Makalah Askep Kejang Demam [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ika
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK” Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I



Dosen Pengampu : Ns. Nanang Saprudin S.Kep., M.Kep.



Disusun Oleh : KEPERAWATAN REGULER C SEMESETER 4



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2020-2021 Jalan Lingkar Bayuning No.2, Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, 45561 Telp. (0232) 875847 Fax. 0232-875123. Email : [email protected]



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak” Tugas Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ns. Nanang Saprudin S.Kep., M.Kep selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan Anak I atas bimbingan yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini. Dalam menyelesaikan Tugas Makalah ini penulis sangat menyadari bahwa Makalah ini masih sangat terbatas dan masih banyak kekurangan dalam mengkaji teori asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam, untuk ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat semua pihak yang membacanya, dan juga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkannya, terima kasih.



Kuningan, Juni 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................................i Daftar Isi.............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................2 1.4 Metode Penulisan..............................................................................................3 BAB II TIJAUAN TEORI 2.1 Definisi.............................................................................................................4 2.2 Etiologi.............................................................................................................4 2.3 Manifestasi Klinis.............................................................................................5 2.4 Klasifikasi.........................................................................................................6 2.5 Patofisiologi......................................................................................................7 2.6 Pathway.............................................................................................................9 2.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................10 2.8 Penatalakasanaan Medis...................................................................................11 2.9 Penatalaksanaan Keperawatan..........................................................................12 2.10 Komplikasi........................................................................................................12 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak ..........................................14 A. Pengkajian ...................................................................................................14 B. Diagnosa ......................................................................................................15 C. Intervensi .....................................................................................................15 D. Implementasi ...............................................................................................22 E. Evaluasi .......................................................................................................22 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ......................................................................................................24 4.2 Saran ................................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................25



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara yang berkembang termasuk Indonesia terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu gizi dan infeksi (Hasan, 2007). Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam. Demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2008). Kejang demam merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan pertama, diikuti kondisi kegawat daruratan lain yang terjadi pada anak adalah sesak nafas, kenaikan suhu yang terus menerus, dan cedera fisik. Kebanyakan ibu tidak menyadari akan bahaya yang ditimbulkan dari kejang demam. Setiap kejang yang lama (lebih dari 5 menit) berdampak membahayakan karena dapat menyebabkan kerusakan selsel otak akibat kekurangan oksigen, semakin lama dan semakin sering kejang maka selsel otak yang rusak akan semakin banyak (Chomaria, 2015). Kejadian kejang demam terjadi pada 2-4% anak-anak, dengan insiden puncak pada usia 2 tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi kembali pada penyakit demam berikutnya, prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian mencapai 0,64-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik, 4% penderita kejang demam secara bermakna mengalami tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Meskipun memiliki prognosis yang baik, namun kejang demam tetap menjadi hal yang menakutkan bagi orang tua. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya kejang demam yang bisa diberikan kepada orangtua untuk meredakan ketakutan yang berlebihan dan kepentingan tatalaksana. Data mengenai insiden kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10 % orang akan mengalami paling sidikit satu kali kejang selama hidupnya dan sekitar 0,3-0,5 % akan didiagnosis mengidap epilepsi (didasarkan pada 2 atau lebih kejang spontan atau tanpa pemicu). Laporan spesifik jenis kelamin angka yang sedikit lebih besar pada laki- laki dari pada perempuan (Prince & Wilson, 2006) Kejang demam hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang tua khususnya ibu. Seorang ibu akan merasa khawatir dan panik jika melihat anaknya mendadak mengalami kejang demam. Seringkali ibu tidak tahu harus berbuat apa saat anak mengalami kejang demam. Oleh karena itu, kejang demam yang terjadi pada anak akan iii



