Makalah Demam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Swamedikasi



DEMAM



Disusun Oleh : Arya Andriawan



(1061621008)



Aulia Nur Fauziyah



(1061621009)



Cahya Rahma Utami



(1061621010)



Dea Fitria Mitha P.



(1061621011)



Desy Putri Setiani



(1061621012)



Devita Sari



(1061621013)



Dewi Kurnianingtyas S.



(1061621014)



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” SEMARANG 2017



I. PENDAHULUAN



Demam merupakan keluhan utama yang sering ditemui pada banyak penyakit. Dinarello & Gelfand (2005) mendefinisikan demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Menurut Guyton (2011) demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh di atas batas normal yang dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Keadaan demam sering terjadi pada pasien anak-anak yaitu merupakan keluhan utama dari 50% pasien anak di UGD di Amerika Serikat, Eropa dan Afrika. Tidak hanya pada pasien anak, tetapi pada pasien dewasa maupun lansia demam juga dapat terjadi tergantung dari sistem imun. Demam juga dapat disebabkan oleh stres fisiologik, sekresi hormon tiroid berlebihan, ovulasi, olahraga berat, sampai lesi sistem saraf pusat, infeksi oleh mikroorganisme, atau proses non-infeksi seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu, seperti pada leukemia (Dorland, 2002). Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 380C, suhu normal oral sampai 37,50C. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu normal sampai 37,20C, suhu rektal normal sampai 37,80C. Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatric Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 380C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral lebih dari 38,30C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui (Sherwood, 2001).



Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Demam mempunyai manfaat melawan infeksi. Namun demam juga akan memberikan dampak negatif diantaranya terjadi peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi ringan, dan dapat membuat anak sangat tidak nyaman. Penanganan demam sebaiknya tidak hanya berpatokan dengan tingginya suhu, tetapi apabila anak tidak nyaman atau gelisah sehingga dapat mengganggu penilaian, demam perlu diobati (Faris, 2009). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Tanda dan gejala demam menurut Purwoko (2005) yaitu suhu tubuh meninggi >380C, wajah sangat pucat, perasaan kedinginan dan kulit merinding, menggigil dengan gigi gemeletuk, kulit panas dan memerah, rasa sakit diseluruh tubuh, berkeringat, dan sakit kepala. Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres (Wardiyah et al,. 2016).



II. PATOFISIOLOGI Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005). Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Demam memiliki tiga fase yaitu : 1. Fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang



berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. 2. Fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. 3. Fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).



a. Etiologi Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi maupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain pneumonia, bronchitis, bacterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya. Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan eksternal yang terlalu tinggi,), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Sebagian besar kasus demam disebabkan oleh infeksi mikroba. Peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh infeksi bakteri biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh infeksi virus. Suhu tubuh rata-rata biasanya dipertahankan dalam kisaran “set point” antara 36,4o C dan 37,2o C (Dlugosz, C.K., 2011).



b. Tipe Demam Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang sering dijumpai, antara lain: a. Demam septik Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Demam sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. b. Demam remiten Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. c. Demam intermiten Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. e. Demam siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.



III. TUJUAN TERAPI Tujuan terapi pada swamedikasi demam adalah: 



membuat pasien merasa nyaman







memantau keadaan umum serta penyebab timbulnya demam







menurunkan suhu badan







mengurangi gejala



VI. PENATALAKSANAAN TERAPI Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu : non farmakologi dan farmakologi (Pujiarto, 2008).



A. Swamedikasi Pada Demam Pasien dengan kecurigaan demam Tanya pasien/perawat tentang bagaimana mengukur suhu tubuh Apakah suhu tubuh diukur secara akurat ?



Tidak



Ya



Tawarkan untuk mengukur suhu tubuh pasien. Jelaskan metodemetode tepat untuk mengukur suhu tubuh. Jika terdapat demam, lanjut ke kotak selanjutnya



Dapatkan informasi gejala, riwayat medis, informasi alergi Pengecualian untuk swamedikasi (lihat kotak) ?



