Makalah Epidemiologi Analitik (Mata Kuliah Epidemiologi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EPIDEMIOLOGI ANALITIK



Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai Assesment mata kuliah Epidemiologi Dosen Assesment : Nur Khafidhoh, S.SiT, M.Kes



Disusun oleh: Maya Kurnia Putri



(P1337424420175)



PRODI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI KEBIDANAN SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah dengan judul “Epidemiologi Analitik” sebagai bentuk pemenuhan tugas Epidemiologi dengan baik dan tepat waktu. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.



Semarang, 07 November 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2 1.3 Tujuan..............................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Epidemiologi Analitik.....................................................................3 2.2 Aplikasi Epidemiologi.....................................................................3 A. Studi Kohort .............................................................................3 B. Studi Potong Lintang...............................................................11 C. Studi Kontrol Kasus................................................................14 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan....................................................................................28 3.2 Saran..............................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................30



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Epidemiologi berasal dari kata Epi (penyakit), Demos (penduduk) & Logos (ilmu).Jadi Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari distribusi (penyebaran), frekuensi (Jumlah/Angka) dan determinan (Penyebab)



penyakit/masalah



kesehatan



pada



suatu



penduduk.



Epidemiologi memiliki berbagai macam bentuk studi guna membantu memahami tentang epidemiologi lebih mendalam dan menyelesaikan masalah-masalah terkait epidemiologi. Epidemiologi mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerangkan tentang besarnya masalah dan gangguan kesehatan (termasuk penyakit) serta penyebarannya dalam suatu penduduk tertentu, menyiapkan data/informasi yang esensial untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan program, serta evaluasi berbagai kegiatan pelayanan (kesehatan) pada masyarakat, baik yang bersifat pencegahan dan penanggulangan penyakit maupun bentuk lainnya serta menentukan skala prioritas terhadap kegiatan tersebut dan mengidentifikasi berbagai factor yang menjadi penyebab masalah atau factor yang berhubungan dengan terjadinya masalah tersebut (Noor, 1996). Untuk melaksanakan fungsi tersebut, para ahli epidemiologi lebih memusatkan perhatiannya pada berbagai sifat karakteristik individu dalam suatu populasi tertentu seperti sifat karakteristik biologis, sosio-ekonomo, demografis, kebiasaan individu serta sifat karakteristik genetis, Pada berbagai sifat karakteristik tersebut, akan member gambaran tentang sifat permasalahan yang ada dalam masyarakat serta kemungkinan factor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penerapannya, kegiatan epidemiologi dapat dibagi dalam dua bentuk utama (Noor, 1996).



1



2



1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan masalah, yaitu : -



Apa yang dimaksud dengan Epidemiologi Analitik?



-



Apa yang dimaksud dengan Studi Kohort ?



-



Apa yang dimaksud dengan Studi Potong Lintang ?



-



Apa yang dimaksud dengan Studi Kontrol Kasus ?



-



Apa saja ciri dan karakteristik dari masing-masing studi tersebut?



-



Apa saja kelemahan dari masing-masing studi tersebut?



-



Apa saja kelebihan dari masing-masing studi tersebut?



-



Bagaimana langkah-langkah untuk melakukan masing-masing studi tersebut?



1.3



Tujuan -



Untuk mengetahui pengertian Epidemiologi Analitik



-



Untuk mengetahui pengertian dari Studi Kohort



-



Untuk mengetahui pengertian dari studi Potong Lintang



-



Untuk mengetahui pengetian dari Studi Kontrol Kasus



-



Untuk mengetahui ciri dan karakteristik dari masing-masing studi kasus tersebut



-



Untuk mengetahui kelemahan dari masing-masing studi kasus tersebut



-



Untuk mengetahui kelebihan dari masing-masing studi kasus tersebut



-



Untuk mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan pada masing-masing studi kasus tersebut



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Epidemiologi Analitik Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan. Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa studi di desain



tepat



sehingga



temuannya



dapat



dipercaya



(reliabel)



dan



valid.Epidemiologi analitik merupakan studi epidemiologi yang ditujukan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi atau rendahnya frekuensi penyakit pada kelompok individu. (Eko Budiarto, 2002:111). Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit.Studi analitik merupakan studi epidemiologi yang menitikberatkan pada pencarian hubungan sebab (faktor-faktor resiko) – akibat (kejadian penyakit).  Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinal), besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat anatarafaktor resiko dan penyakit. 2.2



Aplikasi Epidemiologi A.



