Makalah Fisioterapi Sport [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRESENTASI KASUS STASE OLAHRAGA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS STRAIN MUSCULUS GASTROCNEMIUS



Di susun Oleh : Rini Astuti



1710306065



PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2018



i



LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN Makalah presentasi kasus ini yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Srain Musculus Gastrocnemius” ini di susun dan di ajukan oleh: Nama Mahasiswa



: Rini Astuti



NIM



: 1710306065



Dan akan di presentasikan dan diujikan pada : Hari



: Rabu



Tanggal



: 09 Januari 2019



Dan telah mendapatkan persetujuan dan disahkan, sebagai salah satu persyaratan untuk kelulusan dalam Stase Olahraga pada pendidikan Profesi Fisioterapi di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Periode 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019.



Yogyakarta,



Rabu, 9 januari 2019



Clinical Educator



Agung Hanafi, S.Fis



ii



KATA PENGANTAR



Puji dan Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Srain Musculus Gastrocnemius. Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.



Penulis



iii



DAFTAR ISI



JUDUL .................................................................................................................. i PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN .............................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 2 D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 2



BAB II



KERANGKA TEORI A. Pengertian Strain Muskulus Gastrocnemius .................................. 3 B. Etiologi .......................................................................................... 3 C. Anatomi ........................................................................................ 4 D. klasifikasi....................................................................................... 10 E. Patofisiologi................................................................................... 10



BAB III LAPORAN KASUS A. Pelaksanaan Studi Kasus ............................................................... 14 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 19 B. Saran............................................................................................. 19 DAFTAR



PUSTAKA



4 iv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Olahraga adalah sebuah aktivitas yang berhubungan dengan gerak untuk mencapai kebugaran suatu tubuh karena dengan berolahraga kita dapat menghasilkan kemampuan fisik yang baik. Olahraga bisa dijadikan hobi maupun profesi salah satunya menjadi atlet lari. seorang atlet sangat dituntut untuk selalu bugar dan melakukan latihan – latihan dengan baik, agar dapat mencapai hasil maksimal. Karena dituntut untuk memberikan hasil maksimal pada pertandingan tak jarang atlet lari mengalami cidera pada saat latihan berlangsung, muscle strain sering dijumpai pada atlet. Muscle strain atau cedera otot adalah kondisi yang terjadi akibat aktivitas yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda dengan keseleo yang merupakan trauma pada ligamen. Muscle strain terjadi karena gerakan yang dilakukan bersifat mendadak dan atau terlalu berat. Kejadiannya bisa ringan bisa juga berat sampai dengan robeknya serabut otot (Dixon, 2009). Kasus strain calf muscle banyak terjadi pada cedera olahraga sebesar 26,8 %, prevelensi antara perempuan dan laki – laki hampir sama.`



B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut bagaimanakah peranan fisioterapi pada kondisi Penyakit Strain Muskulus Gastrocnemius? C. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan fisioterapi pada kondisi Penyakit Strain Muskulus Gastrocnemius. D. Manfaat Penulisan



1



Untuk mengetahui dan memperdalam keilmuan terhadap kondisi penyakit Strain Muskulus Gastrocnemius serta untuk mengetahui peranan tenanga kesehatan fisioterapi terhadap kelangsungan hidup dan aktifitas sehari-hari pasien.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Strain Muskulus Gastrocnemius Muscle strain atau cedera otot adalah kondisi yang terjadi akibat aktivitas yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda dengan keseleo yang merupakan trauma pada ligamen. Muscle strain terjadi karena gerakan yang dilakukan bersifat mendadak dan atau terlalu berat. Kejadiannya bisa ringan bisa juga berat sampai dengan robeknya serabut otot, Strain Muskulus Gastrocnemius adalah nyeri tiba – tiba yang terjadi pada otot betis selama kegiatan akibat tertariknya atau robeknya m. Gastrocnemius (Dixon, 2009).



