Makalah Case Control [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH CASE CONTROL STUDY Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF



Oleh: KELOMPOK 4 Yussi Damayanti



1906431014



Desvanty Rahman



2006505360



Yanuar Nugroho Yanti



2006560346



Dosen Pengampu: Prof. Dr.dr. Sudijanto Kamso, SKM (SK) Dr. Besral, SKM, MSc (BS)



PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA MARET 2021



2



DAFTAR ISI



BAB 1........................................................................................................................................3 PENDAHULUAN....................................................................................................................3 1.1



Latar Belakang............................................................................................................3



1.2



Tujuan..........................................................................................................................3



BAB 2........................................................................................................................................4 PEMBAHASAN.......................................................................................................................4 II.1



Definisi Studi Case Control........................................................................................4



II.2



Tujuan Dan Ciri- Ciri Studi Case Control................................................................4



II.3



Kelebihan dan Kekurangan Studi Case Control......................................................5



II.4



Tahapan Studi Case Control Dan Contohnya...........................................................6



II.5



Menetapkan besar sampel........................................................................................10



II.6



Melakukan Pengukuran...........................................................................................10



II.7



Menganalisis hasil penelitian...................................................................................11



II.8



Penentuan Ratio Odds..............................................................................................11



II.9



Bias Dalam Studi Case Control................................................................................14



II.10



Analisis Jurnal.......................................................................................................14



BAB 3......................................................................................................................................23 PENUTUP..............................................................................................................................23 III.1 Kesimpulan................................................................................................................23 III.2 Saran..........................................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24



3



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Penelitian kasus-kontrol (case-control study), atau yang sering juga disebut sebagai



casecomparison study, case-compeer study, case-referent study, atau retrospective study, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor-faktor risiko tertentu. Desain penelitian kasus-kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besar peran faktor risiko dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship), seperti hubungan antara kejadian kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberkulosis pada anak dengan vaksinasi BCG, atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu. Penelitian case control berhubungan erat dengan penelitian prevalensi atau cross sectional. Namun demikian, karena orang-orang yang dilibatkan umumnya lebih sedikit dan lebih mudah dikumpulkan, maka penelitian case control lebih sering dilaksanakan. Di antara penelitian-penelitian analitik, biasanya penelitian case control menjadi pendekatan pertama untuk menentukan apakah suatu ciri perorangan atau faktor lingkungan tertentu mempunyai kaitan dengan terjadinya penyakit. Dalam hal kekuatan hubungan sebab akibat, studi kasus-kontrol ada di bawah desain eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi cross-sectional, karena pada studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan studi cross-sectional tidak. Desain kasus-kontrol mempunyai berbagai kelemahan, namun juga memiliki beberapa keuntungan. Dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan yang cermat, serta analisis yang tepat, studi kasus-kontrol dapat memberikan sumbangan yang bermakna dalam berbagai bidang kedokteran klinik, terutama untuk penyakit-penyakit yang jarang ditemukan.



1.2



Tujuan 1. Mengetahui definisi studi case control 2. Mengetahui tujuan studi case control 3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan studi case control 4. Mengetahui tahapan studi case control 5. Mengetahui Penentuan Rasio Odds 6. Mengetahui Bias dalam Studi case control