Studi Kohort 1.



Pengertian Studi Kohort Studi Kohort adalah Rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit (outcome) dengan cara membandingkan kelompok terpapar (factor penelitian) dan kelompok tak terpapar berdasarkan status penyakit (outcome) dan mengikuti hingga waktu tertentu. Studi kohort adalah penelitian



3



4



epidemiologi analitik yang bersifat observasi dimana dilakukan perbandingan antara sekelompok orang yang terkena penyebab (terpapar) dengan sekelompok lainnya yang tidak terkena penyebab



(tidak



terpapar)



kemudian



dilihat



akibat



yang



ditimbulkan. Penelitian kohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan longitudinal kedepan atau prospektif. Jenis penelitian ini mempunyai beberapa nama lain yakni Prospektif, Studi Follow Up, Studi Longitudinal, Studi insidensi. Disebut dengan istilah seperti hal tersebut diatas dikarenakan arah penelitain ini mengikuti ke kedepan atau ke masa yang akan yang akan di follow up sepanjang masa, dan karena kejadian kasusnya adalah kasus baru terjadi maka studi ini disebut dengan studi insiden.Studi kohort dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Studi kohort prospektif Studi kohort disebut prospektif apabila faktor risiko, atau faktor penelitian diukur pada awal penelitian, kemudian dilakukan follow up untuk melihat kejadian penyakit dimasa yang akan datang. Lamanya follow up dapat ditentukan berdasarkan lamanya waktu terjadinya penyakit. Pada studi kohort prospektif, faktor penelitian dimulai dari awal penelitian, kausa atau faktor risiko diidentifikasi lebih dahulu, kemudian diikuti sampai waktu tertentu untuk melihat efek atau penyakit. Pada studi kohort prospektif, dapat dibedakan menjadi studi kohor prospektif dengan pembanding internal dan eksterna. Studi kohort prospektif dengan pembanding internal, kohort yang terpilih sama sekali belum terpapar oleh faktor risiko dan belum mengalami efek, kemudian sebagian terpapar secara alamiah lalu dilakukan deteksi kejadian efek pada kedua kelompok



tersebut.



Studi



kohort



prospektif



dengan



5



pembanding eksternal, ada kelompok yang terpapar faktor risiko namun belum memberikan efek dan kelompok lain tanpa paparan dan efek. b) Studi kohort retrospektif Pada studi kohort retrospektif, faktor risiko dan efek atau penyakit sudah terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian. Dengan demikian variabel tersebut diukur melalui catatan historis.Prinsip studi kohort retrospektif tetap sama dengan kohort prospektif, namun pada studi ini, pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah terjadi. Yang terpenting dalam studi retrospektif adalah populasi yang diamati tetap memenuhi syarat populasi kohort, dan yang diamati adalah faktor risiko masa lalu yang diperoleh melalui pencatatan data yang lengkap. Dengan demikian, bentuk penelitian kohort retrospektif hanya dapat dilakukan, apabila data tentang faktor risiko tercatat dengan baik sejak terjadinya paparan pada populasi yang sama dengan efek yang ditemukan pada awal pengamatan. 2.



Tujuan Studi Kohort Pemilihan subyek pada studi kohort berdasarkan status paparannya, kemudian dilakukan pengamatan atau pencatatan apakah subyek dalam perkembangannya mengalami penyakit yang diteliti atau tidak. Dengan tujuan sebagai berikut : -



Menentukan insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti



-



Untuk membedakan pasien yang terpapar dengan pasien yang tidak terpapar, atau pasien yang terpapar penyakit A dan penyakit B Dalam studi kohort ini sekelompok orang dipaparkan (exposed)



pada



suatu



penyebab



penyakit



(agent).



Kemudian



diambil



sekelompok orang lagi yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan



6



kelompok pertama tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit. Kelompok kedua ini disebut kelompok kontrol. Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua kelompok tersebut dibandingkan, dicari perbedaan antara kedua kelompok tersebut, bermakna atau tidak. 3.