berdampak pada psikologis orang tua terutama ibu, dimana kebanyakan ibu mengalami ansietas (kecemasan berlebihan), depresi, merasa bersalah, ketakutan akan berulangnya kejang (Tarigan, 2007). Kejang demam ialah suatu kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Para peneliti telah membuat berbagai kesimpulan, bahwa bangkitan kejang demam berhubungan dengan usia, tingkatan suhu serta kecepatan peningkatan suhu, termasuk faktor hereditas juga memiliki peran terhadap bangkitan kejang demam dimana pada anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk mengalami kejang lebih banyak dibandingkan dengan anak normal. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang demam berulang. Obat pencegah kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan. Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama memberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud kejang demam pada anak? 2. Bagaimana etiologi kejang demam pada anak? 3. Bagaimana manifestasi klinis kejang demam pada anak? 4. Apa saja klasifikasi kejang demam pada anak? 5. Bagaimana patofisiologi kejang demam pada anak? 6. Bagaimana gambaran pathway kejang demam pada anak? 7. Apa saja pemeriksaan penunjang ketika terjadi kejang demam pada anak? 8. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dilakukan saat kejang demam pada anak? 9. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan saat kejang demam pada anak? 10. Apa saja komplikasi yang terjadi saat kejang demam pada anak? 11. Bagaimana model asuhan keperawatan kejang demam pada anak? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum a) Mengetahui apa itu kejang demam pada anak. b) Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus kejang demam. iv



2. Tujuan Khusus a) Mampu mendeskripsikan pengkajian pada anak dengan kasus kejang demam. b) Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus kejang demam. c) Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan kasus kejang demam. d) Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus kejang demam. e) Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus kejang demam. 1.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang penulis gunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode penulisan Pustaka. Metode penulisan pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari buku dan jurnal.



v



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Kenjang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012). Kejang Demam atau step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium atau terjadi di luar rongga tengkorak. Kejang demam atau febrile convulsion tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi (demam). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam. (Price S.A, 2000). Kesimpulan bahwa bangkitan kejang demam berhubungan dengan usia, tingkatan suhu serta kecepatan peningkatan suhu, termasuk faktor heriditas juga memiliki peran terhadap bangkitan kejang demam di mana pada anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk mengalami kejang lebih banyak dibandingkan dengan anak normal (Sodikin, 2012). 2.2 Etiologi Faktor penyebab pada kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat prenatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis, terutaman yang di sebabkan oleh shigella atau campylobacter, dan infeksi saluran kemih merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe,et al, 2007 dalam Badrul, 2015). Menurut Lumban Tobing (1995 : 18-19), penyebab kejang demam pada anak diantaranya yaitu : a. Demam itu sendiri, disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme. c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofat toksik sepintas.



6



Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial. Faktor resiko terjadinya kejang demam, yaitu : a. Faktor demam, anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan kejang demam 2,4 kali lebih besar di bandingkan anak dengan mengalami demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 39ºC memiliki resiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam di bandingkan dengan anak yang demam kurang 39ºC (Badrul, 2015). b. Faktor usia, anak dengan kejang dengan usia kurang dari dua tahun mempunyai resiko bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar di bandingkan yang yang lebih dari dua tahun (Fuadi, 2010 dalam Badrul, 2015). c. Faktor riwayat kejang dalam keluarga, keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai factor resiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupum saudara kandung (first degree relative). Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka resiko terjadi kejang demam hanya 9% (Badrul, 2015). Apibila salah satu orang tuanya penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam mempunyai resiko untuk terjadi banhgkitan kejang demam 20% - 22% (Badrul, 2015). Apabila kedua orang tua menderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka resiko untuk terjadinya bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59% - 64%. 30 kejang demam lebih banyak oleh ibu di bandingkan ayah, 27% dibanding 7% (Fuadi, 2010 dalam Badrul, 2015). d. Faktor Perinatal dan pascanatal Kehamilan pada umur lebih 35 tahun e. Berat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan timbulnya bangkitan kejang demam (Fuadi,2010 dalam Badrul, 2015). f. Faktor vaksinasi atau imunisasi, resiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunisasi pada anak, seperti imunisasi difteri, titanus, dan pertussis (DPT) atau measlea-mumps- rubella (MMR) (Mayo Clinic, 2012 dalam Badrul, 2015). 2.3 Manifestasi Klinis Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak 7



terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang di ikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlansung beberapa jam atau beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. Kejang demam terkait dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39°C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap lebih dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik, selain itu juga dapat terjadi mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan berulang (Behman, 2000: 843). Tanda dan Gejala kejang demam menurut Mansjoer (2000 : 434), yaitu : a. Peningkatan suhu tubuh yang tinggi (suhu rektal diatas 38°C). b. Kejang yang bersifat kejang kolonik atau tonik-kolonik bilateral. c. Mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan. d. Gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekuatan fokal. e. Pada sebagian kejang disertai hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari atau juga bersifat menetap. Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan kejang demam diantaranya : a. Suhu tubuh mencapai lebih dari 38°C. b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang. c. Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang). d. Kulit pucat dan membiru. e. Akral dingin. 2.4 Klasifikasi Kejang Demam a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) Kejang demam ini biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai lebih dari 39°C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik atau menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat 8



perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak (Widagno, 2012). b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion). Kejang demam ini biasanya kejang terjadi selama lebih dari 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana (Widagno, 2012). c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure). Kejang demam ini biasanya sifat dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pada umur kurang dari usia 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis (Widagno, 2012). 2.5 Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO, dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular. b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa 9



hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan "neurotransmitter" dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).



10



2.6 Pathway Kejang Demam Anak Infeksi diantaranya v :



Proses inflamasi



Inflamasi



Suhu tubuh ↑



 Pneumoni a Pelepasan muatan Listrik meluas ke sel Oleh neurotrasmiter



Difusi ion KDan Na-



MK : Hipertermia



Pireksia (demam)



↑ sirkulasi O2 di otak



Ketidakseim bangan Membran



Kenaikan metabolism e basal 10-



Kebutuhan O2 ↑ 20%



MK : ketidakefek tifan Kejang Demam



 Kejang 15 menit  Gejala sisa (hemiparis)  EEG abnormal



Kejang demam



Kejang demam



Apnea, keb O2 & energi u/ Kontraksi otot skeletal ↑



Hipoksemia Lidah jatuh kebelakang



Cairan/sekre t



Epilepsi



Penyumbatan jalan napas



MK : Resiko aspirasi



MK : resiko Keterlambatan perkembangan



Hipotensi, Denyut jantung tidak teratur Hiperkapnia



Sesak MK : gangguan Pertukaran gas



Sesak napas, Akral dingin 11



Asidosis



Metabolisme anaerob



MK : Ketidakefektifan perfusi jaringan



2.7 Pemeriksaan Penunjang a. EEG (Electroencephalogram) Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks (Dewi, 2011) b. Pemeriksaan fungsi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat (Dewi, 2011). Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi yang memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher), mengalami complex partial seizure, kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya), kejang saat tiba di IGD, keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga 1 jam setelah kejang adalah normal, kejang pertama setelah usia 3 tahun. Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom, jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80- 120ml dan dewasa 130-150ml), Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat (normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L). c. Neuroimaging, yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT- Scan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal (Dewi, 2011). d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah (Dewi, 2011).



12



2.8 Penatalaksanaan Medis Menurut Livingston (2001) penatalaksanaan medis kejang demam meliputi : a. Menghentikan kejang secepat mungkin, bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Pemberian diazepam melalui intravena pada anak yang kejang sering kali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg. berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg. Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung. b. Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih kejang, dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg per kgBB dengan minimal dalam spuit 7.5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg per KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg kgBB per kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan. c. Pemberian oksigen, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. d. Penghisapan lendir jika diperlukan. e. Mencari dan mengobati penyebab, penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis. f. Pengobatan rumat untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan 13



pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksi jangka panjang. 2.9 Penatalaksanaan Keperawatan a. Semua pakaian ketat dibuka b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. d. Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal. e. Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan suhu 1 sampai 1,5 ºC. f. Berikan Kompres Hangat, mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap khusus badan) yang dibasahi dengan dibasahi air hangat (30ºC) kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit. Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap atau handuk basah atau didiamkan dalam air karena penguapan akan terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi. Sebenarmya mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun demam. Karena itu sebaiknya digabungkan dengan pemberian obat penurun demam, kecuali anak alergi terhadap obat tersebut. g. Menaikkan asupan cairan anak, anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak memaksa anak untuk makan. Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau atau susu formula) dan air harus tetap diberikan atau bahkan lebih sering. Anak yang lebih tua dapat diberikan sup atau buah-buahan yang banyak mengandung air. h. Istirahatkan anak saat demam, demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman. Orang tua sebaiknya mendorong anaknya untuk cukup istirahat. Sebaiknya tidak memaksa anak untuk tidur atau istirahat atau tidur bila anak sudah merasa baikan dan anak dapat kembali ke sekolah atau aktivitas lainnya ketika suhu sudah normal dalam 24 jam (Nita,2004). 2.10 Komplikasi Menurut Wulandari dan Erawati 2016 komplikasi yang dapat terjadi dari kejang demam jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat adalah : a. Kerusakan neurotransmitter, lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membran sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.



14



b. Epilepsi, kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama sehingga dapat menjadi matang dikemudian hari seingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. c. Kelainan anatomis di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelaian di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5 tahun. d. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam, kemungkinan mengalami kematian. e. Aspirasi, ialah kondisi dimana partikel kecil seperti cairan atau serpihan makanan masuk ke dalam paru-paru yang bisa menyebabkan seseorang kesulitan bernapas. Aspirasi pada umumnya banyak terjadi pada bayi. f. Asfiksia, merupakan gangguan dalam pengangkutan O2 ke jaringan tubuh yang disebabkan terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah, ataupun jaringan tubuh. g. Kerusakan Otak, terjadi melalui mekanisme eksitoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA (M Metyl D Asparate) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara irreversible (Mansjoer,2000). h. Retardasi Mental, hal ini dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonates (Mansjoer,2000).



15



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak A. Pengkajian 1) Identitas Klien Lakukan pengkajian identitas seperti nama, alamat, dan pada umur anak di bawah 6 bulan sampai 4 tahun jenis kelamin, agama, pendidikan, orang tua klien, dll (Sodidin, 2012 dlm Farida & Selviana, 2016), 2) Keluhan Utama Kejang merupakan gangguan tersier pada anak yang sering terjadi bersamaan dengan demam yang melebihi 38°C (Juanita & Manggarwati, 2016). Keluhan utama pada kejang demam dapat mengakibatkan hipertermi. Hipertermi yaitu peningkatan suhu tubuh di atas normal (wilkison, 2016). 3) Riwayat Penyakit Sekarang Kejang demam merupakan bangkitan kejang akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38°C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Badrul, 2015). 4) Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami kejadian yang sedang di alami sekarang atau pernah di rawat dengan sakit tertentu. Dewanti (2012) mendapatkan 86 anak mengalami kejang demam, dan 47,7% diantaranya mengalami kejang demam berulang. Perbandingan kejadian kejang demam yang diperoleh peneliti pada kejang demam pertama dan kejang demam berulang adalah 2 : 1. Hal ini menunjukkan ada perubahan kejadian kejang demam berulang. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai factor resiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative) (Badrul, 2015). 6) Pemeriksaan Fisik Batas suhu yang bias mencetuskan kejang demam 38oC atau lebih, tapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak di ketahui (Soetomongolo, 1999 dalam Badrul, 2015). Pemeriksaan fisik yang lainnya bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi intracranial meningitis atau ensevalitis (Basuki, 2009 dalam Badrul, 2015).



16



B. Diagnosa Keperawatan Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul : 1) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism. 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak. 3) Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi. 4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi. 5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia. 6) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran. 7) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau kejang. C. Intervensi Keperawatan No



2



NANDA Hipertermia



NOC NIC Termoregulasi Perawatan demam Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tandaBatasan 1. Merasa merinding saat tanda vital lainya. karakteristik : dingin. 2. Monitor warna kulit dan a. Apnea 2. Berkeringat saat panas. suhu. b. Gelisah 3. Tingkat pernapasan. 3. Monitor asupan dan c. Hipotensi 4. Melaporkan keluaran, sadari d. Kulit kemerahan kenyamanan suhu. e. Kulit teraba hangat perubahan kehilangan f. Latergi 5. Perubahan warna kulit cairan yang tak di g. Kejang 6. Sakit kepala rasakan. h. Koma 4. Beri obat atau cairan IV i. Stupor 5. Tutup pasien dengan j. Takikardia selimut atau pakaian k. Takipneu ringan. l. Vasodilatasi Faktor yang berhubungan : a. Peningkatan laju metabolisme. b. Penyakit c. Sepsis Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Faktor resiko : a. Gangguan serebrovaskuler b. Penyakit



a. status Sirkulasi 1. Tekanan darah sistol. 2. Tekanan darah diastole. 3. Tekanan nadi 4. PaO2 (tekanan parsial oksigen dalam darah arteri) 17