4



BAB 2 PEMBAHASAN



II.1 Definisi Studi Case Control Penelitian kasus-kontrol adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan , dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok tanpa efek (kelompok kontrol), kemudian diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok kontrol tidak. Desain penelitian ini bertujuan mengetahui apakah suatu faktor risiko tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Jadi, hipotesis yang diajukan adalah : Pasien penyakit X lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y dibandingkan dengan mereka yang tidak berpenyakit X. Pertanyaan yang perlu dijawab dengan penelitian ini adalah : apakah ada asosiasi antara variabel efek (penyakit, atau keadaan lain) dengan variabel lain (yang diduga mempengaruhi terjadi penyakit tersebut) pada populasi yang diteliti. Studi kasus kontrol mengikuti paradigma yang menelusuri dari efek ke penyebab. Di dalam studi kasus kontrol, individual dengan kondisi khusus atau berpenyakit (kasus) dipilih untuk dibandingkan dengan sejumlah indivual yang tak memiliki penyakit (kontrol). Kasus dan kontrol dibandingkan dalam hal sesuatu yang telah ada atau atribut masa lalu atau pajanan menjadi sesuatu yang relevan dengan perkembangan atau kondisi penyakit yang sedang dipelajari. Desain penelitian ini berfokus pada keadaan masa lalu yang mungkin menyebabkan subjek menjadi kasus dan bukan kontrol. Karena bersifat retrospektif dan kasus diidentifikasi pada awal penelitian, maka tidak ada periode tindak lanjut yang panjang. Dalam pandangan masa lampau, subjek dipilih baik yang memiliki penyakit atau tidak. Yang memiliki penyakit disebut kasus (case) dan yang tidak disebut kontrol (control). Pada desain penelitian ini dilakukan studi analitik yang menganalisis hubungan kausal dengan menggunakan logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu kemudian mengidentifikasi penyebab (faktor risiko). Riwayat paparan dalam penelitian ini dapat diketahui dari register medis atau berdasarkan wawancara dari responden penelitian.



II.2 Tujuan Dan Ciri- Ciri Studi Case Control Tujuan studi Case Control: 1. Mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit. 2. Mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya efek. 3. Mempelajari kemungkinan ganda penyebab suatu penyakit, dapat dipelajari sejumlah paparan yang merupakan faktor resiko potensial terhadap kelompok kasus dan kelompok kontrol. 5



4. Rancangan ini juga berguna jika akan dilakukan studi terhadap penyakit ang jarang dengan ukuran sampel yang lebih kecil dibanding studi kohort. Ciri rancangan kasus kontrol: 1. Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut dibandingkan. 2. Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi diketahui variabel bebas (penyebab). 3. Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama. 4. Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif. 5. Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang sama dengan kasus. 6. Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti. 7. Tidak mengukur insidensi.



II.3 Kelebihan dan Kekurangan Studi Case Control Kelebihan rancangan penelitian case control : 1. Terkadang menjadi satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yg masa latennya panjang. 2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat. 3. Biaya relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien. 4. Memungkinkan mengidentifikasi berbagai faktor resiko sekaligus dalam satu penelitian. 5. Tidak mengalami kendala etik. 6. Biasanya dapat mengevaluasi confounding dan interaksi lebih teliti daripada studi kohort untuk jumlah sampel yang sama, karena kasus dan kontrol lebih sebanding. Kekurangan rancangan penelitian case control : 1. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan mengandalakan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan terhadap faktor resiko dari pada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat. 2. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar diperoleh. 3. Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok tersebut benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya. 4. Tidak dapat memberikan incidence rates. 5. Tidak dapat diapakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel dependen, hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek. 6



6. Memungkinkan kesulitan pada pengertian bahwa penyebab didahului oleh dampak, karena informasi didapat setelah diagnosis.



II.4 Tahapan Studi Case Control Dan Contohnya Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai; Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian kemudian disususn hipotesis yang akan diuji validitasnya. Misalnya pertanyaannya adalah : Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan ? Hipotesis yang ingin diuji adalah: Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan PJB disbanding pada ibu yang anaknya tidak menderita PJB. 2. Mendeskiripsikan variable penelitian: faktor risiko, efek Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis,frekuensi atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat : 



Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak.







Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misalnya tidak pernah, kadang-kadang,atau sering terpajan.







Kontinyu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun, paritas, berat lahir. Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :







Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus menerus.







