Makalah Imobilisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP IMOBILISASI Dosen : Andre Prantino Depeda Am.Kep. SKM. MM. Ch. Cht



Disusun oleh : Tri Ananda R.D



20217193



Uswatun Hasanah



20217194



Yasa AlMansyah



20217203



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YATSI TANGERANG 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul “Konsep Mobilisasi” ini bertujuan untuk melengkapi pelajaran ini. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Makalah tentang Konsep Mobisasi ini dapat terwujud atas bantuan, bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat 1. Ibu Ida Farida, S.Kp,M.Kes, selaku Ketua STIKes YATSI 2. Ibu Lastri Mei Winarni, M.Keb. Selaku Puket I STIKes YATSI 3. Ibu Ella Nurlella, SE. Selaku Puket II STIKes YATSI 4. Ibu Ningsih, SE. Selaku Puket III STIKes YATSI 5. Ibu Febi Ratna Sari,M.Kep. Selaku kaprodi S1 Keperawatan 6. Ibu Siti Robiatul Adawiyah,S.Kep Selaku Wali kelas Tingkat 1 S1 Keperawatan 7. Bapak Andre Prantino Depeda Am.Kep. SKM. MM. Ch. Cht Selaku dosen KDK 2 Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.



 Tangerang, 4 Juni 2021 Penyusun



Kelompok 13



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



i



DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Masalah BAB II TINJUAN TEORI 2.1 Konsep dasar Mobilisasi 2.2 Pengertian Mobilisasi dan Immobilisasi 2.3 Faktor yang mempengaruhi immobilisasi 2.4 Tingkatan immobilisasi 2.5 Prinsip body mekanik 2.6 Faktor yang mempengaruhi body mekanik 2.7 Konsekuesi ambulasi yang salah 2.8 Struktur abnormal body mekanik 2.9 SPO dan ROM 2.9.1



Cara menggunakan tongkat



2.9.2



Cara menggunakan kursi roda



2.9.3



Cara mengangkat pasien dari kursi roda ke bed



2.9.4



Cara mengangkat pasien dari bed ke kursi Roda



2.9.5



Cara melatih ROM pada pasien



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Mobilitas merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (DeLaune & Ladner, 2011). Kehilangan kapasitas dalam melakukan gerakan akan menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan seseorang (Amidei, 2012). Gangguan dalam mobilisasi sering disebut dengan Immobilisasi. Imobilisasi mengacu pada ketidak mampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. Berman et al menyebutkan bahwa tanda-tanda yang paling jelas dari akibat imobilitas yang berkepanjangan dapat menyerang pada sistem-sistem pada tubuh, seperti pada sistem muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan disuse athrophy, kontraktur, kekakuan serta nyeri sendi dengan efek yang muncul dapat diamati bahkan dengan hitungan hari. Perry & Potter (2006) juga menyebutkan bahwa dampak akibat gangguan dalam mobilisasi fisik dapat menyebabkan klien mengalami tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (gifs, atau traksi rangka), pembatasan gerak volunteer, bahkan kehilangan fungsi motorik. Peran perawat dalam menangani pasien dengan gangguan mobilisasi fisik adalah dengan melakukan terapi latihan. Terapi latihan adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerak tubuh, baik secara aktif maupun pasif (Damping, 2012). DeLaune & Ladner (2011) menyebutkan bahwa manfaat dari terapi latihan dapat mengurangi nyeri. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi imobilitas ? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya imobilitas ? 3. Apa saja jenis-jenis imobilitas ? 4.



Bagaimana etiologi terjadinya imobilitas ?



5. Bagaimana patofisiologi dari imobilitas ? 6. Apa saja manifestasi klinis dari imobilitas ?



7. Bagaimana Web Of Caution (WOC) dari imobilitas ? 1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui konsep dasar dari imobilitas. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui apa definisi imobilitas. b. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi. c. Mengetahui jenis-jenis imobilitas. d. Mengetahui bagaimana etiologi imobilitas. e. Mengetahui bagaimana patofisiologi. f. Mengetahui apa saja manifestasi klinis. g. Mengetahui WOC imobilitas.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Fisik Pengertian mobilisasi Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Haswita dan Reni Sulistyawati, 2017). Jenis mobilisasi yaitu: 1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan intraksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik valunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. 2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemaasangan traksi.



