Makalah Individu  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Operkulektomi Menggunakan Laser Dioda sebagai Penatalaksanaan Perikoronitis pada Gigi Molar Ketiga Mandibula



Peneliti oleh: Khan MA et al. Department of Periodontology, Institute of Dental Sciences and Hospital, India Management of Distomolar Pocket with Diode Laser: A Case Report



Makalah oleh: Amalia Virgita 04074821618012



Dosen Pembimbing: drg. A. Taufik



PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2016



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak disekitar mahkota gigi yang mengalami impaksi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ketiga mandibula. Inflamasi yang terjadi dapat bersifat akut atau kronis.1 Perikoronitis biasanya terjadi pada pasien muda dengan rentang usia 16-30 tahun, dimana kasus terbanyak sering ditemukan pada pasien berusia 20-25 tahun. Pada gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan dibawah operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan perikoronitis.2 Selain itu, perikoronitis juga dapat disebabkan karena operkulum pada gigi molar mandibula yang berkontak dengan gigi molar maksila secara berulang, akibatnya terbentuk lesi pada operkulum sehingga memudahkan bakteri dan plak masuk kedalam jaringan periodontal yang akan mengakibatkan inflamasi. Keadaan perikoronitis dapat membuat penderitanya merasa sangat terganggu karena keadaan yang akut tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan perawatan pada gigi molar ketiga yang mengalami perikoronitis.2 Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada operkulum yang menutupi mahkota gigi. Pada beberapa kasus yang lebih parah, pasien dapat mengeluhkan keterbatasan membuka mulut (trismus) dan pembengkakan di wajah.3



2



Terapi untuk perikoronitis akut dapat dilakukan dengan melakukan irigasi di mukosa ruang perikorona menggunakan larutan antimikroba, salin steril, atau larutan povidone iodine 10%. Kemudian pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan air hangat atau larutan salin. Setelah fase akut terlewati, maka dapat dilakukan terapi kuratif yaitu dengan odontektomi atau operkulektomi. Salah satu terapi kuratif untuk perikoronitis adalah dengan cara operkulektomi menggunakan laser dioda. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan laser telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Laser dioda adalah laser semikonduktor yang biasanya menggunakan kombinasi gallium (Ga), arsenat (Ar), dan unsur-unsur lain, seperti aluminium dan indium untuk mengubah energi listrik menjadi energi cahaya. Laser dioda telah banyak digunakan dalam pembedahan jaringan lunak, salah satunya yaitu operkulektomi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas penatalaksanaan perikoronitis dengan cara operkulektomi menggunakan laser dioda.



1.2



Rumusan Masalah



Bagaimana peranan laser dioda dalam penatalaksanaan perikoronitis?



1.3



Tujuan Penelitian



Untuk mengetahui peran laser dioda dalam penatalaksanaan perikoronitis.



1.4 Manfaat Penelitian -



Memberikan infomasi mengenai peran laser dioda dalam penatalaksanaan perikoronitis.



-



Menjadi referensi dan menambah literatur di perpustakaan Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Perikoronitis



2.1.1 Definisi Perikoronitis Perikoronitis adalah suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi di sekeliling gigi yang akan erupsi atau erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya.



Gambar 1. Ilustrasi perikoronitis, adanya keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi molar ketiga mandibula



Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang erupsi sebagian dan atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan oral hygiene yang buruk. Perikoronitis berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya perikoronitis.



4



Perikoronitis akut menggambarkan rasa sakit yang tajam, merah, dan bernanah yang berada pada daerah molar ketiga, yang akan menyebabkan keterbatasan membuka mulut (trismus), rasa tidak nyaman selama menelan, demam, dan pernafasan terganggu.13 Kondisi yang biasa terjadi adalah inflamasi pada jaringan lunak yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi pada molar ketiga mandibula.2 Perikoronitis merupakan penyakit periodontal yang biasa terjadi pada usia remaja dan dewasa.