Saat mendapat pajanan pertama







Bilakah terjadi pajanan terakhir Diantara berbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan adalah variable



independen (faktor resiko) berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan variable dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya atau tidak ) pula. Untuk masalah kesehatan, trutama kesehatan reproduksi, apakah pajanan terjadi sebelum, selama, atau sesuadah keadaan tertentu sangatlah penting. Misalnya, pemakaian kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum pernah mengalami kehamilan sampai cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Kita juga tahu oajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu selama kehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian kelainan bawaan pada janin. Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain: 



Catatan medis rumash sakit, laboratorium patologi anatomi. 7







Data dari catatan kantor wilayah kesehatan.







Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung, telepon, atau surat. Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada kelompok kasus dan



kontrol ditanyakan hal-hal yang sama dengan cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak mengetahui apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau kelompok control. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya juga secara buta atau tersamar, untu mencegah peneliti mencari data lebih teliti pada kasus maupun pada control. Perlu pula diketahui bahwa informasi mengenai pemakaian kontrasepsi hormonal lebih lengkap dicatat pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap maka data perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap muka langsung, hubungan telepon, surat atau cara berkomunikasi yang lain). Efek atau Outcome Karena efek/ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudah, misalnya anensefali, penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak mengalami efek sukar. Namun pada banyak penyakir lain sering sulit diperoleh criteria klinis yang obyektif untuk diagnosis yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan patologi-anatomik, dan lain-lain. Meskipun demikian kadang diagnosis masih sulit terutama pada penyakit yang manifestasinyabergantung pada stadiumnya. Misalnya artitis rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis dan hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan lebih dahulu criteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk memasukkan seseorang menjadi kasus. Untuk beberapa penyakit tertentu telah tersedia criteria baku untuk diagnosis, namun tidak jarang kriteria diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi agar sesuai dengan pertanyaan penelitian 3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara untuk pemilihan subyek penelitian. a. Kasus Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan, karena penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan dirumah sakit. Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif karena tidak menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak datang ke rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol agar sampel yang dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi. Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)



8



Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus baru). Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya sangat tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan kedaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya, pada penelitian kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung bawaan, apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi pada periode neonates atau masa bayi. Dengan demikian pasien yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian. Tempat pengumpulan kasus Bila di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang benar benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit. Saat diagnosis Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh diakatakan sama dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan denga tepat (contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari. Contoh : Ingin diketahui hubungan diet dengan kejadian kanker kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit. Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multiple, perlu perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan terjadinya pajanan setelah timbul penyakit. b. Kontrol Pemilihan kontrol masalah lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena kontrol semata mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker payudara berhubungan dengan penggunaal pil KB, maka kriteria inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk minum pil KB yaitu wanita yang menikah, 9



dalam usia subur (wanita yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum pil kontrasepsi). Ada beberapa cara untuk memilih control yang baik : 



Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama : Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya. Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort).







Matching Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik ialah dengan cara melakukan matching , yaitu memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variable yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variable yang diteliti. Bila matching dilakukan dengan baik, maka pelbagai variable yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit (keculai yang sedang diteliti) dapt dismakan, sehingga dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini mempunyai keuntungan kain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi overmatching, yaitu matching pada variable yang nilai resiko relative terlalu rendah. Apabila terlalu dalam mencari subyek kelompok control. Di lain sisi harus pula dihindarkan undermatching yakni tidak dilakukan penyertaan terhadap varibel-variabel yang potensial menjadi peransu (confounder) penting. 



Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dari satu kelompok kontrol Karena sukar mencari kelompok control yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok control. Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu control diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan control lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila ratio odds yang didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds antara kasus dengan masing-masing control sangat berbeda, berarti salah satu atau kedua hasil tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut. Contoh : Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS dirumah sakit A. untuk kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio odds 9,0). Walaupun pada kelompok control pertama lebih banyak penyakit 10



lain dibandingkan pada control kedua, ternyata pada kedua kelompok control praktik homoseksualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus, sehingga rasio odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan terjadinya AIDS.



