Makalah Katabolisme Karbohidrat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Makhluk hidup secara keseluruhan baik yang uniseluler seperti bakteri maupun multiseluler seperti hewan dan tumbuhan memerlukan energi untuk kelangsungan hidupnya. Energi tersebut didapatkan melalui proses metabolisme. Metabolisme adalah reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup yang melibatkan substrat dan enzim untuk menghasilkan produk. Metabolisme sendiri terbagi menjadi 2 proses utama yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah merupakan proses penyusunan senyawa anorganik (senyawa sederhana) menjadi senyawa organik (kompleks) yang membutuhkan energi berupa energi ATP, misalnya proses fotosintesis dan kemosintesis. Sedangkan



katabolisme



(penguraian/pembongkaran)



merupakan



proses



penguraian senyawa organik kompleks menjadi senyawa anorganik yang sederhana dan menghasilkan energi berupa ATP, misalnya pada proses respirasi, fermentasi dan glikogenolisis. Katabolisme karbohidrat meliputi respirasi yang terjadi di dalam sel. Respirasi dibagi menjadi 2 yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses penguraian karbohidrat



yang membutuhkan O2 dan



menghasilkan energi berupa ATP dalam jumlah yang besar. Sedangkan respirasi anaerob merupakan proses penguraian karbohidrat yang tidak membutuhkan O2 dan menghasilkan ATP yang lebih sedikit daripada aerob. Dalam makalah ini membahas mengenai biokimia dan katabolisme karbohidrat, dimana meliputi reaksi glikolisis, siklus krebs, transpor elektron, glikogenolisis dan fermentasi.



B. Tujuan 1. Mempelajari katabolisme karbohidrat 2. Mempelajari klasifikasi karbohidrat 3. Mempelajari tahap glikolisis



4. Mempelajari tahap oksidasi piruvat 5. Mempelajari tahap siklus asam sitrat 6. Mempelajari tahap transpor elektron 7. Mempelajari tahap fermentasi 8. Mempelajari tahap glikogenolisis



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metabolisme Karbohidrat Karbohidrat adalah komponen dalam makanan yang merupakan sumber energi yang utama bagi organisme hidup. Dalam makanan kita, karbohidrat dapat sebagai polisakarida yang dibuat dalam tumbuhan dengan cara fotosintesis. Tumbuhan merupakan gudang yang menyimpan karbohidrat dalam bentuk amilum dan selulosa. Amilum digunakan oleh hewan dan manusia juga terdapat karbohidrat yang merupakan sumber energi, yaitu glikogen. Pada proses pencernaan makanan, karbohidrat mengalami proses hidrolisis baik dalam mulut, lambung maupun usus. Hasil akhir proses pencernaan karbohidrat ini adalah glukosa, fruktosa, galaktosa dan manosa serta monosakarida lainnya. Senyawa-senyawa ini kemudian diabsorbsi melalui dinding usus dan dibawa ke hati oleh darah. Dalam sel-sel tubuh, karbohidrat mengalami berbagai proses kimia. Proses inilah yang mempunyai peranan penting dalam tubuh kita. Reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sel ini tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, apabila banyak glukosa yang teroksidasi untuk memproduksi energi, maka glikogen dalam hati akan mengalami proses hidrolisis untuk membentuk glukosa. Sebaliknya apabila suatu reaksi tertentu menghasilkan produk yang berlebihan, maka ada reaksi lain yang dapat menghambat produksi tersebut. Dalam hubungan antar reaksi ini enzim-enzim mempunyai peranan sebagai pengatur atau pengendali. Proses kimia yang terjadi dalam sel ini disebut metabolisme. Jadi metabolisme karbohidrat mencakup reaksi-reaksi monosakarida, terutama glukosa.



B. Biokimia dan Katabolisme Karbohidrat 1. Klasifikasi karbohidrat Karbohidrat dapat dikelompokkan menurut jumlah unit gula, ukuran dari rantai karbon, lokasi gugus karbonil (-C=O), serta stereokimia. Berdasarkan



gugus gula penyusunnya, karbohidrat di bagi menjadi 3,



yaitu: a. Monosakarida (C6 H12O6) Monosakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari satu gugus gula. Monosakarida ini memiliki rasa manis dan sifatnya mudah larut dalam air. Contoh dari monosakarida adalah heksosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, monosa, ribosa (penyusun RNA) dan deoksiribosa (penyusun DNA). b. Disakarida (C12H22O11) Disakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari dua gugus gula. Sama seperti monosakarida. Disakarida juga memiliki rasa manis, dan sifatnyapun mudah larut dalam air. Contoh dari Disakarida adalah laktosa (gabungan antara glukosa dan galaktosa), sukrosa (gabungan antara glukosa dan fruktosa) dan maltosa (gabungan antara dua glukosa) c. Oligosakarida Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa



oligosakarida



yang secara



alami



terdapat



di



alam.



Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa. Sering terjadi salah kaprah dalam mengenal definisi gula, karena umumnya gula bagi masyarakat adalah gula pasir. Padahal gula pasir



adalah suatu disakarida. Molekul disakarida yang disusun oleh dua molekul monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Ikatan glikosida terjadi dari kondensasi gugus hidroksil dua molekul monosakarida, yaitu berasal dari gugus hidroksil dari atom Carbon yang pertama dengan salah satu gugus hidroksil pada atom karbon nomor 2, 4, atau 6, yang berasal dari monosakarida yang kedua. d. Polisakarida (C6H11O5) Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari banyak gugus gula,dan rata- rata terdiri dari lebih 10 gugus gula. Pada umumnya polisakarida tidak berasa atau



pahit, dan



sifatnya



sukar



larut



dalam



air.



Contohnya dari polisakarida adalah amilum yang terdiri dari 60-300 gugus gula berupa glukosa, glikogen atau gula otot yang tersusun dari 12-16 gugus gula, dan selulosa, pektin, lignin, serta kitin yang tersusun dari ratusan bahkan ribuan gugus gula dengan tambahan senyawa lainnya. Berikut ini adalah reaksi dari sintesis maltosa dan sukrosa:



Berdasarkan lokasi gugus –C=O, monosakarida digolongkan menjadi 2 yaitu: 1. Aldosa (berupa aldehid) 2. Ketosa (berupa keton)



Berdasarkan jumlah atom C pada rantai, monosakarida digolongkan menjadi: 1. Triosa (tersusun atas 3 atom C) 2. Tetrosa (tersusunatas 4 atom C) 3. Pentosa (tersusun atas 5 atom C) 4. Heksosa (tersusun atas 6 atom C) 5. Heptosa (tersusun atas7 atom C) 6. Oktosa (tersusunatas 3 atom C)



a) Monosakarida-monosakarida penting Beberapa monosakarida penting bagi tubuh kita di antaranya adalah Dgliseraldehid, D- glukosa, D-fruktosa, D-galaktosa serta D-ribosa.