2.1.2 Etiologi Perikoronitis Status kehidupan sosial, jenis kelamin dan ukuran rahang bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya perikoronitis. Sebaliknya ketiga hal tersebut mempengaruhi status kesehatan mulut dari masing-masing individu. Meskipun berbagai usia dapat menderita perikoronitis akut, tetapi infeksi ini lebih sering terjadi pada usia antara 16-25 tahun.13 Secara klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak dengan gigi antagonisnya ketika mengunyah sehingga menyebabkan trauma dan membentuk poket yang dalam, yang merupakan jalan masuknya plak dan bakteri sehingga akan menyebabkan infeksi yaitu perikoronitis.13 Mikroorganisme patogen pada infeksi perikoronitis itu sendiri yaitu Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, dan Streptococcus oralis.4 Perikoronitis dapat disebabkan karena gigi molar ketiga maksila erupsi lebih awal daripada molar ketiga mandibula, sehingga molar ketiga maksila menggigit daerah gingiva yang akan ditempati molar ketiga mandibula pada saat beroklusi, sehingga menyebabkan trauma yang akan menjadi jalan masuknya sisa makan dan bakteri, akibatnya akan terjadi inflamasi.8



5



Faktor predisposisi terjadinya perikoronitis lainnya adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, virulensi bakteri, defisiensi anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan pernafasan, dan oral hygiene yang buruk. Kay mengemukakan bahwa perikoronitis yang dialami oleh wanita terjadi pada saat pre-menstruasi dan post-menstruasi. Selain itu, wanita yang hamil mengalami perikoronitis pada trimester kedua. Lebih lanjut, lingkungan disekitar juga berpengaruh terhadap terjadinya perikoronitis, termasuk stress dan emosi. Stress menyebabkan penurunan saliva sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi plak.3 Telah dijelaskan bahwa infeksi perikoronitis disebabkan karena flora normal rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak perikoronal. Keduanya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertahanan host dan pertumbuhan bakteri. Bila tidak dirawat, infeksi dapat menyebar pada kepala dan leher. Trauma yang berulang diakibatkan karena berkontaknya gigi antagonis (gigi molar maksila) pada operkulum gigi molar ketiga mandibula ketika beroklusi saat mengunyah. Penyebab lain yang sering terjadi karena akumulasi sisa makanan dibawah operkulum. Hal ini menyebabkan tersedianya tempat untuk tumbuh bagi mikroorganisme Streptococcus sp dan bakteri anaerobik lainnya.11



2.1.3 Patogenesis Perikoronitis Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle, yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket.



6



Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut yang kurang mengakibatkan terjadinya akumulasi plak sehingga dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri. Infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis.



2.1.4 Gejala Klinis Perikoronitis Gingiva kemerahan, bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, dan terlihat lebih mengkilat daripada daerah gingiva yang lain, serta rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita perikoronitis. Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan meningkatnya suhu tubuh juga dapat menyertai gejala-gejala klinis tersebut.



Gambar 2. Gejala klinis perikoronitis



7



Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda keradangan yaitu: 1. Rubor



: permukaan kulit atau mukosa kemerahan akibat vasodilatasi



dan proliferasi pembuluh darah. 2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi pus atau keluarnya plasma ke jaringan. 3. Kalor



: teraba hangat saat palpasi karena terjadi peningkatan aliran



darah ke area infeksi. 4. Dolor



: terasa sakit karena adanya stimulasi ujung saraf oleh mediator



inflamasi. 5. Fungsiolasea : terdapat masalah dengan proses mastikasi, trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan. Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus-menerus dengan gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang terinfeksi.



2.1.5 Klasifikasi Perikoronitis Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis.



2.1.5.1 Perikoronitis Akut Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada



8



pemeriksaan klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak, disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut.



2.1.5.2 Perikoronitis Subakut Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa nyeri terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik.



2.1.5.3 Perikoronitis Kronis Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua.



9



2.1.6 Penatalaksanaan Perikoronitis Terapi untuk perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi yang dilakukan pada penderita perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi dengan larutan H 2O2 3% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simptomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroid atau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat. Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda. Terapi bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi. Prognosis dari perikoronitis baik, apabila penderita dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya. Perawatan perikoronitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya, komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi molar ketiga memang waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi, kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi.



