Makalah Human Faktoor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Penyebab kecelakaan pesawat biasanya diakibatkan oleh 3 faktor utama yaitu,



faktor teknis, faktor cuaca dan faktor kesalahan manusia (human error). Pada tulisan ini kita hanya akan membahas faktor yang diakibatkan oleh human error atau dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu human factor (Faktor manusia). Berdasarkan beberapa studi dan statistik faktor human error ini adalah faktor penyumbang terbesar dalam kecelakaan, bahkan 2/3 dari rangkaian penyebab kecelakaan pesawat komersial (Wiegman and Shappel, 2009). Karena meningkatnya kecelakaan, sejak tahun 1970, dunia penerbangan mulai fokus pada human factor yaitu bagaimana memahami human decision making process (Proses pengambilan keputusan) dan bagaimana manusia penerbangan bereaksi dan berinteraksi dengan teknologi baru, prosedur dan peraturan keselamatan penerbangan yang terus menerus diperbaharui karena kita dituntut untuk mengambil keputusan yang bebas dari kesalahan (ErrorFree Judgement). Dari semua unsur yang terlibat dalam suatu aktifitas penerbangan, penerbang memiliki andil human error yang lebih banyak, karena penerbang adalah rangkaian terakhir dari rantai aktifitas penerbangan yang harus mengidentifikasi dan mengoreksi error sebelum berubah menjadi kecelakaan yang fatal. Pada dasarnya human error adalah ‘Poor Human Decision Making’ (Kurang tepat dalam mengambil keputusan). 1.2



Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah membahas



bagaimana pengaruh human factor terhadap penerbangan.



1.3



Tujuan



1



2



Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh human factor terhadap penerbangan. 1.4



Batasan Masalah Dalam makalah ini, batasan masalah hanya meliputi tentang bagiaman



pengaruh human factor terhadap penerbangan. 1.5



Manfaat Manfaat dari makalah ini dapat di kembangkan menjadi dua sisi, diantaranya : 1. Manfaat teoritis Makalah ini dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurangkurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia penerbangan, khususnya di bidang human faktor. 2. Manfaat praktis a. Bagi institusi 1) Dapat menambah referensi yang ada di perpustakaan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA) Yogyakarta. 2) Sebagai bahan tambahan mata kuliah human faktir yang telah dilaksanakan. b. Bagi penulis Hasil tulisan dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam kuliah human faktor serta menambah wawasan dan wacana bagi penulis. Menambah wawasan terutama dalam materi human faktor. c. Bagi pembaca Memberikan wawasan dan referensi terutama pada peranan human factor terhadap penerbangan di dunia. 1.6 Sistematika Penulisan Guna mempermudah dalam mempelajari dan memahami makalah ini penulis



menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB I



Pedahuluan Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang latar belakang, pelaksanaan, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah,



2



3



manfaat dan sistematika penulisan yang diambil oleh penulis dalam penulisan makalah BAB II



Landasa Teori Bab ini berisi tentang landasan teori human faktor secara umum. Kemudian berisi tentang pengertian human faktor.



BAB III



Pembahsan Bab ini akan membahas tentang uraiyan tentang peranan human factor terhadap penerbangan.



BAB V



Kesimpulan Dalam bab ini penulis mejabarkan mengenai kesimpulan yang telah



diperoleh



setelah



melakukan



pembahsan



tentang



pengaruh human factor terhadap penerbangan.



BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Human faktor Human factor adalah aktivitas tentang manusia dalam kehidupan maupun situasi kerja, tentang hubungan manusia dengan mesin, tentang hubungannya dengan prosedur dan lingkungannya serta aturan-aturan, dan tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya. Dalam hal ini human factors merupakan pengetahuan terapan bersifat praktis dari teori-teori psikologi yang menekankan pada optimasi



