Makalah Hematologi Retikulosit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HEMATOLOGI “RETIKULOSIT”



Disusun Oleh :



Arum Maharani



P07234014003



Elisya Asmania Zein



P07234014049



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN ANALIS KESEHATAN PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat dan hidayah-Nya, kami tetap diberikan kekuatan, kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Hematologi “Retikulosit”. Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan retikulosit, serta kami menjelaskan fisiologi, nilai rujukan, spesimen yang digunakan, masalah klinis, dan metode pemeriksaan dari retikulosit. Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin agar para pembaca memahami isi dari materi ini. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah. Semoga materi dari makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.



Balikpapan, 19 April 2017



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I



PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1.3 Tujuan ............................................................................................................ BAB II



PEMBAHASAN



2.1 Retikulosit ..................................................................................................... 2.2 Fisiologi Retikulosit ...................................................................................... 2.3 Spesimen Yang Digunakan ............................................................................ 2.4 Nilai Rujukan Retikulosit .............................................................................. 2.5 Masalah Klinis ............................................................................................... 2.6 Metode Pemeriksaan ..................................................................................... BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 3.2 Saran .............................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Retikulosit adalah Sel Darah Merah(SDM) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoporfirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilen. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit. Hitung retikulosit pada pasien tanpa anemia berkisar antara 1 - 2%. Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau hipoproliferatif. Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan analisa otomatis flowsitometer. (Suega, K, 2010). Hitung retikulosit digunakan untuk menilai ketepatan reaksi sumsum tulang terhadap anemia. Hitung retikulosit relatif akurat untuk menunjukkan jumlah produksi eritrosit dalam sisitem eritropoetik. (Rosita, L, 2006). Serangkaian pemeriksaan penyaring untuk menetapkan klasifikasi anemia, seperti jumlah sel darah merah yang terdiri dari hitung eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit; indeks eritrosit yang terdiri dari mean cell volume (MCV), mean cell hemoglobin(MCH), mean cell concentration(MCHC), dan red blood cell distribution width(RDW); serta pemeriksaan tambahan berupa morfologi darah tepi, dan hitung retikulosit. (Rosita, L, 2006).



1.2 Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan retikulosit ? b. Apa fisilogis dari retikulosit ? c. Berapa nilai rujukan retikulosit ? d. Spesimen apa yang digunakan dalam pemeriksaan retikulosit ? e. Apa saja masalah klinis dari retikulosit ? f. Jelaskan pra analitik, analitik, dan pasca analitik pemeriksaan retikulosit ? 1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui pengertian dari retikulosit. b. Untuk mengetahui fisilogis dan nilai rujukan retikulosit. c. Untuk mengetahui spesimen yang digunakan dalam pemeriksaan retikulosit. d. Untuk mengetahui masalah klinis dari retikulosit. e. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pemeriksaan retikulosit



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Retikulosit Retikulosit adalah Sel Darah Merah(SDM) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoporfirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilen. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit.



Menurut NCLLS-ICSH 1997, retikulosit adalah sel yang dapat dilihat dengan pewarnaan supravital yang mewarnai asam nukelat dan harus mempunyai lebih dari 2 granula yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dan granula tersebut tidak boleh berada di tepi membran sel. Pewarnaan supravital yang dapat digunakan adalah larutan Brilliant Cresyl Blue, New Methylene Blue, Azure B, Acridine orange untuk metoda visual dan zat warna fluorokrom seperti Thiazole orange, Auramine O, Oxazine dan Polymethine yang bisa digunakan pada metode otomatik. Pada pasien tanpa anemia hitung retikulositnya berkisar antara 1 – 2%. Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasi" kasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau hipoproliferatif. Penghitungan jumlah retikulosit ini bisa dilakukan dengan metode manual menggunakan pengecatan supravital dan bisa dengan analisa otomatis flowsitometer. 2.2 Fisiologi Retikulosit Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah sisa-sisa ribosom dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk pendahulunya normoblas.Retikulosit berukuran lebih besar dari eritrosit dan berwarna lebih biru. Ciri-ciri morfologi: ukuran: 8 - 12 mikron, bentuk: bulat, warna sitoplasma: pucat, granularitas: granul tunggal atau multipel, pekat, lembayung, bentuk inti: tidak ada, distribusi dalam darah: 0.5 - 1.5 % dari jumlah eritrosit. Retikulosit adalah eritrosit yang lebih muda daripada eritrosit