Ciri dan Karakterikstik Studi Kohort Pada studi kohort, pemilihan subjek dilakukan berdasarkan status paparannya, kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek mengalami outcome yang diamati atau tidak. Studi kohort memiliki karakteristik:



-



Studi kohort bersifat observasional



-



Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat



-



Studi kohort sering disebut sebagai studi insidens



-



Terdapat kelompok kontrol



-



Terdapat hipotesis spesifik



-



Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif



-



Untuk kohort retrospektif, sumber datanya menggunakan data sekunder Sedangkan studi kohort memiliki ciri khas sebagai berikut :



-



Mempelajarihubunganfaktorrisiko denganefek atau penyakit



-



Pemilihan subyek berdasarkan statuspaparannya



-



Pendekatan waktu secara longitudinal(time-periodapproach)



-



Faktor risiko diidentifikasi terlebih dahulu



-



Diikuti periode tertentu untuk melihat efek atau penyakit yang ditelitipadakelompokdengan faktor risiko dan pada kelompok tanpafaktorrisiko



-



Hasil analisis untuk melihat hubungandan pengaruh



7



4. Kelebihan dan kekurangan Studi Kohort a) Kelebihan studi Kohort -



Merupakan desain yang terbaik utuk menentukan insiden dan laju insiden



-



Studi ini paling baik dalam menerangkan hubungan temporal antara faktor risiko dengan efek



-



Tepatuntukmempelajariefekdari eksposure



atau



paparan



yang jarang karna dapat meneliti beberapa efek sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu -



Bias pada paparan lebih minimal



-



Cocok untuk meneliti paparan yang langka karna dapat menghitung laju insiden &perjalanan penyakit



-



Dapat memeriksa dan mendiagnosa dengan teliti penyakit yang terjadi.



-



Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih meyakinkan.



-



Dapat mempelajari beberapa efek darisuatupaparan



-



Dapat



menerangkan



“temporal relationship” antara paparan dan



outcome(penyakit) b) Kekurangan Studi Kohort -



Desain ini memerlukan waktu yang lama



-



Sarana dan biaya mahal



-



Tidak efisien untuk kasus (penyakit) yang langka



-



Terancam adanya drop out



-



Dapat menimbulkan masalah etika karena peneliti membiarkan subyek terpajan paparan yang dapat merugikan si subyek itu sendiri



-



Pada



kohort



prospektif



dapat sangatlamadan mahal



-



Pada kohort retrospective perlu sumber data yang lengkap dan Handal



-



Tidak efisien untuk mempelajari penyakityangjarang



8



Mempunyai risiko untuk “loss to follow up” atau hilang dari



-



pantauan 5. Langkah-langkah melakukan Studi Kohort a) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis Membuat pertanyaan penelitian apa yang akan di teliti dan bagaimana hipotesis atau dugaan penelitian tersebut berdasarkan teori yang ada.Contoh : Hubungan kebiasan merokok dengan kejadian PJK (penyakit jantung koroner) - Hipotesis : kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian PJK - Factor resiko : kebiasaan merokok - Efek yang diteliti : kejadian PJK b) Mendeskripsikan variabel penelitian : Efek dan Faktor Risiko (FR) Mengidentifikasi factorefek (variable dependen) dan resiko (variable independen) serta variabel-variabel pengendali (variable kontrol).Langkahnya sebagai berikut: Mendefinisikan secara jelas faktor risiko (variabel independen atau



-



bebas) dan faktor efek (variabel dependen atau terikat) Mengidentifikasikan faktor risiko internal (dari subyek) maupun



-



faktor risiko Eksternal (dari lingkungan), hal ini penting karena dikhawatrirkan akan menjadi predisposisi timbulnya penyakit (efek) Contoh : Variabel dependen : frekuensi kasus hipertensi Variabelindependen: Merokok Variabelpengendali : Umur, pekerjaandanpengetahuan c) Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dansampel penelitian Cara untuk pemilihan subyek penelitian sebagai berikut: -



Dari awal penelitian dipilih subyek yang benar-benar tak mempunyai efek (penyakit).



-



Subyek dipilih dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.