hubungan



antar



manusia



beserta



aktivitasnya,



dengan



aplikasi



sistematikanya, yang terintegrasi dalam kerangka kerja ”system engineering”. 3



4



Sasarannya adalah efektivitas sistem, termasuk keselamatan dan efisiensi, serta kesejahteraan (well being) individu. Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas, pekerjaan, menggunakan peralatan, atau fungsi peralatan, meskipun terkadang telah dilakukan pelatihan atau perekrutan secara profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama. Seiring dengan perkembangan teknologi maka aspek manusia menjadi penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini, Human factor muncul sebagai salah satu aspek yang sangat diperhitungkan khususnya di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Bentuk lain dari human factor sering dihubungkan dengan ergonomi atau human engineering. Human factor terfokus pada aspek manusia serta interaksinya dengan produk, peralatan fasilitas yang digunakan, prosedur pekerjaan, dan lingkungan dimana kegiatan tersebut dilakukan. Menurut Chapanis (1985), human factor berhubungan dengan informasi mengenai tingkah laku, kemampuan, dan keterbatasan manusia serta karakteristik mengenai perancangan peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk menghasilkan keamanan, kenyamanan, dan efektifitas dalam penggunaannya. Pada pelaksanaannya, aspek human factor ini dicoba untuk disesuaikan dengan sesuatu yang digunakan serta lingkungan tempat kegiatannnya bekerja sehingga dapat sesuai berdasarkan kapabilitas, keterbatasan dan kebutuhan orang yang melakukan pekerjaan.



4



5



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Perlunya Mempelajari Human Faktor 3.1.1 Manusia Merupakan Penyebab Terjadinya Accident dan Incident Pesawat Terbang Kemajuan industri penerbangan yang pesat dalam beberapa puluh tahun terakhir yang ditandai dengan meningkatnya kehandalan dan kinerja pesawat generasi baru hingga diaplikasikannya inovasi-inovasi peralatan dan prosedur-prosedur ATC (air traffic control) pada kenyataannya tidak menurunkan angka kecelakaan penerbangan yang disebabkan kesalahan manusia (human error). Menurut Chappell (1994), hampir 75% dari keseluruhan kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) penerbangan disebabkan karena kegagalan manusia dalam memantau, mengelola dan mengoperasikan sistem penerbangan itu sendiri. Apa pun alasannya, kecelakaan penerbangan harus dicegah, demi keselamatan manusia itu sendiri,



5



6



kesiapan operasional maupun tempur dan tentu saja untuk alasan-alasan ekonomis (efisiensi). Karena itu program zero accident di kalangan operator penerbangan baik sipil maupun militer perlu terus menerus diupayakan, antara lain dengan memanfaatkan data insiden penerbangan maupun data-data bahaya (hazard) dalam penerbangan jauh sebelum kecelakaan terjadi. Studi terinci (Budiman Z, 1996) dari sejumlah ratusan kecelakaan penerbangan menunjukan bahwa setiap satu kali terjadi kecelakaan besar (ada korban manusia) terdapat 30 kecelakaan kecil (tidak ada korban manusia) dan 300 bahaya (hazard). Studi lainnya menunjukan hasil yang hampir sama walaupun istilah yang digunakan berbeda, yaitu ; hazard, incident & accident, atau hazard, minor dan mayor incident. Hubungan antara hazard, incident dan accident juga penting dalam penelitian tentang permasalahan human factors. Dalam dokumen circular 247-AN/148 tentang human factor dijelaskan bahwa active failure menerangkan dalam penyelidikan tidak mencari yang salah tapi mencari apanya yang salah pada sistem tersebut. Dalam human factor dititikberatkan pada mencari penyebab kecelakaan dan memperbaikinya agar kedepan tidak terulang kembali pada kesalahan yang sama dan paling tidak bisa meminimais kesalahan yang sama. Walaupun biasanya dikaitkan dengan faktor manusianya, kehilapan manusia juga baru-baru ini menjadi perhatian utama dalam bekerja. Manusia diwajibkan bekerja secara profesionalisme dengan pengetahuan yang dimilikinya mengenai prestasi dan kecakapan untuk membantu pengendali meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam operasi harian mereka. Dalam dunia penerbangan kususnya, faktor manusia adalah bisa memahami yang lebih baik bagaimana manusia dapat mengendalikan dan mengintegrasikan dengan teknologi. 3.1.2



