Makalah Gangguan Fungsi Empedu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN FUNGSI EMPEDU



Disusun Oleh : Kelompok 15 Melyani Tuti (C12116329) Ade Rahmawaty (C1211) Dewi Liling (C1211) Andi Mapasalang (C1211) Alim Nur Pattah (C1211)



FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI ILMU KEPERAWATAN 2017



BAB I LATAR BELAKANG



Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan membuat masyarakat mengubah perilaku dan gaya hidup mereka. Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat adalah terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan berkolesterol. Makanan yang berlemak dan berkolesterol dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi empedu. Berbagai macam masalah yang berkaitan dengan gangguan fungsi empedu salah satunya Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan, 2007). Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garamgaram empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan Analisis praktik, (Sandra Amelia, FIK UI, 2013 2 Universitas Indonesia kolesterol). Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.



TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mahasiswa mampu mengetahui secara singkat anatomi kandung empedu 2. Mahasiswa mampu mengetahui secara singkat fisilogi kandung empedu 3. Mahasiswa dapat mengenal etiologi pada fungsi empedu yaitu kolelitiasis, kolesistitis dan gangguan yang berkaitan 4. Mahasiswa mengenal tipe-tipe batu empedu 5. Mahasiswa dapat mengetahui uji diagnostik gangguan empedu 6. Mahasiswa dapat mengenal secara singkat patogenesis batu empedu 7. Mahasiswa memahami manifestasi klinis 8. Asuhan keperawatan gangguan fungsi empedu / batu empedu



BAB II PEMBAHASAN



A. Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus (Smeltzer dan Bare, 2002). Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika. Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum (Smeltzer dan Bare, 2002).



B. Fisiologi Kandung Empedu Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesistokininpankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus (Smeltzer dan Bare, 2002). Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).



Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.



C. Etiologi pada fungsi empedu Penyakit kantung empedu dan traktus bilier umum terjadi, yang secara khas merupakan kondisi menyakitkan, biasanya membutuhkan pembedahan dan bisa membahayakan jiwa. Di sebagian besar kasus, penyakit kantung empedu dan saluran (duktus) empedu muncul di usia pertengahan. Antara usia 20-50 tahun. Penyakit ini 6x lebih banyak menyerang wanita, dan insidensi pria dan wanita menjadi sama setelah usia 50 tahun. Penyakit ini umumnya berkaitan dengan pengendapan (deposit) kalkulus dan inflamasi. 1) Kolelitiasis  Umumnya muncul saat melambatnya kinerja kantung empedu akibat kehamilan, penggunaan kontraseptif hormonal, diabetes militus, penyakit crohn, sirosis hati, pankreatitis dan obesitas  Batu/kalkulus (batu empedu) di kantung empedu yang disebabkan oleh perubahan kompenen empedu 2) Kolesistitis  Inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang disebabkan oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai inflamasi di balik obstruksi 3) Sirosis bilier  Penyakit progresif dan kronis yang disertai kehancuran autoimun saluran empedu intrahepatik dan kolestasis 4) Kolangitis  Perubahan bakterial atau metabolik asam empedu  Infeksi saluran empedu yang berkaitan dengan koledokolitiasis dan kolangiografi transhepatik perkutaneus 5) Koledokolitiasis  Tersangkutnya batu di saluran empedu hepatik dan umum yang meyebabkan obstruksi aliran empedu menuju duodenum 6) Kolesterolosis  Polip kolesterol atau endapan kristal dalam submukosa kantung empedu yang disebabkan oleh sekresi empedu yang mengandung kolesterol berkonsentrasi tinggi dan garam empedu yang tidak cukup 7) Ileus batu empedu



 Tersangkutnya batu dalam ileus terminal 8) Sindrome postkolsistektomi  Batu empedu yang tertahan atau muncul kembali, spasma sfigter oddi, gangguan fungsional pd usus, masalah teknis atau diagnosis yang keliru, yang terjadi pada pasien yang telah menjalani pembedahan untuk mengambil kantung empedu



D. Tipe-tipe batu empedu



Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare, 2002). Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik (Gustawan, 2007). a) Batu kolesterol Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi lebih keras (Gustawan, 2007). Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). b) Batu Pigmen Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu



pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi (Gustawan, 2007). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen takterkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu (Smeltzer dan Bare, 2002).



E. Uji Diagnostik Gangguan Empedu Pemeriksaan Diagnostik (Smeltzer dan Bare, 2002) Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x. b. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandungempedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hinggamencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu. e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. f.



MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography),



merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena



mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. (Lesmana, 2006).



F. Patogenesis Batu Empedu 1. Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007). 2. Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagaicalcium bilirubinate. enzim β-glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak (Lesmana, 2006). 3. Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (Gustawan, 2007).



4. Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol yang sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (Gustawan, 2007). Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi enzim β-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu.



Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin (Gustawan, 2007)



G. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Smeltzer dan Bare, 2002) Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam posi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal. (Smeltzer dan Bare, 2002)



H. Asuhan Keperawatan Gangguan Fungsi Empedu / Batu Empedu PROSES KEPERAWATAN 1.Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrosis Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi Kriteria hasil :



-



penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)



-



laporan nyeri terkontrol



Rencana intervensi : 1) observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri Rasional: membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang terjadinya perkembangannya 2)



Catat respon terhadap obat nyeri Rasional: nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.



3) Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman Rasional :posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal. 4) Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) Rasional : meningkatkan istirahat dan koping 5) Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan) Rasional : mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri 6) Berikan kompres hangat Rasional: dilatasi dingin empedu spasme menurun 7)



Kolaborasi pemberian antibiotik



b. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat Kriteria hasil :Turgor kulit yang baik,Membran mukosa lembab,Pengisian kapiler baik, Urine cukup, TTV stabil, Tidak ada muntah. Rencana intervensi : 1) Pertahankan intakke dan output Rasional : cairan mempertahankan volume sirkulasi 2) Awasi tanda rangsangan muntah. Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral menimbulkan degfisit natrium, kalium dan klorida. 3) Anjurkan cukup minum 50cc/kgBB/hari Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh 4)



Kolaborasi :Pemberian antiemetik, Pemberian cairan IV, Pemasangan NGT.



c. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB Kriteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual muntah



Rencana intervensi : 1) Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh Rasional :mengidentifikasi jumlah intake kalori yang diperlukan tiap hari 2) Timbang BB sesuai indikasi. rasional : mengawali keseimbangan diet 3) Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi. rasional :meningkatkan toleransi intake makanan. 4) Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan. rasional: menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan meningkatkan nafsu makan. 5)



Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat. rasional: berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat



6)



Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan gas. rasional: pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri



7)



Berikan diit rendah lemak. rasional: mencegah mual dan spasme



8) Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak. rasional: menunjukkan ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas 9)



Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.rasional: membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen



d.



Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi Tujuan : menyatakan pemahaman klien Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan Rencana intervensi : 1) Kaji informasi yang pernah didapat Rasional : mengkaji tingkat pemahaman klien 2)



Beri penjelasn tentang penyakit, prognosa, dan tindakan diagnostic Rasional: memungkinkan terjadinya partisipasi aktif



3) Beritahukan diit yang tepat, teknik relaksasi, untuk persiapan operasi 4) Anjurkan teknik istirahat yang harus dilaporkan tentang penyakitnya 5) Anjurkan untuk menghindari makanan atau minuman tinggi lemak Rasional : mencegah / membatasi terulangnya serangan kandung empedu



6) Diskusikan program penurunan berat badanR/ kegemukan adalah faktor resiko terjadinya colesistitis 7) Kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping R/ batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang



2. Evaluasi a.



Nyeri berkurang.



b.



Asupan cairan adekuat.



c.



Asupan nutrisi adekuat.



d.



Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan.



BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan penyebab kolelitiasis/batu empedu yang mungkin dialami klien adalah batu kolesterol. Batu kolesterol yang terbentuk terjadi ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan sekresi kolesterol oleh hati dan penurunan sintesis asam empedu yang dapat mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Cairan empedu yang berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak dengan cara emulsifikasi lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar kolesterol yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukannya informasi kepada klien tentang diet rendah lemak untuk mencegah terjadinya hipersaturasi cairan empedu kembali pasca pembedahan. Berdasarkan hasil pengkajian, klien belum tahu tentang apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, dan makanan apa saja yang mengandung lemak. Oleh karena itu, masalah keperawatan yang muncul pada klien adalah defisiensi pengetahuan. Klien diberikan pendidikan kesehatan terkait diet rendah lemak. Evaluasi keperawatan setelah diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak adalah klien mengerti, paham, dan dapat menyebutkan tentang diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, makanan apa saja yang mengandung lemak, diet atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien dan pembuatan menu harian yang dilakukan oleh klien dan keluarga. Oleh karena itu, pentingnya kontinuitas pengulangan materi sebagai pengingat untuk klien terhadap materi yang telah disampaikan. 2. SARAN a. Bagi Mahasiswa  



Meningkatkan pengetahuan tentang kolelitiasis untuk meningkatkan kualitas dalam pemberian asuhan keperawatan Mengembangkan metode dan inovasi terhadap intervensi yang diberikan dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada.



b. Bagi Masyarakat  



Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor resiko dan etiologi dari kolelitiasis Merubah perilaku dan gaya hidup ke arah lebih sehat untuk meningkat derajat kesehatan



c. Bagi Instansi Rumah Sakit



  



Meningkatkan pemahaman dan berfikir kritis dalam menangani kasus kolelitiasis Mampu memberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien kolelitiasis Memberikan media yang lebih bervariasi dalam pemberian edukasi



DAFTAR REFERENSI Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam Maj kedokt Indon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007. Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteranEGC Setiadi,. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner&Suddarth..Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Penerbit jurnal nursing. (2008). Nursing the series of clinical excellenge.Jakarta : Indeks. Guyton, Arthur C. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.7. Jakarta: EGC Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan klien gangguan sistem Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media Hartanto, Huriawati dan Dewi Asih (editor).2008. Kamus Saku Mosby. Jakarta: EGC. Smelter, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Eman.2009. Askep Pasien dengan kolelitiasis. Diunduh dari http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.