Pengertian imobilisasi Imobilsasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Jenis imobilisasi yaitu: 1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak seacara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.7 2. Imobilitas intelektual, Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya fikir. 3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena ada perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.



4. Imobilitas sosial, ,merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalamm melakukan intraksi sosial karena keaadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. 2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Immobilisasi Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari. b. Proses penyakit/cidera Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah. c. Kebudayaan Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat. Sebaliknya ada orangyang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas. d. Tingkat energi Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup. e. Usia dan status perkembangan Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. 2.3 Tingkatan Immobilisasi Tingkat Imobilisasi menurut Kasiati, 2016 adalah : a. Imobilisasi komplit : Imobilisasi dilakukan pada individu yang mengalami



gangguan tingkat kesadaran b. Imobilisasi parsial : Imobilisasi yang dilakuakn pada klien yang mengalami fraktur c. Imobilisasi karena pengobatan : Imobilisasi pada penderita gangguan pernafasan atau jantung, pada klien tirah baring ( bedrest) total, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur, berjalan, dan duduk dikursi.



2.4 Prinsip Body Mekanik a. Gravitasi Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukann mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh. Terdapat 3 faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi: 1. Pusat gravitasi (center of gravity), titik yang berada dipertengahan tubuh 2. Garis gravitasi (line of gravity), merupakan garis imaginer vertikal melalui pusat gravitasi. 3. Dasar tumpuan (base of support), merupakan dasar tempat seseorang dalam posisi istirahat untuk menopang atau menahan tubuh. b. Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara mempertahankan posisi garis gravitasi diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuan. c. Berat Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat dipehatikan adalah berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat benda akan mempengaruhi mekanika tubuh. 2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Body Mekanik a. Perubahan status kesehatan Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari hari dan lain lainnya. b. Nutrisi Nutrisi Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan perbaikan sel. Emosi Kondisi psikologis seseorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulansi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak bersemangat, dan harga diri rendah. Situasi dan Kebiasaan Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseoarang misalnya, sering mengankat bendabenda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh



c. Gaya Hidup Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan



kemungkinan



besar



akan



menimbulkan



kecerobohan



dalam



beraktivitas, sehingga dapat menganggu koordinasi antara sistem muskulusletal dan neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh. Pengetahuan Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan



mekanika



tubuh



akan



mendorong



seseorang



untuk



mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan. 2.6 Pengertian Ambulasi Dan Konsekuesinya Menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2010) ambulasi adalah kegiatan berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008). Banyak keuntungan yang dapat diraih dari latihan ambulasi dini pada periode post operasi, diantaranya menurunkan insiden komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, pneumonia hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah sirkulasi (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010). 2.7 Struktur Abnormal Body Mekanik Struktur abnormal yang mempengaruhi posisi dan Konsekuensi posisi tubuh yang kurang baik a. Tortikolis Kepala miring pada satu sisi dimana adanya kontraktur pada otot sternokle doman stoid / pada leher. b. Lordosis Kurva spinal lumbal yang terlalu cembung kedepan atau anterior. c. Kifosis Peningkatan kurva spinal torakal/ cekung. d. Kipo lordosis Kombinasi antara lordosis dan kifosis. e. Skoliosis Kurva spinal yang miring kesamping , tidak sama tinggi pinggul dan bahu. f.



Kipo skoliosis Tidak normanya kurva spinal antero posterior dan lateral.



g. Footdrop Pelantar fleksi ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan syaraf proeal. 