II.5 Menetapkan besar sampel Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan sebelum penelitian dimulai. Pada dasarnya untuk penelitian kasus control jumlah subyek yang diteliti bergantung pada : 1) Beberapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini penting terutama apabila control diambil dari populasi. Apabila densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin pajanan resiko pada kasus dan kontrol hampir sama sehingga diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya. 2) Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R). 3) Derajat kemaknaan (α ) dan kekuatan (power= 1- β) yang dipilih. Biasa dipilih α = 5%, β = 10% atau 20% (power = 90% atau 80%) 4) Rasio antara jumlah kasus control. Bila dipilih control lebih banyak, maka jumlah kasus dapt dikurangi. Bila jumlah control diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapt dikurangi dari n menjadi (c+1)n/2c. 5) Apakah pemilihan control dilakukan dengan matching atau tidak. Diatas telah disebut bahwa dengan melakukan matching maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih sedikit.



II.6 Melakukan Pengukuran Pengukuran variable efek dan faktor risiko merupakan hal yang dentral pada studi kasuskontrol. Penentuan efek harus sudah didefenisikan denganjelas dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data objektif, missal rekam medis kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik, hasil laboratorium, atau pelbagai henis hasil pencitraan. Namun lebih sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).



II.7 Menganalisis hasil penelitian Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariate pada studi kasus control dengan lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti 11



bagaimana cara memilih control (matched



atau tidak), dan terdapatnya variable yang



menggangu ataupun yang tidak.



Bagan Desain Studi Case Control



II.8 Penentuan Ratio Odds Desain kasus kontrol dimulai dengan identifikasi sekelompok kasus (individu dengan hasil kesehatan tertentu) dalam populasi tertentu dan sekelompok kontrol (individu tanpa hasil kesehatan) untuk dimasukkan dalam hasil penelitian. Analisis desain kasus kontrol dihitung dengan menggunakan Odds Ratio (OR) untuk memperkirakan kekuatan hubungan antara paparan dan hasil. Studi ini berbasis populasi sehingga perkiraan insidens penyakit dapat diperoleh. Studi kasus-kontrol tanpa ‘matching’ Ratio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan resiko relative (RR) pada studi kohort. Pada penelitian kohort dimulai dengan pol=pulasi yang terpajan (a+b) dan populasi yang tidak terpajan (c+d) . Dengan perjalanan waktu maka dengan sendirinya akan timbul efek pada populasi yang terpajan (a) dan pada populasi yang tidak terpajan (d). kemudian dapat dihitung kejadian efek pada populasi terpajan (a/[a+b]) dan efek pada populasi yang tidak terpajan (c/{c=d]) sehingga dapat dihitung resiko relative yaitu :



Pada penelitian kasus-kontrol dimulai dengan mengambil kelompok kasus (a+c) dan kelompok control (b+d). oleh karena kasus adalah subyek yang sudah sakit dan control adalah mereka yang tidak sakit maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik pada kasus maupun control. Yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada control. Hal inilah yang menjadi alat analisis pada studi kasus-kontrol, yang disebut ratio odds (RO). 12



CONTOH STUDI KASUS-KONTROL TANPA ‘MATCHING’ Masalah. Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian plasenta previa pada kehamilan berikutnya ? Hipotesis. Studi kasus-kontrol, hospital based. Kasus. Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai dengan 31 Desember 1999 secara bedah ceasar atas indikasi plasenta previa totalis yang dibuktikan dengan USG dan klinis pendarahan antepartum. Kontrol. Wanita yang melahirkan dalam kurun waktu yang sama tanpa plasenta previa dan dipilih secara acak. Faktor risiko yang ingin diteliti. Riwayat terdapatnya abortus sebelum persalinan sekarang. Pengumpulan data. Dengan wawancara dan pengisian kuesioner diperoleh data dari 68 kasus dan 68 kontrol. Analisis data. Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval kepercayaannya mencakup angka 1, maka simpulannya adalah abortus tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya plasenta previa pada kehamilan kemudian, atau diperlukan lebih banyak kasus untuk membuktikannya.