Terapi oksigen 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea 2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen



neurologis



5. PaCO2 (tekanan parisal karbondioksida dalam darah arteri 6. Saturasi oksigen 7. Urine output 8. Capillary refill. b. status neurologi 1. Kesadaran 2. Fungsi sensorik dan motorik kranial. 3. Tekanan intracranial. 4. Ukuran pupil. 5. Pola istirahat-tidur. 6. Orientasi kognitif 7. Aktivitas kejang 8. Sakit kepala.



5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan. 2. Monitor tanda-tanda vital. 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal : warna, kejernihan, konsistensi. 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman, pernapasan, PaO2, PaCO2, pH, bicarbonat. 5. Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan. 7. Batasi cairan. 8. Dorong eluarga atau orang yang penting untuk bicara pada pasien. 9. Posisikan tinggi kepala 30°C atau lebih. Monitoring peningkatan intracranial : 1. Monitor tekanan perfusi serebral. 2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrospinal (CSF). 3. Monitor intake dan output. 4. Monitor suhu dan



18



5. 6. 7.



8.



9.



3



Ketidakefektifan pola napas



a. Status pernafasan ventilasi 19



jumlah leukosit. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk. Berikan antibiotic. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu.



Monitoring tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat. 2. Monitor kualitas dari nadi. 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan. 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheynestokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksi dan bernapas berlebihan) 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik). 7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign. Terapi oksigen 1. Bersihkan mulut,



Batasan karakteristik : a. Bradipnea b. Dispnea c. Penggunaan otot bantu penapasan. d. Penurunan kapasitas vital. e. Penurunan tekanan ekspirasi. f. Penurunan tekanan inpsirasi. g. Pernapasan bibir h. Pernapasan cuping hidung. i. Pola nafas abnormal. j. Takipnea. Faktor yang berhubungan a. Cedera medulla spinalis. b. Gangguan neurologis. c. Nyeri



1. Frekuensi pernapasan. 2. Irama pernapasan. 3. Kedalaman pernapasan. 4. Penggunaan otot bantu nafas. 5. Suara nafas tambahan. 6. Retraksi dinding dada. 7. Dispnea saat istirahat. 8. Atelektasis. b. Status pernafasan kepatenan jalan nafas 1. Frekuensi pernafasan. 2. Pernafasan cuping hidung. 3. Mendesah.



2. 3. 4. 5.



6.



7.



hidung dan sekret trakea dengan tepat. Pertahankan kepatenan jalan nafas. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan. Monitor aliran oksigen Periksa perangkat pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa kosentrasi yang telah di tentukan sedang di berikan. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti. Pantau adanya tandatanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis.



Monitor neurologi 1. Pantau ukuran pupil, bentuk kesimetrisan dan reaktivitas. 2. Monitor tingkat kesadaran. 3. Monitor GCS 4. Monitor status pernapasan. Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru. 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi dari penyebab perubahan vital sign. 20



4



5



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi.



Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.