10



2.2



Operkulektomi



2.2.1 Definisi Operkulum adalah flap yang padat berserat yang mencakup sekitar 50% dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai operkulektomi atau pericoronal flap. Operkulektomi biasanya dilakukan dengan menggunakan pisau bedah (skalpel). 2.2.2 Tujuan Operkulektomi dilakukan untuk mempertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operkulum. Tujuan utama dari operkulektomi ini adalah untuk menghilangkan operkulum yang menutupi gigi molar ketiga yang akan erupsi tersebut. Flap periodontal diinsisi menggunakan pisau periodontal atau electrosurgical scalpel. Insisi dilakukan mulai dari anterior sampai ke perbatasan anterior ramus dan dibawa kebawah dan kedepan ke permukaan distal mahkota sedekat mungkin ke tingkat CEJ, yang akan mendeteksi jaringan lebar yang tajam. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan jaringan distal gigi serta flap pada permukaan oklusal. Penggoresan yang hanya dilakukan pada bagian oklusal flap meninggalkan poket distal yang dalam, yang mengundang kekambuhan perikoronitis akut. 2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi: 1. Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis oklusal). 2. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati mahkota gigi M3 (adanya ruangan yang cukup antara ramus dan sisi distal M2).



11



3. Inklinasi yang tegak. 4. Ada antagonis dengan oklusi yang baik. Kontraindikasi: 1. Erupsi tegak tetapi erupsi belum sempurna karena tertutup tulang. 2. Erupsi horizontal → saat difoto rontgen, posisi gigi miring.



2.2.4 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk operkulektomi adalah sebagai berikut:



1. Alat dasar: kaca mulut, sonde, pinset KG, dan eskavator 2. Pinset chirurgis 3. Glass plate 4. Aquades steril + spuit 5. Cotton roll 6. Cotton pellet 7. Tampon 8. Alkohol 70% 9. Antiseptik povidone iodine 10. Nierbeken 11. Spatula semen 12. Periodontal pack 13. Periodontal probe 14. Gunting 15. Scalpel 2.2.5 Penatalaksanaan



12



1. Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yang terlibat serta komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan. 2. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril serta digunakan anestesi topikal.



Gambar 3. Debris dibawah operkulum dihilangkan dengan aliran air



3. Daerah tersebut diolesi dengan antiseptik. 4. Operkulum diangkat dari gigi dengan menggunakan scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan. 5. Irigasi dengan air hangat/aquades steril. Catatan : 



Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan anastesi topikal. Pada kondisi akut juga tidak boleh dilakukan kuretase maupun prosedur pembedahan.







Bila operkulum membengkak dan terdapat fluktuasi, lakukan insisi guna mendapatkan drainase. Bila perlu pasang drain dan pasien diminta datang kembali setelah 24 jam guna melepas/mengganti drainnya.



13







Jika kondisi akut, maka perawatan selanjutnya diberikan di kunjungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :  Kumur-kumur dengan larutan garam (1 sendok teh garam dalam 1 gelas air hangat)  Banyak istirahat  Makan yang banyak dan bergizi  Menjaga kebersihan mulutnya  Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika diperlukan (jika terjadi demam atau timbul symptom general yang lain dan kemungkinan adanya penyebaran infeksi). Demikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien jika diperlukan. Bila ada trismus dapat diberi antirelaksan (misal: diazepam).  Pasien dianjurkan untuk kembali 1 hari kemudian (24 jam) untuk evaluasi.







Kondisi pasien kemudian dievaluasi di kunjungan berikutnya dan dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya bila kondisi pasien telah membaik dan keadaan akut telah reda.







Setelah peradangan membaik (5 hari pasca medikasi), dapat dilakukan operkulektomi.



Prosedur Operkulektomi 1. Komunikasi dengan pasien terkait tindakan apa yang akan dilakukan. 2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. 3. Cek poket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe poket (false pocket atau true pocket). Lakukan probing pada semua sisi.



