Makalah Gingivitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GINGIVITIS



TANGGAL



:



28 APRIL 2015



DISUSUN OLEH



:



drg. Chatarina Diah Istuti Mustika Rini NIP 196504281992022001



PUSKESMAS



:



KECAMATAN PESANGGRAHAN



KOTA MADYA



:



JAKARTA SELATAN



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkankan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas RahmatNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan ini adalah merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Eka Desnita, S.Far.Apt yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan perkuliahan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat ikut memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pembaca. Padang, 24 April 2012 Penulis



2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................



i



KATA PENGANTAR .....................................................................................



ii



DAFTAR ISI ...................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................



1



BAB II GINGIVITIS SECARA UMUM 2.1......................................................................Klasifikasi Gingivitis ......................................................................................................2 2.2..........................................................................Etiologi Gingivitis ......................................................................................................4 2.3...................................................Patogenesis Penyakit Periodontal ......................................................................................................7 BAB III CIRI KLINIS GINGIVITIS 3.1............................................................Ciri Klinis Gingiva Normal ......................................................................................................9 3.2......................................................................Ciri Klinis Gingivitis ....................................................................................................10 3.3..................................................Perbedaan Gingiva dan Gingivitis ....................................................................................................12 BAB IV PENATALAKSANAAN GINGIVITIS .........................................



13



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................... 5.3 Resep Obat ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA



3



18 18 19



4



BAB I PENDAHULUAN Radang gusi atau gingivitis adalah akibat dari infeksi gingival, dapat terjadi pada anak-anak , orang dewasa, dan juga dapat terjadi pada masa remaja. Secara klinis gingivitis ditandai dengan adanya inflamasi gingival berupa perubahan wama, konsistensi, perubahan tekstur permukaan, perubahan ukuran, perubahan bentuk, pendarahan pada probing dan perubahan pada tipe saku. Secara garis besar gingivitis diklasifikasikan menjadi gingivitis akut, gingivitis kronis dan gingivitis yang berkaitan dengan plak bakteri. Secara umum penyebab penyakit gingiva terdiri dari faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal yang terjadi di sekitar gigi dan jaringan periodontal, misalnya plak bakteri, material alba, debris makanan, stain dental, kalkulus, karies, impaksi makanan. Faktor sistemik yaitu faktor yang dihubungkan dengan kondisi tubuh yang dapat mempengaruhi respon periodontium terhadap penyebab lokal. Patogenesis dari penyakit periodontal berupa inflamasi kronis karena adanya interaksi pejamu bakteri subgingiva, mekanisme pertahanan periodontium, stadium awal respon pejamu, dan mekanisme timbulnya gingivitis dan periodontitis. Patogenesis penyakit periodontal dari gingivitis dan periodantitis terjadi dalam empat tahapan yaitu lesi inisial, lesi awal, lesi mantap, dan lesi lanjut. Penatalaksanaan gingivitis dilakukan pengukuran keparahan gingival. Untuk mengetahui prevalensi dari gingivitis diperlukan indeks gingival, indeks pendarahan papilla, dan indeks titik pendarahan. Dokter gigi menjalankan profesinya sebagai dokter gigi haras mendiagnosa gingivitis sedini mungkin dan melakukan perawatan yang adequat. Perawatan inisial merupakan satu-satunya prosedur perawatan periodontal yang dibutuhkan, perawatan inisial mencakup prosedur-prosedur yaitu instruksi kontrol plak, penskeleran dan penyerutan akar, perbaikan restorasi yang cacat, penumpatan lesi karies dan pemolesan.



1



BAB II PEMBAHASAN Anatomi Rongga Mulut Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.



Rongga Mulut Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu:



2



1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi 2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu: 1. Palatum a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris. Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (Swartz, 1989) b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir. Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan.



3



Gigi-geligi dan tulang palatum 2. Rongga mulut a. Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan. b. Tulang Alveolar. Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi



4



permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar. c. Gingiva. Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik. d. Ligamentum Periodontal. Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit gerak. e. Pulpa. Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. f. Lidah. Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya



5



mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan dasar mulut.



Gambar lidah dari atas g. Kelenjar ludah. Terdiri dari: 1. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid kiri dan kanan mandibularis.



6



Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar. Nervus fasial berjalan melalui kelenjar ini. Parotid gland terletak di belakang tulang rahang bawah di bawah daun telinga dan mempunyai saluran yang bermuara di depan gigi geraham ke-2 atas. Gondongeun atau parotitis epidemica merupakan penyakit infeksi virus yang mengenai kelanjar ini. 2. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang. 3. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.