B. Etiologi  . STRAIN AKUT : ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak



 STRAIN KRONIS : terjadi secara berkala oleh karena penggunaan yang berlebihan/tekanan berulang ulang



C. Anatomi Menurut Sarifin G. otot rangka atau otot skelet, juga biasanya disebut otot bergaris atau otot lurik, adalah organ somatik, yang fungsinya dipengaruhi oleh kemauan, oleh karena inervasinya dilakukan oleh saraf motorik somatik tipe Aα. Fungsi utama otot rangka adalah berkontraksi dalam rangka menggerakkan



3



anggota tubuh dan fungsi yang lain adalah menghasilkan panas tubuh, memberi bentuk tubuh serta melindungi organ yang lebih dalam. Otot dapat berkontraksi dan berelaksasi karena tersedianya energi dari sistem energi. Melalui kontraksi otot, tubuh manusia mampu melakukan kerja seperti mesin. Dengan kata lain, otot merupakan mesin pengubah energi kimia menjadi energi mekanik, yang terwujud dalam suatu kerja atau aktivitas fisik. Otot rangka/skelet tersusun oleh kumpulan serabut sel otot bergaris (muscle fiber/skeletal myocyte), mempunyai banyak inti yang terletak di tepi. Dinding atau membran sel disebut sarkolemma mempunyai kemampuan menghantarkan impuls (potensial aksi) kesemua arah temasuk melanjutkan penghantaran sepanjang dinding tubulus transversalis (transvere tubule/Ttub). Sitoplasma serabut otot atau sarkoplasma mengandung struktur kontraktil (suatu sitoskeleton) yang berperanan terhadap fungsi utama otot rangka yaitu fungsi kontraksi. Jumlah massa otot mencapai 40% sampai 50% berat tubuh. Otot rangka/skelet tersusun oleh sekumpulan serabut otot bergaris (muscle fibers/ skeletal myocyte) yang merupakan sel fungsional untuk berkontraksi. Selain itu diantara muscle fibers terdapat muscle spindle yang berfungsi sebagai reseptor regang, ikut mengendalikan tones otot serta memperhalus kontraksi otot. Muscle fibers dilayani oleh saraf motorik Aα yang berasal dari motorneuron medulla spinalis maupun brain stem (batang otak), muscle spindle dilayani oleh saraf motorik Aγ. Fungsi utama otot rangka adalah kontraksi, sehingga terjadi perubahan posisi atau gerakan kerangka satu terhadap yang lainnya atau disebut gerakan anggota tubuh (motor movement). Agar otot rangka dapat berkontraksi, diperlukan pelayanan/inervasi sistem saraf motorik somatik. Pada tungkai bawah terdapat dua otot yang mengkontribusi pada otot betis, otot gastrocnemius dan soleus. Otot gastrocnemius adalah yang paling dikeluhkan karena memiliki peran yang lebih aktif pada kontraksi dengan kekuatan penuh. Calf muscle merupakan kelompok otot terkuat dari kaki yang terdiri tiga kepala otot dan semuanya berakhir pada tendon Achilles kemudian menempel pada permukaan posterior dan calcaneus.