2.8 Pengertian SPO dan ROM a. Pengertian Standar Procedures Operation Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif dan aman, serta senantiasa meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan pencapaian standar profesi dan standar pelayanan rumah sakit. Beberapa tujuan dari suatu standar operasional prosedur (SOP) meliputi : 1. Untuk menjaga konsistensi dan tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu suatu kegiatan secara optimal. 2. Sebagai acuan (Check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor, surveyor dan sebagainya. 3. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi, serta pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan. 4. Merupakan salah satu cara dan parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. 5. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien dan efektif. 6. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas yang terkait 7. Melindungi rumah sakit dan petugas bila terjadi suatu kesalahan administratif lainnya.S 8. Sebagai dokumen pelatihan bagi pelatih. Manfaat standar operasional prosedur (SOP). 1. Memenuhi persyaratan standar pelayanan rumah sakit. 2. Mendokumentasi kebijakan dan prosedur rumah sakit. 3. Memastikan pegawai rumah sakit tahu pekerjaannya. b. Pengertian ROM



ROM adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Potter & Perry, 2005). Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jarijari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki).Pada potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan dorsi fleksi dan plantar fleksi (kaki) (Potter & Perry, 2005). Tujuan ROM Adapun tujuan dari ROM, yaitu: 1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot 2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan. 3.



Mencegah kekakuan pada sendi.



4. Merangsang sirkulasi darah. 5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.



Manfaat ROM Adapun manfaat dari ROM, yaitu: 1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan. 2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot. 3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi. 4. Memperlancar sirkulasi darah. 5. Memperbaiki tonus otot. 6. Meningkatkan mobilisasi sendi. 7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.



Jenis-jenis ROM ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. ROM aktif ROM aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif. b. ROM pasif ROM pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif) Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008) Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otototot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada rom pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri. 2.9 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL 2.9.1



SPO dan ROM Cara menggunakan tongkat



SOP MELATIH PENGGUNAAN ALAT BANTU BERJALAN MENGGUNAKAN KRUK/TONGKAT Pengertian



Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang mengalami



penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan. Kruk/tongkat adalah alat bantu yang terbuat dari logam ataupun kayu dengan panjang yang cukup untuk diraih dari axilla sampai ke tanah atau lantai. Digunakan secara berpasangan yang diciptakan untuk mengatur Tujuan



keseimbangan pada saat akan berjalan. 1. Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kemampuan monilisasi. 2. Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi. 3. Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain. 4. Meningkatkan rasa percaya diri klien. 5. Memelihara dan mengembalikan fungsi otot 6. Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok 7. Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot



Indikasi



8. Mencegah komplikasi seperti otot mengecil dan kekakuan sendi. 1. Pasca amputasi kaki 2. Hemiparese 3. Paraparese 4. Fraktur pada ekstremitas bawah 5. Terpasang gibs



Prosedur



6. Pasca pemasangan gibs Tahap Prainteraksi 1. Mempersiapkan diri perawat 2. Melakukan pengecekan program terapi 3. Mencuci tangan 4. Menyiapkan alat Tahap Orientasi 1. Memberikan salam dan menyapa pasien 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan 3. Memberi tahu kontrak waktu dan persetujuan serta kesiapan pasien.  Tahap Interaksi/ Kerja 1. Pastikan panjang kruk sudah tepat. 2. Bantu klien mengambil posisi segitiga, posisi dasar berdiri menggunakan kruk sebelum mulai berjalan.



3. Ajarkan klien tentang salah satu dari empat cara berjalan dengan kruk. 4. Perubahan empat titik atau cara berjalan empat titik memberi kestabilan pada klien, tetapi memerlukan penahanan berat badan pada kedua tungkai. Masing-masing tungkai digerakkan secara bergantian dengan masing-masing kruk, sehingga sepanjang waktu terdapat tiga titik dukungan pada lantai. 5. Perubahan tiga titik atau cara berjalan tiga titik mengharuskan klien menahan semua berat badan pada satu kaki. Berat badan dibebankan pada kaki yang sehat, kemudian pada kedua kruk dan selanjutnya urutan tersebut di ulang. Kaki yang sakit tidak menyentuh lantai selama fase dini berjalan tiga titik. Secara bertahap klien menyentuh lantai dan semua beban berat badan bertumpu 6. Cara berjalan dua titik memerlukan sedikitnya pembebanan berat badan sebagian pada masing-masing kaki. Kruk sebelah kiri dan kaki kanan maju bersama-sama. Kruk sebelah kanan dan kaki kiri maju bersama-sama. 7. Cara jalan mengayun ke kruk (swing to gait), klien yang mengalami paralisi tungkai dan pingggul dapat menggunakan cara jalan mengayun ini. Penggunaan cara ini dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan atrofi otot yang tidak terpakai. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk kedepan secara bersamaan. Pindahkan berat badan ke lengan dan mengayun melewati kruk. 8. Cara jalan mengayun melewati kruk (swing throughgait). 9. Cara jalan ini sangat memerlukan ketrampilan, kekuatan dan koordinasi klien. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk kedepan secara bersamaan. Pindahkan berat badan ke lengan dan mengayun melewati kruk. 10. Ajarkan klien menaiki dan menuruni tangga. Tahap Terminasi 1.