Gigi dan Komponennya Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa.



7



Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher atau serviks. Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu: a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk total keseluruhan 32 gigi.



8



Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-mindahkan makanan linak ke palatum keras @ensit gigi-gigi. Makanan yang masuk kedalam mulut di potong menjadi bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.



Komponen-komponen gigi meliputi: a. Email Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organic hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya. b. Dentin Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik. c. Pulpa



9



Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan memengaruhi jaringan di sekitar gigi. Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan (aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal. Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan @ensiti, yaitu: -



Glukosaminoglikan



-



Glikoprotein



-



Proteoglikan



-



Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.



Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf. Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf, yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur serta menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen apical, tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe, jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen @ensit. d. Sementum 10



Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks seratserat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam @ensit dalam matriks.



Jaringan Sekitar Rongga Mulut Jaringan sekitar mulut : 1. Bibir dengan bagian-bagian a. Bibir atas b. Bibir bawah c. Tepi bibir d. Sudut bibir (commisure) dimana bibir atas dan bawah bertemu e. Tuberkel yaitu tonjolan bulat pada bibir atas tengah bawah 2. Filtrum Yaitu lekukan antara tuberkel dan hidung. 3. Labiomental groove Yaitu groove yang berjalan horizontal di bawah bibir bawah yang membatasi dagu. 4. Nasolabial groove Yaitu lekukan antara hidung/nasal dan bibir/labia. 5. Dagu Di sebelah depan, mulut dibatasi oleh bibir dan otot-otot yang melingkarinya. Bibir ini merupakan peralihan dari kulit dan selaput lendir. Perbedaannya dengan kulit adalah bahwa bibir tidak mempunyai lapisan tanduk dan lapisan epidermisnya tipis. Warna merah pada bibir disebabkan oleh warna merah darah dalam kapiler di bawahnya. Karena kulitnya tipis, bibir juga merupakan bagian yang @ensitive pada manusia. Pada orang yang kurang darah (anemia) warnanya pucat, sedangkan pada mereka yang darahnya mengalami gangguan oksigenasi & karbonisasi, darah dapat menjadi kebiru-biruan.



11



Istilah gingivitis digunakan pada penyakit gingiva berupa inflamasi. Secara klinis gingivitis ditandai dengan adanya inflamasi gingiva berupa perubahan warna, perubahan konsistensi, perubahan tekstur permukaan, perubahan atau pertumbuhan size atau ukuran, perubahan kontur/bentuk pendarahan pada probing dan perubahan pada tipe saku. Radang gusi atau gingivitis adalah akibat dari infeksi bakteri. Pada awalnya organisme streptokokus gram positif mendominasi. Tetapi, setelah 3 minggu, spesies batang gram positif khususnya Actinomyces, organisme gram negatif seperti Fusobacterium, Veillonella dan organisme-organisme spirochaetal termasuk treponema berkoloni menempati sulkus gusi. Gingivitis dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, juga terjadi pada masa remaja, dan gingivitis tidak mempunyai predileksi, terhadqp jenis kelaminatau ras. 2.1 Klasifikasi Gingivitis Secara garis besar gingivitis diklasifikasikan menjadi: 1. Gingivitis Akut Gingivitis akut dibagi menjadi : a. Gingivitis Ulseratif Nekrosis Akut / GUNA (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis IANUG) GUNA terbagi lagi menjadi: - GUNA dengan fajctor sistemik tidak dikenal - GUNA yang berkaitan dengan H.I.V b. Gingivostomatitis herpetis akut (Acute Herpetic Gingivostomatitis) 2. Gingivitis kronis Gingivitis kronis terbagi lagi menjadi: a. Gingivitis simpel / tidak berkomplikasi (Simple unicomplicated gingivitis) b. Gingivitis berkomplikasi (complicatedgingivitis) c. Gingivitis deskuamatif (descuamative gingivitis) 3. Gingivitis yang tidak berkaitan dengan plak bakteri. Klasifikasi Gingivitis menurut lokasinya a. Gingivitis Lokalisata Gingivitis yang hanya terdapat pada satu gigi. b. Gingivitis Generalisata



12



Gingivitis yang hampir menyeluruh pada semua gigi rahang atas atau rahang bawah. c. Gingivitis Marginalis Gingivitis yang terdapat pada daerah margin dan bisa mencapai daerah attached gingiva d. Gingivitis Dims Gingivitis yang melibatkan gingiva margin dan attached gingiva serta papila interdental e. Gingivitis Papilaris Gingivitis yang melibatkan papila interdental dan meluas ke marginal gingiva yang berbatasan.