dewasa, beredar sebagai retikulosit 1 - 2 hari, ukuran 8-9 mikron dan didalam sitoplasmanya terdapat sisa-sisa inti yang tersusun secara retikulair, berupa RNA dan reticulum. Retikulosit berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Banyak retikulum tergantung pada umur retikulosit yaitu makin muda makin banyak, makin tua makin kurang retikulumnya. Retikulosit mempunyai sedikit retikulum dan mempunyai granula-granula. Ribosom mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna supravital yaitu brilliant cresyl blue dan new methylen blue, pewarnaan supravital ini hanya bisa bereaksi terhadap sel yang masih hidup dan pewarnaan supravital ini tidak difiksasi. Retikulosit mengandung RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 12 hari dalam sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit. Di bawah pengaruh eritropoietin maka sel induk eritroid akan membelah dan berdiferensiasi. Mula-mula akan muncul sel pronormoblast yang merupakan sel besar dan pada sel inilah pertama kali ditemukan adanya pembentukkan hemoglobin. Dan mulai fase ini sel muda dari garis keturunan eritroid dapat dikenali secara morfologi. Selanjutnya pematangan akan terjadi di sumsum tulang dimana sel proeritroblast akan menjadi basophilic



normoblast,



polychromatophilic normoblast, orthochromatophilic normoblast, dan pada akhirnya akan mematangkan diri menjadi retikulosit. Setiap langkah pematangan tersebut akan diikuti dengan perubahan berupa peningkatan jumlah hemoglobin,



ukuran menjadi lebih kecil, inti sel menjadi lebih piknotik yang pada akhirnya akan menghilang pada saat sel ini akan dikeluarkan dari sumsum tulang. Retikulosit yang baru dikeluarkan dari sumsum tulang masing mengandung ribosome dan RNA dan masih terus memproduksi hemoglobin. Setelah 1- 2 hari di darah tepi retikulosit akan kehilangan ribosome dan RNAnya dan akan menjadi sel eritrosit matang. 2.3 Spesimen Yang Digunakan Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar). 1. Pembuluh Vena Pembuluh balik atau vena adalah pembuluh yang membawa darah menuju jantung. Darahnya banyak mengandung karbon dioksida. Umumnya terletak dekat permukaan tubuh dan tampak kebiru-biruan. Dinding pembuluhnya tipis dan tidak elastis. jika diraba, denyut jantungnya tidak terasa. Pembuluh vena mempunyai katup sepanjang pembuluhnya. Katup ini berfungsi agar darah tetap mengalir satu arah. Dengan adanya katup tersebut, aliran darah tetap mengalir menuju jantung. Jika vena terluka, darah tidak memancar tetapi merembes. 2. Pembuluh Kapiler Pembuluh darah kapiler (dari bahasa Latin capillaris) ialah pembuluh darah terkecil di tubuh, berdiameter 5-10 μm, yang menghubungkan arteriola dan venula, dan memungkinkan pertukaran air, oksigen, karbon dioksida, serta nutrien dan zat kimia sampah antara darah dan jaringan di sekitarnya.Darah mengalir dari jantung ke arteri, yang bercabang dan menyempit ke arteriola, dan kemudian masih bercabang lagi menjadi kapiler. Setelah terjadinya



perfusi jaringan, kapiler bergabung dan melebar menjadi vena, yang mengembalikan darah ke jantung. 2.4 Nilai Rujukan Retikulosit Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam eritrosit manusia sekitar 1%. Nilai normal retikulosit = 0,5 – 1,5 % atau 5 – 15 0/00, sedangkan nilai normal jumlah mutlak retikulosit = 25.000 – 75.000 /ul. Adapun nilai rujukan dari retikulosit adalah: 1. Dewasa : 0.5 - 1.5 % 2. Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 % 3. Bayi : 0.5 - 3.5 % 4. Anak – anak : 0.5 - 2.0 % 2.5 Masalah Klinis Peningkatan jumlah retikulosit yang



disertai



kadar



HB



normal



mengindikasikan adanya penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan yang diimbangi dengan peningkatan sum-sum tulang. Peningkatan retikulosit disertai dengan kadar HB yang rendah menunjukkan bahwa respon tuubuh terhadap anemia tidak adekuat. Penyakit yang disertai peningkatan jumlah retikulosit antara lain anemia hemolitik, anemia sel sabit, talasemia mayor, eritroblastik feotalis, HB C dan D positif, kehamilan, dan kondisi paska pendarahan berat. Penurunan jumlah retikulosit yang seharusnya tinggi terjadi pada krisis aplastik yaitu kejadian dimana destruksi eritrosit tetap berlangsung sementara produksi eritrosi terhenti, misalnya pada anemia hemolitik kronis karena HBS, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, anemia aplastik, terapi radiasi, hipofungsi andenocortical, hipofungsi hipofise anterior, dan sirosis hati. 1. Peningkatan Retikulosit a) Anemia hemolitik