Melakukan evaluasi tindakan yang baru dilakukan.



2. Berpamitan dengan klien 3. Mencuci tangan



4. Mencatat dokumentasi keperawatan. 2.9.2



SPO dan ROM Cara menggunakan kursi roda



PROSEDUR PENGGUNAAN KURSI RODA No Dokumen Tanggal Terbit



No Revisi



Halaman



Ditetapkan, Direktur



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL



Dr. Joko Santoso, M.Kes PENGERTIAN



NIP 19601126 199010 1 001 Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit, cedera, maupun cacat TUJUAN Memudahkan aktivitas sehingga bisa berpindah tempat secara mandiri atau dengan



TUJUAN



bantuan orang lain Memudahkan aktivitas sehingga bisa berpindah tempat secara



KEBIJAKAN PROSEDUR



mandiri atau dengan bantuan orang lain Pelaksanaan dilakukan oleh petugas yang terampil PERSIAPAN 1. Persiapan Alat : 



Kursi roda







Handscun atau sarung tangan (jika perlu)



2. Persiapan Pasien : 



Pasien berada di tempat tidur







Perawat menjelaskan prosedur pada pasien







Perawat mengatur posisi tempat tidur pasien pada posisi paling rendah, sampai kaki pasien bisa menyentuh lantai.







Perawat meletakkan kursi roda sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur, kunci semua roda kursi



PELAKSANAAN 1. Perawat membantu pasien duduk di tepi tempat tidur 2. Perawat mengkaji postural hipotensi 3. Perawat mengintruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi bed 4. Perawat mengintruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul 5. Perawat mengintruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed, sedangkan kaki yang lemah berada di depannya 6. Perawat meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas kedua bahu perawat 7. Perawat berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan, fleksikan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. melebarkan kaki dengan salah satu di depan dan yang lainnya di belakang 8. Perwat melingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat 9. Tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan perawat siap untuk melakukan gerakan 10. Perawat membantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerakgerak bersama menuju korsi roda 11. Perawat membantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi kursi roda, meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau tetap pada bahu perawat 12. Perawat meminta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi yang paling aman 13. Perawat menurunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya dan ,membuka kunci roda pada kursi



2.9.3



SPO dan ROM Cara mengangkat pasien dari kursi roda ke bed



Standar Operasional Prosedur PEMINDAHAN PASIEN DARI KURSI RODA KE TEMPAT TIDUR Deskripsi



Memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur untuk pasien



Tujuan



yang



terganggu



aktivitasnya



secara



normal



dan



membutuhkan bantuan kursi roda. 1. Mengurangi atau menghindari pergerakan pasien sesuai dengan keadaan fisik. 2. Memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien. 3. Memenuhi kebutuhan konsultasi atau pindah ruangan.



Indikasi



4. Memenuhi standar pelayanan pasien di rumah sakit. 1. Untuk pasien yang mengalami fraktur 2. Klien yang mengalami kontraktur sendi 3. Klien yang mengalami mobilisasi 4. Klien tirah baring 5. Klien pasca operasi



Aspek Yang Dilakukan



6. Kelainan postur pada klien Persiapan Alat: 1. Kursi roda dalam keadaan terkunci 2. Alas kaki 3. Sabuk untuk berpindah posisi 4. Bantal Prainteraksi 1. Persiapan diri perawat 2. Persiapan pasien 