9



-



Subyek yang dipilih dari populasi terjangkau berdasarkan geografik penduduk dan dari kelompok orang tertentu



-



Melaksanakan Pengukuran variabel Efek dan Faktor Risiko (FR)



d) Memilih subjek yang akan menjadi anggota kelompok control Mengidentifikasi tersebut,



subjek



yang



danmengidentifikasi



beresikopositifdari



subjek



yangtidak



populasi beresiko



negatif.Dalam pelaksanaan pengukuran variable peneliti melihat variable penyebab atau faktorresiko dibuat menjadi dikotomi atau menjadi dua kategori dan begitu pula dengan variable efek. e) Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan, selanjutnya mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok Kedua kelompok yang telah ditetapkan, yaitu kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar, kemudian diikuti selama jangka waktu tertentu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam penelitian.Selanjutnya



peneliti



melakukan



pencatatan



semua



keterangan yang telah diperoleh sesuai tujuan penelitian. f) Melakukan Analisis Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapat efek positif dengan subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok risiko positif maupun kelompok kontrol. Semua data yang telah diperoleh, meliputi data kejadian penyakit yang dialami oleh kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar, dilakukan pengolahan data agar dapat ditangani dengan mudah, meliputi kegiatan editing, coding, processing, dan cleaning.



EFEK ya tidak jumlah Ya A B (A+B) FAKTOR Tidak C D (C+D) RESIKO jumlah (A+C) (B+D) (A+B+C+D) = N Tabel 1. Tabel resiko relatif (relative risk)



10



Keterangan : Sel A: subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek Sel B : subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek Sel C : subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek Sel D : subyek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek Setelah data diolah, dilakukan analisis data secara univariat dan bivariat, atau multivariat. Untuk menilai apakah paparan (faktor risiko) yang dialami subjek sebagai penyebab timbulnya penyakit, dilakukan uji kemaknaan dengan uji statistik yang sesuai. Keputusan uji statistik dapat dicari dengan pendekatan klasik ataupun probabilistik. Pada penelitian kohort, peneliti menghitung besarnya risiko yang dihadapi kelompok terpapar untuk terkena penyakit menggunakan perhitungan Relative risk/ RR (risiko relatif) dan Atribute risk/ AR (risiko atribut). RR adalah perbandingan antara insidensi penyakit yang muncul dalam kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang muncul dalam kelompok tidak terpapar. Berdasarkan tabel kontingensi di atas maka rumus RR adalah: Insiden pada kelompok terpapar Insiden pada kelompok tidak terpapar -



Insidencekelompokterpapar (Po) = A A+B



-



Insidencekelompoktidak terpapar (P1)=C C+D



-



RelativeRisk (RR) =Po P1



11



RR harus selalu disertai nilai interval kepercayaan yang dikehendaki, misalnya 95%. Interpretasi hasil RR adalah: -



Jika nilai RR = 1, berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruh dalam terjadinya efek.



-



Jika nilai RR > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut faktor risiko dari penyakit.



-



Jika nilai RR < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti faktor risiko yang kita teliti merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek.



-



Jika nilai interval kepercayaan RR mencakup nilai 1, berarti mungkin nilai RR = 1 sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang kita teliti sebagai faktor risiko atau faktor protektif. Atribute risk adalah selisih antara insidensi penyakit yang diderita kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang diderita kelompok yang tidak terpapar. Pada penelitian kohort juga dapat dilakukan perhitungan laju insidensi. Laju insidensi merupakan kecepatan kejadian penyakit pada populasi.



B.



Studi Potong Lintang (Cross Secsional) Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut dengan mengamati status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu atau kelompok pada satu waktu. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Tujuan Studi Potong Lintang yaitu memperoleh gambaran pola penyakit & determinannya pada populasi sasaran. Sedangkan Manfaat Studi Potong Lintang yaitu untuk memformulasikan



12



hipotesa hubungan paparan-penyakit yang akan diuji melalui penelitian analitik (jika variabel hasil relatif tidak berubah sepanjang masa). Langkah – langkah penelitian cross sectional : -



Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor resiko dan faktor efek



-



Menetapkan subjek penelitian.



-



Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus   berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data).



-



Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran). Ciri khas rancangan cross sectional :



-



Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu.



-



Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajangan (exposure) maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama.



-



Hanya menggambarkan hubungan aosiasi bukan sebab akibat.



-



Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. Kelebihan rancangan cross sectional :



-



Mudah dilaksanakan



-



Sederhana.



-



Ekonomis dalam hal waktu.



-



Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.



-



Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko maupun efek.



13



Kekurangan rancangan cross sectional : -



Diperlukan subjek penelitian yang besar.



-



Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.



-



Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.



-



Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain.



Contoh penelitian dengan studi potong lintang (cross sectional). a. Hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk semprot dengan batuk kronik berulang (BKB) pada anak balita. b. Hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan berat badan bayi lahir (BBL). c. Hubungan Kualitas Menyusui dengan Kelancaran Pengeluaran ASI.