Riwayat Abortus



Ya Tidak Jumlah



Plasenta Previa Ya Tidak 12 9 56 59 68 68



Jumlah 21 115 136



Ratio adds = (12x59) / (9x56)=1,4 Internal kepercayaan 95%=0,5 ; 3,6 Studi kasus-kontrol dengan ‘matching’ Pada studi kasus control dengan matching individual, harus dilakukan analisis dengan menjadikan kasus dan control sebagai pasangan-pasangan. Jadi, bila misalnya terdapat 50 kasus yang masing masing berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita lakukan pengelompokan menjadi 50 pasangan sebagai berikut. Hasil pengamatan studi kasus-kontrol biasanya disusun dalam table 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut : 13



Sel a : kasus dan control mengalami pajanan Sel b : kasus mengalami pajanan, control tidak Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, control mengalami Sel d : kasus dan control tidak mengalami pajanan



Kasus



Kasus + Kasus -



Kontrol Risiko + A C



Risiko b d



Rasio odds pada studi kasus control dengan matching ini dihitung dengan mengabaikan sel a karena baik kasusmaupun control terpajan, dan sel d, karena baik kasus maupun control tidak terpajan. Rasio odds dihitung dengan rumus :



RO, walaupun tidak sama dengan risiko relative akan tetapi dapat dipakai sebagai indicator adanya kemungkinan hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati risiko relative apabila : 1) Insiden penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak lebih dari 20% populasi terpajan. 2) Kelompok control merupakan kelompok representative dari populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko 3) Kelompok kasus harus representative Interprestasi nilai RO dengan interval kepercayaannya sama dengan interperestasi pada penelitian cross-sectional, yakni RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor risiko, bila RO = 1 atau mencakup angka 1 berarti bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor yang melindungi atau protektif. Sebagai contoh adalah penelitian merokok dan kanker pankreas di antara 100 kasus dan 400 kontrol, seperti tabel dibawah ini:



OR = (60 x 300) / (100 x 40) OR = 4,5 Dari hasil nilai OR diatas memperkirakan bahwa perokok 4,5 kali lebih mungkin untuk menjadi kanker pankreas daripada non-perokok.



14



II.9 Bias Dalam Studi Case Control Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai dengan kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat mempengaruhi hasil, yaitu : 1. Bias seleksi; 2. Bias informasi; 3. Bias perancu (confounding bias). Sackett, mencatat beberapa hal yang dapat menyebabkan bias, di antaranya adalah : 1. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors) mungkin terlupa oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias). 2. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab penyakitnya lebih sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek (kontrol). 3. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu agen menyebabkan penyakit ataukah terdapatnya penyakit menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen. 4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif seringkali sangat sukar.



II.10 Analisis Jurnal Berikut adalah beberapa analisa jurnal kesehatan yang desain penelitiannya menggunakan study case control: Contoh Jurnal 1 1. Judul Penelitian: Hubungan Antara Faktor Penjamu (Host) Dan Faktor Lingkungan (Environment) Dengan Kejadian Tuberculosis Paru Kambuh (Relapse) Di Puskesmas SeKota Semarang. 2. Peneliti: Nurwanti. Bambang Wahyono. Public Health Perspective Journal. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. 2016. 3. Tujuan Penelitian: Mengetahui faktor penjamu (host) dan faktor lingkungan (environment) yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis paru relaps di puskesmas se-kota Semarang. 4. Metode Penelitian: Merupakan penelitian melalui pendekatan case control, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square. 5. Syarat Metode Case Control: Penelitian ini dilakukan dengan cara mengidentifikasikan kelompok kasus dan kelompok kontrol kemudian secara retrospektif (penelusuran ke belakang) diteliti faktor risiko yang mungkin dapat menerangkan apakah kelompok kasus dan kelompok kontrol terkena efek atau tidak. 6. Populasi Studi Penelitian: Populasi kasus yaitu seluruh pasien TB paru yang sudah dinyatakan sembuh pada tahun 2012, tetapi mengalami kekambuhan pada tahun 2013 15



