahan neurotransmitter di



otak



yang



memengaruhi sistem neurotransmitter janin melalui plasenta. Di samping itu, terjadi peningkatan produksi neural adrenalin, serotin, dan gotamin yang masuk ke peredaran darah janin dan memengaruhi sistem sarafnya. Selain itu, selama hamil calon ibu harus menjaga emosinya dengan baik. Kekerasan fisik dan psikis yang dialami ibu hamil bisa berdampak pada kesehatan bayi yang dikandungnya. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami kekerasan akan rentan mengalami gangguan psikis seperti sering mimpi buruk, gampang terkejut, mudah terganggu suara bising, menghindari kontak fisik, dan sulit merasa gembira.



9



Hasil penelitian dari para ahli dari Michigan yang mengatakan bahwa kekerasan fisik dan emosional yang dialami ibu hamil akan meninggalkan trauma pada bayi dan gejala tersebut muncul pada setahun pertama usia bayi. Menurut Levendosky, kekerasan saat hamil bisa mengubah sistem respon stres ibu, meningkatkan level hormon kortisol, sehingga level kortisol pada bayi ikut meningkat. Hal ini bisa menjelaskan mengapa bayi-bayi itu setelah lahir mengalami masalah emosional.



10



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan gangguan emosional :kekerasan 3.1.1 Pengkajian 1. Anamnesa a. Data demografi 1) Usia 2) Jenis kelamin 3) Pendidikan 4) Status perkawinan 5) Pekerjaan 6) Pendapatan 2. Jumlah anggota keluarga Riwayat kesehatan a. Riwayat penyakit sekarang 1) Apa saja yang pernah dialami korban yang berhubungan dengan kesehatan fisik maupun psikis, yang terjadi selama kehamilan. 2) Apakah ini kehamilan yang pertama atau bukan b. Riwayat penyakit dahulu 1) Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini. 2) Apakah pernah hamil sebelumnya 3) Apakah pernah abortus/ aborsi sebelumnya 4) Apakah suami mendukung kehamilan atau tidak c. Riwayat kesehatan keluarga : Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan 3.1.2



dengan penyakit yang diturunkan. Pola Fungsi Kesehatan (GORDON) 1. Persepsi terhadap kesehatan a. Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam sakit b. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan selam sakit c. Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan 2. Pola Istirahat Tidur



11



3.1.5



Ditanyakan: a. Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur b. Sonambolisme c. Kualitas dan kuantitas jam tidur 3. Pola Nutrisi – Metabolic Ditanyakan: a. Berapa kali makan sehari b. Makanan kesukaan c. Berat badan sebelum dan sesudah sakit d. Frekuensi dan kuantitas minum sehari 4. Pola Eliminasi a. Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari b. Nyeri c. Kuantitas 5. Pola Kognitif Perceptual Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra) 6. Pola Konsep Diri a. Gambaran diri b. Identitas diri c. Peran diri d. Ideal diri e. Harga diri 7. Pola Koping Cara pemecahan dan penyelesaian masalah 8. Pola Seksual – Reproduksi Ditanyakan : apakah ada gangguan pada alat kelaminya. 9. Pola Peran Hubungan a. Hubungan dengan anggota keluarga b. Dukungan keluarga c. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat. 10. Pola Nilai Dan Kepercayaan a. Persepsi keyakinan b. Tindakan berdasarkan keyakinan Pemeriksaan Fisik 1. Fungsi sistem muskuloskeletal Indikator primer dari keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, rentang gerak sendi, dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi. 2. Fungsi sistem kardiovaskuler



12



Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung



atau



meyaknkan



tentang



perkembangan



komplikasi



imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop. 3. Fungsi sistem Respirasi Tanda-tanda awal gangguan respirasi meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan



dada,



perkusi,



bunyi



napas,



dan



gas



arteri



mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi. 4. Perubahan-perubahan integument Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. 5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah. 6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal Sensasi subjektif dari konstipasi atau bahkan diare termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, 3.1.6



depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala. Faktor-faktor lingkungan



13



Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi, karpet yang lepas, penerangan 3.1.7



yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan lain-lain. Faktor Psikososial 1. Perubahan status psikososial klien biasa terjadi lambat dan sering diabaikan tenaga kesehatan. 2. Observasi perubahan tingkah laku 3. Menentukan penyebab perubahan tingkah laku/ psikososial untuk mengidentifikasi terapi keperawatan 4. Observasi pola tidur klien 5. Observasi perubahan mekanisme koping klien 6. Observasi dasar perilaku klien sehari-hari