Gambar 1 : Gineivitis marginaiis karena plak (Robert P. Langlais dart Crate 51 Miller, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut, hal. 27)



Gambar 2. Papila-papila berkawah : Gingivitis Ulseratif Akut yang Nekrosis (ANUG) (Robert P. Langlais dan Craig S. Miller, Atlas Berwama Kelainan Rongga Mulut, hal. 27)



13



Gambar 3. Gingivitis Hormonal pada Wanita Pubertas (Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim), (Robert P. Langlais dan Craig S. Miller, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut, hal. 27) 2.2 Etiologi Gingivitis Secara umum penyebab penyakit gingiva dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: a. Faktor lokal b. Faktor sistemik A. Faktor Lokal Faktor lokal adalah faktor yang berada di sekitar gigi dan jaringan periodontium a. Faktor Pencetus/utama: Plak bakteri Plak bakteri sering juga disebut sebagai plak dental. Yang di maksudkan dengan plak dental secara umum adalah bakteri yang berhubungan dengan permukaan gigi. b. Faktor Pendorong /predisposisi Beberapa faktor yang berperan sebagai faktor lokal pendorong : -



Materia alba Materia alba adalah deposit lunak dan transparan, terdiri dari mikroorganisme, leukosit, protein saliva, sel-sel epitel dan deskuamasi dan partikel-partikel makanan. Materi ini bisa melekat ke permukaan gigi maupun restorasi dan gingiva,



-



Debris Makanan Debris makanan harus dibedakan dari impaksi makanan. Debris makanan adalah partikel makanan yang bersisa di mulut akibat 14



tidak tuntas terlarutkan oleh enzim bakteri atau mekanis lidah, bibir dan pipi. -



Stein Dental Stein dental adalah deposit berpigmen yang melekat pada permukaan gigi. Beberapa bakteri kromogenik menyebabkan stein seperti: stein hitam (black stein) stein hijau (green stein) dan stein jingga (orange stein)



-



Kalkulus Kalkulus atau yang dikenal juga sebagai karang gigi adalah plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi atau kalsifikasi.



-



Karies Karies terutama yang berada dekat margin gingiva, karena daerah ini mudah terjadi penumpukan plak bakteri dan deposit lunak lainnya.



-



Merokok Beberapa ahli mengatakan dampak merokok terhadap periodontal beragam, terdiri dari: stein, panas dan asap yang timbul pada waktu menghisap rokok. Stein tembakau akibat merokok dianggap mempermudah penumpukan plak.



-



Impaksi makanan (food impaction) Peranan impaksi makanan karena partikel makanan yang terjepit tersebut merupakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan plak dan merupakan iritasi mekanis terhadap periodontium



-



Kesalahan prosedur kedokteran gigi (faulty dentistry) Bentuk kesalahan yang sering dijumpai adalah seperti : tambalan yang terlalu tinggi (over hanging). Restorasi dengan kontak proksimal yang terbuka, tepi mahkota tiruan yang tidak baik, restorasi yang overkontur, gigi tiruan lepasan atau cekat yang tidak baik kedudukannya, dan piranti orthodonti.



-



Kontrol plak inadequat



15



Kontrol plak yang dilakukan secara inadequat menyebabkan plak dan deposit lunak lainnya lebih mudah menumpuk dan tidak tersingkirkan dari perlekatannya. -



Makanan berkonsistensi lunak dan mudah melekat Makanan yang lunak dan melekat dipermukaan gigi merupakan lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan bakteri plak. Sebaliknya makanan yang kenyal dan berserat menghalangi penumpukan plak.



-



Trauma mekanis Trauma mekanis menyebabkan cedera pada ginggiva sehingga lebih mempermudah timbulnya inflamasi akibat serangan bakteri plak. Trauma mekanis ini bisa disebabkan oleh cara menyikat gigi yang salah atau kebiasaan menggaruk-garuk gingiva dengan kuku.



-



Trauma kimiawi Tablet aspirin atau obat puyer yang sering diaplikasikan secara lokal pada gusi sebagai usaha pasien menghilangkan nyeri sakit gigi maupun obat kumur yang keras serta obat-obatan yang bersifat bisa menyebabkan trauma kimiawi pada gingiva.