Terjadinya Accident dan Incident Dapat Ditelusuri Jauh Sebelum Kejadian Sebenarnya terjadinya hazards dan insiden telah diatur atau “dipersyaratkan”



untuk segera dilaporkan. Namun pada sebagian besar awak pesawat termasuk 6



7



penerbang tidak pernah melaporkannya, terutama bila pada saat itu tidak ada kerusakan atau tidak ada penumpang yang mengetahuinya. Padahal, apabila peraturan fundamental yang menekankan pada kewajiban “mendokumentasikan” hazard dan insiden, serta ”memahami” bahwa hazard dan insiden pada hakekatnya harus diperlakukan sama dengan kecelakaan (accident), maka kecelakaan dapat dicegah lebih dini. James Reason, seorang peneliti human factors pada akhir 1980-an memunculkan



gagasan



mengenai



human



error



yang



pengaruhnya



sangat



diperhitungkan dalam memahami keselamatan penerbangan atau aviation safety. Model pendekatan Reason tidak hanya melibatkan pendekatan sistemik dalam menganalisis suatu kecelakaan, tapi juga bermanfaat untuk menganalisis kecelakaan pada berbagai moda transportasi termasuk insiden dan kecelakaan penerbangan, kapal laut dan keret aapi, kebakaran, dsb. Model dari Reason ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari bentuk pendekatan human factors sebelumnya, yaitu ; dari kinerja penerbang secara individual ke arah kinerja tim (crew performance), kemudian menuju kinerja organisasi (organizational performance), walaupun fokus perhatian dalam dimensidimensi itu tetaplah pada individunya. Reason didukung ahli-ahli dari ICAO memperkenalkan paradigma sentral dari pendekatan sistem terhadap safety yang membedakan antara active failures (kegagalan aktif) dan latent failure. Active failures berkaitan dengan kesalahan operator, dalam hal ini penerbang atau petugas ATC. Sedangkan latent failures merupakan kondisi yang mempengaruhi bagaimana kinerja operator saat melaksanakan tugasnya, atau bagaimana pengaruh kemampuan sistem untuk mengatasi perilaku atau situasi yang tidak diharapkan. Latent failures ini dapat mencakup kegagalan komponen, seperti kegagalan struktur dari sistem atau tidak berfungsinya sistem, dan kegagalan ini dapat muncul jauh sebelum terjadinya kecelakaan. Latent failures yang berhubungan dengan lingkungan yang terkait langsung dimana active failure terjadi dikenal sebagai local factors. Dalam kategori ini faktor7



8



faktornya antara lain ; moril di tempat kerja, kelelahan (fatigue) operator, dan/atau masalah prosedur kerja. Latent failures yang berhubungan dengan organisasi atau sistem penerbangan terkait dengan kelemahan-kelemahan organisasional atau sering juga disebut kelemahan faktor sistemik. Dalam suatu kecelakaan atau kegagalan sistem, biasanya local factors akan menyebabkan operator (penerbang) bertindak tidak aman (unsafe act). Tindakan ini selanjutnya akan memberikan konsekuensi buruk yaitu kecelakaan bila tidak dapat diidentifikasi atau dikontrol oleh defences atau safety net (jaringan keselamatan). Local factors dan defences atau safety net yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh isu-isu sistemik yang lebih luas, seperti komunikasi antar sub-sistem yang buruk (tidak ada koordinasi) atau prosedurprosedur yang tidak adekuat. Dari model Reason ini, dapat dipelajari bahwa sebab-sebab kecelakaan dapat ditelusuri jauh sebelum kejadian, dan umumnya terjadi karena interaksi dari kelemahan-kelamahan sistem dan buruknya sistem deteksi serta kontrol. Sebenarnya, kelemahan-kelemahan tersebut masih dapat dikendalikan atau dihambat bila defences atu safety net berfungsi optimal, namun seringkali buruknya komunikasi antar subsistem (departemen dalam struktur organisasi) atau tidak adekuatnya prosedur membuat sub-sistem pelindung terakhir tidak mampu menghambat terjadinya kecelakaan. 3.1.3



Human Faktor Dapat Meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi Terhadap Aktifitas yang Dilakukan Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kesesuaian antara



manusia sebagai pusat kendali dengan komponen lainnya pada saat melakukan kegiatan adalah Model SHEL. Model ini merupakan gambaran dari unsur-unsur utama yang saling berinteraksi. Manusia (liveware) sebagai pusat interaksi dikelilingi oleh 4 (empat) kelompok utama yaitu: 1. Liveware–hardware : manusia dan mesin (termasuk peralatan).



8



9



2. Liveware–software : manusia dan material lainnya (seperti dokumen, prosedur, simbol dan sebagainya). 3. Liveware–environment : manusia dan lingkungan (termasuk faktor internal dan eksternal tempat kerja). 4. Liveware–liveware : manusia dan manusia lainnya (termasuk teman sekerja dan kolega). Tujuan dari model ini adalah bagaimana menciptakan interaksi optimal antar setiap komponen. Dalam melaksanakannya interaksi tersebut di atas, seringkali manusia (liveware) merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang dirasakan. Faktor pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis.