Sapa pasien dengan ramah







Memperkenalkan diri







Mengidentifikasi identitas pasien







Menjelaskan maksud dan tujuan



3. Persiapan lingkungan Pasang sampiran/gorden untuk menjaga privasi Pelaksanaan :



1. Kursi roda didorong dan didekatkan kesisi tempat tidur. 2. Roda belakang kursi roda ditahan dengan menggunakan kaki. 3. Kedua tangan petugas menopang ketiak pasien pada sisi yang lemah atau sakit. 4. Petugas memimpin pasien turun dari kursi roda dan berjalan bersama menuju ketempat tidur pasien. 5. Pasien disandarkan ketempat tidur, kemudian dibantu oleh petugas untuk naik. 6. Petugas memastikan posisi tidur telah sesuai dengan kebutuhan pasien ataupun sesuai dengan instruksi Dokter. 7. Setelah pasien sudah berada diatas tempat tidur anjurkan untuk memberitahu petugas apabila memerlukan bantuan kursi roda kembali. 8. Setelah selesai pelaksanaan melakukan cuci tangan Terminasi 1. Kaji respon dan perasaan klien 2. Berikan pujian pada klien 3. Ucapkan terimakasih 4. Dokumentasikan hasil pemeriksaan.



2.9.4



SPO dan ROM Cara mengangkat pasien dari bed ke kursi roda



STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Kursi Roda Pengertian



Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan



Tujuan



fungsional untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi. 1. Memobilisasi klien. 2. Mendorong dan menstimulasi klien untuk menambah kegiatan atau aktivitas sosial kepada orang lain.



Indikasi



3. Memberikan klien perubahan suasana selain di tempat tidur. 1. Klien yang harus dilakukan pemeriksaan penunjang lain yang harus dilakukan di ruang lain. 2. Klien yang malas untuk melakukan aktivitas selain di tempat tidur



Kontraindikasi



padahal klien sudah mampu melakukan secara fisik. Klien dengan penurunan kesadaran yang parah. Akan lebih aman memakai



tempat tidur ketika klien harus dibawa ke tempat lain. Hal-hal yang Perlu 1. Sebelum melakukan proses pemindahan, rencanakan dengan baik Diperhatikan



apa yang akan dilakukan dan bagaimana mengerjakannya. Perawat perlu mempertimbangkan apakan memerlukan bantuan perawat lain. Pertimbangkan kekuatan perawat dan berat badan klien. 2. Periksa terlebih dahulu peralatan sebelum dimulai, misalnya ikat pinggang khusus memindahkan klien atau kursi rodanya apakah berfungsi dengan baik. 3. Pindahkan



barang-barang



yang



dapat



mengganggu



proses



pemindahan, misalnya kursi penunggu pasien. 4. Jelaskan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan kepada klien, termasuk apa yang harus dilakukan perawat. 5. Selama proses pemindahan, berikan klien instruksi setahap demi setahap, misalnya: “Pak, sekarang pindahkan kaki kanan Bapak ke arah depan”. 6. Jangan lupa memasang kursi roda atau tempat tidur dalam keadaan terkunci pada saat klien akan dipindahkan menuju atau dari kursi



roda. 7. Pasang alas kaki ketika klien sudah dipindahkan ke kursi roda atau Langkah Kerja



lepaskan alas kaki sebelum klien dipindahkan. 1. Pastikan kebutuhan klien untuk pemindahan dari tempat tidur ke kursi roda. 2. Persiapan alat-alat : 



Tempat tidur







Kursi roda







Selimut







Sendal pasien



3. Mengucapkan salam 4. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan 5. Melakukan kontrak waktu tindakan yang akan dilakukan 6. Dekatkan alat 7. Tutup sampiran untuk menjada privacy pasien 8. Mencuci tangan 9. Siapkan kursi roda dalam posisi 45° terhadap tempat tidur 10. Tentukan sisi kekuatan pasien Kemudian letakkan kursi roda sampai menghadap kaki tempat tidur pada sisi yang sama. Kunci kursi roda dan naikkan atau pindahkan pedal kaki. 11. Tutupi kursi roda dengan selimut katun (Lebih aman menempatkan kursi roda dengan merapatkan ke dinding atau perabotan yang berat untuk meyakinkan bahwa kursi tersebut tidak akan meluncur ke belakang) 12. Turunkan tempat tidur ke posisi horizontal terendah. Kunci roda tempat tidur dan naikkan bagian kepala. 13. Jika pasien cukup kuat untuk melakukannya, minta klien untuk pindah ke sisi tempat tidur, dan jika pasien tidak mampu, bantu pasien duduk. 14. Bantu pasien untuk memakai mantel dan sandal. 15. Dengan tetap menghadap ke pasien, yakinkan bahwa pasien kuat berdiri. 16. Minta klien untuk meletakkan kaki di lantai, dan meletakkan tangannya di lengan atas anda atau bahu bila mampu. (Bantu pasien



