Makalah Hegemoni R.M.Fikri Athallah (A1A219028) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH POLA HEGEMONI PERSAINGAN BANGSA BARAT DI INDONESIA DAN POLA HEGEMONI BANGSA BARAT DENGAN KEKUATAN LOKAL



DISUSUN OLEH: R.M.FIKRI ATHALLAH NIM.A1A219028



DOSEN PENGAMPU: REKA SEPRINA, S.Pd., M.Pd



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Assalamu`alaikum wr. wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat rahmad dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sempurna. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju ilmu pengetahuan , sehingga penulis dapat dengan lancar menulis Makalah ini yang berjudul “Pola Hegemoni Persaingan Bangsa Barat di Indonesia dan Hegemoni Bangsa Barat dengan Kekuatan Lokal”. Dalam penyusunan Makalah ini, saya sebagai penulis menyadari pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna membangun dan melengkapi Makalah ini agar Makalah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata penulis ucapkan semoga Tuhan YME membalas budi baik anda semua. Wassalamu`alaikum wr. Wb.



DAFTAR ISI SAMPUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



BAB I (PENDAHULUAN) 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN



BAB II (PEMBAHASAN) 2.1 HEGEMONI BANGSA-BANGSA BARAT DI INDONESIA 2.2 HEGEMONI BANGSA BARAT DENGAN KEKUATAN LOKAL



BAB III (PENUTUP) 3.1 KESIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia telah didatangi dan dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa selama berabad-abad lamanya. Bangsa-bangsa penjajah tersebut dating ke nusantara membawa semangat imperialsme dengan slogan 3G yaitu Gold,Glory dan Gospel. Dalam catatan sejarah, bangsa-bangsa Eropa yang dating ke nusantara adalah portugis, spanyol, belanda, dan Inggris yang berkuasa di nusantara sekaligus berebut kekuasaan dengan sesamanya selama hampir satu millennia. Indonesia digunakan sebagai ”Laboratorium” atau lahan penjajahan guana meneliti untuk menemukan cara dan metode untuk menguasai Nusantara dengan baik dan benar. Hasil dari penelitian tersebut dapat kita lihat dari berbagai macam sistem yang diterapkan oleh bangsa-bangsa tersebut, walaupun tetap berujung pada kepentingan politik, baik itu system yang menyangkut politik ekonomi, hingga menyangkut masalah ras dan agama yang ada di Nusantara. Bangsa eropa mulai masuk ke Indonesia sejak perdagangan rempah-rempah melonjak naik di pasar Eropa, sehingga membuat bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba untuk mendapatkan daerah penghasil rempah-rempah yang banyal. Perdagangan di Nusantara berawal sejak berabad-abad sebelum Portugis tiba dan VOC didirikan. Sejarah mencatat bahwa kepulauan Nusantara menjadi incaran pedangang-pedagang Eropa karena daerah nusantara merupakan daerah penghasil rempah-rempah yang banyak. Salah satu faktor penting yang dapat di ambil dari pernyataan tersebut adalah sistem politik oleh bangsa-bangsa Eropa, terutama bangsa Belanda. Karena yang menyangkut perubahan-perubahan politik yang terjadi pada abad ke-19 dan 20 itu dilaksanakan oleh bangsa Belanda itu sendiri. Sistem politik colonial Belanda yang diterapkan di Indonesia memiliki sejarah yang Panjang, karena sejarah dan politik sangat berkaitan satu dengan lainnya yang memungkinkan serta pantas untuk dikaji, apalagi yang menyangkut sistem politik di Indonesia secara umum dan di wilayah lokal secara khusus. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang mendorong bangsa Eropa mengadakan perebutan kekuasaan? 2. Berasal dari mana dan siapa saja orang yang melakukan perebutan kekuasaan di Indonesia? 3. bagaimana perlawanan lokal terhadap hegemoni bangsa barat? 1.3 Tujuan



BAB II PEMBAHASAN 2.1 HEGEMONI BANGSA-BANGSA BARAT DI INDONESIA 1. MASA PEMERINTAHAN REPUBLIK BATAAF (1795 - 1806) PROSES TERBENTUKNYA REPUBLIK BATAAF Pada abad ke-18 terjadi perubahan tatanan geopolitik di Belanda. Munculah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot m enghendaki perlunya negara kesatuan Bertepatan dengan keinginan itu pada awal abad ke-18 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Selanjutnya di Belanda dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806) yang dipimpin oleh Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte. Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Suratsurat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis. Pihak Inggris kemudian bergerak cepat dengan mengambil alih wilayah - wilayah jajahan Belanda di Hindia Belanda salah satunya Padang pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan Banda pada tahun 1796. Inggris juga memperkuat armada laut untu memblokade Batavia. AKHIR REPUBLIK BATAAF Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada tahun 1806, Perancis membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Kerajaan Belanda (Kominkrijk Holland). Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja Belanda dan berarti sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Nusantara adalah pemerintahan Belanda-Perancis.