Status pernafasan pertukaran gas 1. Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri(PO2). 2. Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri(PCO2). 3. Saturasi oksigen. 4. Keseimbangan ventilasi perfusi. 5. Dyspneapada saat istirahat. 6. Sianosis



Cardiopulmonaly status (Status kardiopulmonal) 1. Tekanan darah sistolik 2. Tekanan darah diastolik 3. Nadi perifer 4. Saturasi oksigen 5. Indeks kardio 6. Sianosis 7. Edema perifer 8. Kedalaman pernafasan Status pernafasan 1. Menilai pernafasan 2. Irama pernafasan 3. Kedalaman pernafasan 4. Volume tidal 5. Saturasi oksigen 6. Sianosis 21



Monitor vital sign Tindakan keperawatan: 1. Memonitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan. 2. Memonitor Denyut jantung. 3. Memonitor suara paruparu. 4. Memonitor warna kulit. 5. Meniai CRT. Monitor pernafasan Tindakan keperawatan: 1. Memonitor tingkat, irama, kedalaman, dan respirasi. 2. Memonitor gerakan dada. 3. Monitor bunyi pernafasan. 4. Auskultasi bunyi paru 5. Memonitor dyspnea dan hal yang meningkatkat dan memperburuk. Terapi oksigen 1. Monitor kemampuan pasien dalam mentoleransi kebutuhan oksigen saat makan. 2. Observasi cara masuknya oksigen yang menyebabkan hipoventilalsi. 3. Monitor perubahan warna kulit pasien. 4. Monitor posisi pasien untuk membantu masuknya oksigen 5. Monitor keefektifan terapi oksigen 6. Memonitor penggunaan oksigen saat pasien beraktivitas. Menajemen sensasi



7. Clubbing of finger 8. Gasping (terengahengah) Vital sign 1. Rentang nadi radial 2. Rentang pernafasan 3. Tekanan darah sistolik 4. Tekanan darah diastol 5. Tekanan nadi 6. Kedalaman saat inspirasi



6



Gangguan pertumbuhan dan perkembangan.



Pertumbuhan 1. Persentil berat badan untuk usia. 2. Percentil berat untuk tinggi. 3. Tingkatberat badan 4. Massa tubuh - Penggunaan disiplin yang sesuai usia. - Merangsang perke mbangan kognitif. - Merangsang pembangunan.



perifer 1. Memonitor perbedaan terhadap rasa tajam,tumpul,panas atau dingin. 2. Monitor adanya mati rasa, rasa geli. 3. Diskusikan tentang adanya kehilangan sensasi atau perubahan sensasi. 4. Minta keluarga untuk memantau perubahan warna kulit setap hari. Stimulasi Tumbuh Kembang 1. kaji tingkat tumbuh kembang anak. 2. Ajarkan untuk intervensi dengan terapi rekreasi dan aktivitas. 3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik, dan dapat dilakukan oleh anak. 4. Rencanakan bersama anak aktivitas dan sasaran yang memberikan kesempatan untuk keberhasilan. 5. Berikan penkes stimulasi tumbuh kembang anak pada keluarga. Manajemen nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk 4. meningkatkan intake Fe. 5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. 6. Berikan substansi gula 7. Yakinkan diet yang



22



7



dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi. 8. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi). 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan 1. Klien terbebas dari 1. Sediakan lingkungan Faktor resiko cidera yang aman untuk pasien a. Eksternal 2. Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan - Gangguan Fungsi menjelaskan cara atau keamanan pasien sesuai kognitif metode untuk dengan kondisi fisik - Agens mencegah cidera. 3. Dan fungsi kognitif nosocomial 3. Klien mampu pasien dan riwayat b. Internal menjelaskan faktor penyakir dahulu pasien - Hipoksia jaringan resiko dari 4. Memasang side rail - Gangguan sensasi lingkungan. tempat tidur (akibat dari 4. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat cedera medulla kesehatan yang ada. tidur yang aman dan spinalis, dll. 5. Mampu mengenali bersih - Malnutrisi. perubahan status 6. Membatasi kesehatan. pengunjunng 7. Memberikan b. Kejadian jatuh penerangan yang cukup 1. Jatuh dari tempat tidur 8. Berikan penjelasan pada 2. Jatuh saat di pasien dan keluarga pindahkan. atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. Manajemen kejang 1. Pertahankan jalan nafas 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang 6. Monitor tingkat obatobatan anti epilepsy 23