Faktor lokal fungsional: Gigi yang hilang tanpa diganti, mal oklusi /mal posisi, kebiasaan bemapas dari mulut dan mendorong-dorong dengan lidah, kebiasaan para fungsional serta oklusi yang traumatic B. Faktor Sistemik Faktor sistemik adalah faktor yang dihubungkan dengan kondisi tubuh, yang dapat mempengaruhi respon periodontium terhadap penyebab lokal. Faktor-faktor sistemik tersebut adalah : Faktor-faktor endokrin (hormonal) meliputi : pubertas, kehamilan dan menopouse, gangguan dan defisiensi nutrisi meliputi: defisiensi vitamin dan defisiensi protein serta obat-obatan meliputi : Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperplasia



16



gingiva non inflamatoris dan kontrasepsi hormonal. Faktor-faktor psikologis (emosional), penyakit metabolisme : Diabetes Melitus, gangguan penyakit hematologis : leukimia dan anemia, Penyakit-penyakit yang melemahkan (debilatating disease) 2.3 Patogenesis Penyakit Periodontal Patogenesis dapat diartikan sebagai proses terjadinya penyakit dari tahap awal sampai akhir. Tahapan patogenesis penyakit pada penyakit periodontal berupa inflamasi kronis. a. Interaksi pejamu bakteri pada daerah subgingiva Secara normal daerah subgingiva dan permukaan gigi yang berdekatan dihuni oleh bakteri dalam jumlah dan jenis yang bervariasi dan membentuk plak bakteri/plak gigi (bakterial plague/dental plague). Beberapa menit setelah terdepositnya partikel, partikel akan terpopulasi dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit langsung pada email, tetapi biasanya bakteri melekat terlebih dahulu pada partikel dan agen bakteri dapat menyelubungi glikoprotein saliva. Plak bakteri dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh pejamu (host) tanpa menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan adanya keseimbangan antara serangan bakteri plak dengan mekanisme pertahanan pejamu. Apabila bakteri tertentu dari plak bertambah jumlah dan menghasilkan faktor-faktor virulensi, keseimbangan tersebut akan terganggu dengan akibat timbulnya penyakit. Penyakit dapat pula timbul akibat menurunnya mekanisme pertahanan pejamu. b. Mekanisme pertahanan periodonsium Pertahanan periodonsium dibangun oleh berbagai faktor seperti integritas permukaan, saliva, cairan sulkus gingiva dan leukosit pada daerah dentogingival, yang dikelompokkan sebagai mekanisme protektif non spesifik dan sistem imunitas yang merupakan mekanisme protektif spesifik. c. Stadium awal respon pejamu



17



Pejamu akan memberikan respon terhadap penumpukkan bakteri atau produk-produknya di dalam sulkus gingiva. Reaksi inflamasi akut ini berupa respon vaskular dan respon seluler. d. Mekanisme timbulnya gingivitis dan periodontitis Gingivitis dan periodontitis, merupakan bagian terbesar dari penyakit yang melibatkan periodonsium, merupakan infeksi bakterial kronis. Bentuk dan perluasannya dipengaruhi oleh interaksi pejamu bakteri. Bakteri patogen periodontal dapat menimbulkan penyakit secara langsung maupun secara tidak langsung. Patogenesis penyakit periodontal berupa inflamasi kronis (gingivitis dan periodontitis) terjadi dalam empat tahapan yaitu lesi inisial (initial lesion), lesi awal (early lesion), lesi mantap (esthabilished lesion) dan lesi lanjut (advanced lesion), Ketiga lesi pertama adalah tahapan gingivitis, sedangkan lesi lanjut yang disebut juga sebagai fase distribusi periodontal (phase of periodontal break down) adalah tahapan periodontitis.



BAB III CIRI-CIRI KLINIS GINGIVA NORMAL DAN GINGIVITIS Ciri-ciri klinis gingiva normal lebih mudah dipahami apabila dikaitkan dengan struktur mikrpskppisnya, Secara klinis gingivitis ditandai dengan adanya