A. MASA PEMERINTAHAN DAENDELS (1808-1811) Herman Willem Deandels adalah Gubernur Jendral pertama Belanda di HindiaBelanda, ia diangakat atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan akibat dibubarkannya VOC. Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan



persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Oleh karena itu, ia ingin memberantas praktikpraktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf). Daendels melakukan beberapa langkah strategis untuk menjalankan tugasnya, antara lain: 1) Bidang pertahanan dan keamanan: - Daendels membangun benteng-benteng pertahanan baru - Daendels membangun pangkalan angkatan laut di Anyer, Merak, Surabaya, dan Ujungkulon - Daendels meningkatkan jumlah tentara - Daendels mebangun Jalan Daendles dari Anyer, banten sampai Panarukan, jatim (1.100 km) - Daendels melakukan pembangunan dilaksanakan dengan sistem kerja rodi 2) Bidang Politik dan Pemerintahan: - Membentuk sekretariat negara untuk membereskan masalah administarsi - Membentuk kantor pengadilan di Batavia dan Suarabaya - Memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Weltevreden - Mengganti raja-araja yang dianggap mengahalangi Belanda dan mengangkat Raja baru sesuai keinginan Belanda - Merombak sistem feodal dan menggantinya dengan pemerintahan Barat Modern - Mengangkat penguasa daerah sebagai pegawai pemerintah colonial - Membagi pulau Jawa menjadi 23 keresidenan - Merombak Provinsi Jawa Pnatai Timur Laut menjadi lima prefektur (wilayah yang memiliki otoritas) 3) Bidang peradilan: - Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu : 1. Pengadilan utuk orang Eropa 2. Pengadilan untuk orang timur asing 3. Pengadilan untuk orang Pribumi. Pengadilan untuk orang pribumi ada di setiap Prefectur dengan Prefect sebagai ketua dan para bupati sebagai anggota.



- Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk pada bangsa Eropa. Akan tetapi ia sendiri melakukan korupsi besar - besaran dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta. 4) Bidang Ekonomi dan Keuangan : - Memaksa para penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan kolonial - Melakukan pemungutan pajak - Meningkatkan hasil bumi berupa tanaman - tanaman yang laku di pasaran dunia - Penyerahan wajib hasil pertanian bagi pribumi - Melakuakan penjualan tanah kepada pihak swasta - Mengeluarkan uang kertas - Memebentuk Dewan Pengawasan Keuangan (DPK) 5) Bidang Sosial : - Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer - Panarukan. - Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan. - Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos. AKIBAT PEMERINTAHAN DAENDELS Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yg sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa (rodi). Kerja Rodi membuat rakyat yang miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan banyak yang meninggal. Penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang-wenang para pemilik tanah. Dan ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan jalan raya anyerpanarukan. AKHIR PEMERINTAHAN DAENDELS Daendels sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan. Ia juga melakukan penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi penjualan Istana Bogor. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke negeri Belanda. Kemudian



Louis Napoleon mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru menggantikan Daendels



B. PEMERINTAHAN JANSSENS (1811) Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke negara Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan Willem Janssens yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) pada tahun 1802 - 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung Harapan karena Tanjung Harapan jatuh ke tangan Inggris. tahun 1810, Janssens ditunjuk menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan resmi menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha memperbaiki keadaan di Hindia Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda pada saat itu telah menguasai beberapa wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford Raffles (pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan dan pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena dalam perkembangannya ia terusir dari tanah jajahannya. Pada tanggal 4 Agustus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26 Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles. Janssens kemudian lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara serta prajurit Yogyakarta dan Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811 Isi Kapitulasi Tuntang sbb: Pulau Jawa dan sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris Baca Juga : Makalah Revolusi Cina 2. PERKEMBANGAN KOLONIALISME INGGRIS DI INDONESIA (1811-1816) Ditanda tanganinya Kapitulasi Tuntang merupakan awal dari masa kolonialisme Inggris di Indonesia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip. Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.



KEBIJAKAN RAFFLES DI NUSANTARA 1). Bidang Pemerintahan -Raffles berusaha menghapus pemerintahan feodal yang telah mengakar kuat di Indonesia. Kebijakan dalam bidang pemerintahan diantarnya: -Menjalin hubungan baik dengan penguasa-penguasa lokal yang anti terhadap Belanda Membagi Pulau Jawa menjadi 16-18 keresidenan, dengan setiap keresiden mempunyai kepala residen. -Mengangkat para bupati sebagai pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dalam bentuk uang. -Raffles sering mencampuri urusan kerajaan-kerajaan lokal, dalam setiap konflik ia selalu mencari posisi aman agar menghasilkan keuntungan bagi Inggris 2). Bidang Ekonomi : Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang, Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi, Penghapusan kerja rodi dan perbudakan ,Melaksanakan monopoli. Menetapka desa sebagai unit adiministrasi pemerintahan. ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar. Menjual tanah kepada pihak swasta dan melanjutka usaha menananam kopi Memberlakukan tanam bebas kepada rakyat. kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila 3). Bidang Hukum : Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Daendels berorientasi pada warna kulit (ras). Sedangkan Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara. Raffles memang orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan menghadapi berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan, dan melakukan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh dikatakan



kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap menderita 4). Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, tahun 1820. Raffles juga aktif dalam mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia Arnoldi.Dirintisnya Kebun Raya Bogor.



AKHIR PEMERINTAHAN RAFFLES - Pemerintahaan Raffles hanya bertahan sampai tahun 1816 - Keadaan di negeri jajahan rupanya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa - Pada tahun 1814 Napoleon Bonaparte kalah melawan raja–raja di Eropa dalam perang koalisi - Untuk memulihkan kembali keadaan Eropa maka diadakan konggres Wina 1814 sedangkan antara Inggris dan Belanda ditindaklanjuti Convention of London 1814. Berakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris. Isi Convention of London: 1) Belanda menerima kembali jajahan yang di serahkan kepada inggris dalam perjanjian kapitulasi tuntang. 2) Ingris menperoleh tanjung harapan dan srilangka dari inggris Konsekuensi dari perjanjian tersebut maka Inggris meninggalkan Pulau Jawa. Raffles kemudian menduduki pos di Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor. 3) Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. 4) Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. 5) Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. 6) Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa peralihan).



Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding melalui Treaty Of London tahun 1824 isinya antara lain menegaskan : a) Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan Bengkulu kepada Belanda. b)Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di sebelah Utaranya. 3. MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA (1816-1942) A. KEKUASAAN KOMISARIS JENDERAL Berdasarkan Konvensi London, Belanda kembali memiliki ha katas wilayah Indonesia. Kekuasaan Belanda di Indonesia pada periode tersebut dijalankan oleh komisaris jendra. Pembentukan komisaris jendral dilakukan atas saran dari Pangeran Willem VI.Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824).



Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sistem residen tetap dipertahankan, 2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan, 3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan, 4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi, 5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.



Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk. Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk. B. SISTEM TANAM PAKSA Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Belanda. Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang mengharuskan rakyat menanam tanaman yang dikehendaki oleh Belanda. Sebenarnya, sistem ini merupakan penggabungan antara sistem penyerahan wajib dan sistem pajak tanah. Pemerintah Belanda lebih mengutamakan komoditi ekspor yang laku di pasaran dunia. Tanaman yang wajib ditanam antara lain kopi, tebu, tembakau, teh dan nila. Sistem Tanam Paksa mulai di berlakukan pada tahun 1830. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch dan Sistem Tanam Paksa di latar belakangi oleh kegagalan dari pelaksanaan sistem sewa tanah (ladrente) pada masa pemerintahan komisaris jendral. Selain itu, karena pada tahun 1830 Belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro. Pada sistem ini, lahan yang dipakai adalah lahan milik orang – orang pribumi, sedangkan tenaga kerja berasal dri orang – orang desa di Jawa yang dibujuk bahkan dipaksa oleh para penguasa (lokal) desa mereka. Kebijakan Tanam Paksa ini lebih kejam daripada sistem monopoli VOC. KETENTUAN SISTEM TANAM PAKSA Ketentuan Tanam Paksa diatur dalam Staatsblad Nomor 22 Tahun 1834. a). Tanah yang diserahkan kepada pemerintah bebas pajak. b). Pekerjaan menanam tidak boleh melebihi waktu menanam padi c). Hasil tanaman wajib harus diserahkan kepada Pemerintah Belanda. d). Kegagalan panen karena bencana alam ditanggung pemerintah Belanda e). Penggarapan tanah untuk tanaman wajib diawasi oleh kepala pribumi atau pegawai Belanda



Ketentuan Penanaman Setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. PELAKSANAAN TANAM PAKSA Ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam sistem tanam paksa tampak mudah dan menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun rakyat. Namun, pada pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan.Dalam pelaksanaan sistem ini, pemerintah colonial Belanda memberikan persenan kepada penguasa pribumi yang mampu menyetorkan hasil lebih banyak dari ketentuan. Akibatnya, para penguasa pribumi berusaha meningkatkan setorannya dengan melakukan penekanan kepada petani dalam penyerahan hasil panen. Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus. Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut. Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850. Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870. KRITIK - KRITIK YANG DILAKUKAN TERHADAP BELANDA Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker) melalui bukunya yang berjudul “Max Havelar” dan Fransen van der Putte dalam bukunya yang berjudul “ Suiker Contracten”, di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.



DAMPAK SISTEM TANAM PAKSA A) Dalam bidang pertanian



Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius. B) Dalam bidang sosial Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya. C) Dalam bidang ekonomi Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari. Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri. C. POLITIK LIBERAL (SISTEM USAHA SWASTA) Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno (ancient imperialism), yaitu dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan imperialism modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka tersebut diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.



1) Latar Belakang Sistem Politik Ekonomi Liberal Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi hanya memberikan keuntungan kepada pihak Belanda secara besar-besaran. Berkembangnya paham liberalism sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan. Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia. Adanya traktar Sumatera (1871) yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia. 2) Pelaksanaan Peraturan Sistem Politik Ekonomi Liberal Indische Comptabiliteit Wet (1867), berisi tentang perbendaharaan negara Hindia Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia Belanda harus diterapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlemen Belanda.Suiker Wet (UndangUndang Gula), yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak swasta.Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870. Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet diterapkan dengan persetujuan parlemen. Maka Agrarische Besluit diterapkan oleh persetujuan Raja Belanda. Agrarische Wet hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agrarian, sedangkan Agraria Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta. Adapun isi dari Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870 adalah: 1. Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah. 2. Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa tidak bebas. 3. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta. 4.Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain. 5.Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.



3) Pelaksanaan Sistem Ekonomi Liberal Pelaksanaan system politik ekonomi liberal di Indonesia merupakan jalan bagi pemerintah colonial Belanda menerapkan imperialism modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut.



-Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa. -Mendapatkan tenaga kerja yang murah. -Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa. -Menjadi tempat penanaman modal asing. Seiring dengan pelaksanaan system politik ekonomi liberal, Belanda melaksanakan Pax Netherlandica, yaitu usaha pembulatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar wilayah Indonesia tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih setelah dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa dan Asia 4) Akibat Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal a.) Bagi Belanda -Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah colonial Belanda. -Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda. -Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajajahan. b.) Bagi Indonesia -Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. -Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat sangat buruk bagi penduduk. -Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat sangat pesat. -Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa. -Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api. -Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie. 4. PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DAN KATOLIK PROSES MASUKNYA AGAMA KATOLIK DI INDONESIA Agama Kristen di Indonesia di bawa oleh Bangsa Portugis. Portugis menyebarkan pertama kali di daerah Maluku. Seorang misionaris Spanyol, St. Fransiscus lalu