Rancangan Penelitian cross sectional



14



C.



Studi Kontrol Kasus (Case Control Study) Penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Hal tersebut bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ). Ciri-ciri dari penelitian case control adalah pemilihan subyek yang didasarkan



pada



penyakit



yang



diderita,



kemudian



lakukan



pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.Penelitian case control dapat digunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. Misalnya adalah hubungan antara intensitas atau jangka waktu penyemprotan nyamuk demam berdarah (Fooging) dengan seberapa banyak warga yang terjangkit penyakit DBD. Penelitian Case Control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan “retrospective”. Case Control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh factor risiko mempengaruhi terjadinya penyakit mis: hubungan antara kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberculosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu. Desain Case control sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan kohort, ia lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar. Bahkan untuk penyakit yang jarang, case control merupakan satu-satunya penelitian yang



mungkin



dilaksanakan



untuk



mengindentifikasi



factor



resiko.Misalnya, kita ingin menentukan apakah pemberian esterogen pada ibu pada periode sekitar konsepsi mempertinggi risiko terjadinya kelainan jantung bawaan.Dengan mengetahui bahwa insiden penyakit jantung bawaan pada BBL dari ibu yang tidak mendapat esterogen adalah 8 per 1000.



Pada studi kohort diperlukan ±4000 ibu tepajan



15



dan 4000 ibu tidak terpajan factor risiko untuk dapat mendeteksi potensi peninggian risiko sebanyak 2x sedangkan dengan Case Control hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol. Bila yang diteliti adalah



kelainan



jantung



yang



khusus,



misalnya



malformasi



konotrunkus yang kekerapannya hanya 2 per 1000 maka untuk penelitian kohort diperlukan 15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak terpajan esterogen sedangkan untuk Case Control tetap hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol. Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai Setiap penelitian



penelitian kemudian



validitasnya.Ukuran



diawali



dengan



disususn pajanan



penetapan



hipotesis



terhadap



yang



faktor



pertanyaan akan



diuji



resiko



yang



berhubungan dengan frekuensi dapat besifat : - Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak. - Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misalnya tidak pernah, kadang-kadang,atau sering terpajan. - Kontiniu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun, paritas, berat lahir. Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa : -



Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus menerus.



-



Saat mendapat pajanan pertama



-



Bilakah terjadi pajanan terakhir Diantara pelbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan



adalah variable independen ( faktor resiko) berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan variable dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya atau tidak ) pula.Untuk masalah kesehatan, trutama kesehatan reproduksi, apakah pajanan terjadi sebelum, selama, atau sesuadah keadaan tertentu sangatlah



16



penting.Misalnya, pemakaian kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum pernah mengalami kehamilan sampai cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara.Kita juga tahu oajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu selama kehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian kelainan bawaan pada janin. Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain : -



Catatan medis rumash sakit, laboratorium patologi anatomi



-



Data dari catatan kantor wilayah kesehatan



-



Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung, telepon, atau surat. Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada kelompok kasus dan control ditanyakan hal-hal yang sama dengan cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak mengetahui apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau kelompok control. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya juga secara buta atau tersamar, untu mencegah peneliti mencari data lebih teliti pada kasus maupun pada control.Perlu pla diketahui bahwa informasi mengenai pemakaina kontrasepsi hormonal lebih lengkap dicatat pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk fraktur tulang. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap maka data perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap muka langsung, hubungan telepon, surat atau cara berkomunikasi yang lain).



17



Karena efek/ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar t=yang diagnosisnya mudah, misalnya anensefali, penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak mengalami efek sukar. Namun pada banyak penyakir lain sering sulit diperoleh criteria klinis yang obyektif untuk diagnosis yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan patologi-anatomik, dan lain-lain. Meskipun demikian kadang diagnosis



masih



sulit



manifestasinyabergantung



terutama pada



pada



penyakit



yang



stadiumnya.Misalnya



artitis



rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis dan hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan lebih dahulu



criteria



diagnosis



mana



yang dipergunakan



untuk



memasukkan seseorang menjadi kasus. Untuk beberapa penyakit tertentu telah tersedia criteria baku untuk diagnosis, namun tidak jarang criteria diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi agar sesuai dengan pertanyaan penelitian



2. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara untuk pemilihan subyek penelitian. Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan, karena penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan dirumah sakit.Mereka



ini



dengan



representatif



karena



tidak



sendirinya



bukan



menggambarkan



subyek kasus



yang dalam



masyarakat.Pasien yang tidak datang ke rumah sakit.Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol agar sampel yang dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi.