Ya



Rujukan medis



Ya



Tindakan bukan obat ± agen antipiretik didasarkan pada faktorfaktor pasien dan kecenderungannya



Tidak



Rujukan medis



Tidak



Suhu oral dengan > 38,3ºC atau setara ? Tidak



Tindakan bukan obat ± obat antipiretik jika pasien merasa tidak nyaman atau pasien/perawat menginginkan obat tertentu



Demam hilang setelah 3 hari pengobatan ? Ya



Terapi dihentikan



Pengecualian untuk Swamedikasi  Pasien berusia > 6 bulan dengan suhu rektal > 40ºC atau setara  Anak-anak berusia < 6 bulan dengan suhu rektal > 38ºC  Gejala-gejala infeksi yang parah yang tidak sembuh sendiri  Risiko hipertermia  Gangguan penggunaan oksigen (seperti CPOD yang parah, gawat napas, gagal jantung)  Gangguan fungsi imun (seperti kanker, HIV)  Kerusakan SSP (seperti trauma pada kepala, stroke)  Anak-anak



dengan



riwayat



kejang



demam atau serangan kejang  Demam yang menetap >3 hari dengan atau tanpa pengobatan  Anak-anak



yang



menolak



minum



berbagai minuman  Anak-anak yang sangat mengantuk, rewel, atau sulit bangun  Anak-anak yang muntah dan tidak dapat menelan cairan



SSP = sistem saraf pusat; CPOD = penyakit paru obstruktif kronik; HIV = human immunodeficiency virus ( Sumber : Dlugosz, 2011 ).



B. Terapi Non Farmakologi 1. Memberikan asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi. 2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita. 3. Memberikan kompres hangat pada penderita. 4. Istirahat yang cukup. 5. Usahakan makan seperti biasa, meskipun nafsu makan berkurang. 6. Periksa suhu tubuh setiap 4 jam. 7. Hubungi dokter bila suhu sangat tinggi (diatas 38˚C), terutama pada anakanak. C. Terapi Farmakologi Obat-obat yang digunakan dalam mengatasi demam adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai antipiretik. - Parasetamol / Asetaminofen 











Indikasi : -



Antipiretik / menurunkan panas.



-



Analgesik/ mengurangi sakit, misal sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri.



Kontraindikasi : -



Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.



-



Penderita yang hipersensitif terhadap parasetamol.



Efek samping : -



Pemberian parasetamol yang berlebihan akan menyebabkan hepatotoksik dan nefropati analgesik (Gunawan dan Sulistia, 2007).







Dosis :



-



Dewasa : 1 tablet (500mg) 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam



-



Anak: 0-1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam 1-5 tahun : 1-1 ½ sendok teh sirup, 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari, setiap 4-6 jam



Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 100mg dan 500mg atau sirup yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu, parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan (Gunawan dan Sulistia, 2007). - Ibuprofen 



Indikasi : -



Demam dan nyeri untuk anak, nyeri dan radang pada penyakit rematik (termasuk juvenile arthritis) dan gangguan otot skelet lainnya; nyeri ringan sampai berat termasuk dismenore, analgesik pasca bedah, sakit gigi, sakit kepala, pegal linu, terkilir.







Kontraindikasi : -



Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif.



-



Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen.



-



Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung).







Kehamilan trimester terakhir.



Efek samping : -



Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung sampai perdarahan.



-



Ruam Kulit, bronkhospasmus, trombositopenia.



-



Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan.



-



Gangguan fungsi hati.







-



Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksis.



-



Anemia kekurangan zat besi.



Dosis: -



Dosis lazim dewasa untuk nyeri dan atau demam : 200 – 400 mg secara oral setiap 4 – 6 jam atau bila diperlukan. Untuk nyeri yang lebih berat bisa diberikan secara intravena dengan dosis 400 – 800 mg, diberikan lebih dari 30 menit setiap 6 jam atau sesuai kebutuhan.diberikan setelah makan.



-



Dosis lazim pediatrik untuk demam dan atau nyeri : Usia 6 bulan – 11 tahun : 7.5 mg / kg BB / dosis, diberikan secara oral setiap 6 – 8 jam atau sesuai kebutuhan.



-



Dosis maksimum : 30 mg / kg BB / hari. Tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7kg.







Peringatan : -



Harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut, selama kehamilan dan menyusui; pada gangguan alergi, dan pada gangguan koagulasi.



-



Pada pasien gagal ginjal, payah jantung atau gagal hati dibutuhkan kehatihatian, sebab AINS bisa menyebabkan memburuknya fungsi ginjal; dosis harus dijaga serendah mungkin dan fungsi ginjal harus dipantau.



-



Asma : setiap perburukan asma mungkin berhubungan dengan penggunaan AINS, baik yang diresepkan (seperti ibuprofen dan yang lainnya) atau yang dibeli secara bebas.



- Asetosal/aspirin 



Indikasi : -



Nyeri ringan sampai sedang, demam, radang, antiplatelet.







Kontraindikasi : -



Anak dibawah usia 12 tahun dan anak yang sedang disusui (Sindrom Reye : karena hubungannya dengan sindrome Reye, maka sediaan yang mengandung asetosal tidak diberikan pada anak dibawah usia 12 tahun kecuali ada indikasi yang spesifik, misalnya juvenile atrhitis-Penyakit Still.