1) D-gliseraldehid (karbohidrat paling sederhana) Karbohidrat ini hanya memiliki 3 atom C (triosa), berupa aldehid (aldosa) sehingga dinamakan aldotriosa.



Gula ini hanya memiliki 3 atom sehingga disebut paling sederhana 2) D-glukosa (karbohidrat terpenting dalam diet) Glukosa merupakan aldoheksosa, yang sering kita sebut sebagai dekstrosa, gula anggur ataupun gula darah. Gula ini terbanyak ditemukan di alam.



Glukosa mengalami siklisasi membentuk struktur cincin 3) D-fruktosa (termanis dari semua gula) Gula ini berbeda dengan gula yang lain karena merupakan ketoheksosa.



4) D-galaktosa(bagian dari susu) Gula ini tidak ditemukan tersendiri pada system biologis, namun



merupakan bagiandaridisakari dalaktosa.



5) D-ribosa(digunakan dalam pembentukan RNA) Karena merupakan penyusun kerangka RNA maka ribosa penting artinya bagi genetika bukan merupakan sumber energi. Jika atom C nomor 2 dari ribosa kehilangan atom O, maka akan menjadi deoksiribosa yang merupakan penyusun kerangka DNA.



b) Disakarida-disakarida penting Beberapa disakarida penting bagi tubuh kita diantaranya adalah βmaltosa, β-laktosa serta sukrosa.



1) β-maltosa Disakarida ini tak ditemukan di alam kecuali pada kecambah padipadian. Maltosa merupakan gabungan dari 2 molekul glukosa.



Ikatan antara kedua monosakarida merupakan ikatan C1-4. Atom C nomor 1yang tak berikatan dengan glukosa lain dalam posisi beta. 2) β-laktosa Laktosa sering disebut sebagai gula susu. Disakarida ini tersusun atas glukosa dan galaktosa. Kita tidak dapat menggunakan galaktosa secara langsung, tetapi harus diubah menjadi glukosa.



Ikatan antara kedua monosakarida merupakanikatan C1-4 3) Sukrosa Sukrosa merupakan gula terbanyak yang bisa didapatkan dari tumbuhan.



Tumbuhan



yang



banyak



kandungan sukrosa adalah tebu dan bit.



dimanfaatkan



karena



Ikatan yang menghubungkan kedua monosakarida adalah ikatan C1-2 c) Polisakarida-polisakarida penting Beberapa polisakarida penting bagi tubuh kita diantaranya adalah amilum (pati),glikogen dan selulosa. 1.Amilum Pati merupakan polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi bagi tumbuhan. Pati merupakan polimerα-D-glukosa dengan ikatanα (1-4). Kandungan glukosa pada pati bisa mencapai 4000 unit. Ada 2 macam amilum yaitu amilosa (pati berpolimer lurus) dan amilopektin (pati berpolimer bercabangcabang). Sebagian besar pati merupakan amilopektin.



2. Glikogen Glikogen merupakan polimer glukosa dengan ikatan α (1-6). Polisakarida ini merupakan cadangan energi pada hewan dan manusia



yang disimpan di hati dan otot sebagai granula. Glikogen serupa dengan amilopektin.



3. Selulosa Selulosa tersusun atas rantai glukosa dengan ikatan β (1-4). Selulosa



lazim



disebut sebagai serat dan merupakan polisakarida



terbanyak.



Struktur selulosa yang merupakan polimer dari glukosa



2. Glikolisis Glikolisis berlangsung di dalam sitosol semua sel. Lintasan katabolisme ini adalah proses pemecahan glukosa menjadi: 1. asam piruvat, pada suasana aerob (tersedia oksigen) 2. asam laktat, pada suasana anaerob (tidak tersedia oksigen) Glikolisis merupakan jalur utama metabolisme glukosa agar terbentuk asam piruvat, dan selanjutnya asetil-KoA untuk dioksidasi dalam siklus asam sitrat (Siklus Kreb’s). Selain itu glikolisis juga menjadi lintasan utama metabolisme fruktosa dan galaktosa (Poedjiadi, 1994). Tiap reaksi dalam proses glikolisis ini menggunakan enzim tertentu dan akan dibahas satu demi satu.



Tahap Glikolisis terdapat dua fase yaitu fase investigasi energi dan fase pembayaran energi: a. Fase Investigasi Energi



b. Fase Pembayaran Energi



a. Heksokinase Tahap pertama proses glikolisis adalah pengubahan glukosa menjadi glukosa -6-fosfat dengan reaksi fosforilasi. Gugus fosfat diterima dari ATP. Enzim heksokinase merupakan katalis dalam reaksi tersebut dibantu oleh ion Mg++ sebagai kofaktor. Heksokinase yang berasal dari dapat merupakan katalis pada reaksi pemindahan gugus fosfat dari ATP tidak hanya kepada glukosa, tetapi juga kepada fruktosa, manosa dan glukosamina. Dalam otak, otot dan hati terdapat



enzim heksokinase yang multi substrat ini. Disamping itu ada pula enzim-enzim yang khas tetapi juga kepada fruktosa, manosa dan glukosamina. Hati juga memproduksi fruktokinase yang menghasilkan fruktosa -1-fosfat. Enzim heksokinase dari hati dapat dihambat oleh hasil reaksi sendiri. Jadi apabila glukosa -6-fosfat terbentuk dalam jumlah banyak, maka senyawa ini akan menjadi inhibitor bagi enzim heksokinase tadi. Selanjutnya enzim akan aktif kembali apabila konsentrasi glukosa -6fosfat menurun pada tingkat tertentu. b. Fosfoheksoisomerase Reaksi berikutnya ialah isomerase, yaitu pengubahan glukosa -6-fosfat menjadi fruktosa -6-fosfat, dengan enzim fosfoglukoisomerase. Enzim ini tidak memerlukan kofaktor dan telah diperoleh dari ragi dengan cara kristalisasi. Enzim fosfoheksoisomerase terdapat pada jaringan otot dan mempunyai beratmolekul 130.000. c. Fosfofruktokinase Fruktosa -6-fosfat diubah menjadi fruktosa -1,6-difosfat oleh enzim fosfofruktokinase