4



Soleus adalah kepala terdalam triceps surae. Hal ini muncul dari posterosuperior tibia dan fibula. Otot soleus ditutupi oleh dua kepala superficial gastrocnemius yang berasal dari distal posterior femur dan tendon yang melekat pada belakang setiap kondilus. Otot Gastrocnemius membentuk garis besar betis posterior melintasi tiga persendian yaitu facies posterior tibiae, dari seperempat bagian atas facies posterior corpus fibulae, dan dari arcus fibrosus diantara kedua tulang ini. Insersio pada tendon bergabung dengan bagian anterior tendon bersama, tendon calcaneus, yang melekat pada permukaan posterior calcaneus. Persarafan pada musculus soleus oleh nervus soleus. Fungsi otot soleus adalah secara bersama-sama otot soleus, otot gastrocnemius dan otot plantaris berfungsi sebagai plantar fleksor yang kuat pada sendi pergelangan kaki. Otot-otot ini terutama memberi tenaga untuk gerakan maju pada waktu berjalan dan berlari dengan menggunakan kaki sebagai pengungkit dan mengangkat tumit dari tanah (Snell, 2006). Arteri tibialis posterior adalah salah satu cabang terminal arteri poplitea. Arteri tibialis posterior setinggi tepi bawah otot poplitea dan berjalan turun jauh ke dalam otot gastrocnemius, otot soleus tungkai bawah dan diatas terletak pada permukaan posterior otot tibialis mula-mula terletak pada sisi medial kemudian menyilang pada bagian posterior dan akhirnya terletak pada sisi lateralnya. Pada bagian tungkai bawah arteri ini terletak lebih kurang 2,5 cm di depan tepi medial tendo calcaneus dan disini hanya ditutupi kulit dan fascia. Arteri ini berjalan dibelakang malleolus tibalis. Disebelah dalam 23 retinaculum flexorum dan berakhir dengan bercabang menjadi arteri plantaris medialis dan arteri plantaris lateralis. Cabang-cabang arteri tibialis posterior yaitu; (1) Arteri peronea, merupakan arteri besar yang bercabang dekat pangkal arteri tibialis posterior dan berjalan turun dibelakang fibula, di dalam massa muskulus fleksor hallucis longus atau posterior terhadapnya, (2) Rami musculares untuk otototot didalam ruang posterior tungkai bawah, (3) Arteri nutricia ke tibia, (4) Rami anastomotica, yang bergabung dengan arteri- arteri lain disekitar sendi pergelangan kaki, (5) Arteri plantaris medialis dan arteri plantaris (Snell, 2006).



5



Arteri plantaris medialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri tibialis posterior. Arteri medialis timbul dibawa retinaculum flexorum dan berjalan ke depan bawah otot abductor hallucis medial terhadap nervus plantaris medial. Arteri ini berakhir dengan mensuplai sisi medial ibu jari kaki. Dalam perjalanannya arteri ini member banyak cabang muscular cutaneus dan cabang artikuler (Snell, 2006). Arteri plantaris lateralis adalah cabang terminal yang lebih besar dari arteri tibialis posterior. Dalam perjalanannya arteri ini memberi banyak cabang muscular cutaneus dan cabang articular (Snell, 2006). Arteri dorsalis pedis memasuki telapak kaki diantara kedua caput otot interossea dorsalis pertama. Areri dorsalis langsung bergabung dengan arteri plantaris lateralis cabang arteri ini adalah arteri metatarsal plantaris pertama, yang mensuplai darah dari ibu jari kaki dan jari kaki ke dua (Snell, 2006) Pada tungkai terdapat tiga macam vena, yaitu: (1) sistem vena superficial (dangkal); (2) sistem vena profunda (dalam); dan (3) vena perforans. Ketiga sistem vena ini memiliki katup yang menghadap ke arah jantung. Vena- vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan udah pada permukaan. Vena- vena deep, berlokasi dalam di dalam otot dari kaki. Darah mengalir dari vena- vena superficial ke dalam siste vena dalam melalui vena- vena proforator yang kecil. Vena- vena superficial dan perforator mempunyai katupkatup satu arah yang mengalirkan darah balik ke jantung ketika vena- vena diberi tekanan atau ketika melakukan latihan pada kaki (Safarudin, 2011). Vena safena magna Vena safena magna keluar dari ujung medial jaringan vena dorsalis pedis. Vena ini berjalan disebelah anterior maleollus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis, pindah ke posterior selebar tangan di belakang patella pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kiri piriformis dan mengalir ke vena femoralis pada hiatus safenus. Bagian terminal vena safena magna biasanya mendapat percabangan superfisialis dari genetalia eksterna dan dinding bawah abdomen. 26 Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan vena safena dari femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke vena femoralis adalah vena safena. Cabang- cabang femoralis anteromedial dan posterlateral