18



a) Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama) Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus baru).Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya sangat tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan kedaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya, pada penelitian kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung bawaan, apabila dipergunakan



kasus



prevalens,



maka



hal



ini



tidak



menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi pada periode neonates atau masa bayi. Dengan demikian pasien yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian. b) Tempat pengumpulan kasus Bila di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang benar benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit. c) Saat diagnosis Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh diakatakan sama dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan denga tepat (contohnya keganasan atau



19



pelbagai jenis penyakit kronik).Dalam keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari. Contoh : Ingin diketahui hubungan diet dengan kejadian kanker kolon.Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah mengubah



dietnya



penyakit.Penelitian



oleh



karena



terhadap



terdapatnya



penyakit



yang



gejala



timbulnya



manifestasi memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multiple, perlu perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama timbul.Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus jangan



dipakai,



sebab



sulit



dihindarkan



kemungkinan



terjadinya pajanan setelah timbul penyakit. d) Kontrol Pemilihan control member masalah yang lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena control semata mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa control harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker payudara berhubungan dengan penggunaal pil KB, maka criteria inklusi untuk control adalah subyek yang memiliki peluang untuk minum pil KB yaitu wanita yang menikah, dalam usia subur (wanita yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum pil kontrasepsi). Ada bebrapa cara untuk memilih control yang baik : -



Memilih kasus dan control dari populasi yang sama : Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan control diambil secara acak dari populasi sisanya. Dapat juga kasus dan control diperoleh dari



20



populasi yang telah ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort). -



Matching Cara kedua untuk mendapatkan control yang baik ialah dengan cara melakukan matching , yaitu memilih control dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variable yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variable yang diteliti. Bila



matching dilakukan



dengan baik, maka pelbagai variable yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit (keculai yang sedang diteliti) dapt dismakan, sehingga dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini mempunyai keuntungan kain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi overmatching, yaitu matching pada variable yang nilai resiko relative terlalu rendah. Apabila terlalu dalam mencari subyek kelompok control. Di lain sisi harus pula dihindarkan



undermatching



yakni



tidak



dilakukan



penyertaan terhadap varibel-variabel yang potensial menjadi peransu (confounder) penting. -



Memilih lebih dari satu kelompok control Karena sukar mencari kelompok control yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok control. Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu control diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan control lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila ratio odds yang didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut akanmemperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds antara kasus dengan masingmasing control sangat berbeda, berarti salah satu atau kedua



21



hasil tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut. Contoh : Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencar hubungan antara penyakir AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS dirumah sakit A. untuk kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio odds 9,0). Walaupun pada kelompok control pertama lebih banyak penyakit lain dibandingkan pada control kedua, ternyata pada kedua kelompok control praktik homoseksualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus, sehingga rasio odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan terjadinya AIDS. 3. Menetapkan besar sampel Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan sebelum penelitian dimulai. Pada dasarnya untuk penelitian kasus control jumlah subyek yang diteliti bergantung pada : - Beberapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini penting terutama apabila control diambil dari populasi. Apabila densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin pajanan resiko pada kasus dan control hampir sama sehingga diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya. - Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).



22



- Derajat kemaknaan (α ) dan kekuatan (power= 1- β) yang dipilih. Biasa dipilih α = 5%, β = 10% atau 20% (power = 90% atau 80%) - Rasio antara jumlah kasus control. Bila dipilih control lebih banyak, maka jumlah kasus dapt dikurangi. Bila jumlah control diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapt dikurangi dari n menjadi (c+1)n/2c. - Apakah pemilihan control dilakukan dengan matching atau tidak. Diatas telah disebut bahwa dengan melakukan matching maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih sedikit. 4. Melakukan Pengukuran Pengukuran variable efek dan faktor risiko merupakan hal yang dentral pada studi kasus-kontrol.Penentuan efek harus sudah didefenisikan denganjelas dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering



menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data objektif,



missal rekam medis kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologianatomik,



hasil



laboratorium,



atau



pelbagai



henis



hasil



pencitraan.Namun lebih sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak). 5. Menganalisis hasil penelitian Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariate pada studi kasus control dengan lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin



23



diteliti bagaimana cara memilih control (matched atau tidak), dan terdapatnya variable yang menggangu ataupun yang tidak. a) Studi kasus-kontrol tanpa ‘matching’ Ratio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan resiko relative (RR) pada studi kohort. Pada penelitian kohort dimulai dengan pol=pulasi yang terpajan (a+b) dan populasi yang tidak terpajan (c+d) . Dengan perjalanan waktu maka dengan sendirinya akan timbul efek pada populasi yang terpajan (a) dan pada populasi yang tidak terpajan (d). kemudian dapat dihitung kejadian efek pada populasi terpajan (a/[a+b]) dan efek pada populasi yang tidak terpajan (c/{c=d]) sehingga dapat dihitung resiko relative yaitu :



RR=



(insidenpadakelompokdenganfaktorrisiko ) a/(a−b) = (insidenpadakelompoktanpafaktorrisiko) c /(c +d ) Pada penelitian kasus-kontrol dimulai dengan mengambil kelompok kasus (a+c) dan kelompok control (b+d). oleh karena kasus adalah subyek yang sudah sakit dan control adalah mereka yang tidak sakit maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik pada kasus maupun control. Yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada control.Hal inilah yang menjadi alat analisis pada studi kasuskontrol, yang disebut ratio odds (RO).



RO=



oddspadakelompokkasus oddspadakelompokkontrol



RO=



( proporsikasusdenganrisiko) ( proporsikontroldenga nrisiko) : ( proporsikasusdenganrisiko ) ( proporsikontroldenganrisiko)



a :c /(a−c) ( a−c ) a/c ¿ = =ad /bc b b/d :d /(b+ d) b+ d



24



b) Studi kasus-kontrol dengan ‘matching’ Pada studi kasus control dengan matching individual, harus dilakukan analisis dengan menjadikan kasus dan control sebagai pasangan-pasangan. Jadi, bila misalnya terdapat 50 kasus yang masing masing berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita lakukan pengelompokan menjadi 50 pasangan sebagai berikut. Hasil pengamatan studi kasus-kontrol biasanya disusun dalam table 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut : Kontrol KASUS



Risiko + Risiko -



Risiko + A C



Risiko b d



Keterangan : Sel a : kasus dan control mengalami pajanan Sel b : kasus mengalami pajanan, control tidak Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, control mengalami Sel d : kasus dan control tidak mengalami pajanan Rasio adds pada studi kasus control dengan matching ini dihitung dengan mengabaikan sel a karena baik kasusmaupun control terpajan, dan sel d, karena baik kasus maupun control tidak terpajan. Rasio adds dihitung dengan formula :



RO−



b c RO, walaupun tidak sama dengan risiko relative akan tetapi dapat dipakai sebagai indicator adanya kemungkinan hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati risiko relative apabila :



25



1) Insiden penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak lebih dari 20% populasi terpajan. 2) Kelompok control merupakan kelompok representative dari populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko 3) Kelompok kasus harus representative Interprestasi nilai RO dengan interval kepercayaannya sama dengan interperestasi pada penelitian cross-sectional, yakni RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor risiko, bila RO = 1 atau mencakup angka 1 berarti bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor yang melindungi atau protektif. CONTOH STUDI KASUS-KONTROL TANPA ‘MATCHING’ Masalah . Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian plasenta previa pada kehamilan berikutnya ? Hipotesis. Studi kasus-kontrol, hospital based Kasus.Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai dengan 31 Desember 1999 secara bedah ceasar atas indikasi plasenta previa totalis yang dibuktikan dengan USG dan klinis pendarahan antepartum. Kontrol. Wanita yang melahirkan dalam kurun waktu yang sama tanpa plasenta previa dan dipilih secara acak. Faktor risiko yang ingin diteliti.Riwayat terdapatnya abortus sebelum persalinan sekarang. Pengumpulan data.Dengan wawancara dan pengisian kuesioner diperoleh data dari 68 kasus dan 68 kontrol. Analisis data.Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval kepercayaannya mencakup angka 1, maka simpulannya adalah abortus tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya plasenta previa pada



26



kehamilan kemudian, atau diperlukan lebih banyak kasus untuk membuktikannya. Plasenta previa RIWAYAT ABORSI