3.1.4



Human Faktor Akan Meningkatkan Keamanan dan Kenyamanan Manusia sebagai salah satu komponen penting dalam organisasi maupun



kegiatan industri (baik yang menghasilkan produk maupun jasa) memiliki keterbatasan dan kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini dapat bekerja dan menghasilkan suatu output yang optimal maka penting untuk diperhatikan berbagai aspek terkait dengan manusia tersebut. Human factor sebagai salah satu unsur keilmuan yang sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting untuk diperhatikan. Untuk itu, berbagai metoda yang dilakukan untuk mendekati dan menentukan karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah satu hal yang dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia tersebut khususnya yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental. Hal ini sangat bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik. 3.2 Pengaruh Human Faktor Terhadap Penerbangan Dari semua unsur yang terlibat dalam suatu aktifitas penerbangan, penerbang memiliki andil human error yang lebih banyak, karena penerbang adalah rangkaian 9



10



terakhir dari rantai aktifitas penerbangan yang harus mengidentifikasi dan mengoreksi error sebelum berubah menjadi kecelakaan yang fatal. Pada dasarnya human error adalah ‘Poor Human Decision Making’ (Kurang tepat dalam mengambil keputusan) yang terjadi karena 3 hal: 1. Ncomplete Information (Informasi yang tidak lengkap). 2. Inaccurate/Irrelevant Information (Informasi yang tidak akurat). 3. Poor Information Process (Proses informasi yang salah). Miller’s Law mengatakan bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam memproses informasi, yaitu hanya terbatas pada 7 objek (Plus minus 2) dalam memory di otak kita pada saat yang sama. Pada penerbang, ketika mereka menggunakan visual (Penglihatan) dan auditory (Pendengaran), kemampuan memproses objek diperkirakan bisa lebih dari 7 karena perbedaan proses di otak kita. Riset membuktikan bahwa kecelakaan yang diakibatkan oleh human error terjadi karena beban kerja (workload) yang tinggi dan kerjaan yang menjenuhkan (Task saturation period) di dalam kokpit sehingga penerbang mengalami overload pada proses memory/ingatannya. Adanya Crew duty and rest time adalah suatu cara untuk menghindari kedua penyebab itu. Bahkan pada situasi darurat pun ‘penerbang baru’ juga harus diajarkan ‘A task Shedding Strategy’ untuk fokus pada tugas utama di kokpit yaitu: Aviate, Navigate and Communicate. Dengan bahasa yang sederhana, pada saat emergency, kendalikan pesawat, arahkan pesawat dengan benar jika memungkinkan dan komunikasikan dengan ATC. Laporan investigasi pada kecelakaan pesawat biasanya tidak semua akan memberikan detail apa yang terjadi. Kebanyakan hanya fakta dan logika yang akan mengarah pada faktor teknis dan data analisa pada FDR dan CVR. Menentukan human factor secara presisi sungguh diakui sebagai bagian yang sangat sulit karena luasnya cakupan permasalahannya. Sehingga tanpa memahami ‘human behaviour’ maka faktor, tujuan investigasi untuk mencegah kecelakaan berikutnya menjadi sesuatu yang mustahil.