-



Penderita alergi termasuk asma.



-



Penderita hemophilia dan trombositopenia.



-



Penting untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa asetosal adalah obat yang tidak cocok untuk anak yang berpenyakit ringan.







Efek samping : -



Nyeri lambung, mual, muntah.



-



Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung.







Bentuk Sediaan : Tablet 100mg , 500 mg







Dosis : -



Dosis lazim sebagai analgesik, antipiretik dan antirematik, dewasa 500 mg- 1 g sekali dan 1,5-3 g sehari, dosis maksimum sekali 1 g dan 8 g sehari.







Peringatan : -



Asma, penyakit alergi, menurunnya fungsi ginjal atau hati (hindarkan bila hebat), dehidrasi, kehamilan, pasien usia lanjut.



D. Tindak Lanjut 



Parameter monitoring utama untuk pasien-pasien demam yaitu suhu tubuh dan rasa tidak nyaman. Suhu tubuh harus dipantau setiap hari, tetapi tidak lebih sering dari dua atau tiga kali per hari. Gejala-gejala disebabkan oleh demam, meliputi nyeri kepaa, diaphoresis, lemas menyeluruh, menggigil,



takikardia, nyeri sendi, nyeri otot, iritabilitas, dan kehilangan nafsu makan, juga harus dipantau setiap hari. 



Pasien harus mencari pertolongan medis jika demam atau gejala-gejala terkait menetap atau memburuk setelah 3 hari swamedikasi.



V. KASUS Pada hari Jumat tanggal 3 Maret 2017. Seorang remaja bernama Aulia dan berumur 21 tahun datang ke apotek sehati. Kemudian remaja tersebut bertanya obat apakah yang cocok untuk dia yang mengalami demam selama 2 hari. Pasien mengaku mengalami lemas, bersuhu tubuh tinggi dan berwajah pucat. Setelah di cek suhu tubuhnya, menunjukkan suhu 39OC.  Analisis SOAP 







Subjek Pasien



: Aulia



Umur



: 21 tahun



Keluhan



: Lemas, suhu badan tinggi dengan wajah pucat.



Objektif Suhu badan 390C ( suhu normal 36-37 0C )







Assesment Suhu badan yang belum turun walaupun sudah dikompres dengan air dingin.







Plan Terapi Farmakologi  Untuk menangani demamnya diberikan obat golongan analgesik antipiretik yaitu Dumin yang berisi paracetamol 500 mg. Bekerja menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri pada otot, sakit kepala, sakit gigi. Diminum tiga kali sehari satu tablet setelah makan. Terapi non farmakologi  Istirahat cukup



 Banyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi



KIE pada pasien :  Disarankan apabila lebih dari 3 hari demam belum turun segera menghubungi dokter.  Hindari penggunaan baju yang terlalu tebal.



DAFTAR PUSTAKA



Davis, A.T., Phair J.P. 2011. Pengaturan Suhu, Patogenesis Demam, dan Pendekatan terhadap Penderita Demam dalam buku edisi bahasa Indonesia : Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi oleh Shulman, Phair, Sommers. Dalam buku edisi bahasa Inggris : The Biologic and Clinical Basis of Infectious Diseases by Shulman, Phair, Sommers. 4th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Dinarello, C.A., Gelfand, J.A. 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper, D.L.. et. al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Singapore : The McGraw-Hill Company. Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dlugosz, C.K. 2011. Rujukan Cepat Obat Tanpa Resep Untuk Praktisi. Jakarta: EGC. Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol. 1. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc. Faris.



2009. Memahami Demam dengan Lebih baik. http://klinikkeluargasehat.wordpress.com /2009/03/23/demam/. tanggal 16 mei 2012.



Website Diakses



Graneto, J.W. 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of Midweston University. Available from: http://emidicine.medscape.com/article/801598-overview. Gunawan dan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerjemah: Irawati, Ramadani, D., Indriyani, F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jenson, H.B., and Baltimore, R.S. 2007. Infectious Disease: Fever without a focus. In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier.



Jonson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a focus. In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. Elsevier. New York. Kaneshiro, N.K., Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington. Dalam :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.html. Purwoko, S. 2005. Pertolongan Pertama Untuk Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. Sukandar, E.Y., dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan. Wardiyah, A., Setiawati, Romayati, U. 2016. Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam di Ruang Alamanda RSUD dr. h. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015, Jurnal Kesehatan Holistik. 10.