dibantu oleh ion Mg++ sebagai kofaktor. Dalam



reaksi ini gugus fosfat dipindahkan dari ATP kepada fruktosa-6-fosfat dan ATP sendiri akan berubah menjadi ADP. Fosfofruktokinase dapat dihambat atau dirangsang oleh beberapa metabolit, yaitu senyawa yang terlibat dalam proses metabolisme ini. d. Aldolase Penguraian molekul fruktosa -1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat, yaitu dihidroksi aseton fosfat dan D-gliseral-dehida-3fosfat. Dalam tahap ini enzim aldolase yang menjadi katalis, telah ditemukan dan dimurnikan oleh Warburg. Enzim ini terdapat dalam jaringan tertentu dan dapat bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian beberapa ketosa dan monofosfat, misalnya fruktosa-1,6difosfat, sedoheptulosa-1,7-difosfat, fruktosa -1-fosfat, eritrulosa-1-



fosfat. Hasil reaksi penguraian tiap senyawa tersebut yang sama adalah dihidroksi aseton fosfat. e. Triofosfat Isomerase Dalam reaksi penguraian oleh enzim aldolase terbentuk dua macam senyawa, yaitu D-glikoseraldehida-3-fosfat dan dihidroksiasetonfosfat menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat, tentulah dihidroksiasetonfosfat akan bertimbun dalam sel. Hal ini tidak berlangsung karena dalam sel terdapat enzim triasofosfat menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat. f. Gliseraldehida-3-Fosfat Dehidrogenase Enzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi oksidasi gliseraldehida-3fosfat menjadi asam 1,3 difosfogliserat. Dalam reaksi ini digunakan koenzim NAD+, sedangkan gugus fosfat diperoleh dari asam fosfat. Reaksi oksidasi ini mengubah aldehida menjadi asam asam karboksilat. g. Fosfogliseril Kinase Reaksi yang menggunakan enzim ini ialah reaksi pengubahan asam 1,3-difosfoggliserat menjadi asam 3-fosfogliserat. Dalam reaksi ini terbentuk satu molekul ATP dari ADP dan ion Mg++ diperlukan sebagai kofaktor. Oleh karena ATP adalah senyawa fosfat berenergi tinggi, maka reaksi ini mempunyai fungsi untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis dalam bentuk ATP. h. Fosfogliseril Mutase Pada tahap ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pengubahan asam 3fosfogliserat menjadi asam 2-fosfogliserat. Enzim ini berfungsi memindahkan gugus fosfat dari satu atom C kepada atom C lain dalam satu molekul. i. Enolase Reaksi berikutnya adalah reaksi pembentukan asam fosfoenol piruvat dari asam 2-fosfogliserat dengan katalis enzim enolase dan ion Mg++ sebagai kofaktor. Reaksi pembentukan asam fosfoenol piruvat ini ialah reaksi dehidrasi. Adanya ion F- dapat menghambat kerjanya enzim



enolase, sebab ion F- ion Mg++ dan fosfat dapat membentuk kompleks magnesium fluoro fosfat. Dengan terbentuknya kompleks ini akan mengurangi jumlah ion Mg++ dalam campuran reaksi reaksi dan akibat berkurangnya ion Mg++maka efektivitas reaksi berkurang. j. Piruvat Kinase Enzim ini merupakan katalis pada reaksi pemindahan gugus fosfat dari asam fosfoenolpiruvat kepada ADP sehingga terbentuk molekul ATP dan molekul asam piruvat. Piruvat kinase telah dapat diperoleh dari ragi dalam bentuk kristal. Dalam reaksi tersebut diperlukan ion Mg++ dan K+ sebagai aktivator. k. Laktat Dehidrogenase Reaksi yang menggunakan enzim laktat dehidroenase ini ialah reaksi tahap akhir glikolisis, yaitu pembentukan asam laktat dengan cara reduksi asam piruvat. Dalam reaksi ini digunakan NADH sebagai koenzim.



3. Oksidasi Piruvat Dalam jalur ini, piruvat dioksidasi (dekarboksilasi oksidatif) menjadi Asetil-KoA, yang terjadi di dalam mitokondria sel. Reaksi ini dikatalisir oleh berbagai enzim yang berbeda yang bekerja secara berurutan di dalam suatu kompleks multienzim yang berkaitan dengan membran interna mitokondria. Secara kolektif, enzim tersebut diberi nama kompleks piruvat dehidrogenase dan analog dengan kompleks -keto glutarat dehidrogenase pada siklus asam sitrat. Jalur ini merupakan penghubung antara glikolisis dengan siklus Kreb’s. Jalur ini juga merupakan konversi glukosa menjadi asam lemak dan lemak dan sebaliknya dari senyawa non karbohidrat menjadi karbohidrat. Rangkaian reaksi kimia yang terjadi dalam lintasan oksidasi piruvat adalah sebagai berikut:



1. Dengan adanya TDP (thiamine diphosphate), piruvat didekarboksilasi menjadi derivate hidroksietil tiamin difosfat terikat enzim oleh komponen kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Produk sisa yang dihasilkan adalah CO2. 2. Hidroksietil tiamin teroksidasi,



difosfat



akan



bertemu



dengan



lipoamid



suatu kelompok prostetik dihidroksilipoil transasetilase



untuk membentuk asetil lipoamid, selanjutnya TDP lepas. 3. Selanjutnya dengan adanya KoA-SH, asetil lipoamid akan diubah menjadi asetil KoA, dengan hasil sampingan berupa lipoamid tereduksi. 4. Siklus



ini



selesai



jika



lipoamid



tereduksi



direoksidasi



oleh



flavoprotein, yang mengandung FAD, pada kehadiran dihidrolipoil dehidrogenase. Akhirnya flavoprotein tereduksi ini dioksidasi oleh NAD+, yang akhirnya memindahkan ekuivalen pereduksi kepada rantai respirasi.



Selama proses oksidasi asetil KoA di dalam siklus, akan terbentuk ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi oksidatif. Pada keadaan tanpa oksigen



(anoksia) atau kekurangan oksigen (hipoksia) terjadi hambatan total pada siklus tersebut. Enzim-enzim siklus asam sitrat terletak di dalam matriks mitokondria, baik dalam bentuk bebas ataupun melekat pada permukaan dalam membran interna mitokondria sehingga memfasilitasi pemindahan unsur ekuivalen pereduksi ke enzim terdekat pada rantai respirasi, yang bertempat di dalam membran interna mitokondria.