menyebarkannya ke Ambon, Ternate, Halmahera antara 1546 – 1547. Pada tahun 1560 – 1590an diperkirakan telah terdapat pemeluk sebanyak kurang lebih 60.000 jiwa PROSES MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI INDONESIA Pada abad 16, bangsa Portugis masuk ke Indonesia, diikuti bangsa Spanyol dengan tujuan berdagang rempah – rempah. Banyak dari para pedagang dan misionaris Portugis memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Salah satunya bernama Fransiskus Xaverius, pendiri ordo Yesuit. Mereka mulai di Maluku pada tahun 1534. Tak lama setelah itu, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruh agama Katolik ke Manado dan Minahasa. Tetapi, ketika Portugis kalah dari Belanda pada tahun 1605, Belanda mengusir para penyebar agama Katolik dan memperkenalkan agama Kristen Protestan. Belanda membentuk perkumpulan Protestan di beberapa wilayah, sebagai contoh di Tanah Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Saat ini, kebanyakan penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan agama Protestan. A). Perkembangan agama Kristen di berbagai daerah di Indonesia Berkembangnya Agama Nasrani tidak bisa lepas dari kedatangan bangsa Barat. Dari segi agama, ambisi orang-orang Eropa ke kawasan Timur berkaitan dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib dan sekaligus menyebarkan agama Kristen. Terdapat perbedaan pendapat tentang sejarah awal keberadaan penganut Nasrani di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa sudah terdapat orang beragama Nasrani sebelum kehadiran bangsa Barat di Kepulauan Indonesia, yaitu pada abad ke-7 berdasarkan diketemukannya orang yang beragama Katholik di Barus dan Sibolga. Hal ini diperkuat juga dengan keberadaan penganut Nasrani di Sumatra Selatan, Jawa dan kalimantan pada abad ke13 dan 14. Sedangkan pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah kehadiran orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap penduduk Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia. Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak kedatangan Portugis dan Spanyol di Kepulauan Indonesia, proses penyebaran agama Kristen mulai berlangsung. Hal ini dikaitkan dengan motif agama selain ekonomi yang dilakukan oleh kedua bangsa tersebut sebagai imperialisme kuno. Selain Malaka dan kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah pertama bersentuhan dengan agama Nasrani, khsusnya Katholik. Raja Ternate bernama Tabarija yang diasingkan Portugis ke Goa pada tahun 1535 dilaporkan memeluk agama Nasrani sejak dipengungsian. Perkembangan agama Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama Francisacus Xaverius yang merupakan pendiri Orde Jesuit bersama Ignatius Loyolo melakukan kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan Morotai antara tahun 1546-1547. Kehadiran Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah ini. Di Maluku sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi Calvinis. Bahkan, VOC melarang misi Katholik melakukan kegiatan kegamaan. Biarpun sampai awal abad ke19 Belanda sebenarnya tidak secara resmi mendukung kegiatan para penyebar agama Protestan, proses “pengkristenan” penduduk lokal berbagai wilayah di Indonesia tidak dapat dihindari.



Pada tahun 1619 Pendeta Hulsebos mendirikan jemaat pertamanya di Jakarta. Dalam perkembangannya, pada awal abad ke-18, sebagian besar jemaat Nasrani yang berada di bawah gereja Calvinis, bersama-sama orang Katholik kelompok gereja reformasi lainnya seperti Romanstran dan Lutheran dilarang. Gereja Lutheran baru boleh melakukan kegiatan pada tahun 1745 di bawah pengawasan tentara bayaran Jerman.Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dari gereja reformasi baik Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pengangkatan Jacob Grooff sebagai uskup Katholik pertama di Indonesia pada tahun 1845 telah memancing munculnya perdebatan panjang di kalangan pemeluk Nasrani baik di Indonesia maupun Belanda yang memicu konflik antara gereja dan negara. Berdasarkan peraturan yang berlaku sejak tahun 1854 para guru, rohaniawan dan misionaris Nasrani harus memiliki ijin khusus dari Gubernur Jenderal ketika akan melakukan pekerjaan di wilayah Hindia Belanda. Wilayah Ambon dan sekitarnya menjadi hak eklusif gereja reformasi sampai tahun 1921. Daerah Batak juga menjadi daerah eklusif. Orang-orang Nasrani memulai kegiatan mereka di Sipirok pada tahun 1861, sementara misionaris Katholik baru diperkenankan masuk di wilayah ini pada tahun 1928. Begitu juga di wilayah Papua yang dikuasai oleh Belanda, jemaat Katholik di Flores dan Timor bagian barat diserahkan kepada Serikat Sabda Allah. Mengapa agama Kristen di Indonesia Timur berkembang Pesat? Pada abad XVIII VOC bangkrut dan membubarkan diri yang diakibatkan karena korupsi pegawainya. Kemudian pemerintah kolonial menangani secara langsung kehidupan umat Kristen dengan membentuk suatu gereja Protestan pemerintah-Inische Kerrk- tepatnya pada tahun 1835. Dari Inische Kerrk inilah lahir Gereja-gereja Etnis yang besar di Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa, gereja Protestan Maluku, dan Gereja Masehi Injili di Timor. Jemaat-jemaat lainya tergabung dalam satu sinode tersendiri, yaitu Gereja protestan di Indonesia bagian Barat.



2.2 HEGEMONI BANGSA BARAT DENGAN KEKUASAAN LOKAL



A. Kedatangan Bangsa Portugis dan perlawanan terhadapnya Kedatangan bangsa Portugis sebagai orang peranggi tidak dapat dipandang terlepas dari konteks perkembangan sistem dunia yang semakin meluas sebagai akibat ekspansi Barat sejak akhir abad ke XV. Hubungan ekonomis dan politing bangsa Barat, khususnya bangsa Portugis, dengan bangsa-bangsa Timur, khususnya bangsa Timur Tengah tidak terlepas pula dari dampak perang salib. Dipandang dari sudut penglihatan itu bangsa Barat dengan sikap religiusnya dalam abad pertengahan melihat setiap orang Moor (Sebutan bagi kaum muslimin, terutama dari Timur Tengah dan Afrika Utara). Konfrontasi itu diperhebat pula oleh usaha kristianisasi yang dilakukan oleh misionaris yang ikut ekspedisi portugis.