18



inflamasi gingiva berupa perubahan warna, perubahan tekstur permukaan, perubahan ukuran, perubahan kontur, pendarahan. 3.1 Ciri Klinis Gingiva Normal Ciri klinis dari gingiva normal terdiri dari: a. Warna gingival Warna gingival yang normal adalah merah jambu (coral pink). Warna gingiva dipengaruhi oleh pasokan vaskular, ketebalan dan derajat keratinisasi epitel dan keberadaan sel-sel yang mengandung pigmen. b. Besar gingiva Besar gingiva tergantung pada banyaknya elemen sel interseluler serta vaskular. Jumlah elemen interseluler maupun pasok vaskuler pada keadaan patologis menyebabkan pertambahan besar gingiva. Besarnya gingiva merupakan gambaran yang umum dijumpai pada penyakit gingival. c. Kontour/bentuk gingiva Kontour atau bentuk gingiva dipengaruh oleh bentuk gigi geligi dan besar lengkung rahang, lpkasi dan besar area kontak proksimal dimensi embasur gingiva dalam arah vestibular dan oral. Gingiva bebas mengelilingi gigi seperti kerah baju mengikuti arah seperti busur (arcatte/scalloped) pada pennukaan vestibular dan oral. d. Konsistensi gingiva Konsistensi gingiva yang normal adalah kaku (firm) dan lenting (resilent). Konsistensi gingiva cekat yang kaku disebabkan oleh papillanya banyak mengandung serat kolagen dan melekat pada tulang alveolar, dan berkonsistensi kaku karena adanya serat-serat gingiva. e. Tekstur permukaan gigi Tekstur permukaan gingiva cekat yang normal adalah seperti kulit jeruk (stiplead/stipling), sedangkan tekstur permukaan gingiva bebas adalah licin. Bagian tengah dari gingiva interdental mempunyai tekstur seperti kulit jeruk, sedangkan bagian tepinya licin. Stippling timbul sebagai adaptasi gingiva untuk menerima fungsi yang secara mikroskopis



19



disebabkan adanya



protuberansia (penonjolan) dan depresi pada



permukaan gingiva.



3.2 Ciri Klinis Gingivitis Ciri-ciri gingivitis mencakup pendarahan, perubahan warna, perubahan konsistensi,



perubahan



tekstur



permukaan,



pembentukan



konftu/bentuk,



perubahan saku gusi, resesi gingiva, halitosis dan rasa sakit. a. Perdarahan Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena trauma mekanis, misalnya sewaktu menyikat gigi. Terjadinya pendarahan gingiva pada waktu probing merupakan tanda klinis gingivitis yang penting. Pendarahan ini mudah terjadi karena inflamasi kronis menyebabkan penipisan dan ulserasi epitel sulkus, dan pembuluh darah yang penuh berisi darah menjadi rapuh dan terdesak oleh cairan dan sel radang sehingga berada lebih dekat ke permukaan epitel sulkus. b. Perubahan warna Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila interdental dan gingiva bebas. Bila inflamasi bertambah parah terjadi perubahan warna pada gingiva cekat Akibat inflamasi kronis warna gingiva yang normainya merah jambu akan berubah menjadi sedikit merah sampai merah tua karena terjadinya proliferasi vaskular dan berkurangnya keratinisasi akibat terhimpitnya epitel oleh jaringan yang terinflamasi. Terjadinya stasis venous menyebabkan warna gingiva menjadi merah kebiru-biruan sampai biru, apabila vaskularisasi bericurang (berkaitan dengan terjadinya fibrosis atau proses reparatif) warna gingiva terlihat pueat atau hampir menyerupai warna normal. c. Perubahan Konsistensi Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami perubahan. Konsistensi gingiva kemudian dapat berubah menjadi lunak dan menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini adalah akibat jaringan ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-sel eksudai inflamasi.



20



Dalam tahap lanjut konsistensinya menjadi sangat lunak dan rapuh yang mudah koyak apabila diprobing, Konsistensi yang demikian disebabkan karena degenerasi jaringan ikat dan epitel gingiva. Bila inflamasi kronis berlangsung lama terjadi fibrosis dan proliferasi epitel sehingga konsistensi gingiva menjadi kaku seperti kulit. d. Perubahan tekstur permukaan Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah hilangnya tekstur seperti kulit jeruk, dan berubah menjadi licin dan berkilat karena perubahan histopatologis yang terjadi didominasi oleh eksudasi. Tekstur yang demikian terjadi pada gingiva yang berkonsistensi lunak. Perubahan histopatologisnya didominasi oleh fibrosis, tekstur permukaannya adalah bernodul-nodul. e. Perubahan kontur/bentuk Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitan dengan terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement), meskipun pembesaran gingiva ini juga bisa disebabkan oleh sebab-sebab lain sebagaimana biasanya akibat pembesaran gingiva ini tepi giginya membulat dan papila interdental menjadi tumpul. f. Perubahan saku gusi Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival pseudo pocket) yaitu sulkus gingiva yang dinding jaringan lunaknya terinflamasi tanpa adanya migrasi epitel saku ke apikal. Perbedaan saku gusi dengan sulkus gingiva adalah pada saku gusi terdapat tanda-tanda inflamasi gingiva. Kedalamannya bisa tetap, tetapi bisa juga bertambah apabila terjadi pembesaran gingiva atau naiknya tepi gingiva ke koronal.



