Makalah Imersi David [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

David Eka Wijaya / XI MIPA 4 / 11



Imersi Desa Jeruk



SMAK St. Louis 1 Surabaya



St. Louis 1 mempunyai program sekolah yang bernama imersi dimana kita(murid) tinggal di desa dalam beberapa hari supaya kita bisa merasakan penderitaan orang lain dan kita dapat mengetahui cara hidup di desa. Disana kita dapat belajar kesederhanaan. Pada Rabu, 11 Desember 2019 kita masuk sekolah dan dikumpulkan di V Hall. Disana kita mendapatkan pembekalan untuk imersi yang akan kita jalani. Disitu semua penderitaanku dimulai. Hal pertama yang muncul dibenakku saat mendengar kata imersi adalah tak menyenangkan. Saya selalu dihantui dengan pikiran akan bersama teman-teman yang tidak saya kenali saat imersi dan tidak akan mempunyai teman di sana. Setelah pembagian desa, saya melihat teman-teman yang bersama saya di desa. Puji Tuhan saya bersama anak-anak yang sudah saya kenal. Spontan, saya merasa kegiatan imersi ini akan terasa seperti liburan. Keringat membasahi tubuhku saat tiba di desa jeruk. Bayanganku tentang desa yang seperti hutan-hutan seketika sirna setelah melihat keadaan desa tak seburuk yang saya pikirkan. Saat tiba, kita langsung disambut oleh Pak Tik dengan senyumnya yang ramah. Saya tetap berusaha tersenyum walau derasnya keringat seakan memaksa mulutku untuk tak bergerak. Setelah berbincang-bincang singkat, kita berjalan ke rumah induk semang masingmasing. Ternyata saya bersama Jonathan Christian mendapatkan rumah yang tidak cukup buruk menurut saya. Tawa bahagia langsung terpancar dari kami berdua. Di rumah itu ternyata ada tv dan kasur yang lumayan empuk. Kami menempati rumah keluarga Bu Yati.. Keluarga Bu Yati bisa dibilang sedikit berkecukupan menurut saya. Kebutuhan-kebutuhan keluarga tersebut dapat di penuhi dengan baik walaupun rumahnya terbuat dari kayu. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Ini merupakan pengalaman pertama kedua saya imersi. Sebelumnya saya sudah tanya pada kakak kelas, kebanyakan dari mereka berkata bahwa imersi itu menyenangkan. Kegiatan selama imersi pun juga ternyata mengasyikan. Biasa yang sahari-harinya kita selalu berkutat pada pelajaran, belajar, membuat tugas, tetapi selama 5 hari tersebut kita bebas dari pelajaran. 5 hari tersebut akan saya gunakan dengan sebaikbaiknya untuk lebih mengenal alam, dan bersosialisasi pada masyarakat di desa. Pada hari itu kami kebanyakan hanya beristirahat dan bersih-bersih di rumah. Kami banyak berbincangbincang dan mengenal lebih dalam lagi tentang keluarga Bu Yati.Lalu Setelah itu kami pergi ke tetangga sebelah untuk membantu mengelupasi enthong. Hal ini tentunya menambah pengetahuan saya juga. Setelah itu kami jalan-jalan keliling desa dan melihat-lihat rumah teman-teman kami yang lain. Rumah mereka berbagai macam. Ada yang lantai kramik, kayu, dan tanah.Sebelum tidur, kita disuruh kumpul di rumah Pak Tik untuk evaluasi kegiatan hari itu dan menulis refleksi. Lalu setelah itu saya pulang untuk tidur. Saya tidak bisa tidur malam itu karena sangat banyak nyamuk. Suara kokokan ayam membangunkanku pukul 3 pagi. Jonathan tapi masih tertidur. Walau masih jam 3, saya merasa sudah seperti jam 6. Tidur kami pada malam pertama sangat tak nyenyak. Nyamuk disana sangat ganas sehingga membuat kami tak dapat menikmati tidur. Pagi harinya rasa gatal sangat terasa di badanku. Bangun dari tidur, kami langsung disambut oleh makanan untuk sarapan dari ibu induk semang kami, Bu Yati. Jujur saja, makanannya terasa sangat lezat untuk saya. Penduduk desa ini sangat ramah. Selama kami berjalan, kami selalu disapa oleh warga. Kami semua banyak menghabiskan waktu bermain