jika tidak mampu) 17. Amankan dengan sabuk pengaman atau pengait untuk membantu ambulasi dan keselamatan pasien. 18. Letakkan tangan di kedua sisi dada pasien. 19. Pada hitungan ke tiga, bantu pasien untuk berdiri. (jika pasien tidak mampu mengangkat lengan, mintalah pasien menekan tempat tidur Catatan:



dengan tangan untuk membantunya berdiri) Teknik lain yang dapat digunakan jika pasien terlalu lemah atau rapuh adalah dengan menempatkan tangan pasien di bahu anda atau dengan meminta pasien mendorong dengan tangan di tempat tidur untuk membantunya berdiri. Minta pasien untuk menyilangkan lengan di depan dada. Letakkan tangan anda di bawah lengan pasien. Bantu pasien ke tempat tidur. Kemudian bantu pasien ke posisi berdiri dan berputar (pivot) ke arah kursi. 20. Pertahankan tangan anda di posisi yang sama, bantu pasien berputar perlahan sampai punggung pasien membelakangi kursi. 21. Pindahkan ke samping pasien, letakkan satu kaki di belakang kaki depan kursi. Turunkan klien dengan perlahan pada posisi duduk di kursi, anda membungkuk pada pinggul dan lutut. (pertahankan punggung anda tetap lurus) 22. Letakkan kaki pasien disandaran kaki. 23. Rapihkan pakaian pasien (Perhatikan keamanan pasien, kunci kursi roda dengan aman) 24. Pasang selimut pasien. 25. Tanyakan respon klien setelah tindakan 26. Terminasi dan buka sampiran. 27. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.



2.9.5



SPO dan ROM Cara melatih ROM pada pasien



STANDART



SOP RANGE OF MOTION (ROM)



OPERASIONAL PROSEDUR Pengertian



Latihan gerak aktif-pasif atau range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian



Tujuan



secara normal dan lengkap 1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan secara aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien. 2. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan



Indikasi Prosedur Kerja



kekuatan otot 1. Pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik 2. Pasien yang mengalami keterbatasan rentang gerak Tahap Kerja Gerakan rom 1. Leher Tekuk kepala kebawah dan keatas lalu menoleh kesamping kanan dan kiri 2. Lengan/pundak Angkat tangan keatas lalu kembaliu ke bawah, setelah itu ke saming dan ke bawah lagi 3. Siku Dengan menekuk lengan, gerakan lengan ke atas dan kebawah. 4. Pergelangan tangan Tekuk pergelangan tangan kedalam dan keluar lalu samping kiri dan kanana 5. Jari Tangan Tekuk keempat jari tangan ke arah dalam lalu regangkan kembali.Kepalkan seluruh jari lalu buka.Tekuk tiap jari satu persatu. 6. Lutut Ankat kaki keatas lalu lutut ditekuk kemudian diturunkan lagi.Gerakan kaki ke sampinG kanan dan kiri lalu putar kearah dalam dan luar. 7. Pergelangan kaki Tekuk pergelangan kaki keatas lalu



luruskan.Tekuk jari kaki ke atas dan kebawah. 8. Jika mampu berdiri lakukan gerakan badan membungkuk kemudian putar pinggang ke samping kanan dan kiri. INGAT. Tidak dipaksakan dalam latihan, lakukan seringan Evaluasi



mungkin a. Respon Respon verbal: klien mengatakan tidak kaku lagi Respon non verbal: klien tidak terlihat sulit untuk menggerakkan sisi tubuhnya yang kaku. b. Beri reinforcement positif c. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya d. Mengakhiri kegiatan dengan baik