6



(lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral paha, kadang- kadang juga mengalir ke vena safena magna di bawah hiatus safenus (Faiz & Mofat, 2004). Vena safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di beberapa tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan dibawah maleolus medialis, di area greater, di region pertengahan betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darah dipompa ke atas dibantu oleh kontraksi otot betis (Faiz & Mofat, 2004) Vena safena parva keluar dari ujung jaringan lateral jaringan vena dorsalis pedis. Vena ini melewati bagian belakang malleolus lateralis dan di atas bagian betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk mengalir ke vena poplitea (Faiz & Mofat, 2004). Vena- vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri tibialis anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan yang luas dalam kompartemen posterior etis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot saat olahraga (Faiz & Mofat, 2004). Vena perforantes Vena perforantes adalah pembuluh- pembuluh penghubung yang berjalan diantara vena- vena superficial dan profunda. Venavena ini mempunyai katup yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencegah mengalirnya darah dari vena profunda ke vena superficiais. Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik ke atas dan masuk ke dalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superfasial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisialis ke vena profunda. Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik ke atas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasilkan suatu mekanisme pompa otot.



7



Di dalam ruang fasial tertutup tungkai bawah, venae comitantes yang berdinding tipis dan berkatup selalu mendapat tekanan intermiten saat istirahat dan bekerja. Denyut arteri yang terdapat di dekatnya membantu mengalirkan darah ke atas tungkai. Namun, kontraksi otot- otot besar di dalam ruang selama latihan menekan vena- vena yang terletak dalam dan memompa darah naik ke atas tungkai bawah. Vena saphena superficialis, kecuali yang didekat ujungnya terletak di dalam fascia superficialis dan tidak ikut dalam tenaga kompresi ini. Katup- katup yang terdapat dalam venae perforantes mencegah darah venosa bertekanan tinggi keluar dan mengalir ke dalam vena superficial yang bertekanan rendah. Selain itu, saat otot- otot di dalam ruang fascial yang terutup itu relaksasi, darah venosa mengalir dari venae superfisiales ke dalam venae profunda (Snell, 2006).



D. Klasifikasi ` Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Bahr (2003) membagi strain menjadi 3 tingkatan, yaitu: a) Strain Tingkat I Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada jaringan otot maupun tendon. b) Strain Tingkat II Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada otot maupun tendon. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. c) Strain Tingkat III Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan. E. Patofisiologi Karakteristik otot skeletal secara fisiologis ada 4 aspek yaitu; ekstenbility, contractility, ekstensibility dan elasticity atau flexibility. Kontraksi otot skelet terjadi secara disadari dan fungsinya sebagai penggerak tubuh, mempertahankan dan memelihara postur dan memproduksi panas. Otot skeletal melekat pada tulang melalui tendon yang terdiri dari jaringan



8



ikat, jaringan penyelubung seluruh otot yang disebut epymisium, jika satu bagian otot skeletal terbungkus banyak fasikulus terbentuk jaringan ikat dinamakan perimysium. Fasikulus sendiri terdiri dari banyak muscle fibers, yang diselubungi oleh jaringan ikat dinamakan endomysium (Sherwood, 2001). Pada tubuh manusia terdapat sekitar 434 otot yang membentuk 40% 45% dari berat tubuh sebagian besar orang dewasa. Sel otot tersusun oleh banyak myofibril yang terbuat dari molekul protein yang panjang (myofilament), terdapat dua jenis myofilament yaitu 1500 myofilament tebal (miosin) dan 300 myofilament tipis (aktin) yang mana akan membentuk sebuah pola. Miosin dan aktin membentuk sub unit yang saling menyambung dalam myofibril yang disebut sebagai sarcomer. Dalam mikroskopis, daerah pinggir sarcomer lebih terang dengan tengah yang berwarna gelap. Daerah terang disebut I-band karena bersifat isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen aktin. Sedangkan daerah yang gelap disebut A-band karena bersifat anisotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen myosin. Pada pusat A-band 19 terdapat H zone yang berisi filamen miosin. Selain itu terdapat Z-line yang memisahkan antar sarcomer (Guyton dan Hall, 2008). Sel otot diselubungi oleh sebuah membran yang disebut sarcolemma. Sarcolemma mengandung potensial membran yang dapat menghantarkan impuls ke otot, sehingga sel otot dapat berkontraksi. Di dalam sarcolemma terdapat lubang yang disebut transverse tubulus, dan berhubungan dengan sarcoplasmic reticulum. Sarcoplasmic reticulum berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion kalsium. Diantara sarcoplasmic reticulum dengan cytoplasma sel otot yang disebut sarcoplasma. Pada sarcoplasma terjadi pemompaan ion kalsium. Hal ini akan terjadi jika terdapat impuls saraf pada sarcoplasmic reticulum yang dapat membuka