yang berobat di puskesmas wilayah Kota Semarang. Populasi control yaitu seluruh pasien yang sudah dinyatakan sembuh pada tahun 2012 yang berobat di puskesmas wilayah Kota Semarang dan tidak mengalami kekambuhan pada tahun 2013. 7. Sampel Penelitian: Responden dalam penelitian ini adalah 16 orang penderita tb paru kambuh dan 16 orang penderita tb paru yang telah sembuh yang diperoleh dengan menggunakan teknik purposivesampling. 8. Kasus dan Kontrol Penelitian: Kasus : kelompok yang menderita penyakit yang sedang diteliti yaitu seluruh pasien TB paru yang sudah dinyatakan sembuh pada tahun 2012, tetapi mengalami kekambuhan pada tahun 2013. Kontrol : kelompok yang tidak menderita penyakit yang sedang diteliti yaitu seluruh pasien yang sudah dinyatakan sembuh pada tahun 2012 dan tidak mengalami kekambuhan pada tahun 2013. 9. Hasil Penelitian: 



Pada status gizi kekambuhan tb paru sama banyaknya ditemukan pada responden kategori kurus (50%) maupun normal, sementara responden kategori gemuk tidak ditemukan (0%). Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p= 0,722 (> 0,05).







Pada jenis kelamin persentase responden kasus yang berjenis kelamin laki-laki sama dengan persentase responden control yang berjenis kelamin laki-laki (62,5%), begitu juga presentase responden kasus berjenis kelamin perempuan sama dengan presentase responden kontrol berjenis kelamin perempuan (37,5%). Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=1,000 (>0,05).







Pada kebiasaan merokok jumlah responden berisiko lebih banyak pada kelompok kasus (56,2%) daripada kelompok kontrol (43,8%), namun hasil ini belum bisa dikatakan adanya hubungan berdasarkan perhitungan nilai p==0,724 (> 0,05) artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013.







Pada tingkat Pendidikan diperoleh data bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden kasus dan kontrol masuk dalam kategori tingkat pendidikan tinggi (68,8%). Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian tuberculosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=0,25 (> 0,05).







Pada riwayat Diabetes Mellituss ebagian besar baik responden kasus maupun kontrol tidak memiliki penyakit diabetes mellitus setelah dinyatakan sembuh (59,4%). Tidak ada hubungan antara riwayat diabetes mellitus dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di Puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=1,000 (> 0,05).



16







Pada faktor ketaatan pengobatan sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketaatan pengobatan sebelumya dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas Se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=0,005 (< 0,05) dan OR=13,000 (95% CI = 2,398-70,461), menunjukkan bahwa responden yang tidak taat mempunyai risiko untuk terkena Tb paru relaps 13,000 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang taat. Diperoleh perbedaan data yang signifikan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Sebagian besar kelompok kasus tidak taat dalam menjalani pengobatan sebelumnya (75%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besa taat dalam menjalani pengobatan sebelumnya (81,25%).







Pada Riwayat kontak dengan penderita lain adanya kontak dengan penderita lain memang lebih banyak terjadi pada responden kelompok kasus (62,5%) daripada kelompok kontrol (25%), namun hasil ini belum bisa dikatakan adanya hubungan karena berdasarkan hasil penelitian ditemukan nilai p=0,075 (>0,05) artinya tidak ada hubungan antara kontak dengan penderita lain dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013.







Pada faktor tingkat kepadatan hunian kamar rata-rata tingkat kepadatan hunian kamar ≥ 4 m2 per orang, hal ini memenuhi syarat rumah sehat menurut Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/ 1999. Tidak ada hubungan antara tingkat kepadatan hunian kamar dengan dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=1,000 (>0,05).