3.2 Diagnosa Keperawatan No. Diagnosa Tujuan 1. Ansietas  NOC: 1)Anxiety self berhubungan control dengan distress 2)Anxiety level psikologis, 3)Coping ketakutan terhadap  Kriteria hasil: pelaku kekerasan 1) Klien mampu mengungkapkan gejala cemas 2) Mampu mengidentifikasi dan mengontrol cemas 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal 4) Postur tubuh, ekspresi wajah menunjukkan penurunan kecemasan. 2. Ketidakefektifan  NOC: 1) Decision making koping



14



Intervensi 1)Dengarkan dengan penuh perhatian 2)Dorong pasien mengungkapkan perasaan 3)Instruksikan



teknik



relaksasi



1) Menginformasikan



berhubungan dengan gangguan dalam pola melepaskan tekanan, derajat ancaman tinggi.



2) 3)  1)



2)



3) 4)



5)



3.



4.



Role inhasment Social support Kriteria hasil: Mengidentifikasi pola koping yang efektif Mengungkapkan secara verbal tentang koping yang efektif Mengatakan penurunan stres Mengatakan telah menerima keadaannya Mampu mengidentifikasi strategi koping



Risiko gangguan  NOC: 1) Parent-infant hubungan ibu attachment dan janin dengan 2) Parenting-impaired faktor risiko 3) Role Performance penganiayaan Ineffective fisik,  Kriteria hasil penyalahgunaan 1) Mempraktikkan zat. perilaku sehat selama kehamilan 2) Menyebutkan karakteristik spesifik janin 3) Mempersiapkan janin sebelum kelahiran Harga diri rendah berhubungan dengan



 NOC: 1) Coping, ineffective 2) Personal identify, disturbed



15



tentang



alternative



atau solusi 2) Memfasilitasi membuat keputusan 3) Membantu mengidentifikasi gambaran



peran



realitas 4) Lakukan pendekatan tenang



dan



meyakinkan



1) Kaji



kebutuhan



pembelajaran 2) Identifikasi kesiapan orang



tua



untuk



menerima kehamilan dan kelahiran



1) Tunjukkan



rasa



percaya diri terhadap pasien



untuk



kekerasan berulang, ketidakberdayaa n melepaskan diri, gangguan fungsional, kurang penghargaan, penolakan, perubahan peran sosial.



3) Health behavior, risk  Kriteria hasil 1) Adaptasi terhadap ketunadayaan 2) Resolusi berduka 3) Penyesuaian psikososial 4) Menggunakan strategi koping positif



mengatasi situasi 2) Buat statement positif pasien 3) Monitor komunikasi



terhadap frekuensi verbal



pasien yang negative 4) Kolaborasi



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kekerasan adalah setiap tindakan yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan. Penyebab terjadinya kekerasan sangat kompleks dan saling terkait, khususnya antara suami dan istri (kekerasan dalam rumah tangga/KDRT). Akar penyebab KDRT dapat dilatarbelakangi oleh sejarah personal laki-laki yang dianggap memiliki kuasa yang lebih daripada perempuan (patriaki) sehingga menempatkan perempuan lebih rendah dan menganggap perempuan adalah milik laki-laki. Selain sejarah personal tersebut, WHO (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor lain penyebab KDRT meliputi berbagai bidang, yaitu ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Dampak yang diakibatkan karena KDRT berimbas pada kesehatan dan kebahagiaan individu yang berefek pada kesejahteraan perempuan. Khusus pada kehamilan, dampak tersebut akan dirasakan bukan hanya oleh ibu tetapi juga pada janin yang dikandung. 4.2 Saran Dalam mengantisipasi terjadinya tindakan kekerasan pada istri atau ibu hamil maka hendaklah semua pihak merasa ikut bertanggung jawab untuk itu.



16



Khususnya bagi tenaga keperawatan, diharapkan lebih proaktif dalam menemukan kasus-kasus gangguan emosional kekerasan ini ddaerah lingkup kerja masing-masing dan melakukan penanganan masalah ini sinergis bersama tim kesehatan lainnya.



17