membran,



sehingga



ion



kalsium



menuju



sarcoplasma



dan



mempengaruhi myofibril untuk berkontraksi (Anggraeni, 2013). Selama terjadi kontraksi pada otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu ujung sarkomer akan slide satu sama lain. Dalam mikroskopik terlihat, Z-line bergerak ke arah A-bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara Ibands menjadi sempit dan H-zone menjadi hilang. Proyeksi dari filamen miosin



9



disebut dengan cross-bridge yang membentuk hubungan fisik dengan filamen aktin selama kontraksi otot (Sudaryanto dan Anshar, 2011). Pada saat relaksasi otot, tidak ada impuls saraf yang melalui end plates, hal ini akan mengakibatkan tidak adanya ion kalsium yang masuk ke dalam cytoplasma sel karena pintu untuk kalsium masuk menjadi tertutup, kalsium akan kembali mengalir masuk dalam sarcoplasmic reticulum, aliran ini akan menjadikan posisi troponin kembali normal sehingga posisi tropomiosin kembali normal dan memutuskan hubungan antara kepala miosin dengan aktin. Ketika kepala miosin tak lagi berhubungan dengan aktin maka tak ada pergeseran molekul yang terjadi dan otot menjadi relaks (Maruli, 2013). Pada kondisi lain, kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi untuk menggeser aktin dan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan semakin lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi masih menyebar pada serabut-serabut otot (Guyton dan Hall, 2008). Otot skeletal memiliki dua tipe kontraksi pada otot yaitu: kontraksi isometrik dan isotonik. Kontraksi otot dikatakan isometrik apabaila tidak terjadi pemendekan otot saat berkontraksi. Sedangkan, kontraksi dikatakan isotonik jika terjadi pemendekan otot saat kontraksi. Terdapat perbedaan dasar antara kontraksi isometrik dan isotonik. Pertama, kontraksi isometrik tidak memerlukan sliding antar myofibril. Kedua, pada kontraksi isotonik beban digerakkan dan memungkinkan kontraksinya terlihat dari luar (Guyton dan Hall, 2008). Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Kontraksi isotonik terdiri dari dua macam jenis kontraksi, yaitu konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik terjadi bila kontraksi membuat otot memendek dan dapat menggerakkan sendi. Kontraksi eksentrik lebih berupa kontraksi otot pada saat 21 memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik adalah kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot. Tiap serabut otot terhubung ke sel saraf (motot neuron) melalui neuromuscular junction. Motor neuron dan seluruh serabut otot yang terhuung disebut satu motor unit. Stimulasi dari motor neuron akan memicu proses kontraksi otot. Kontraksi otot skeletal dapat menghasilkan



10



kekuatan yang bervariasi. Variasi ini tergantung dari berapa banyak motor unit yang teraktivasi. Motor unit adalah kombinasi antara motor neuron dan sel otot yang diinervasinya. Di dalam struktur otot skeletal ada banyak sekali motor unit. Semakin banyak motor unit yang terstimulasi akan semakin menguatkan kontraksi otot (Sherwood, 2001) Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat dari peregangan atau kontraksi otot melebihi batas normal (abnormal stress) dan terjadi pada pembebanan secara tiba – tiba pada otot tertentu (m.gastrocnemius), atau juga terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah ketika terjadi kontraksi, otot belum siap. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak (Benjamin, 2011).



BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS



LAPORAN STATUS KLINIK FISIOTERAPI PRODI S1 FISIOTERAPI UNIVERSITAS ’AISYIYAH YOGYAKARTA



NAMA MAHASISWA : Rini Astuti N.I.M.



: 1710306065



LAHAN RS/KLINIK



: PASI



I.



Identitas Pasien Nama Pasien



: A.H



Umur



: 17 tahun



Jenis Kelamin



: Laki - laki



Alamat



: Sinduadi, Depok, Sleman



Pekerjaan



: Atlet sepak bola



11



II.



Keluhan Utama Pasien mengeluhkan nyeri pada betis sebelah kanan saat digunakan untuk berlari dan berjinjit.



III.



Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan nyeri pada betis sebelah kanan saat digunakan untuk berlari dan berjinjit sejak 2 hari yg lalu.



IV.



Riwayat Penyakit Penyerta : Tidak ada



V.



VI.



Vital Sign (BP, RR, HR, TB,BB)  DN



: 82/menit



 RR



: 28/menit



 TD



: 120 mm/hg



Pemeriksaan Fisik Inspeksi/Observasi  Statis : Posisi berdiri: o Tampak pada m.gastrocnemius membesar sebelah kanan.  Dinamis o Ekspresi pasien tidsk menahan nyeri. Palpasi : o Suhu local meningkat o Adanya nyeri tekan pada m.gastrocnemius kaki kanan. o Adanya spasme m.gastrocnemius kaki kanan.



12



VII.



Pemeriksaan Khusus -



Test Nyeri menggunakan VAS Nyeri VAS = 4



-



Tighness Hamstring (+)



-



Cenderung menggunakan sisi lateral kaki kiri, badan condong ke kiri



VIII. Problem Fisioterapi



IX.



-



Adanya nyeri m. Gastrocnemius pada kaki kanan.



-



Adanya spasme pada m. Gastrocnemius kaki kanan.



-



Adanya nyeri saat jinjit



Diagnosis Fisioterapi -



-



Impairment : 



Adanya nyeri pada m. Gastrocnemius kaki kanan







Adanya spasme m. Gastrocnemius kaki kanan







Adanya nyeri saat jinjit



Fungsional limitation : o Pasien terhambat berlari kencang karena saat berlari terasa nyeri pada m.gastrocnemius kaki kanan.



-



Partisipation Restriction: o Pasien mampu melakukan aktivitas seperti biasa namun saat berlatih berlari tersaa nyeri dan saat untuk jinjit juga terasa nyeri



X.



Underlying Procces



13



Latihan rutin seminggu 3 kali



Pasien seorang atlet sepak bola membutuhkan power, kecepatan saat berlari



m. gastrocnemius mengalami stress karena dipaksa terus untuk bekerja secara cepat, saat otot tak mampu lagi menahan tekanan maka terjadi strain



STRAIN M. GASTROCNEMIUS



Mekanisme Peradangan



Suhu lokal meningkat



Nyeri pada m.gastrocnemius kanan



FISIOTERAPI



RICE



Myofacial realese



Mengurangi nyeri



Meningkatkan aktivitas fungsional sehari - hari



14



Pedal excercise



XI.



Tujuan Fisioterapi -



-



XII.



Jangka pendek : 



Mengurangi Nyeri







Mengurangi spasme



Jangka panjang : 



Melanjutkan jangka pendek







Meningkatkan kemampuan fungsional



Intervensi Fisioterapi



XIII.



-



RICE



-



Myofacial reales



-



Pedal excercise



Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi :



1. RICE RICE adalah singkatn Rest, Ice, compression, elevation Rest mengistirahtkan bagian yang cidera, lalu kompres dengan es, kompresi



yaitu



tekanan



yang



diberikan



oleh



ice



dengan



menggunakan elastis verban, lalu elevasi meninggikan bagian yang mengalami cidera melebihi jantung sehingga dapat membantu mendorong cairan keluar dari pembekakan, juga membantu pembuluh darah vena untuk mengembalikan darah dari area cedera ke jantung sehingga mencegah akumulai atau pooling darah di area cedera, bagian yang mengalami cedera diangkatsehingga berada pada 15 25 cm diatas ketinggian jantung. a. Posisi pasien : tengkurap Posisi therapis : berada disamping pasien dekat kaki Pelaksanaan : Terapis menempelkan ice pack pada daerah betis kaki kiri b. Timer : 10 – 15 menit setiap 2 jam 15



2. Myofacial Realese Posisi pasien : tidur telentang Posisi terapis : disamping kaki sebelah kiri Penatalaksanaan : berikan tekan ringan menggunakan jari tangan kearah atas pada daerah yang nyeri Dosis : 5 menit.