Pada faktor luas ventilasi (penghawaan) tidak ada hubungan antara luas ventilasi (penghawaan) dengan kejadian tuberculosis paru kambuh (relaps), karena baik dari responden kasus maupun kontrol sebagian besar luas ventilasinya sama-sama tidak memenuhi syarat rumah sehat menurut Permenkes RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 dengan nilai p=1,000 (>0,05).







Pada jenis lantai ada hubungan antara jenis lantai dengan dengan kejadian tuberculosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013 dengan nilai p=0,011 (< 0,05) dan OR=11,667 (95% CI= 1,940-70,178) menunjukkan bahwa responden dengan jenis lantai rumah tidak memenuhi syarat mempunyai risiko untuk terkena tb paru relaps 11,667 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang jenis lantai rumahnya memenuhi syarat. Dari hasil observasi diperoleh data bahwa hampir seluruh responden control memilik jenis lantai rumah memenuhi syarat rumah sehat, yaitu permanen dan tidak kedap air. Sedangkan pada responden kasus hanya ditemui 4 responden yang memiliki lantai rumah memenuhi syarat rumah sehat.







Pada tingkat kelembaban udara tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban udara dengan kejadian tb paru kambuh (relaps) karena dari hasil observasi diperoleh data bahwa hanya sebagian kecil dari responden kasus yang tingkat kelembaban udara rumahnya tidak memenuhi syarat dengan nilai p=1,000 (>0,05).



17







Pada tingkat pencahayaan diperoleh data bahwa sebagian besar baik responden kasus maupun control pencahayaan rumahnya tidak memenuhi syarat (78,1%), walaupun yang tidak memenuhi syarat lebih banyak diperoleh dari responden kasus, namun perbandingannya belum cukup untuk menunjukkan adanya hubungan antara pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di Puskesmas Se-Kota Semarang Tahun 2013 dengan nilai p=0,083 (>0,05).







Pada jenis dinding ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian tb paru kambuh (relaps) karena dinding rumah responden kasus banyak yang tidak memenuhi syarat (81,2%). Dinding rumah mereka banyak yang belum diplester dan sebagian terbuat dari kayu yang tidak kedap air, sedangkan dinding rumah responden kontrol hanya sebagian kecil yang belum memenuhi syarat (25%) dengan nilai p=0,005 (< 0,05) dan OR= 13,000 (95% CI= 2,398-70,461), menunjukkan bahwa responden dengan jenis dinding rumah tidak memenuhi syarat mempunyai risiko untuk terkena tb paru relaps 13,000 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang dindingrumahnya memenuhi syarat.



18



10. Kesimpulan: Ada hubungan antara ketaatan pengobatan sebelumnya, jenis lantai, dan jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013. Tidak ada hubungan antara status gizi, jenis kelamin, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan, riwayat diabetes mellitus, kontak dengan penderita lain, tingkat kepadatan hunian kamar, luas ventilasi (penghawaan), tingkat kelembaban udara, dan tingkat pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru kambuh (relaps) di puskesmas se-Kota Semarang tahun 2013. Contoh Jurnal 2 1. Judul Penelitian: “Occupational Risk Factors for COPD: A Case-Control Study” Dari judul jurnal tersebut, dapat diperkirakan bahwa desain penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam menulis jurnal tersebut adalah desain observasional dengan rancangan studi analitik karena judul jurnal tersebut menjelaskan mengapa dan bagaimana faktor risiko pekerjaan dapat berpengaruh terhadap kejadian PPOK tanpa adanya intervensi. Selain itu, seperti tertulis pada judul bahwa kasus tersebut termasuk dalam jurnal kasus kontrol atau case control yang merupakan salah satu jenis studi analitik. Kasus kontrol adalah studi analitik yang menganalisis hubungan kausal dengan