Hubungan portugis antara raja-raja di Nusantara ditandai pada umumnya dengan permusuhan, meskipun ada faktor-faktor yang menyebabkan hubungan persahabatan, yaitu: a) Aliansi dengan raja-raja yang belum masuk Islam, seperti raja sunda(1522) dan raja panarukan serta raja Minangkabau. b) Dalam perebutan hegemoni di antara kerajaan-kerajaan melayu ada salah satu pihak yang mencari hubungan dengan bangsa Portugis. c) kedatangan bangsa Barat lainnya juga mendorong hubungan bersahabat dengan bangsa Portugis. Peta politik pada abad ke-XVI menampilakan kerajaan-kerajaan Islam muda dan hubungan-hubungan antara mereka yang seringkali merupakan aliansi dalam menghadapi penetrasi Portugis. Kehadiran Portugis ternyata mengganggu proses perkembangan hegemoni, terutama karena sumber ekonomi khususnya terhadap negeri Pelabuhan Sebagian besar jatuh ketangan Portugis. Barulah dalam abad ke-XVII mulai muncul kerajaan-kerajaan yang berhasil memusatkan kekuasaan serta mengintegrasikan wilayah yang cukup luas, antara lain Aceh dan Mataram. Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis pada bulan Agustus 1511, Sultan Mahmud mengungsi ke Pahang untuk kemudian tinggal di Muar dan di pulau Bintang. Dari sana ia tidak henti-hentinya melakukan serangan terhadap Malaka. Untuk menghadapi serangan sang Sultan, Bangsa Portugis membuat persahabatan dengan raja Kampar dan Pasai. Di dalam kota Malaka sendiri terdapat unsur-unsur penduduk, antara lain yaitu koloni Jawa yang besar, yang bersikap bermusuhan terhadap Portugis. Pada pertengahan 1514 Kampar diserang oleh Lingga yang rupanya dapat mengepungnya. Pada pertengahan 1514 Kampar diserang oleh Lingga yang rupanya dapat mengepungnya. Portugis hendak memberikan bantuan. Yang Akihrnya membuat Kampar dibebaskan.Sementara itu dikirimkan utusan ke raja Siak dan Minangkabau untuk membuka hubungan perdagangan dengan Portugis.Dengan pertahan di Muar, Sultan Mahmud terus menerus melakukan gangguan terhadap pelayaran ke dan dari Malaka.Pada akhir 1518 pasukan penduduk Portugis sangat dikurangi, maka Sultan Mahmud melakukan serangan terhadap Malaka tetapi tidak berhasil merebutnya kembali.Kontak Portugis dengan Pasai, Pedir, Aceh, dan Baros terjadi karena perdagangannya untuk memperoleh lada dan emas.Insiden terjadi pada waktu kapal Portugis kandas didekat Pulau Ganir (1519), dalam serangan oleh orang Aceh ada anak kapal yang mati dan ada yang ditawan.Hanya dengan uang tebusan, mereka itu dapat dibebaskan. Politik bersahabat Portugis dengan Pasai, antara lain karena hasil ladanya ,menyebabkan keterlibatannyadalam perebutan kekuasaan pada tahun 1521.Zainal, seorang yang merasa berhak atas tahta Pasai, telah diusir oleh pamannya, raja Aru.Untuk merebut tahta itu Zainal mencari bantuan Sultan Mahmud dan sementara itu tetap bersahabat dengan Portugis.Seorang calon lain ialah putra raja, di bawah asuhan Maulana, mengharapkan bantuan Portugis.akhirnya Portugis terpaksa memihak dan membantu yang terakhir karena hendak membalas jasa ayah calon tersebut sewaktu (tahun 1514) membantu Portugis dalam menghdapi