g. Resesi Resesi



adalah



tersingkapnya



permukaan



akar



gigi



akibat



bergesernya posisi gingiva ke apikal, bisa terjadi pada gingiva yang terinflamasi apabila gingivanya tipis terutama bila gingiva cekatnya inadequate



21



h. Halitosis Halitosis atau nafas yang terasa bau sering dikeluhkan penderita gingivitis, dan keluhan inilah yang sering menjadi alasan bagi pasien untuk meminta perawatan. Penyebabnya adalah sisa makanan yang tertinggal, dan eksudat radang. Halitosis yang disebabkan oleh gingivitis harus dibedakan dengan yang disebabkan oleh sebab-sebab lain seperti kelainan pada saluran pernafasan dan pencernaan dan penyakit-penyakit metabolisme seperti^ diabetes melitus dan uremia. i. Nyeri Sakit Nyeri sakit jarang menyertai gingivitis pada tahap awal, kalaii terjadi eksaserbasi akut, gingiva terasa nyeri waktu menyikat gigi karena penderita menyikat giginya hanya dengan tekanan yang lebih ringan dan lebih jarang menyikat gigi, sehingga plak lebih banyak menumpuk dan kondisi penyakit bertambah parah. 3.3 Perbedaan Gingiva Normal dan Gingivitis Gingiva normal ditandai dengan adanya warna gingiva yang merah jambu (coral pink), tidak adanya pendarahan, bentuknya yang seperti huruf V, konsistensi yang kaku dan lenting, dan tekstur permukaannya yang seperti kulit jeruk (stippling). Penderita gingivitis terlihat warna gingiva yang merah pekat bahkan terjadi pendarahan, bentuknya yang menggembung dan lunak, konsistensinya yang lunak dan rapuh, teksturnya yang licin dan mengkilat terbentuknya pembesaran gingiva, terbentuknya saku gusi, tersingkapnya akar gigi, terjadinya halitosis, dan bahkan timbulnya nyeri sakit.



22



BAB IV PENATALAKSANAAN GINGIVITIS Sebelum keparahan



melakukan



gingiva



serta



perawatan



gingivitis,



kaitannya



dengan



dilakukan berbagai



pengukuran faktor



yang



mempengaruhinya, dan diperlukan suatu alat ukur yang dikenal sebagai indeks. Untuk mengetahui prevalensi dari gingivitis diperlukan indeks gingiva (gingiva index) , indeks pendarahan papilla (papillary bleeding index), dan indeks titik-titik pendarahan (bleedingpoint index). Guna indeks gingiva adalah untuk menilai derajat keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan pada gingiva di empat sisi geligi yang diperiksa : papilla distovestibular, tepi gingiva vestibular, papilla mesiovestibular, dan tepi gingiva oral. Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan meajumlahkan skor untuk keempat sisi yang diperiksa falu dibagi empat. Jumlah skor dari semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa, maka diperoleh skor indek gingiva untuk individu. Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukankan dari skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut: Skors Indeks Gingiva



Kondisi Gingiva



0,1 - 1,0



Gingivitis Ringan



1,1-2,0



GingtvitisSedang



2,1-3,0



GingivitisParah



Indek pendarahan papiia diketahui dengan cara pengamatan perdarahan timbuf setelah prob diselipkan dari vestibular ke col sebeiah mesial dari gigi yang diukur. Dengan tetap mempertahankan ujung prob menyentuh dasar sulkus, secara perlahan-lahan prob digerakkan sepanjang permukaan mesiovestibular gigi. Prob 23



kemudian ditarik keluar dari sulkus pada sudut mesiovestibular. Prosedur ini diulangi pada setiap gigi yang akan diukur indeks pendarahannya. Setelah probing pada semua gigi geligi selesai, dilakukan pencatatan skpr dengan kriteria sebagai berikut: 0=