3. Pedal exercise Pelatihan pedal exercise, dengan kita menggerakkan pergelangan kaki maka akan terjadi mekanisme “pumping action”. Reaksi pumping action yang ritmis akan membantu memindahkan produk sampah atau zat-zat iritan penyebab nyeri otot kembali ke jantung. Selain itu juga berfungsi untuk mengurangi ketegangan calf muscle dan meningkatkan metabolisme dalam tubuh. Pumping action pada venous dan lymphatic akan meningkatkan kelenturan jaringan lunak sehingga menurunnya nyeri regang, dan meningkatkan elastisitas jaringan ikat, yang diantaranya pada ankle. Teknik Pedal exercise Gerakan ankle kearah dorso fleksi secara ritmis Dengan menggerakkan ankle kearah dorso- plantar fleksi maka akan terjadi kontraksi otot yang akan menimbulkan reaksi pumping action dilakukan selama 20 detik



XIV. Edukasi 1. Agar pasien melakukan pemanasan secara maksimal sebelum berlari 2. Jika nyeri bisa dicompres ice dilapisi handuk 3. Lakukan latihan pedal excercise



16



XV.



Evaluasi dan Hasil Akhir Terapi Seorang pasien bernama a.h setelah 3 kali di fisioterapi sudah mengalami perubahan nyeri berkurang menjadi Nilai VAS = 2



17



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Strain Muskulus Gastrocnemius adalah nyeri tiba – tiba yang terjadi pada otot betis selama kegiatan akibat tertariknya atau robeknya m. Gastrocnemius. Treatment menggunakan RICE, Myofacial reales, Kinesiotaping, Pedal excercise, streching. Didapat hasil bahwa setelah evaluasi ada peningkatan yang signifikan.



B. Saran Pada makalah ini penulis menyarankan dengan kondisi Strain Muskulus Gastrocnemius agar fisioterapis dapat memberi pemahaman pada atlet agar lebih memperhatikan kondisi tubuhnya, agar jika terjadi cidera maka segera tertangani.



18



DAFTAR PUSTAKA



Anggraeni, N. C. 2013. Penerapan Myofascial Release Technique Sama Baik Dengan Ischemic Compression Tecnique dalam Menurunkan Nyeri Pada Sindroma Miofascial Otot Upper Trapezius. Denpasar. Universitas Udayana.



Bahr, R. and I. Holme. 2003. "Risk factors for sports injuries—a methodological approach." British journal of sports medicine 37(5): 384.



Benjamin, Ben E, 2011;Soleus Muscle Strain



Dixon, J.Bryan, 2009. Curr Rev Musculoskelet Med; Humana Press, USA



Faiz O, Moffat D. 2004. Anatomy at Glance, Cardiff University



Guyton, A.C, dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC



Maruli, W.O, 2013. Perbandingan Myofasial Release Technique dengan Contract Relax Stretching terhadap penurunan nyeri pada sindroma Myofasial otot Upper Trapezius. Universitas Udayana



Roland Jeffery Physiotherapy, 2011; Calf Muscle Strain



Sarifin, G, 2010. Kontraksi Otot dan kelelahan. Jurnal ILARA



Sherwood, Lauralle, 2001. Fisiologi Manusia. Ed 6. EGC : Jakarta



Snell, Richard S, 2006. Anatomi Klnik untuk mahasiswa kedokteran alih bahasa liliana sugiharto: Ed 6. EGC : Jakarta



19



20