lawannya.Dalam pertikaian yang berikut berhasillah Portugis mengusir semua lawannya dan mendudukan putra raja tersebut di tahta.Konsensi yang diperoleh ialah: 1.mendirikan benteng di tepi Sungai Pasai; 2.hak dagang lada. Pada tahun 1512 de Britto dikirim ke Aceh untuk mengadakan hubungan persahabatan.Dalam perundingan ada tuntutan agar barang-barang rampasan dari kapal Portugis dikembalikan.Setelah itu ditolak, maka de Britto dengan pasukannya menyerang, antara lain untuk merampas kekayaan yang tersimpan di mesjid.Pertahanan yang gigih menggagalkan maksud itu dan banyak dari pasukan Portugis terbunuh, antara lain de Britto sendiri.Serangan terhadap Bintang dipimpin sendiri oleh Abduquerque pada bulan Oktober 1512, tetapi karena sangat kuat benteng pertahanannya, jatuhlah banyak korban di antara penyerang. Laksamana Sultan Mahmud malahan berhasil merebut satu kapal Portugis.Serangan Portugis diulang lagi pada tahun 1523 di bawah Henriquez, dan pada tahun 1524 di bawah de Souza, keduanya gagal pula.Meskipun dalam pengungsian di Bintang Sultan Mahmud teteap berusaha untuk meletakkan hegemoninya di wilayah sekitarnya.Untuk keperluan itu di suruhnya raja Indragiri selaku vasalnya menyerang raja Lingga. Yang terakhir adalah sekutu Portugisyang dalam perang itu memberikan bantuannya. Persekutuan antara Lingga dan Portugis akhirnya berhasil merebut Bintang pada tahun 1525.Sultan Mahmud mengungsi ke Johor.Dengan adanya perebutan kekuasaan yang kronis di wilayah sekitar selat Malaka, Aceh dibawah Pimpinan Sultan Ibrahim mendapat kesempatanmengadakan ekspansi.Usaha ini menjumpai perlawanan dari kerajaan-kerajaan melayu, antara lain Kerjaan Aru.Sementara itu Portugis berusaha mengatur hubungannya dengan Aceh lewat diplomasi. Dari kedudukannya yang baru di Johor, Sultan Alaudin sebagai pengganti Sultan Mahmud, menghimpun kekuatan untuk melawan Portugis.Dia mendapat bantuan Pahang dan Petani.Karena Johor merupakan ancaaman terus bagi Malaka maka Portugis berturut-turutmelakukan serangan terhadap pusat agresi itu, ialah pada bulan Mei 1523 di bawah da Gama dan setahun kemudian pada bulan Juni 1524di bawah Don Estevao. Keduanya mengalami kegagalan.Tiba-tiba Malaka dikepung oleh angkatan perang Aceh pada suatu malam bulan September 1537 di bawah pimpinan Alaudin, pengganti ibrahim.Hanya karena pasukan Aceh mulai merampok waktu masuk kota, serangan itu dapat dikembalikan oleh Portugis.Perang hegemoni menjadi-jadi karena Aceh meneruskan politik ekspansinya.Kedudukannya diperkuat oleh hubungan diplomasi yang terjalin dengan Turki dan Abesinia.Untuk dapat menguasai perdagangan kerajaan-kerajaan Melayu perlu ditaklukkan dan Portugis diusir dari Malaka. Langkah pertama ialah memerangi dan menaklukkan Aru.Dengan seratus kapal dan dua belas ribu orang pasukan di bawah pimpinan Kuti Ali Markar diserbunya Aru.Pertahanan orang Melayu gigih sekali dan hanya kareana pengkhianatan seorang pemuka saja, Aru dapat direbut oleh pasukan Aceh.Pemimpinnya adik ipar sultan Aceh, diberi gelar sultan Baros.Raja Aru gugur dan jandanya lari ke Malaka dimana dia mencari bantuan Portugis.Waktu bantuan itu tak kunjung datang ditunggu dan akhirnya Portugis tidak mengulurkan tangannya, janda sultan itu lari ke Johor.Disana kedatangannya disambut baik, bahkan ia diperistri oleh sultan Johor. Di wilayah sekitar Selat Malaka perkembangan politik dalam abad XVI dipengaruhi



oleh kehadiran Portugis sebagai faktor politik dan ekonomis.Didalam bidang politik Portugis tidak bertujuan memegang hegemoni dengan menjadikan kerajaan-kerajaan di wilayah itu sebagai vasalnya, maka tidak memegang peranan aktif menentukan dalam perebutan hegemoni.Selama Portugis menduduki Malaka, maka kedudukan ekonominya sangat strategis dan jadi penghalang bagi ekspansi baik Aceh maupun Johor. Pada satu pihak Aceh mendapat manfaat dari pendudukan Portugis atas Malaka oleh karena memberi alternatif bagi para pedagang muslimin yang hendak menghindari Malaka.pada lain pihak kedudukan politik Johor tetap lemah apabila Malaka di bawah Portugis menyerap sebagian besar perdagangan internasional itu.Dalam menghadapi Malaka, Aceh sudah mempunyai kedudukan lebih menguntungan daripada Johor.Sebaliknya, bagi Portugis, Johor tidak hanya yang terdekat tetapi lebih gigih untuk merebut kembali Malaka. Suatu faktor yang menguntungkan Johor ialah bahwa kerajaan mempunyai status serta kewibawaan di dunia Melayu karena merupakan kekuasaan yang berkedudukan.Maka dari itu mempunyai ketahanan yang tinggi serta kemampuan besar untuk menghimpun kekuataan bagi penyerangan Malaka.Serangan bertubi-tubi dari Portugis dapat dielakkannya. Pada pertengahan abad XVI Aceh telah menguasai daerah-daerah seperti Barus, Pedir, Pasai, Daya, dan Batak.Dalam menghadapi pertarungan antara Aceh dan Johor itu Portugis mengadakan aliansi, pada tahun 1551 dengan Johor dan pada tahun 1572 dengan Aceh.Aliansi yang pertama terbentuk oleh karena serangan Aceh terhadap Malaka secara langsung mengancam Johor, maka waktu Malaka dikepung Aceh (1568) sultan Johor mengirim angkatannya lautnya untuk membantu Portugis.Dalam menghadapi serangan Jepara, Portugis ternyata berdiri sendiri, oleh karena Aceh dan Johor ada di pihak Jepara.Diplomasi Portugis rupanya menunjukkan pola keseimbangan kekuasaan di wilayah.Pada tahun 1582 Aceh melakukan serangan terhadap Johor, maka bantuan yang diminta oleh Johor segera diberikan oleh Portugis.Pada tahun 1585 ada usaha lagi dari pihak Johor, baik llewat tipu muslihat maupun serangan senjata, untuk menguasai Malaka.Mengingat kekuatan Malaka itu, maka pada tahun 1587 Portugis mendekati Aceh untuk bersekutu dan bersama-sama menghancurkan Johor.



B) PERLAWANAN TERHADAP BANGSA PORTUGIS DI MALUKU Perlawanan terhadap Bangsa Portugis di Maluku Pada akhir 1512 Albuquerque mengirim ekspedisi ke daerah Maluku dan seanteronya,antara lain ke kepulauan Aru, Ambon, dan Banda.Ekspedisi kedua menuju Ternate dan Tidore, dimana orang-orang Portugis diterima oleh para sultan dengan ramah.Ekspedisi ketiga baru dilakukan pada tahun 1518.Diantara kerajaan-kerajaan di Maluku yang menonjol ialah Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan.Bangsa spanyol diterima dengan baiak oleh Sultan Almansur, terutama karena merasa dikemudiankan oleh Portugis yang terlebih dulu singgah di Ternate.Kehadiran bangsa spanyol di Tidore diprotes oleh Portugis oleh karena merupakan pelanggaran perjanjian Todesillas. Pada tahun 1494. Pertikaian antara bangsa Spanyol dan Portugis sungguh memperlemah kedudukan mereka.Salah satu ilustrasi seperti perebutan benteng yang dibangun bangsa Spanyol tahun 1527 di Tidore merupakan contoh dari situasi konflik yang kronis.Pada tahun 1530 terungkapkan komplotan untuk membinasakan bangsa Portugis.Janda Sultan Bajangullah dan Tawures, keduanya wali dari Pangeran Ayalo, bekerja sama untuk menumpas Bangsa Portugis.