dengan benar. Pencegahan jatuh 1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh. 2. Sediakan pengawasan ketat atau alat pengikatan. D. Implementasi Keperawatan Menurut asmadi (2008), implementasi adalah perwujudan dan rencana keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah 1) Membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2) Mencakup peningkatan kesehatan 3) Mencakup pencegahan penyakit 4) Mencakup pemulihan keschatan 5) Memfasilitasi koping klien Adapun prinsip-prinsip dalam implementasi pada tiap-tiap diagnosa adalah : 1) Mempertahankan perfusi jaringan ke otak efektif. 2) Mencega untuk tidak terjadinya cedera. 3) Mencegah untuk tidak terjadi aspirasi. 4) Mencegah kejang berulang tidak terjadi. 5) Mengatasi kecemasan pada anak E. Evaluasi Menurut Deswani (2009), evaluasi dalam keperawatan adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian evaluasi keperawatan adalah mengukur keberhasilan dan rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Hasil Evaluasi dari masing-masing diagnosa adalah sebagai berikut : 1) Perfusi jaringan ke otak efektif. 2) Cedera tidak terjadi. 24



3) Aspirasi tidak terjadi. 4) Kejang berulang tidak terjadi. 5) Keluarga tidak cemas lagi.



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 25



Kejang Demam atau step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium atau terjadi di luar rongga tengkorak. Kejang demam atau febrile convulsion tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi (demam). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam. (Price S.A, 2000). 4.2 Saran Untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam. Penulis mencoba menyampaikan beberapa saran yang ditujukan kepada : 1. Aspek praktisi Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi klien, penulis berharap kedepannya pada penatalaksanaan keperawatan, keluarga klien dapat diberikan pendidikan kesehatan tentang cara mencegah kejang demam dan pertolongan pertama saat anak kejang demam di rumah. 2. Aspek teoritis Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tentunya harus dengan aspek teoritis yang dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan asuhan keperawatan, pembekalan materi maupun praktik laboratorium bagi mahasiswa sehingga sangat diperlukan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan yang optimal di lapangan.



DAFTAR PUSTAKA Arjatmo T.(2001).Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru 26



Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002).Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta: EGC. Deliana, Melda. (2002). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK.USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 4 (2), 59-62. Deni, Titin Sutini, 2016. (2016). Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada An.S dengan Morbili di Paviliun Badar Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat. Faristanty, N, A,. (2019). Asuhan Keperawatan pada Anak Kejang Demam Simpleks dengan Masalah Keperawatan Hipertermi diruangan Melati v RSUD di. Soekardjo Tasikmalaya. Karya Tulis Ilmiah 1 (1), 15-75. Ilmiah, K. T. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KEJANG DEMAM SIMPLEKS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI DI RUANGAN MELATI V RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA. Indrayati, Dwi. (2019). Peningkatan Kemampuan Orang Tua dalam Penanganan Pertama Kejang Demam pada Anak. Jurnal Peduli Masyarakat, 1 (1), 7-12. Kania, N. (2007). Kejang pada anak. 1–6. Ngastiyah.( 1997 ).Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC Putri, D. R. (2017). Asuhan Keperawatan pada anak dengan kejang demam di ruang ibu dan anakRumah Sakit Tingkat III dr Reksodiwiryo Padang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. Putri, F. K. C. (2019). Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada An. D dan An. M dengan Masalah Keperawatan Hipetermi di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang. Fakultas Keperawatan Universitas Jember, 10. Sacharin Rosa M. (1996).Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : MaulannyR.F. Jakarta EGC. Sistem, G., Sindroma, N., & Publikasi, N. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An . A DENGAN. 1–5. Pusponegoro, H., Widodo, D. P., & Ismael, S. (Ikatan D. A. I. (2006). Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1–23. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/KonsensusPenatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf Dervis, B. (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penatalaksanaan Kejang Demam Anak terhadap Pengetahuan Ibu di RS Roemani &RSI Sultan Agung Semarang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.



27



Irdawati. (2009). Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan, 2 No.3(September),143–146. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG DEMAM DAN PENATALAKSANAANNYA.pdf?sequence=1 Labir, K., & Mamuaya, N. L. . S. S. (2017). Pertolongan Pertama Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Journal Nursing, 1–7. http://poltekkesdenpasar.ac.id/files/JURNAL GEMA KEPERAWATAN/DESEMBER 2014/ARTIKEL Ketut Labir dkk,.pdf



28