Anemia hemolitik adalah penyakit anemia yang terjadi ketika sel-sel darah merah mati lebih cepat daripada kecepatan sumsum tulang menghasilkan sel darah merah. Istilah ilmiah untuk penghancuran sel darah merah adalah hemolisis atau hemolitik (yang bersifat hemolisis). b) Anemia sel sabit Anemia sel sabit adalah kondisi anemia dimana terdapat ketidaknormalan bentuk sel darah merah, dari yang semestinya bulat dan fleksibel, menjadi berbentuk sabit dank eras. Pada anemia sel sabit, tubuh menjadi kekurangan sel darah merah normal untuk memenuhi tranportasi nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh. c) Thalassemia Mayor Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah, atau disebut hemoglobin, tidak berfungsi secara normal. Zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan digunakan oleh sumsung tulang untuk menghasilkan hemoglobin. d) Eritroblastik feotalis Eritroblastik feotalis adalah suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin yang akan Nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan ibunya. e) Hemoglobin c Hemoglobin c adalah bentuk abnormal dari hemoglobin (protein pada sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen) yang disebabkan oleh kalainan gen yang diturunkan. f) Kehamilan Retikulosit akan meningkat pada ibu hamil, karena ibu hamil merupakan golongan yang rentan terkena anemia.



g) Pendarahan hebat Pada pendarahan hebat sering kali ditemukan jumlah retikulosit meningkat, karena banyaknya darah yang keluar akibat pendarahan hebat. 2. Penurunan retikulosit a) Anemia Pernisiosa Anemia pernisiosa adalah salah satu penyakit kronis berupa berkurangnya produksi sel darah merah akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat, salah satu fungsi vitamin B12 adalah untuk pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang menjadi aktif. b) Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi asam folat adalah berkurangnya sel darah merah atau anemia akibat kurangnya asam folat. c) Anemia aplastik Anemia aplastik adalah suatu kondisi dimana sumsum tulang tubuh berhenti memproduksi sel-sel darah baru yang cukup. Pada anemia aplastik tidak hanya sel darah merah yang berhenti, akan tetapi juga sel darah putih dan trombosit.



2.6 Metode Pemeriksaan Hitung Retikulosit Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya mengandung sisa-sisa ribosom dan RNA yang berasal dari sisa inti. Ribosom mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan cat tertentu seperti Brilliant Cresyl Blue atau New Methylene Blue untuk membentuk endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih hidup dan tidak difiksasi, oleh karena itu disebut pewarnaan Supravital. Retikulosit paling



muda (imature) mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tua hanya mempunyai beberapa titik ribosom. Banyaknya retikulosit dalam darah



tepi



menggambarkan



aktivitas



eritropoesis yang hampir akurat. Hitung retikulosit dinyatakan sebagai persentasi jumlah retikulosit per 100 eritrosit. A. Pra Analitik 1. Persiapan pasien 2. Persiapan sampel 3. Prinsip :Darah dicampur dengan larutan, Brilliant Crecyl Blue atau larutan New Methylene Blue, lalu dibuat sediaan. Dan jumlah retikulositnya dihitung dibawah mikroskop. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan dinyatakan dalam %. 4. Alat dan bahan a. Tabung reaksi kecil b. Kaca obyek dan kaca penggeser c. Pipet Pasteur d. Penangas air e. Mikroskop. 5. Reagens 1) Brilliant Cresyl Blue atau 2) New Methylene Blue (Colour Index 52030)…….1g 3) Larutan sitrat salin 100 ml………………………….100 ml Komposisi laritan sitrat salin : a) 1 bagian natrium sitrat 30 g/l b) 4 bagian larutan Na Cl 9,0 g/l B. Analitik 1. Sediaan Kering a. Kedalam tabung reaksi kecil teteskan 3 tetes larutan Brilliant Cresyl Blue atau New Methylene Blue. b. Tambahkan 3 tetes darah, campurkan baik-baik dan biarkan pada suhu ruangan selama 15 menit agar pewarnaan sempurna. Cara yang lain : Setelah ditambahakan 3 tetes darah, campurkan baik-baik, tabung ditutup dengan parafilm dan diinkubasi pada 37 c selama 30-60 menit.