4. Siklus asam sitrat Siklus ini juga sering disebut sebagai siklus Kreb’s dan siklus asam trikarboksilat dan berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitrat merupakan jalur bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein.Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan katabolisme asetil KoA, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen yang pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan sebagaian besar energi yang tersedia dari bahan baker jaringan, dalam bentuk ATP. Residu asetil ini berada dalam bentuk asetil-KoA (CH3-CO KoA, asetat aktif), suatu ester koenzim A. Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat. Fungsi utama siklus asam sitrat adalah sebagai lintasan akhir bersama untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Hal ini terjadi karena glukosa, asam lemak dan banyak asam amino dimetabolisir menjadi asetil KoA atau intermediat yang ada dalam siklus tersebut. Glikolisis melepaskan kurang dari seperempat energi kimia yang tersimpan dalam



glukosa; sebagian besar energitetap tertumpuk di



dalam kedua molekul piruvat. Jika ada oksigen molekular, piruvat memasuki mitokondria (dalam sel eukariot), ketika enzim-enzim dari siklus asam



sirat menyelesaikan oksidasi



glukosa. Dalarn sel



prokariot, proses ini terjadi di sitosol. Saat memasuki mitokondria melalui



transpor aktif piruvat pertama-tama diubah menjadi senyawa



yang disebut asetil koenzim A, atau asetil KoA. Langkah ini, persambungan antara glikolisis dan siklus asam sitrat, diselesaikan



oleh suatu kompleks multienzim yang mengkatalisis tiga reaksi: 1) Gugus karboksil (-Coo-) piruvat, yang telah dioksidasi sepenuhnya sehingga hanya



memiliki sedikit energi kimia, disingkirkan clan



dilepaskan sebagai CO2. (Inilah langkah pertama yang melepaskan CO2 selama respirasi.) 2) Fragmen berkarbon-dua yang tersisa dioksidasi, membentuk senyawa yang dinamai asetat (bentuk terionisasi dari asam asetat). Suatu enzim mentransfer elektron-elektron yang terekstraksi ke NAD+, menyimpan energi dalam bentuk NADH. 3) Terakhir, koenzim A (KoA), suatu senyawa pengandung-sulfur yang berasal dari vitamin B, dilekatkan ke asetat oleh suatu ikatan tak stabil yang membuat gugus asetil (asetat yang melekat) menjadi sangat reaktif. Karena sifat kirnia gugus KoA, produk penyiapan kimiawi ini memiliki energi potensial yang tinggi. Siklus asam sitrat disebut juga siklus asam trikarboksilat atau siklus Krebs, sebagai penghormatan terhadap Hans Krebs, ilmuwan JermanInggris yang mendeskripsikan sebagian besar jalur metabolik ini pada tahun 1930-an. Siklus ini berfungsi sebagai tungku metabolik yang mengoksidasi bahan-bakar organik yang berasal dari piruvat.



Gambar tersebut merangkum masukan dan keluaran ketika piruvat diuraikan menjadi tiga molekul CO2, termasuk molekul CO2 yang dilepaskan selama pengubahan piruvat menjadi asetil KoA. Siklus ini menghasilkan 1



ATP per putaran melalui fosforilasi tingkat-substrat,



namun sebagian besar energi kimia ditransfer ke NAD+ dan suatu pembawa elektron terkait, koenzim FAD (flavin adenin dinukleotida, yang berasal dari riboflavin, salah satu jenis vitamin B), dalam reaksi redoks. Koenzim tereduksi, NADH dan FADH2 mengulang-alikkan muatannya yang berupa elektron berenergi tinggi ke rantai transpor elektron.



Siklus



ini



memiliki delapan langkah,



yang masing-masing



dikatalisis oleh suatu enzim spesifik. Gambar diatas menjelaskan bahwa untuk setiap putaran siklus asam sitrat, dua karbon (warna merah) masuk dalam bentuk gugus asetil yang relatif tereduksi (langkah1), sedangkan dua karbon yang berbeda (warna biru) meninggalkan siklus



dalam bentuk molekul C02 yang teroksidasi sepenuhnya (langkah 3 dan 4). Gugus asetil pada asetil KoA bergabung ke dalam siklus dengan cara berkombinasi dengan dengan senyawa oksaloasetat, membentuk sitrat (langkah 1). (sitrat adalah bentuk terionisasi dari asam sitrat). Ketujuh langkah berikutnya menguraikan sitrat kembali menjadi oksaloasetat. Pembentukan kembali (regenerasi) oksaloasetat inilah yang membuat proses ini menjadi suatu siklus. Sekarang mari kita menghitung dihasilkan oleh siklus asam sitrat.



molekul kaya-energi yang



Untuk setiap gugus asetil yang



memasuki siklus, 3 NAD+ direduksi menjadi NADH (langkah 3, 4, dan 8). Pada langkah 6, elektron ditransfer bukan ke NAD+, melainkan ke FAD, yang menerima 2 elektron dan 2 proton untuk menjadi FADH2. Pada banyak sel jaringan hewan, langkah 5



menghasilkan molekul



guanosin trifosfat (GTP) melalui fosforilasi tingkat- substrat. GTP adalah molekul yang serupa dengan ATP dalam hal struktur dan



fungsi



selularnya. GTP ini dapat digunakan untuk membuat molekul ATP (seperti yang ditunjukkan) atau secara langsung memberikan tenaga bagi kerja di dalam sel. Pada sel tumbuhan, bakteri, clan beberapa jaringan hewan langkah 5 membentuk suatu molekul ATP secara langsung melalui fosforilasi tingkat-substrat. Keluaran dari Iangkah 5 merepresentasikan satu satunya ATP yang dihasilkan secara langsung oleh siklus asam sitrat. Sebagian besar ATP yang diproduksi oleh respirasi dihasilkan dari fosforilasi oksidatif, ketika NADH dan FADH2 yang diproduksi oleh siklus asam sitrat meneruskan elektron-elektron yang di ekstraksi dari makanan ke rantai transpor elektron. Dalam proses tersebut, NADH dan FADH2 menyuplai energi yang dibutuhkan untuk fosforilasi ADP menjadi ATP.



5. Transpor Elektron Selama fosforilasi oksidatif, kemiosmosis menggandengkan transpor elektron dengan sintesis ATP. Sel memanen



energi dari glukosa dan



nutrien-nutrien



lain



dalam



makanan



untuk



membuat



ATP.