10



11



Walaupun berisikan interaksi dengan teknologi yang canggih di pesawat, human factor bukanlah suatu bentuk teknologi dalam dunia penerbangan. Human factor adalah suatu multi-disiplin ilmu yang mencoba mengoptimalkan interaksi antara manusia, perangkat/mesin, prosedur yang saling menunjang dalam suatu sistem untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dan karena cakupannya yang sangat luas sehingga human factor memerlukan waktu riset yang lebih lama dibandingkan riset ilmu yang lain. Human factor konsentrasi pada kemampuan dan keterbatasan manusia dalam penggunaan suatu sistem. Seperti di awal pembahasan, human factor mulai dikenal pada sekitar tahun 1970, di mana pada saat itu banyak kecelakaan yang disebabkan oleh interaksi antar manusia dan perangkat yang dioperasikannya dan prosedur pengoperasiannya, dan belum adanya regulasi yang menunjang semua aktifitas penerbangan. Secara umum human factor dipengaruhi oleh human performance yaitu aktifitas manusia yang digambarkan dalam bentuk bagaimana manusia menjalankan suatu aktifitas/pekerjaan secara akurat, cepat dan tepat. Ada 4 faktor yang yang mempengaruhi human performance : 1. Faktor Fisik: Ukuran badan, tinggi, pendek, usia, kekuatan, penglihatan, pendengaran dll. 2. Faktor Fisiologi: Kesehatan dan kondisi medis secara umum seperti tekanan darah, gula darah, detak jantung, cacat secara fisik dll. 3. Faktor Psikologi: Mental, emosional secara umum. 4. Faktor Psikososial: Mental emosional/kesedihan yang diakibatkan karena pengaruh sosial seperti kematian, problem keluarga, keuangan dll. Pada zaman sekarang, human factor di penerbangan terus berkembang dengan ditemukannya berbagai cara bagaimana meminimalisasi faktor ini sehingga kecelakan bisa dihindari. Salah satunya, Dr. James Reason telah menemukan model rangkaian kecelakaan ‘Swiss Cheese’ yang menggunakan analogi yang sangat menarik. Human error adalah seperti nyamuk, pada saat hinggap di tubuh kita, walaupun telah kita coba pukul dengan keras, tetapi mereka dan teman temannya akan tetap datang. Tidak



11



12



ada cara lain kecuali membuat pertahanan yang efektif (menutup tubuh kita) dan tetap menghalau supaya mereka tidak datang lagi. Dengan mengadopsi model ‘Swiss Cheese’ ini, Dr. Douglas Wiegmann dan Dr. Scott Shappell mengembangkan HFACS (Human factor Analysis and Classification System) untuk angkatan laut Amerika sebagai langkah responsif atas meningkatnya human error dan tingginya kecelakaan. HFACS secara teori adalah alat (tool) untuk investigasi, analisa, dan mengklasifikasikan human error yang terdapat pada suatu kecelakaan pesawat. Model HFACS ini telah resmi dicoba dan diteliti secara menyeluruh pada 1020 investigasi kecelakaan pesawat di Amerika (NTSBNational Transportation Safety Board) yang telah terjadi lebih dari 13 tahun lalu. HFACS menggunakan suatu pemahaman di mana human error bukanlah suatu penyebab tetapi hanya akibat dari sebuah masalah besar yang ada dalam suatu organisasi/otoritas/perusahaan penerbangan. Seperti model ‘Swiss Cheese’, HFACS juga menggunakan 4 pertahanan/penghalang yang efektif untuk mencegah kecelakaan yaitu dengan mengontrol 4 faktor dan menjabarkannya secara detail seperti diagram berikut ini :



Unsafe act adalah akhir dari pertahanan yang terdiri dari error (kesalahan) dan violation (pelanggaran). Sedangkan error itu sendiri adalah honest mistake (kesalahan tidak sengaja) dan violation (pelanggaran). Beda antara honest mistake dan violation terletak pada adanya kesengajaan. Berikut ini adalah contoh kongkret aplikasi dari 12



13



HFACS yang berbasis pada model rangkaian kecelakaan ‘Swiss Cheese’ yang di gunakan untuk analisa kecelakaan pesawat Comair Flight 5191 yang terjadi di Lexington, Kentucky USA, 27 Agustus 2006. Sebuah CRJ-100ER mengalami kecelakaan pada saat take off. Crew telah diinstruksikan oleh ATC untuk menggunakan runway 22, tetapi salah menggunakan runway 26 yang lebih pendek, sehingga pesawat keluar dari ujung landasan sebelum tinggal landas yang mengakibatkan 49 penumpangnya tewas.



13



14



BAB V PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasn tentang pengaruh human factor terhadapa penerbangan, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa pengaruh human factor terhadap penerbangan adalah sebagi berikut : 1. Human faktor dapat menjegah terjadinya accident dan incident yang ditimbulkan oleh manusia. 2. Human faktor dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi terhadap aktifitas yang dilakukan di penerbangan. 3. Human faktor dapat meningkatkan keaamanan dan kenyamana di dunia penerbangan.



14



15



DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/keselamatan-penerbanganmainmenu-48/798-human-factor-analysis. 2. http://kecelakaanfaktormanusia.blogspot.co.id/2013/06/human-factor.html.



15