c. Setelah inkubasi, tabung dihomogenkan lagi dan ambil 1 tetes untuk membuat sediaan apus. Keringkan di udara dan diperiksa di bawah mikroskop. d. Periksalah dengan perbesaran obyektif 100 kali. Dicari daerah yang baik yaitu eritrosit tidak tumpang tindih. Retikulosit tampak sebagai sel yang lebih besar dari eritrosit. Dan mengandung filamen atau granula. Dengan BCB, eritrosit berwarna biru keunguan dengan filamen atau granula berwarna ungu. Bila menggunakan NMB, retikulosit berwarna biru dengan filamen atau granula berwarna biru tua. e. Hitunglah jumlah retikulosit per 1000 eritrosit dengan lensa emersi f. Jumlah retikulosit dapat dinyatakan persen / per mil terhadap jumlah eritrosit total atau dilaporkan dalam jumlah mutlak. Misal : dalam 10 lapangan pandang dijumpai 2000 eritrosit dan retikulosit 76. Jumlah retikulosit (%) =



76 ×100 =3,8 2000 atau 1000 ×76 = 38 per mil 2000



Bila diketahui jumlah eritrosit 3,5 juta/μl maka Jumlah retikulosit = 38 x 3.500.000 /ul = 133.000 / μl 1000 2. Sediaan Basah a. Taruh 1 tetes larutan BCB ditengah-tengah kaca obyek. b. Tambahkan 2 tetes darah dilarutan BCB, homogenkan darah dengan larutan BCB dengan menggunakan sudut kaca obyek. c. Tutup dengan kaca penutup d. Periksa dengan minyak emersi Cara penghitungan sama dengan sediaan kering.



Jika didapatkan jumlah retikulosit yang tinggi atau disertai dengan nilai hematokrit rendah maka dilakukan koreksi terhadap nilai retikulosit. Nilai koreksi ini disebut indeks retikulosit (Reticulocyte Production Indeks). RP I = % Retikulosit x Hmt penderita x faktor koreksi Hmt normal C. Pasca Analitik Nilai rujukan = 0,5 – 1,5% Hitung retikulosit meningkat pada : perdarahan akut, hemolisis, RP I 3% = hiperproliferasi Sumber kesalahan 1. Volume darah yang digunakan tidak sesuai dengan volume zat warna 2. Zat warna tidak disaring akan mengendap di eritrosit sehingga tampak seperti retikulosit 3. Waktu inkubasi campuran darah dan zat warna kurang lama 4. Tidak menghomogenkan campuran zat warna dengan darah sebelum membuat sediaan apus Retikulosit mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari eritrosit sehingga berada dibagian atas dari campuran. 5. Menghitung di daerah yang terlalu padat 6. Jumlah eritrosit yang dihitung tidak mencapai 1000.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) yang masih muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoporfirin yang dapat berupa endapan dan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan biru metilen. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi darah tepi dan bertahan kurang lebih selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami pematangan menjadi eritrosit.



Hitung retikulosit pada pasien tanpa anemia berkisar antara 1 - 2%. Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indikator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau hipoproliferatif. 3.2 Saran Hematologi mengenai Retikulosit yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkanya secara tepat.



DAFTAR PUSTAKA Brugnara C, Zurakwoski D, DiCanzio J, Boyd T, Platt O. Reticulocyte hemoglobin content to diagnose iron de" ciency in children. JAMA 1999;281:2225-30. http://annanyo22.blogspot.co.id Canals C, Remacha AF, Sarda MP. Clinical utility of the new Sysmex XE 2010 parameter reticulocyte hemoglobin equivalent in the diagnosis of anemia. Haematologica 2005; l90:133-44 Cullen P, Soffker J, Hop! M, Bremer C, Schlaghecken R, Mehrens T, et al. Hypochromic red cells and reticulocyte haemoglobin content as markers of



iron-de" cient erythropoiesis in patients undergoing chronic haemodialysis. Nephrol Dial Transplant 1999;14:659-65 Escobar MC, Rappaport ES, Tipton P, Balentine P. Reticulocyte estimate from peripheral blood smear: a simple, fast, and economical method for evaliation of anemia. Laboratory Medicine 2002;33:703-5. Riley RS, Ben-Ezra JM, Tidwell Ann. Reticulocyte enumeration: past & present. Laboratory Medicine 2001;32:599-608 Sullivan R. Erythropoiesis and red cell physiology. Available from: http:// www.bcm. edu/medicine/heme.onc/. Accessed on: 15th June 2010.