Namunkomponen-komponen metabolik pada respirasi yang telah dibahas diatas, yaitu glikolisis dan siklus asam sitrat, menghasilkan hanya 4 molekul ATP per molekul glukosa, sernuanya melalui fosforilasi tingkat-substrat: 2 ATP nettodari glikolisis dan 2 ATP dari siklus asam sitrat. Pada titik ini, molekul NADH (dan FADH) menampung sebagian besar



energi yang diekstraksi dari glukosa. Pembawa elektron ini



menautkan glikolisis dan



siklus



asam



sitrat ke mesin



fosforilasi



oksidatif, yang menggunakan energi yang dilepaskan oleh rantai transpor elektron untuk memberikan tenaga bagi sintesis ATP. a. Jalur Transpor Elektron Rantai transpor adalah sekumpulan molekul yang tertanam didalam membran dalam mitokondria sel eukariot (pada prokariota, molekul-molekul tersebut terdapat dalam membran plasma). Pelipatan membran dalam membentuk krista meningkatkan luas permukaannya, menyediakan ruang untuk ribuan salinan rantai transpor elektron dalam setiapmitokondria. (Sekali lagi, kita melihat bahwa struktur sesuai dengan fungsi.) Sebagian besar komponen rantai tersebut adalah protein, yang terdapat sebagai kompleks



multiprotein yang dinomori dari I



sampai IV. Gugus prostetik, komponen nonprotein yang esensial bagi fungsi katalitik enzim-enzim tertentu, terikat erat ke protein-protein ini.



Gambar ini menunjukkan urutan pembawa elektron dalam rantai transpor elektron dan penuunan energi bebas ketika elektron bergerak menuruni rantai. Selama berlangsungnya transpor elektron di sepanjang rantai tersebut, pembawa elektron secara berganti-ganti tereduksi dan teroksidasi saat menerima dan menyumbangkan elektron. Setiap



komponen



rantai menjadi



tereduksi saat



menerima



elektron dari tetangga ‘diatasnya’, yang memiliki afinitas lebih rendah terhadap elektron (kurang elektronegatif). Komponen tersebut kembali ke bentuk teroksidasinya saat meneruskan elektron ke tetangga ‘di bawahnya’, yang lebih elektronegatif. Lewatnya elektron melalui kompleks I secara cukup rinci, sebagai ilustrasi bagi prinsip-prinsip umum yang terlibat dalam transpor elektron. Elektron yang disingkirkan dari glukosa oleh NAD+, selama glikolisis dan siklus asam sitrat, ditransfer dari NADH ke molekul pertama pada rantai transpor elektron dalam kompleks I. Molekul



ini adalah flavoprotein, yang dinamakan demikian



karena memiliki gugus prostetik yang disebut flavin. mononukleotida (FMN). Dalam reaksi redoks berikutnya, flavoprotein kernbali ke bentuk teroksidasinya saat meneruskanelektron ke protein besi-sulfur · (Fe.S dalam kompleks I), salah satu famili protein dengan besi dan sulfur



yang terikat erat. Protein besi-sulfur ini kemudian meneruskan elektron ke senyawa yang disebut ubikuinon (ubiquinone, disimbolkan Q pada pada gambar). Pembawa elektron ini merupakan molekul hidrofobik kecil, satu-satunya anggota rantai transpor elektron yang bukan merupakan elektron. Ubikuinon dapat bergerak secara individual didalam membran, bukan menetap pada pada satu kompleks tertentu. (Nama lain ubikuinon adalah koenzim Q atau KoQ). Sebagian besar pembawa elektron antara ubiquinon dan oksigen adalah protein yang disebut sitokrom. Gugus prostetik ini milik sitokrom, yang disebut grup hem, memiliki atom besi yang menerima dan menyumbangkan elektron. Sitokrom terakhir pada rantai transpor, cyt a3, meneruskan elektronnya ke oksigen yang sangat elektronegatif. Masingmasing atom oksigen juga mengambil sepasang ion hidrogen dari larutan berair dalam sel, membentuk air. Suatu sumber elektron lain untuk rantai transpor adalah FADH2, produk tereduksi lainnya dalam siklus asam sitrat. Pada gambar diatas, FADH2 menambahkan elektron-elektronnya ke rantai transpor elektron pada kompleks II, ditingkat energi yang lebih rendah daripada NADH. Sebagai



akibatnya,



walaupun



NADH



dan



FADH2



sama-sama



menyumbangkan jumlah elektron yang sama (2) untuk reduksi oksigen, rantai transpor elektron menyediakan energi untuk sintesis ATP sekitar sepertiga lebi sedikit saat penyumbang elektronnya adalah FADH2, dibandingkan dengan saat penyumbangnya adalah NADH. Rantai transpor elektron tidak membuat ATP secara langsung. Akan tetapi, rantai ini memudahkan kejatuhan elektron dari makanan ke oksigen, menguraikan penurunan energi-bebas dalam jumlah besar menjadi serangkaian langkah yang lebih kecil, yang melepaskan energi dalam jumlah yang mudah dikelola. b. Kemoiosmosis Mitokondria



(atau



membran



plasma



pada



prokariota)



menggandengkan trnspor elektron dan pelepasan energi ini dengan



sintesis



ATP



melalui



mekanisme



kemiosmosis



(mekanisme



penggandengan energi). Kemiosmosis adalah mekanisme penggandengan energi yang menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien H+ di kedua sisi membran untuk menggerakkan kerja seluler. Mernbrandalam mitokondria atau membran plasma prokariota ditempati oleh banyak kompleks protein yang disebut ATP sintase (ATP synthase), enzim



yang sesungguhnya membuat ATP dari ADP dan fosfat



anorganik. ATP sintase bekerja seperti pompa ion yang bekerja terbalik. Pompa ion biasanya menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk mentranspor ion melawan gradiennya. Enzim dapat mengkatalisis suatu reaksi ke dua arah, bergantung pada ∆G untuk reaksi tersebut, yang dipengaruhi oleh konsentrasi lokal reaktan dan produk. Sebagai ganti menghidrolisis ATP untuk memompa proton melawan gradien konsentrasinya, di bawah kondisi respirasi selular, ATP sintase menggunakan energi dari gradien ion yang ada untuk memberikan tenaga bagi sintesis ATP. Sumber tenaga bagi ATP sintase adalah perbedaan konsentrasi H+ di kedua sisi rnernbran-dalam mitokondria. (Kita



juga



dapat



menganggap



gradien ini sebagai



perbedaan pH, karena pH adalah ukuran konsentrasi H+). Proses ini menggunakan energi yang tersimpan dalam



bentuk



gradien ion hidrogen di kedua sisi membran untuk menggerakkan kerja selular



seperti sintesis



(chemiosmosis) dari



ATP dan



kata Yunani



osmos,



disebut kemiosmosis mendorong).