14



4. Usap area pembedahan dengan kapas dan antiseptik. 5. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi tidak perlu sampai mencapai tulang, hanya sampai periosteal. 6. Lakukan pemotongan gingiva yang menutupi permukaan mahkota gigi (eksisi perikoronal flap) dengan memotong bagian distal M3. 



Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari terjadinya kekambuhan perikoronitis. Ambil seadekuat mungkin. Penjahitan dilakukan jika trauma terlalu besar atau







bleeding terlalu banyak. Teknik operkulektomi yang lain dapat dilakukan secara partial thickness mucogingival flap pada daerah lingual. Untuk daerah bukal juga dibuat insisi partial thickness flap dengan meninggalkan selapis jaringan. Partial thickness flap adalah flap yang dibuat dengan jalan menyingkap hanya sebagian ketebalan jaringan lunak yakni epitel dan selapis jaringan ikat, tulang masih ditutupi jaringan ikat termasuk periosteum. Indikasi untuk dilakukannya teknik ini adalah flap yang akan ditempatkan ke arah apikal atau operator tidak bermaksud membuka tulang. Setelah dilakukan flap dapat dilakukan eksisi seluruh jaringan retromolar pad kemudian menyatukan flap bukal dan lingual dengan melakukan penjahitan.



Gambar 4. Operkulektomi menggunakan skalpel



15



7. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril. 8. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak mudah lepas. 9. Aplikasikan periodontal pack yang meliputi permukaan fasial dan lingual serta interproksimal gigi. Penggunaan periodontal pack bukan medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar proses penyembuhan tidak terganggu. Dressing periodontal dulu mengandung zinc-oxide eugenol, namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan itu, sekarang ini digunakan



bahan



dressing



periodontal



bebas



eugenol.



Dalam



mengaplikasikannya harus hati-hati sehingga dapat menutupi daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental karena di situlah letak retensinya. Pada daerah apikal, periodontal pack diaplikasikan jangan melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal jangan sampai mengganggu oklusi. Dengan demikian, retensi periodontal pack menjadi baik. 10. Resepkan analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Instuksikan pada pasien agar datang kembali pada kunjungan berikutnya (kalau tidak ada keluhan, satu minggu kemudian). 11. Pada kunjungan berikutnya, pack dibuka dan dievaluasi. Bila keadaannya baik maka perlu ditentukan apakah gigi yang terlibat (M3) akan dicabut atau dipertahankan, keputusan ini didukung oleh pertimbangan apakah gigi tersebut nantinya akan berkembang atau tumbuh pada posisi yang baik atau tidak. 2.3



Laser dalam Kedokteran Gigi



16



Laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Sinar laser merupakan pengembangan dari MASER (microwave amplification by the stimulated emission radiation). Perintis penemuan energi ini adalah Townes dan Prokhorow (1950). Perbedaan yang sangat mendasar dari sinar laser dibanding sinar cahaya biasa adalah sinar laser berbentuk gelombang yang sangat beraturan dengan frekuensi yang sama (monokromatik), sejalan (koheren) dan paralel, berbeda dengan sinar cahaya yang terdiri dari gelombang energi frekuensi yang berbeda.



Gambar 5. Perbedaan sinar laser dan sinar cahaya



Penggunaan laser dapat diterapkan secara interdisipliner dalam dunia kedokteran gigi. Laser merupakan suatu teknologi yang inovatif dan akurat untuk aplikasi jaringan keras dan lunak. Pasien biasanya merasa lebih nyaman dan tingkat kecemasan yang rendah selama perawatan. Di Amerika, pada tahun 2009 diperkirakan bahwa 6% dokter gigi telah memanfaatkan laser untuk aplikasi jaringan lunak dan jumlah ini meningkat seiring berjalannya waktu. 2.3.1 Mekanisme Kerja Laser