Tidak terjadi pendarahan



1=



Pendarahan berupa titik kecil



2=



Pendarahan berupa titik yang besar atau berupa garis



3=



Pendarahan menggenang di interdental



Presentase jumlah permukaan dengan pendarahan dihitung dengan rumus:



Indek Titik Pendarahan 



Jumlah Permukaan Gigi dengan Pendarahan x100% Jumlah Seluruh Gigi



Indeks titik-titik pendarahan sama dengan indeks pendarahan papilla yang biasa digunakan diklinik, selain untuk pengukuran inflamasi gingiva dan pelaksanaan prosedur hygiene oral juga sebagai media memotivasi pasien. Dokter



gigi



menjalankan



profesinya



sebagai



dokter



gigi



harus



mendiagnosis gingivitis sedini mungkin dan melakukan perawatan yang adequat,. terutama bila kasusnya terungkap sedini mungkin, perawatan inisial merupakan satu-satunya prosedur perawatan periodontal yang dibutuhkan. Perawatan inisial mencakup prosedur-prosedur: a. Instruksi Kontrol Plak Pada sesi pertama dapat diajarkan cara menyikat gigi yang benar. Penggunaan alat pembersih interdental belum dapat dilakukan karena penggunaannya masih terhalang oleh deposit dan cacat interproksimal yang belum tersingkirkan. b. Penskeleran dan penyerutan akar Apabila pada pasien dijumpai gingiva yang getas dan terinflamasi di sekitar saku periodontal yang dalam, prosedur penskeleran supragingiva untuk menyirigkirkan kalkulus subgihgiva harus didahulukan. Dengan pefskeleran supragingiva, gingivitis akan mereda dan dilanjutkan perskeleran subgingiva pada sesi selanjutnya



24



Pada permukaan akar dengan gingival yang tersingkap terdapat sisa toksin bakteri, pada daerah ini harus dilakukan penyerutan akar agar jaringan nekrose tersingkap. c. Perbaikan restorasi yang cacat Tepi restorasi yang cacat, dapat dideteksi dengan ujung eksplorer yang halus, yaitu dengan menggeserkan eksplorer naik turun sepanjang tepi restorasi. Apabila terdapat tepi restorasi yang mengeper terdengar bunyi klik saat eksplorer digeser dari restorasi ke arah gigi dan terasa ada hambatan. Penyingkiran restorasi yang mengeper sedapat mungkin digantikan dengan restorasi yang baru. Apabila restorasinya ingin tetap dipertahankan agar perawatan inisal bisa cepat diselesaikan, bagian yang mengeper harus disingkirkan. Bagian restorasi alloy dan resin yang mengeper dapat disingkirkan dengan skeler, kikir periodontal atau finishing bur. Bila menggunakan bur arahnya adalah dari bagian restorasi yang mengeper ke arah gigi. d. Penumpatan Lesi Karies Karies yang lokasinya dekat ke gingiva dapat mengganggu kesehatan periodontal, meskipun tanpa adanya kalkulus ataupun restorasi yang eacat disekitarnya. Penumpatan sebaiknya berupa penumpatan tetap (permanen), namun pada keadaan tertentu penumpatan sementarapun sudah memadai karena telah dapat menyingkirkan tempat persembunyian bakteri. e. Pemolesan Setelah



dilakukan



penskeleran,



perbaikan



restorasi,



penumpatan lesi karies, lakukan pemolesan. Pemolesan dilakukan untuk mengkilapkan mahkota gigi dengan aberasif yang dioles dengan brush atau rubber cup yang diputar dengan mesin. 1. Kunjungan Pertama Pada kunjungan pertama lakukan anamnesa untuk menentukan keluhan utama pasien. Jelaskah kepada pasien bagaimana caira rhelakukan kontrol plak. Hal tersebut mencakup sesuatu yang harus dilakukan 25



perawatan selanjutnya. Pada kunjungan pertama ini yang dilakukan adalah memberikan penjelasan kepada pasien bahwa pasien telah menderita penyakit gingiva dengan tanda-tanda klinis dari gingivitis, perubahan konsistensi



gingiva,



perubahan



tekstur



permukaan,



perubahan



kontur/bentuk, pembentukan saku gusi, terjadinya resesi gingiva, halitosis bahkan bisa terjadinya nyeri sakit, jelaskan kepada pasien faktor-faktor penyebabnya seperti plak bakteri, merokok, kalkulus, karies dan perubahan pada gingiva sebaiknya dicatat indeks pendarahannya dan juga indeks plak pada permukaan gigi dengan melakukan pewamaan plak menggunakan disclosing solution. Indeks plak dihitung dengan ramus :