Kita



sebelumnya telah menggunakan kata osmosis untuk membahas transpor air, namun di sini kata tersebut mengacu pada aliran H+ melintasi membran. Dari penelitian tentang struktur ATP sintase, ilmuwan telah mempelajari bagaimana aliran



H+melalui



enzim yang besar ini



memberikan tenaga bagi pembuatan ATP. ATP sintase adalah kompleks multisubunit dengan empat bagian utama, yang masing-maslng terdiri atas banyak polipeptida. Proton bergerak satu demi satu ke dalam situs



pengikatan



pada salah satu bagian



(rotor), sehingga rotor berputar



sedemikian rupa sehingga mengkatalisis produksi ATP dari ADP dan fosfat anorganik. Dengan demikian, aliran proton berlaku agak mirip dengan alirsungai deras yang memutar kincir air.



Gambar tersebut menjelaskan ATP sintase, suatu kincir molekuler. Kompleks protein ATP sintase berfungsi sebagai kincir, diberi tenaga oleh aliran ion hidrogen. Kompleks ini berada dalam membran mitokondria dan membran kloroplas eukariota dan membran plasma prokariota. Masing-masing keempat bagian pada ATP sintase terdiri dari sejumlah subunit polipeptida. c. Penghitungan Produksi ATP Melalui Respirasi Seluler Selama respirasi, sebagian besar energi mengalir dalam urutan ini: glukosa →NADH→rantai transpor elektron →gaya-gerak proton →ATP. Kita dapat melakukan pembukuan untuk menghitung laba ATP ketika



respirasi selular



mengoksidasi suatu



molekul glukosa



menjadi



enam molekul karbon dioksida. Tiga departemen



utama



'perusahaan' metabolik ini adalah glikolisis, siklus asam sitrat, dan rantai transpor elektron, yang menggerakkan fosforilasi oksidatif.



Peraga ini memberikan penghitungan terperinci perolehan ATP per molekul glukosa yang dioksidasi. Penghitungan tersebut menambahkan 4 ATP yang dihasilkan secara langsung oleh fosforilasi tingkat-substrat selama glikosis dan siklus asam sitrat ke lebih banyak lagi molekul ATP yang dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif. Setiap NADH yang mentransfer sepasang elektron dari glukosa ke rantai transpor elektron cukup berkontribusi bagi gaya gerak proton yang cukup untuk menghasilkan maksimum sekitar 3 ATP. Terdapat tiga alasan mengapa kita tidak dapat menyatakan jumlah pasti molekul ATP yang dihasilkan melalui penguraian satu molekul glukosa. Pertama, fosforilasi dan redoks tidak secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga rasio jumlah molekul NADH terhadap jumlah molekul ATP bukan merupakan bilangan bulat. Kita tahu bahwa 1 NADH menyebabkan 10 H+ ditranspor keluar melintasi membran-dalam mitokondria, dan kita juga tahu bahwa antara 3 dan 4 H+ harus masuk kembali ke matriks mitokondria melalui ATP sintase untuk menghasilkan 1 ATP. Dengan demikian, satu molekul NADH membangkitkan cukup gaya gerak- proton untuk sintesis 2,5



sampai



3,3



ATP;



umumnya, kita melakukan pembulatan dan



mengatakan bahwa 1 NADH dapat menghasilkan sekitar 3 ATP. Siklus asam sitrat juga menyuplai elektron ke rantai transpor elektron melalui FADH2,



namun karena FADH2



memasuki rantaibelakangan, setiap



molekul pembawa elektron ini hanya menyebabkan transpor H+ yang cukup untuk sintesis 1,5 sampai 2 ATP. Angka-angka ini juga memperhitungkan sedikit biaya energi untuk memindahkan



ATP



yang terbentuk dalam mitokondria keluar ke sitoplasma, tempat ATP akan digunakan. Kedua, perolehan ATP sedikit bervariasi, bergantung pada tipe wahana ulang-alik yang digunakan untuk mentranspor elektron dari sitosol ke dalam mitokondria. Mernbran-dalam



mitokondria tidak



permeabel terhadap NADH sehingga NADH dalam sitosol terpisah dari mesin f



forilasi oksidatif. Kedua elektron NADH yang ditangkap saat



glikolisis harus diangkut ke dalam mitokondria melalui satu dari beberapa



sistem



ulang-alik elektron. Bergantung pada tipe wahana



ulang-alik dalam tipe sel tertentu, elektron dapat diteruskan ke NAD+ atau FAD dalam matriks mitokondria (lihat peraga diatas). Jika elektron diteruskan ke FAD, seperti dalam sel otak, hanya ada sekitar 2 ATP yang dapat dihasilkan dari setiap NADH dari sitosol. Jika elektron diteruskan ke NAD+ mitokondria, seperti dalam sel hati dan sel jantung, maka 3 ATP akan diperoleh. Variabel



ketiga



yang



mengurangi



perolehan



ATP



adalah



penggunaan gaya gerak-proton yang dibangkitkan oleh reaksi-reaksi redoks respirasi untuk menggerakkan macam-macam kerja lain. Misalnya, gaya gerak-proton memberikan tenaga bagi pengambilan piruvat dari sitosol oleh mitokondria. Akan tetapi, jika semua gaya gerak- proton yang dibangkitkan oleh rantai



transpor



elektron



digunakan untuk menggerakkan sintesis ATP, satu molekul glukosa dapat menghasilkan maksimum 34 ATP yang dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif plus 4 ATP (netto) dari fosforilasi tingkat-substrat.



Dengan demikian, perolehan totalnya adalah sekitar 38 ATP (atau hanya sekitar 36 ATP jika yang berfungsi adalah wahana ulang-alik yang kurang efisien).



6. Fermentasi a. Fermentasi dan Respirasi Anaerobik Memungkinkan Sel Menghasilkan ATP Tanpa Menggunakan Oksigen Karena sebagian besar ATP yang dihasilkan



oleh respirasi



selular merupakan kerja fosforilasi oksidatif, estimasi kita mengenai perolehan ATP dari respirasi aerobik bergantung pada suplai oksigen yang memadai ke sel. Tanpa oksigen yang elektronegatif untuk menarik



elektron



menuruni rantai transpor, fosforilasi oksidatif



akan berhenti. Akan tetapi, ada dua mekanisme umum yang dapat digunakan sel tertentu untuk mengoksidasi bahan-bakar organik dan mernbentuk ATP tanpa menggunakan oksigen: respirasi anaerobik dan fermentasi. Perbedaan antara kedua mekanisme ini terletak pada kehadiran rantai transpor elektron. (Rantai transpor elektron disebut juga rantai respirasi karena peranannya dalam respirasi selular.) Fermentasi



adalah



cara



memanen



energi



kimia



tanpa



menggunakan oksigen maupun rantai transpor elektron manapun. Oksidasi hanya mengacu pada berpindahnya elektron ke penerima elektron, sehingga tidak perlu melibatkan oksigen. Glikolisis mengoksidasi



glukosa



menjadi



dua



molekul



piruvat.