di SDN 2 Jeruk Bersama anak-anak kecil di kampung tersebut. Sangat seru bisa bermain bersama disana. Kami bermain bola kaki atau sepak bola bersama anak-anak, dan kita selalu kalah. Saat hari mulai siang. Kamu pergi ke kapel di desa tersebut untuk bersih-bersih. Ketika saya melihat kapel tersebut saya merasa miris karena kapel tersebut tidak terawat. Dinding kayu yang mulai mengelupas, atap-atap yang sangat kotor, dan lantai keramik yang sudah pecah. Disana kami bersih-bersih, kami menyapu dan mengepel kapel tersebut sehingga terlihat terawat. Setelah itu Kevin berkata terdapat toko penyewaan gitar di dekat sana. Kemudiaan di sore hari, saya menyewa gitar disana. Saat hari sudah mulai malam, saya dan semua teman saya berkumpul di kapel untuk latihan paduan suara karena kita diserahkan tugas untuk menjadi petugas gereja pada misa di hari minggu. Setelah itu saya pergi ke rumah pak budi untuk nongkrong, berbincang-bincang, dan bermain gitar dengan beberapa teman saya. Setelah itu saya pulang ke rumah. Saya pulang pukul jam 10 malam dan saya melihat Jonathan sudah tertidur. Setelah itu saya tidur. Saya dapat tertidur dengan mudah karena saya sudah lelah dengan kegiataan itu. Hari ketiga, pagi hari saya membantu Bu Yati memasak. Ini pengalaman yang menarik sebab baru pertama kalinya saya memasak dengan kayu. Setelah itu, saya mencari teman-teman yang lain, ternyata mereka berada di SDN 2 Jeruk dan sedang bermain dengan anak-anak dan guru SDN 2 Jeruk menyaksikannya.Waktu sampai disana saya disuru ikut bermain dengan mereka lalu saya bermain sebagai kiper dan akhirnya kita kalah lagi. Setelah itu kita dipanggil ke kapel untuk membuat goa maria untuk kapel disana. Saya mengambil jerami di dekat kapel situ. Saat hari mulai siang, saya istirahat di rumah Pak Budi dengan beberapa teman dan yang lain masih berada di kapel. Di perjalanan ke rumah Pak Budi, saya melihat banyak penduduk yang sedang bekerja meskipun panas matahari menyengat tubuh mereka, mereka tidak peduli. Saya yakin, mereka pasti bekerja keras demi mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Kemudian saya teringat pada orangtua saya. Mereka juga bekerja keras demi keluarga dan juga saya. Walau pun kadang saya kurang mensyukuri usaha mereka. Pengalaman inilah yang membuat saya sadar untuk lebih mensyukuri dan menghargai usaha keras kedua orangtua saya. Setelah itu, kami pergi melayat ke salah satu rumah warga desa disana karena terdapat orang yang meninggal. Hari keempat, ini adalah hari terakhir saya di desa Jeruk sebab besok saya sudah harus pulang, kembali ke Surabaya. Saya merasa sedih mengetahui ini adalah hari terakhir saya. Saya berusaha untuk menikmati hari terakhir ini. Pada hari terakhir saya bangun pukul 06.00 karena kita akan pergi ke gereja di Doplang pukul 07.00. Saya mandi, dan sarapan lalu kami berangkat menggunakan truk pukul 07.00. Setelah kami sampai disana kami mengikuti misa. Kami ditugaskan sebagai paduan suara pada misa tersebut, lalu Cathrine sebagai pembaca doa umat, Mavelle sebagai mazmur, dan Shinta sebagai lektor. Setelah misa selesai kami disuguhkan makanan dari gereja di tempat tersebut. Kami makan lalu pulang. Disaat kami sudah sampai kami membeli hadiah untuk induk semang kami masing-masing. Saya cuma menemani karena saya sudah selesai membeli. Setelah itu kami berkumpul bersamasama di rumah Bu Lis. Kami berbincang-bincang, bermain catur, dan bermain gitar. Pak Novan, Romo, dan Pak Tafip lalu datang dan mengecek kondisi kita di Desa Jeruk setelah beberapa hari. Saat matahari mulai terbenam, kita semua bersiap-siap untuk perpisahan