17



Sinar laser itu merupakan sinar yang bersifat monokromatik, koheren dan parallel. Jadi mekanisme kerjanya dipastikan memerlukan sebuah media pengumpulan energi foton, atom disertai pemicunya lalu media pelepasnya. Pada dasarnya, setiap laser mempunyai komponen sebagai berikut: 1. Media aktif. Merupakan substansi sumber gas, padat dan cair yang memancarkan energi dalam foton, sehingga substansi ini yang biasanya dijadikan pemberian nama laser. Misal sinar laser CO 2, jadi merupakan sinar laser dari media aktif gas argon. 2. Sistem pompa. Sistem pompa ini berfungsi membangkitkan atom-atom pada media aktif, sehingga memancarkan energi. 3. Resonator. Merupakan optic terdiri dari dua buah cermin konkav yang diletakkan sejajar mengapit media aktif. Cermin 1 (fully reflective) yang memantulkan sinar sepenuhnya dan cermin 2 (partially transmissive) yang memantulkan sebagian cahaya dan meneruskan. Cermin ini berada diujung rongga optik.



Gambar 6. Diagram komponen laser



Media Aktif  memompa atom-atom di dalam media laser ke tingkat yang lebih tinggi  menghasilkan populasi inversi secara spontan sehingga melepaskan foton-foton cahaya  foton cahaya ini memantul saling menabrak dari cermin 1 (fully reflective) ke cermin 2  energi keluar dari cermin 2 membentuk sinar laser.



2.3.2 Jenis-jenis Laser 1. Soft Laser



18



Laser ini menggunakan sumber diode laser semi konduktor, biasanya digunakan untuk regenerasi jaringan, mengurangi rasa sakit, mengurangi pembengkakan dan penyembuhan. Berikut tiga tipe utama yaitu: HeliumNeon (He-Ne), Gallium-Arsenide (Ga-As) dan Gallium Alumunium Arsenide (Ga-Al-As). 2. Hard Laser Laser ini merupakan laser yang digunakan untuk memotong dan menggantikan blade bedah. Laser bedah juga merupakan jenis laser utama yang digunakan dalam kedokteran gigi. Contoh: Laser CO2, Nd: YAG, laser dioda. 



Laser CO2 Merupakan sinar laser produksi dari laser He-Ne berkekuatan rendah, sinar ini sangat baik karena sifatnya dapat diserap oleh air dan jaringan lunak. Laser ini merupakan laser pertama yang disetujui oleh FDA (food and drug administration) untuk prosedur bedah jaringan.



 Laser Nd:YAG Merupakan sinar laser produksi dari He-Ne. Baik laser CO2 dan laser Nd:YAG



tidak



dapat



terlihat



dengan



mata,



sehingga



untuk



pemakaiannya digunakan laser target sebagai pembantu. Kedalaman penetrasi laser ini 1-2 mm lebih dalam dari laser CO2.  Laser Dioda Laser ini merupakan suatu laser hemostatik yang baik karena energi dioda dapat diserap oleh pigmen jaringan lunak. 2.3.3 Keunggulan Laser Berikut keunggulan aplikasi laser dalam bidang medis:



19



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Minimal invasif Perdarahan minimal (minimal bleeding) atau bahkan tanpa perdarahan Beberapa perawatan tidak memerlukan anestesi Kerusakan jaringan sekitar termasuk sangat minim Penyembuhan luka lebih cepat Lebih akurat dan presisi Tanpa bunyi/penampakan yang menakutkan ketimbang alat konvensional Pasien akan merasa lebih nyaman Mengurangi tingkat infeksi bakteri karena sinar laser energi tinggi mensterilkan daerah yang dikerjakan.



Sejak 1991, sinar laser sudah diperkenalkan dalam dunia kedokteran gigi, biasa digunakan pada jaringan lunak seperti gingivektomi, gingivoplasti, insisi, biopsy, drainase abses, frenektomi dan operkulektomi. Sinar laser pun juga sudah digunakan untuk jaringan keras gigi. Dalam prosedur operasi jaringan lunak, contohnya operkulektomi, laser memiliki beberapa keunggulan. Sinar laser energi tinggi dapat membantu proses pembekuan darah pada pembuluh darah yang terbuka ketika digunakan untuk memotong jaringan lunak sehingga dapat meminimalkan terjadinya bleeding.