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



3.1 Pengkajian 1. Identitas pasien Anamnesa identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit. 2. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan atau gangguan dalam imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat imobilitas, daerah terganggunya karena imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas. 3. Riwayat penyakit yang pernah diderita Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medula spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain 4. Pemeriksaan fisik a. Sistem metabolik Ketika mengkaji fungsi metabolik, perawat menggunakan pengukuran antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka untuk mengevaluasi perubahan transport nutrien, mengkaji asupan makanan dan pola eliminasi klien untuk menentukan perubahan fungsi gastrointestinal. Pengukuran asupan dan haluaran membantu perawat untuk menentukan apakah terjadi ketidakseimbnagan cairan. Dehidrasi dan edema dapat



meningkatkan laju kerusakan kulit pada klien imobilisasi. Pengukuran laboratorium



terhadap



kadar



elektrolit



darah



juga



mengindikasikan



ketidakseimbangan elektrolit. Apabila klien imobilisasi mempunyai luka, maka cepatan penyembuhan menunjukkan indikasi nutrien yang di bawa ke jaringan. Kemajuan penyembuhan yang normal mengindikasikan kebutuhan metabolik jaringan luka terpenuhi. Pada umumnya anoreksi terjadi pada klien imobilisasi. Asupan makanan klien harus dikaji terlebih dahulu sebelum nampan diberikan, untuk menentukan jumlah yang dimakan. Ketidakseimbangan nutrisi dapat dihidari apabila perawat mengkaji pola makan klien dan makanan yang disukai sebelum keadaan imobilisasi. b. Sistem respiratori. Pengkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal setiap 2 jam pada klien yang mengalami keterbatasan aktivitas. Pengkajian pada sistem respiratori meliputi : -



Inspeksi : pergerakan dinding dada selama sikus inspirasiekspirasi penuh. Jika klien mempunyai area atelektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris.



-



Auskultasi : seluruh area paru-paru untuk mengidentifikasi gangguan suara napas, crackles, atau mengi. Auskultasi harus berfokus pada area paru-paru yang tergantung karena sekresi paru cenderung menumpuk di area bagian bawah.



c. Sistem kardiovaskuler. Pengkajian sistem kardiovaskular yang harus dilakukan pada pasien imobilisasi, meliputi:  memantau tekanan darah, tekanan darah klien harus diukur, terutama jika berubah dari berbaring (rekumben) ke duduk atau berdiri akibat risiko terjadinya hipotensi ortostatik.  mengevaluasi nadi apeks maupun nadi perifer, berbaring dalam posisi rekumben meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan nadi meningkat. d. Sistem Muskuloskeletal.



Kelainan musculoskeletal utama dapat diidentifikasi selama pengkajian meliputi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot, dan kontraktur. Gambaran pengukuran antropometrik mengidentifikasi kehilangan tonus dan massa otot. Pengkajian rentang gerak adalah penting data dasar yang mana hasil hasil pengukuran nantinya dibandingkan untuk mengevaluasi terjadi kehilangan mobilisasi sendi. Rentang gerak di ukur dengan menggunakan geniometer. Pengkajian rentang gerak dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki. e. Sistem Integumen Perawat harus terus menerus mengkaji kulit klien terhadap tanda-tanda kerusakan. Kulit harus diobservasi ketika klien bergerak, diperhatikan higienisnya, atau dipenuhi kebutuhan eliminasinya. Pengkajian minimal harus dilakukan 2 jam. f. Sistem Eliminasi Status eliminasi klien harus dievaluasi setiap shift, dan total asupan dan haluaran dievaluasi setiap 24 jam. Perawat harus menentukan bahwa klien menerima jumlah dan jenis cairan melalui oral atau parenteral dengan benar. Tidak adekuat asupan dan haluaran atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit meningkatkan resiko gangguan sistem ginjal, bergeser dari infeksi berulang menjadi gagal ginjal. Dehidrasi juga meningkatkan resiko kerusakan kulit, pembentukan trombus, infeksi pernafasan, dan konstipasi. Pengkajian status eliminasi juga meliputi frekuensi dan konsistensi pengeluaran feses. 5. Pengkajian kesehatan lansia Imobilitas a. Refleks Ekstermitas Refleks Kanan Kiri Biceps + + Triceps + + Knee + Achiles + + Keterangan : Refleks (+) : normal Refleks (-) : menurun/meningkat b. Pengkajian INDEKS KATZ (Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari) (Indeks kemandirian pada aktivitas kehidupan sehari – hari )



skore A



Kriteria Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah,



B



ke kamar kecil, berpakaian dan mandi. Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,