dengan induk semang kita masing-masing. Semua kumpul di rumah Pak Budi pukul setengah tujuh malam. Pada saat perpisahan kita memberikan bingkisan kepada induk semang kita masing-masing. Saya merasa senang ketika induk semang saya terlihat bahagia menerima hadiah kita. Hari terakhir kami di desa Jeruk pun tiba. Berat rasanya meinggalkan desa Jeruk, rasanya saya masih ingin tinggal di sana. Tetapi kami harus pulang ke Surabaya. Terakhir perpisahan saya merasa sedih dan teman-teman banyak yang menangis, penduduk sana juga banyak yang menangis, memang berat meninggalkan desa tersebut, mereka sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Pulangnya kami mampir di suatu kota yang saya lupa namanya untuk mengikuti misa di gereja sana. Selesai misa kami pun kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Surabaya. Tak sabar saya pulang untuk menceritakan pengalamanpengalaman yang saya alami ketika imersi di desa. Saya sangat senang dapat bersekolah di Sinlui, salah satu alasannya karena Sinlui mengadakan kegitan imersi. Tidak semua sekolah mengadakan kegiatan imersi. Kegiatan ini sungguh bermanfaat bagi saya. Melalui imersi saya berlatih hidup sederhana, bersosialisasi dengan penduduk desa, merasakan bagaimana suka duka hidup di desa yang fasilitasnya masih terbatas. Di desa saya juga belajar banyak hal, mendapat banyak pengalaman baru yang belum tentu bisa saya dapatkan di kota. Saya belajar bagaimana keluarga asuh saya yang hidup dalam kesederhanaan tapi masih tetap bersyukur atas segala yang Tuhan berikan. Saya pun menjadi malu sendiri sebab saya suka protes dan tidak bersyukur terhadap pemberian Tuhan. Di desa saya belajar untuk lebih menghargai alam. Udara di desa masih sejuk, walaupun siang hari tetapi udaranya terasa sejuk karena banyak pepohonan. Sedangkan di kota tidak, sekarang sulit untuk menemukan pepohonan yang rindang. Orang-orang lebih suka berlomba untuk membangun bangunan yang mewah, megah, daripada menanam pepohonan. Mereka tega menebang pepohonan hanya untuk keegoisan mereka. Dan akibatnya terjadi global warming. Itu akibat keserakahan dan keegoisan mereka. Yah, itulah perbedaan orang kota dan desa. Selain itu saya juga dapat melihat, bermain di sungai yang airnya masih jernih. Di kota sudah tidak ada lagi sungai, kalaupun ada pasti sudah tercemar oleh kotoran dan sampah. Saya dapat melihat pematang sawah dan ladang yang hijau, pemandangan yang indah yang tidak saya dapatkan di kota. Inilah yang membuat saya sadar dan berusaha untuk lebih menghargai alam. Sebab kita tidak dapat hidup tanpa alam. Melalui kegiatan imersi saya juga menjadi dekat dengan teman-teman yang lain. Sebelum imersi saya tidak begitu dekat dengan mereka, tetapi ketika imersi saya menjadi lebih mengenal dan dekat dengan mereka. Membina pertemanan dengan banyak orang itu sungguh menyenangkan. Kita dapat saling membantu, dapat berbagi kesenangan dan kegembiraan. Saya juga dapat mengenal penduduk-penduduk di desa. Mengenal kepribadian mereka yang ramah tamah, hidup dalam kesederhanaan tetapi tetap selalu bersyukur, dan juga selalu tolong menolong tanpa pamrih. Kegiatan live in mengajarkan saya banyak hal yang belum pernah saya ketahui atau saya coba sebelumnya.



Yah, menurut saya imersi itu menyenangkan. Itulah kesimpulan saya. Saya senang akan kegiatan ini. Kegiatan imersi banyak membawa pengaruh bagi saya. Saya menjadi lebih menghargai usaha keras orang tua saya, lebih menghargai dan mensyukuri pemberian Tuhan. Saya juga sadar bahwa kita harus menjaga alam ini. Dan yang terpenting saya juga belajar untuk menghargai hidup ini. Hidup yang diberikan Tuhan untuk kita syukuri dan kita jaga Hidup yang penuh perjuangan dan rintangan, tetapi bila kita mampu mengatasi semuanya dengan tabah dan pantang menyerah kita akan dapat mencapai kesusksesan. Dan setelah sukses dan menjadi orang yang berhasil kelak, saya tak akan lupa dan menyakiti orang-orang kecil. Sebab orang-orang seperti mereka juga berusaha untuk memperjuangkan hidup mereka. Melalui kegiatan inilah saya belajar untuk menghargai orang-orang kecil. Jadi apakah para koruptor dan orang-orang yang suka menindas rakyat kecil perlu mengikuti kegiatan imersi juga ya? Supaya mereka lebih menghargai rakyat kecil. Hahaha.



Lampiran