Dalam prosedur operasi pada jaringan lunak, faktor infeksi seringkali menjadi pemikiran tersendiri, akan tetapi sinar laser dapat membantu mensterilkan daerah kerja operasi. Perdarahan yang minimal dan kemampuan untuk mengurangi resiko infeksi tersebut sangat menguntungkan karena luka bekas operasi lebih cepat sembuh dan mengurangi terjadinya pembengkakan atau edema pasca operasi. BAB III LAPORAN KASUS Management of Distomolar Pocket with Diode Laser: A Case Report Khan Mohammad Arif, Sanjay Gupta, Tandon Pradeep, Saimbi C.S., Jaishwal Rajeev Kumar, Agrawal Poonam



20



Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke Departemen Periodontologi dengan keluhan nyeri di daerah gigi rahang bawah sebelah kiri sejak 6 bulan dan mengalami kesulitan ketika mengunyah makanan. Pada pemeriksaan intraoral terlihat bahwa terdapat gigi molar ketiga mandibula yang erupsi sebagian dengan jaringan perikoronal yang terinflamasi serta ditemukan terbentuknya poket distal pada molar ketiga mandibula. Berdasarkan temuan klinis dan radiografi, diagnosis dari kasus tersebut adalah perikoronitis. Untuk membuang jaringan perikoronal yang terinflamasi, direncanakan akan dilakukan operkulektomi. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur operkulektomi, tetapi pasien tersebut khawatir dengan prosedur operkulektomi dengan cara bedah konvensional. Oleh karena itu, untuk menghilangkan ketegangan pasien, laser dioda dipilih sebagai penatalaksanaan perikoronitis.



Gambar 7. Sebelum dilakukan operkulektomi



Prosedur Pembedahan Eksisi jaringan perikoronal yang terinflamasi dilakukan menggunakan laser dioda (980 nm) dimana sebelumnya pasien diberikan anestesi topikal terlebih dahulu. Operkulektomi memberikan jalan erupsi bagi gigi molar ketiga dan menghilangkan poket yang terdapat pada distal gigi molar ketiga mandibula.



21



Setelah prosedur pembedahan, tidak terdapat komplikasi pasca-operasi dan penyembuhan sangat memuaskan. Tidak ada tanda-tanda terjadinya rekurensi serta pasien merasa puas dengan gerakan fungsionalnya, seperti pengunyahan.



Gambar 8. Insisi operkulum menggunakan laser dioda



Gambar 9. Setelah pembuangan operkulum



Gambar 10. Setelah 2 minggu pasca-operasi



BAB IV PEMBAHASAN



Perikoronitis adalah suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi di sekeliling gigi yang akan erupsi atau erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah gigi molar



22



ketiga mandibula. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya. Operkulum adalah flap yang padat berserat yang mencakup sekitar 50% dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai operkulektomi atau pericoronal flap. Operkulektomi biasanya dilakukan dengan menggunakan pisau bedah (skalpel). Eksisi dengan skalpel adalah metode operkulektomi yang dilakukan disertai dengan anestesi lokal. Namun, perdarahan intraoperatif yang terjadi selama pembedahan dapat mengganggu bidang operasi dan meningkatkan lamanya waktu operasi. Selain itu, teknik konvensional ini menghasilkan penyembuhan luka yang tertunda dan terasa sakit. Penyembuhan sering dikaitkan dengan trismus yang dapat mempengaruhi aktivitas pasien. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan laser telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras gigi. Dari berbagai prosedur bedah jaringan lunak, laser adalah alternatif untuk teknik konvensional. Laser merupakan metode yang minimal



invasif bila dibandingkan dengan teknik bedah konvensional karena laser menghasilkan kerusakan sel yang kecil. Ketika prosedur pembedahan dengan laser sedang berlangsung, terjadi penutupan pembuluh darah kecil dan pembuluh limfatik