C



kecuali satu dari fungsi tersebut kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,



D



kecuali mandi dan dan satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,



E



kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan. Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,



F



kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah G Lain-lain



dan satu fungsi tambahan. Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut. Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak



dapat diklasifikasikan sebagai C,D,E atau F Dari hasil pengkajian INDEKS KATZ pasien dapat diambil kesimpulan bahwa pasien berada pada skore E yaitu pasien dapat melakukan semua aktivitas kehidupan sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan fungsi tambahan. 3.2 Diagnosa keperawatan 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan imobilisasi. 3. Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan imobilitas. 4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru. 3.3 Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



NOC :



NIC :



Keperawata n Hambatan mobilitas



 Joint Movement : Active



Exercise therapy : ambulation



fisik



 Mobility Level







berhubungan



 Self care : ADLs



sebelum/sesudah



dengan



Transfer performance Setelah



lihat respon pasien saat latihan



penurunan



dilakukan



rentang



keperawatan selamA 2 X 24



fisik tentang rencana ambulasi



gerak



jam gangguan mobilitas fisik



sesuai dengan kebutuhan



tindakan







teratasi dengan kriteria hasil: 



Klien











vital



Konsultasikan



sign



latihan dengan



dan terapi



Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah



meningkat



terhadap cedera



dalam aktivitas fisik 



Monitoring



Mengerti tujuan dari







Ajarkan



pasien



atau



tenaga



peningkatan mobilitas



kesehatan lain tentang teknik



Memverbalisasikan



ambulasi



perasaan



dalam







Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi



meningkatkan kekuatan



dan







kemampuan



Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri







berpindah



sesuai kemampuan 



Memperagakan



Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi



penggunaan alat



kebutuhan ADLs ps. 



Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.







Ajarkan



pasien



bagaimana



merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan Intoleransi



NOC :



NIC :



aktivitas



 Self Care : ADLs



berhubungan



 Toleransi aktivitas



dengan



 Konservasi eneergi



penurunan



Setelah dilakukan tindakan



imobilisasi.



keperawatan selama 2 x 24 jam



Pasien



terhadap







klien dalam melakukan aktivitas 



dengan



Kaji



adanya



faktor



yang



menyebabkan kelelahan 



Monitor



nutrisi



dan



sumber



energi yang adekuat



bertoleransi



aktivitas



Observasi adanya pembatasan







Monitor pasien akan adanya



Kriteria Hasil: 



kelelahan fisik dan emosi secara



Berpartisipasi



aktivitas fisik tanpa disertai











peningkatan



Monitor respon kardivaskuler terhadap



aktivitas



tekanan darah, nadi



disritmia,



dan RR



diaporesis,



Mampu (ADLs)







secara



mandiri



(takikardi,



sesak pucat,



nafas, perubahan



hemodinamik)



melakukan



aktivitas sehari hari







berlebihan



dalam



Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien







Kolaborasikan dengan Tenaga



Keseimbangan



Rehabilitasi



Medik



aktivitas dan istirahat



merencanakan



progran



dalam terapi



yang tepat. 



Bantu



klien



untuk



mengidentifika si aktivitas yang mampu dilakukan 



Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial







Bantu untuk mengidentifika si dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan







Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek







Bantu untuk mengidentifika si aktivitas yang disukai







Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang







Bantu



pasien/keluarga



untuk



mengidentifika si kekurangan



dalam beraktivitas 



Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas







Bantu



pasien



untuk



mengembangka n motivasi diri dan penguatan 



Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Haswita dan Reni Sulistyawati, 2017). Menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2010) ambulasi adalah kegiatan berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008). ROM adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Potter & Perry, 2005). 4.2 Saran Diharapkan perawat lebih optimal dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan dasar mobilisasi sehingga dapat mencegah masalah kebutuhan dasar imobilisasi yang lebih buruk dengan gangguan mobilisasi.



DAFTAR PUSTAKA