19



menggunakan logika terbalik yaitu menemukan outcome/penyakit terlebih dahulu, kemudian mengindetifikasi faktor risiko atau penyebab. 2. Peneliti: 3. Tujuan Penelitian: “The aim of this research was to examine the occupational risk factors for Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) in a range of occupations.” “Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji faktor resiko pekerjaan pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis dalam lingkupan berbagai pekerjaan” Dari tujuan penelitian di atas dapat diketahui bahwa jurnal tersebut disusun untuk menguji faktor resiko pekerjaan pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis yang telah diteliti dengan metode penelitian kasus kontrol karena jurnal tersebut menunjukkan hubungan kausal terbalik yaitu dari akibat ke sebab dimulai dan menemukan dulu outcome atau penyakitnya, lalu kemudian mengidentifikasi exposure atau penyebab 4. Metode Penelitian: “Eleven occupations involving different types of exposure were observed in this multicenter case-control study. Controls and cases were matched for sex, age and smoking. Multiple logistic regression analyses were used to estimate odds ratios (ORs).” Metode yang digunakan pada penelitian tersebut adalah metode case control, karena menemukan kasus PPOK terlebih dahulu, lalu dicari faktor risiko penyebabnya/exposure. Pada penelitian ini, faktor risiko/exposure yang diteliti adalah pekerjaan yang dimana diuji pada 11 pekerjaan yang mempunyai tipe dari beberapa materi exposure yang berbeda. Pada kasus ini, peneliti berusaha untuk mengurangi tingkat bias yaitu dilakukan dengan cara menyamakan umur, jenis kelamin dan kebiasaan merokok pada subjek penelitian.Uji penelitian untuk mencari odds ratio yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan Uji Analitik Regresi Logistik Multivariat. 5. Syarat Metode Case Control: Case control merupakan studi kasus yang tergolong kedalam desain epidemiologi analitik, dimana studi ini berguna untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. Case control adalah suatu rancangan penelitian jenis analitik observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Pada journal ini, terdapat kasus yaitu penderita PPOK dan juga kontrol yaitu bukan penderita PPOK. 6. Populasi Studi Penelitian: Populasi studi pada jurnal ini adalah para pekerja pabrik pertanian, woodworking, tekstil, karet dan plastik, tar / aspal, perkakas / mesin, pengelasan / mematri, kaca, pengecoran, pemadam kebakaran dan tembikar yang berjumlah 1.519 orang. 7. Sampel Penelitian: Variabel yang dibutuhkan untuk seleksi sample dikumpulkan melalui kerja dokter-diberikan daftar pertanyaan. Merokok diperkirakan dalam pakettahun, dan perokok dibagi menjadi tiga kategori: 20 pack-tahun. Untuk keperluan seleksi sample, peserta dibagi menjadi dua kelompok: perokok (dan mantan) dan bukan perokok. Kuesioner utama juga berisi riwayat pekerjaan yang dilaporkan sendiri, memungkinkan peneliti untuk menjelajahi paparan kerja 20



sepanjang hidup bekerja peserta. Peserta juga ditanya tentang kemungkinan pajanan mereka di rumah (misalnya, pertukangan, berkebun, Model bangunan, dan kegiatan rekreasi lainnya). Praktek olahraga selama lebih dari satu jam seminggu dan tempat tinggal (Kota atau desa) juga dicatat. Dari hasil seleksi tersebut, diperoleh 547 pasang untuk dijadikan sampel. 8. Kasus dan Kontrol Penelitian: Peneliti memeriksa pengukuran fungsi paru para peserta dengan spirometri. Pengukuran fungsi paru dilakukan oleh tenaga terlatih di tujuh pusat. Spirometer dikalibrasi setiap hari sesuai dengan instruksi produsen, dan semua peralatan memenuhi standar Komisi Eropa. COPD didefinisikan sebagai rasio pasca-bronkodilator FEV1 ke FVC