Agen



pengoksidasi pada glikolisis adalah NAD+, dan oksigen maupun rantai transfer elektron apapun sama sekali tidak terlibat. Secara keseluruhan, glikolisis bersifat eksergonik dan sebagian energi yang tersedia digunakan untuk menghasilkan 2 ATP (netto) melalui fosforilasi tingkat substrat. Jika oksigen ada, maka ATP tambahan akan dibuat melalui fosforilasi oksidatifketika NADH meneruskan elektron yang dipindahkan dari glukosa ke rantai transpor elektron.



Namun glikolisis menghasilkan 2 ATP terlepas oksigen ada atau tidak, artinya pada kondisi aerobik maupun anaerobik. Sebagai alternatif



bagi oksidasi respirasi terhadap nutrien-



nutrien organik, fermentasi merupakan pengembangan glikolisis yang memungkinkan pembentukan ATP terus-menerus melalui fosforilasi tingkat-substrat pada glikolisis. Agar hal ini terjadi, harus ada suplai NAD+yang cukup untuk menerima elektron-elektron selama langkah oksidasi pada glikolisis. Tanpa mekanisme untuk mendaur-ulang NAD+dari NADH, glikolisis akan segera menghabiskan kumpulan NAD+ milik sel dengan cara mereduksinya semua menjadi NADH. Glikolisis pun akan berhenti sendiri jika tidak ada lagi agen pengoksidasi. Di bawah kondisi aerobik, NAD+ didaur-ulang dari NADH melalui transfer elektron ke rantai transpor



elektron.



Alternatif yang bersifat anaerobik adalah mentransfer elektron dari NADH ke piruvat, produk akhir glikolisis. b. Tipe-tipe Fermentasi Fermentasi terdiri atas glikolisis plus reaksi-reaksi yang meregenerasi (membentuk kembali) NAD+ dengan cara mentransfer elektron dari NADH ke piruvat atau turunan piruvat. NAD+ kemudian dapat digunakan-ulang untuk mengoksidasi gula melalui glikolisis, dengan hasil netto 2 molekul ATP melalui fosforilasi tingkat substrat. Dua bentuk fermentasi adalah fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat (Campbell, 2010). Pada fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol (etil alkohol)



dalam dua



langkah.



Langkah pertama,



melepaskan



karbondioksida dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa berkarbondua, asetildehida. Pada langkah kedua, asetildehida direduksi menjadi etanol oleh NADH. Reduksi ini meregenerasi suplai NAD+ yang dibutuhkan agar glikolisis berlanjut. Banyak bakteri melaksanakan fermentasi alkohol dibawah kondisi anaerobik.



Pada gambar diatas, saat tidak ada oksigen, banyak sel menggunakan fermentasi untuk menghasilkan ATP melalui fosforilasi tingkat substrat. Piruvat, produk akhir glikolisis berperan sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi NADH kembali menjadi NAD+, yang kemudian bisa digunakan ulang dalam glikolisis. Dua produk akhir yang paling umum terbentuk dari fermentasi adalah etanol dan laktat. Selama fermentasi asam laktat (gambar bagian b), piruvat direduksi



secara langsung oleh NADH untuk membentuk laktat



sebagai produk akhir, tanpa pelepasan CO2. (Laktat merupakan bentuk terionisasi dari asam laktat.)



Fermentasi asam laktat oleh



fungi dan bakteri tertentu dimanfaatkan dalam industri pengolahan susu untuk membuat keju dan yogurt. Sel otot manusia membuat ATP melalui fermentasi asam laktat ketika oksigen sulit diperoleh. Ini terjadi pada tahap awal olahraga berat, ketika katabolisme gula untuk menghasilkan ATP lebih cepat daripada suplai oksigen ke otot dari darah. Di bawah kondisi ini, sel beralih



dari respirasi aerobik ke fermentasi. Dahulu, Laktat yang



tertumpuk diduga menyebabkan kelelahan dan nyeri otot, namun riset terbaru menunjukkan bahwa



penyebab



yang sebenarnya adalah



peningkatan kadar ion kalium (K+), sedangkan laktat tampaknya justru meningkatkan kinerja otot. berlebih



Dalam



kasus



manapun,



laktat yang



akan diangkut oleh darah secara bertahap menuju hati.



Laktat diubah kembali menjadi piruvat oleh sel hati. c. Perbandingan Fermentasi dan Respirasi Aerobik



Fermentasi yang bersifat anaerobik dan respirasi selular yang aerobik adalah dua alternatif yang dapat diambil oleh sel untuk menghasilkan ATP melalui pemanenan energi kimia dalam makanan. Kedua jalur tersebut menggunakan glikolisis untuk mengoksidasi glukosa dan bahan-bakar organik lain menjadi



piruvat, dengan



produksi netto 2ATP melalui fosforilasi tingkat-substrat. Selain itu, pada fermentasi maupun respirasi, NAD+ merupakan agen pengoksidasi yang menerima elektron dari



makanan selama



glikolisis. Perbedaan kuncinya diketahui dengan membandingkan mekanisme-mekanismenya



untuk mengoksidasi



NADH



menjadi



NAD+kembali, yang dibutuhkan untuk mempertahankan glikolisis. Pada ferrnentasi, penerima elektron terakhir adalah molekul organik seperti



piruvat



(fermentasi



asam



laktat) atau asetaldehida



(fermentasi alkohol). Sebaliknya, pada respirasi aerobik, penerima elektron terakhir dari NADH adalah oksigen. Proses ini tidak hanya meregenerasi NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis namun juga membayar dengan suatu bonus ATP ketika transpor elektron secara bertahap dari NADH



ini ke oksigen menggerakkan fosforilasi



oksidatif. Pembayaran ATP yang lebih besar lagi berasal dari oksidasi piruvat dalam siklus asam sitrat, yang hanya berlangsung dalam respirasi. Tanpa oksigen, energi yang masih tersimpan dalam piruvat tidak bisa dimanfaatkan oleh sel. Dengan demikian, respirasi



selular memanen



jauh lebih banyak energi dari setiap



molekul gula daripada yang bisa dilakukan oleh



fermentasi.