Setelah Tawures tertangkap, permaisuri sultan tersebut melarikan diri ke Tidore.Ayalo dipenjara dan seorang bernama Kaisyil Hatu diangkat sebagai raja.Ini menyebabkan rakyat Ternate merasa tidak puas.Pada tanggal 27 Mei 1531 para pemberontak melancarkan serangan dan membunuh panglima Portugis. Pada tahun 1575 menjadi nyatalah bahwa Benteng di Ternate sukar dipertahankan lebih lanjut.Baabullah menawarkan untuk berunding.Salah satu politik yang diajukan ialah bahwa orang-orang Portugis dan orang pribumi secara bebas dapat meninggalkan Benteng, asal dia mendapat imbalan dari pembunuhan ayahnya.Sebelum 1576 Ternate ditinggalkan oleh Portugis.



C) DIPLOMASI VOC TERHADAP MATARAM, TRUNAJAYA DAN KONTINGEN MAKASSAR/BUGIS Situasi politik pada awal tahun 1667 di Jawa diliputi oleh suasana perang penuh dengan sikap bermusuhan.Dengan didudukinya pesisir Jawa Timur oleh Trunajaya, kekuasaan Mataram hanya meliputi Jawa Tengah dan banyak daerah Mancanegara terlepas dari pengawasannya. Selama ancaman Trunajaya masih nyata, maka VOC dapat membuka perundingan dengan Mataram dari posisi yang kuat dan mengajukan tuntutan yang mendukung kepentingannya, yaitu konsensi-konsensi lebih besar bagi perdagangan dan kedudukan politiknya di Jawa.Dari pihak mataram masih ada faktor yang menghalang-halangi terlaksananya perjanjian, yaitu partai anti-Belanda. Di mata Kumpeni, Trunajaya tidak akan mudah melepaskan tujuan gerakannya, sehingga perundingan dilakukan sekedar untuk membatasi kegiatannya, jangan sampai meluas di seluruh Jawa. Kehadiran kontigen Makassar yang menduduki Madura serta konflik besar dengan Trunajaya dipergunakan oleh VOC sebagai alat ancaman terhadap Trunajaya.Setelah usaha mendekati kontingen Makassar tidak berhasil, menjadi jelaslah bagi VOC strategi mana yang harus ditempuh agar dapat membelah kepentingannya di Jawa.Bahwasanya masalah tersebut diatas sangat gawat dimata VOC terbukti dari penunjukan Speelman sebagai duta, seorang yang telah berjasa dan membuktikan keterampilan diplomatiknya di kawasan Indonesia Timur pada umumnya dan di Sulawesi Selatan khususnya. Dihadapkan dengan situasi yang penuh faktor tak menentu Speelman bergerak secara hati-hati, antara lain agar dapat menjajaki lawan, baik kondisi maupun motivasinya, untuk menentukan kelemahan-kelemahanyang dapat dieksploitasi.Semula hati Kumpeni mendua antara Mataram dan Trunajaya, maka Kumpeni menjaga netralitas yang ketat.Keraguanraguannya juga membuktikan bahwa kedudukan VOC tidak terlalu kuat, terutama mengenai sumber daya serta tenaganya. Kekuatan peranan VOC sebenarnya ada pada kenyataan yang mirip dengan apa yang dihadapi di Sulawesi Selatan, ialah adanya kekuatan antagonistis yang tidak dapat ditemukan: Mataram versus Trunajaya.Akhirnya VOC bertaruh pada "kuda" yang akan menang.