Indek Plak 



Jumlah Permukaan dengan Plak x 100% Jumlah Seluruh Permukaan x 4



Langkah kedua dari perawatan ini adalah dengan menjelaskan kepada pasien apa yang dapat dilakukan dokter gigi untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien dan apa yang haras dilakukannya untuk menunjang perawatan yang dilakukan dokter gigi dan menjamin keberhasilan perawatan. Langkah ketiga adalah mengajari pasien cara-cara menjaga kebersihan mulut dengan alat pembersih yang sesuai, sehingga pasien yang telah termotivasi untuk memelihara kebersihan mulut mampu melaksanakannya. Langkah keempat adalah melakukan penyingkiran kalkulus subgingiva. Setelah semua prosedur dilakukan, diberitahukan kepada pasien tentang keparahan plak setiap kali kunjungan, agar pasien tetap menyikat gigi dan kumur-kumur dengan obat kumur dan mengkonsumsi gizi seimbang, dan tetap kotrol setiap minggu 2. Kunjungan Kedua Kondisi gingiva diperiksa kembali dengan disclosing-solution untuk kembali dilakukan kontrol plak. Kemudian dilakukan lagi scalling untuk menyingkirkan deposit-deposit plak. Dan perhatikan indeks



26



perdarahan apakah terdapat penurunan, Penyingkiran kalkulus dapat dilanjutkan dengan penskeleran subgingiva dan penyerutan akar. Setelah semua permukaan gigi terbatas dari kalkulus maka permukaan gigi dikilatkan atau dipolis. Bila ada karies yang dekat ke gingiva, maka sebaiknya dilakukan penumpatan karies, dan perbaikan restorasi yangcacat. (2'5,9) 3. Kunjungan ke Tiga Gingiva diperiksa dan kontrol plak ditinjau kembali. Perhatian khusus diberikan pada area-area dimana inflamasi tetap menetap. Hal ini biasanya mengakibatkan dilakukan scalling kembali. Tiap kunjungan tetap dihitung indeks pendarahan, dan papilla calculus indeks, agar diketahui perubahan dari pendarahan dan oral hygiene. 4. Kunjungan ke Empat Pada kunjungan keempat dilakukan pengukuran indeks pefdarahan dan kalkulus indeksnya. Jika hasil akhirnya menunjukkan angka dibawah 5 % berarti tidak adanya inflamasi. Perawatan dihentikan dan instruksikan kepada pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulutnya dan dilanjutkan untuk melakukan kunjungan berkala ke dokter gigi.



27



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Gingivitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada gingiva yang disebabkan oleh faktor lokal dan sistemik. Gingivitis sendiri diklasifikasikan menjadi beberapa bagiah. Untuk ttiembedakan gingiva normal dan gingivitis, diperlukan suatu indeks gingiva dan indek titik pendarahan (Papillary Bleeding Index) agar bisa dibedakan dan diketahui gingiva normal atau tidak. Perawatan dari gingiva meliputi tiga komponen yang dapat dilakukan bersama: 1. Kontrol plak adekuat 2. Menghilangkan plak dan kalkulus 3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak diperbaiki, membuat mulut bebas plak temyata tidak memberikan manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak. Untuk penunjang perawatan gingivitis diberikan obat kumur untuk mempercepat penyembuhan, dan pasien harus memperhatikan gizi seimbang 5.2 Saran Penyikatan gigi dengan metode bass dianjurkan untuk kebersihan gingivitis sehari-harinya bagi pasien dengan ataix tanpa penyakit periodontal. Sikat gigi yang digunakan adalah yang bulunya lunak sampai sedang. Penyikatan dilakukan pada permukaan vestibular dan oral rahang atas dan rahang bawah. Instruksikan kepada pasien untuk tetap kontrol ke dokter gigi enam bulan sekali. 28



DAFTAR PUSTAKA Dalimunte, S.H, Pengantar Periodontitis. Universitas Sumatera Utara Ed-1, 1996. Medan Langlais RP, Miller Cs, Atlas Berwarna Kelainan Rongga mulut yang Lazim. Hipokrates, 1998. Jakarta Leung W.K, Daniel. C, dkk. Toot Loss in Treated Periodntitis Patient Responsible for Their Suportive Care Arragement. Journal of Clinical Periodontologi, Ed-33, 2006. Hongkong



29