Ya Tidak Jumlah



ya 12 56 68



Tidak 9 59 68



jumlah 21 115 136



Ratio adds = (12x59) / (9x56)=1,4 Internal kepercayaan 95%=0,5 ; 3,6



BIAS DALAM STUDI KASUS KONTROL Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai dengan kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat mempengaruhi hasil, yaitu : 1. Bias seleksi 2. Bias informasi 3. Bias perancu (confounding bias) Sackett* mencatat beberapa hal yang dapat menyebabkan bias, di antaranya adalah : a. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors) mungkin terlupa oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias) b. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab penyakitnya lebih sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek (kontrol) c. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu agen



menyebabkan



penyakit



ataukah



terdapatnya



penyakit



menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen d. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif seringkali sangat sukar



27



KELEBIHAN RANCANGAN PENELITIAN CASE CONTROL a. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satusatunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang. b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat. c. Biaya yang diperlukan relative murah. d. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit. e. Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai factor resiko sekaligus dalam satu penelitian.



KEKURANGAN RANCANGAN PENELITIAN CASE CONTROL a. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan mengandalakan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena responden yang mengalami efek cenderung lebin=h mengingat pajanan terhadap faktor resiko dari pada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat. b. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar diperoleh. c. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok tersebut benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya. d. Tidak dapat memberikan incidence rates. e. Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Epidemiologi berasal dari kata Epi (penyakit), Demos (penduduk) & Logos (ilmu).Jadi Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari distribusi



(penyebaran),



frekuensi



(Jumlah/Angka)



dan



determinan



(Penyebab) penyakit/masalah kesehatan pada suatu penduduk. Berdasarkan peran epidemiologi dibagi 2, yaitu Epidemiologi studi Observasional dan Epidemiologi StudiEksperimental. Epidemiologi observasional terdiri dari Epidemiologi Desktiptif dan Epidemiologi Analitik, sedangkan Epidemiologi studi eksperimental terdiri dari Eksperimen dengan control random (Randomized Controlled Trial/RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi). Epidemiologi analitik merupakan studi epidemiologi yang ditujukan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi atau rendahnya frekuensi penyakit pada kelompok individu(Eko Budiarto, 2002:111) yang terdiri dari : A. Studi Kohort Studi kohort adalah rancangan studi yang mempelajari tentang hubungan antara paparan dan penyakit (outcome) dengan cara membandingkan kelompok terpapar (factor penelitian) dan kelompok tak terpapar



berdasarkan status penyakit(outcome) danmengikuti hingga



waktu tertentu. B. Studi Potong Lintang Studi Potong Lintang adalah rancangan studi yang mempelajari tentang hubungan penyakit dan paparan dengan cara mengamati status pada individu-individu dengan populasi tunggal pada suatu saat atau periode.



28



29



C. Studi Kasus Control Studi Kasus Control adalah Rancangan



studi



epidemiologi



yang mempelajari hubungan antara paparan (factor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya



3.2



Saran Setelah memahami tentang epidemiologi analitik dan jenisjenisnya diharapkan para pembaca mampu menerapkan ilmu epidemiologi analitik ke dalam kehidupan dengan menerapkannya melalui penelitian-penelitian di bidang epidemiologi. Dikarenakan dengan adanya bahaya penyakit diharapkan pembaca mampu mengaplikasikan pencegahannya di lingkungan masyarakat



DAFTAR PUSTAKA Dyan, N. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk mahasiswa Kebidan. Buku Kedokteran EGC : Jakarta Rianti, Emy (dkk). 2010. Buku Ajar Epidemiologi Dalam Kebidanan Edisi Revisi. Trans Info Media : Jakarta Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp.A (K) , Prof. Dr. Dr. Sofyan Ismael, Sp.A (K).(2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta .CV Sagung Seto. Prof.



Dr.



Soekidjo



Notoatmodjo.(2010).



Metodologi



Kesehatan.Jakarta.Rieneka Cipta. https://www.academia.edu/36564180/studi_EPIDEMIOLOGI https://id.scribd.com/doc/265400657/Makalah-Studi-Kohort https://dokumen.tips/documents/makalah-studi-kohort.html http://dr-suparyanto.blogspot.com/2009/11/rancangan-penelitian.html https://www.academia.edu/36564180/studi_EPIDEMIOLOGI



30



Penelitian