D) PENETRASI VOC DI MALUKU, BANDA DAN AMBON Sebagai daerah yang menjadi pangkal rute perdagangan rempah-rempah yang memiliki monopoli alamiah pelbagai hasil rempah-rempah itu, VOC segera berusaha meletakkan basisnya di wilayah itu dengan mengadakan kontrak dengan penguasa setempat, mendirikan factory dan loji atau benteng.Pada tahun 1603 mengadakan "perjanjian abadi" dengan Hitu, antara lain untuk saling membantu dalam menghadapi musuh, yaitu bangsa Portugis.Yang menarik ialah bahwa VOC belum menuntut monopoli pembelian rempahrempah.Hubungan antara VOC dan rakyat Hitu, seperti di nyatakan dalam perjanjian yang diperbaharui pada tahun 1609, memberi kedudukan bangsa Hitu sebagai sekutu dan bukan sebagai bawahan.Kapitan Hitu Tepil diakui sebagai penguasa wilayah. Pada tahun 1607 VOC juga telah membuat perjanjian dengan Ternate yang secara formal memegang hegemoni di Seram Barat, termasuk Luhu, Kambelo, Lusidi, Hitu dan Maluku Selatan pada umumnya. Dalam kontrak itu VOC berhasil memproleh monopoli dalam perdagangan cengkeh. Yang sering terjadi kemudian mengenai perjanjian tersebut ialah bahwa rakyat dan raja-raja sering melanggarnya sehingga membangkitkan konflik dengan VOC.Dengan demikian terbukti bahwa kekuasaan Ternate sudah tidak efektif lagi, maka VOC terpaksa melakukan perjanjian tersendiri dengan raja-raja di Seram Barat tersebut diatas (1609). Sudah barang tentu sistem monopoli yang dipaksakan oleh VOC menimbulkan tantangan, penghindaran, dan pergolakan di kalangan rakyat. Karena pedagang-pedagang asing lainnya dapat memberi harga lebih tinggi, bukan 60 tetapi 80 atau 100 ringgit per bahan, maka ada kecenderungan menjual kepada mereka atau pedagang pribumi, seperti dari Makassar dan Jawa. Hal ini dipandang oleh VOC sebagai penyelundupan dan harus diberantas dengan kekerasan. Dengan demikian melalui proses umpan balik timbul pemberontakanpemberontakan, dan politik penindasan VOC semakin penuh kekerasan. Perlawanan terhadap VOC itu tidak jarang mendapat dukungan dari lawan-lawan VOC, antara lain bangsa Spanyol, Inggris, Makassar, dan Jawa. Meskipun hak monopoli telah diberikan kepada VOC oleh Raja Hamzah, akan tetapi banyak hasil cengkeh dijual kepada pedagang Makassar dan Bugis dengan sepengetahuan para Kimelaha itu. Pada tahun 1624 Luhu menjual kepada orang Makassar 150 bahar dan kepada VOC nihil. Untuk memberantas "penyelundupan" itu setelah menimbun cengkeh untuk persediaan 10 tahun VOC memerintahkan penebangan secara besar-besaran.Tindakan itu membangkitkan kebencian terhadap Kumpeni di kalangan rakyat. Kapitan Hitu, Kakiali dituduh bersekongkol dengan para Kimelaha dan pada tahun 1634 ditangkap dan diangkut ke Batavia. Karena pengaruhnya sangat besar, penangkapan itu hanya menambah kegelisahan rakyat saja. Serangan VOC terhadap Lusisala sebagai pusat "penyelundupan" gagal, antara lain karena pasukan Kumpeni terserang epidemi. Banyak rakyat Ambon mengungsi dan di Nisalaut timbul pemberontakan, yang baru dapat dipadamkan pada bulan Maret 1637. Peranan kepemimpinan Kakiali, putra Kapitan Hitu Tepil, dalam perjuangan rakyat Hitu cukup menarik. Sepeninggalan Raja Hamzah, Raja Mandarshah naik tahta. Sejak awal pemerintahannya ada kegelisahan dari pihak yang anti-VOC oleh karena ia terlalu lunak terhadap Kumpeni. Lagi pula timbulah kekhawatiran bahwa golongan islam terdesak. Perpecahan memuncak dan meletuslah Revolusi Istana pada tanggal 31 Juli 1650, Waktu Manila



diproklamasikan sebagai raja untuk menggantikan Mandarshah. Pengiriman ekspedisi VOC di bawah ke Vlaming menimbulkan kegoncangan di kalangan pemberontak dan Manila kemudian menyerah. Sebagian dari mereka meneruskan perjuangan di bawah pimpinan Kecili Said. Mereka meninggalkan Ternate dan memusatkan perlawanan di Howamohel. Pada Tanggal 10 Maret 1651 dilancarkan serangan-serangan terhadap loji-loji VOC; di Howamohel tinggal loji di Luhu yang dapat dipertahankannya; lainnya jatuh di tangan pemberontak yaitu di Kambelo, Assahudi, Lessidi. Apa yang dikhawatirkan oleh rakyat benarbenar dijalankan oleh VOC, yaitu pembinasaan kebun cengkeh di daerah-daerah pemberontakan. Siasat ini sesuai dengan kondisi-kondisi yang dipaksakan kepada Mandarshah dalam perjanjian 31 Januari 1652, antara lain penanaman cengkeh di daerah-daerah dalam kerajaan Ternate dilarang, hanya diperbolehkan di Ambon dan daerah VOC lainnya. Di samping itu jabatan Kimelaha di Seram dihapus, daerah itu diperintah langsung oleh gubernur VOC. VOC bebas dalam mendirikan benteng di mana saja, melarang semua orang asing mengunjungi daerah tersebut di atas. Sebagai ganti rugi Mandarshah menerima 12 ribu real setiap tahun.



E) MASA PERGOLAKAN, PERPECAHAN, PEMBERONTAKAN DAN PERANG (16701800) Dengan meninggalnya tokoh-tokoh kuat kerajaan-kerajaan mulailah periode penuh konflik intern, perebutan tahta, pemberontakan, kesemuanya mengakibatkan krisis politik yang membawa desintegrasi serta kemerosotan kerajaan pada satu pihak, dan penetrasi VOC yang semakin dalam pihak lain. Sehubungan dengan itu munculah pola baru dalam pergolakan politik di dalam sejarah Indonesia ialah bahwa politik VOC menunjukkan kecenderungan untuk beraliansi dengan pihak-pihak yang berjuang tidak dengan nada-atas religius, suatu hal yang wajar oleh karena pihak lawannya memakai ideologi religius dan bertalian erat dengan itu semangat anti-kafir atau Neerlandophobia.



BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil adalah kedatangan bangsa-bangsa barat ke Indonesia membuat pergolakan dalam perkembangan hegemoni Indonesia. Ini dikeranakan banyaknya bangsa-bangsa barat yang hendak menerapkan hegemoni mereka sendiri sehingga mendapat perlawanan baik itu dari bangsa barat yang lain atau dari kekuatan lokal itu sendiri karena banyaknya perubahan-perubahan politik dalam tiap hegemoni-hegemoni bangsa-bangsa barat tersebut



DAFTAR PUSTAKA -



Kartodirdjo sartono,1999, Pengantar Sejarah Baru :1500-1900,Jakarta,Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama https://id.scribd.com/document/431146600/PEREBUTAN-HEGEMONI-BANGSAEROPA-DI-INDONESIA-docx