akibat panas yang dihasilkan oleh laser, sehingga dapat meminimalkan perdarahan yang terjadi atau bahkan tanpa perdarahan dan mengurangi edema pasca operasi. Operkulektomi



yang



dilakukan



dengan



metode



konvensional



seperti



menggunakan pisau bedah (skalpel) dapat menghasilkan banyak perdarahan dan



23



bahkan setelah prosedur pembedahan terjadi ketidaknyamanan yang dirasakan pasien dan mungkin memerlukan jahitan serta waktu penyembuhan luka yang lebih lama. Pada prosedur operkulektomi, laser dioda (panjang gelombang 800-980 nm) menunjukkan kemampuan pemotongan jaringan yang baik dengan adanya koagulasi dan nekrosis termal dari jaringan sekitarnya, serta nyeri pasca operasi yang minimal. Laser dioda menghasilkan insisi yang sangat baik dengan kedalaman pemotongan 2-6 mm. Teknik laser ini sangat mudah, cepat, dan aman. Penggunaan laser tidak hanya bermanfaat bagi pasien tetapi juga memberikan keuntungan klinis dalam prosedur bedah, antara lain yaitu hemostasis (penutupan pembuluh darah), kemampuan untuk menutup ujung saraf dan pembuluh limfatik, mengurangi jumlah bakteri, dan meminimalkan penjahitan. Sinar laser energi tinggi dapat membantu proses pembekuan darah pada pembuluh darah yang terbuka ketika digunakan untuk memotong jaringan lunak rongga



mulut



sehingga



dapat



meminimalkan



terjadinya



perdarahan



(minimal bleeding). Dalam prosedur operasi pada jaringan lunak, faktor infeksi seringkali menjadi pemikiran tersendiri, akan tetapi sinar laser dapat membantu mensterilkan daerah kerja operasi karena pengaruh panas yang dihasilkan oleh sinar laser tersebut. Perdarahan yang minimal dan kemampuan untuk mengurangi resiko infeksi tentu saja sangat menguntungkan karena luka bekas operasi lebih cepat sembuh dan mengurangi terjadinya pembengkakan atau edema pasca operasi. Laser dioda dapat menghasilkan sinar yang koheren dan panas yang tinggi sehingga dapat menggantikan fungsi skalpel dalam pembedahan konvensional



24



serta dapat mengurangi kemungkinan infeksi dan kerugian lainnya dari menggunakan skalpel dalam pembedahan. Laser dioda adalah langkah efektif untuk mengurangi masalah-masalah yang terjadi pada bedah konvensional seperti perdarahan, nyeri, penjahitan, jaringan parut, bakteremia dan waktu penyembuhan yang lama.



BAB V KESIMPULAN



Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Salah satu terapi kuratif untuk perikoronitis adalah dengan cara operkulektomi



25



menggunakan laser dioda. Laser dioda merupakan salah satu alternatif dari teknik bedah konvensional untuk mengurangi masalah-masalah seperti perdarahan, nyeri, penjahitan, jaringan parut, bakteremia dan waktu penyembuhan yang lama.



DAFTAR PUSTAKA



Khan MA et al. Management of distomolar pocket with diode laser: a case report. Scholars Bulletin; Vol 1; p.217-9; 2015. Villegas J, Mayoral JM. Prevalence of related pericoronitis with the position of mandibular third molar in private consultation during year 2008. Revista Nacional de Odontologia; p.27; 2009.



26



Lopez-Piriz R, Aguilar L, Gimenez MJ. Management of odontogenic infection of pulpal and periodontal orign. Med Oral Patol Oral Cir Bucal; p.E155-6, E158; 2007. Green JP dr. Pericoronitis. Peterson dental supply article; 2007. Ahad A, Tandon S, Lamba AK, Faraz F. Minimally invasive management of pericoronal abscess using 810 nm GaAlAs Diode Laser. International Journal of Laser Dentistry; 4(3):79-82; 2014. Kaur H et al. Diode lasers in dentistry -the one tool to cure them all- case series. Dental Journal of Advance Studies; 3(II); p.112-117; 2015



27