Faktanya, respirasi menghasilkan sampai 19 kali lebih banyak ATP per molekul glukosa daripada fermentasi-sampai 38 molekul ATP untuk



respirasi, dibandingkan



2



molekul ATP yang dihasilkan



melalui fosforilasi tingkat-substrat dalam fermentasi. Beberapa organisme, yang disebut anaerob obligat (obligate anaerobe), melaksanakan hanya fermentasi atau respirasi anaerobik, dan bahkan tidak bisa bertahan hidup jika ada oksigen. Sedikit tipe



sel, misalnya



sel-sel pada otak vertebrata, dapat melaksanakan



oksidasi aerobik piruvat saja, namun



tidak bisa melangsungkan



fermentasi. Organisme lain, termasuk khamir dan banyak jenis bakteri, bisa membuat cukup ATP untuk bertahan hidup melalui fermentasi atau respirasi. Spesies semacam



ini disebut anaerob



fakultatif (facultative anaerobe). Pada tingkat selular, sel otot kita bertindak sebagai anaerob fakultatif.



Pada sel semacam itu, piruvat merupakan percabangan pada jalan metabolik yang mengarah ke dua rute katabolik alternatif (lihat gambar). Di bawah kondisi aerobik, piruvat dapat diubah menjadi asetil KoA, clan oksidasi berlanjut dalam siklus asam sitrat. Di bawah kondisi



anaerobik, piruvat dialihkan dari siklus asam sitrat,



clan sebagai gantinya berperan sebagai



penerima elektron untuk



mendaur-ulang NAD+. Untuk membuat ATP dalam jumlah yang sarna, anaerob fakultatif harus mengonsumsi gula dengan laju yang jauh lebih cepat saat berfermentasi daripada saat berespirasi.



7. Glikogenolisis Glikogenolisis merupakan proses pemecahan molekul glikogen menjadi glukosa. Apabila tubuh dalam keadaan lapar, tidak ada asupan makanan, kadar gula dalam darah menurun, gula diperoleh dengan memecah glikogen menjadi glukosa yang kemudian digunakan untuk



memproduksi



energi.Proses



glikogenolisis



terkadang



menyebabkan



meningkatnya kadar gula dalam darah yang dapat menyebabkan penyakit diabetes (Almatsier, 2009). Dalam glikogenolisis, glikogen yang disimpan dalam hati dan otot dipecah menjadi glukosa-1-fosfat kemudian diubah menjadi glukosa-6fosfat. Glukogenolisis diatur oleh hormon glukagon yang disekresikan pancreas dan epinefrin yang disekresikan kelenjar adrenal. Kedua hormon tersebut akan menstimulasi enzim glikogen fosforilase untuk memulai glikogenolisis



dan



menghambat



kerja



enzim



glikogen



sintase



(menghentikan glikogenesis).Glukosa-6-fosfat akan masuk ke dalam proses glikolisis untuk menghasilkan energi. Glukosa-6-fosfat juga dapat diubah menjadi glukosa untuk didistribusikan oleh darah menuju sel-sel yang membutuhkan glukosa (Mulyani, 2011). Glikogenolisis tidak berjalan spontan, tetapi melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah proses fosforilasi glikogen oleh pengaruh enzim glikogen fosforilase sehingga dilepaskan glukosa 1-fosfat. Selanjutnya glukosa



1-fosfat



diubah



menjadi



glukosa-6-fosfat



oleh



enzim



fosfoglukomutase. Langkah terakhir adalah defosforilasi glukosa-6fosfatoleh pengaruh enzim glukosa-6-fosfatase sehingga terbentuk glukosa. Proses glikogenolisis diantaranya :



Glikogen, (glukosa) Pi glikogen fosforilase Glukosa 1-fosfat + Glikogen, (glukosa)



fosfoglukomutase Glukosa 6-fosfat Gambar 11. Glikogenolisis: penguraian glikogen menghasilkan glukosa 6-fosfat



Reaksi yang dikatalisasi oleh enzim fosfoglukomutase itu adalah reversibel sehingga glukosa 6P dapat dibentuk dari glucosa 1P. Dalam hepar dan ginjal (tidak dalam otot) terdapat enzim glucose 6 Fosfatase yang mengeluarkan gugus fosfat dari glukosa 6P sehingga memudahkan difusi glukosa dari sel ke dalam darah. Peristiwa ini merupakan tahap akhir dalam glikogenolisis hepatik yang dicerminkan dengan kenaikan kadar glukosa darah. Apabila glukosa darah turun: Dalam hepar, glukagon akan mengaktifkan adenilil siklase. Adenilil siklase yg aktif akan membentuk cAMP dari ATP. cAMP akan mengaktifkan Protein Kinase cAMP Dependent Selanjutnya Protein Kinase ini akan mengkatalisis fosforilasi beberapa protein, diantaranya fosforilase kinase (Marks, 2000). Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6fosfat. Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat. Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel untuk respirasi sehingga menghasilkan energi , yang energi itu terekam / tersimpan dalam bentuk ATP.



B. Jurnal Judul : Sustained Liver Glucose Release in Response to Adrenaline Can Improve Hypoglycaemic Episodes in Rats under Food Restriction Subjected to Acute Exercise Latar Belakang: Hati merupakan organ penting untuk regulasi glukosa, dimana hormonhormon seperti glukagon, adrenalin, kortisol dan hormon pertumbuhan yang bersifat glikogenolitik, sedangkan insulin berperan sebagai pensintesis glikogen. Selama beraktivitas, hati mengeluarkan glukosa untuk menjaga gula darah tetap pada kadar normal melalui proses glikogenolisis selama simpanan glikogen tersedia, terutama selama intensitas olahraga tingkat tinggi dalam waktu singkat hingga waktu normal. Sebagaimana hati merupakan pusat metabolisme glukosa, dalam penelitian ini peneliti berhipotesis bahwa hewan yang di batasi jumlah makanan nya dan banyak beraktivitas mengalami hipoglikemia yang tidak parah dibandingkan dengan hewan yang tidak beraktivitas. Sebagaimana halnya hati sangat penting sebagai peregulasi glukosa. Studi ini bertujuan untuk menghubungkan glukosa yang dilepaskan oleh hati oleh stimulasi glukagon dan adrenalin pada episode hipoglikemia in vivo. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkorelasikan pelepasan glukosa hati yang di stimulasi oleh glukagon dan adrenalin secara in vivo pada episode hipoglikemia. Metode: 1. Grup Eksperimen Sekitar 6-12 anak tikus dipersiapkan dengan perlakuan yang sama untuk dibagi menjadi 2 grup (GC dan GR). Setelah berusia 21 hari, anak tikus disimpan dalam kotak plastik yang dikelompokkan masing-masing 4 ekor. Tikus-tikus kelompok GC diberi suplai air dan makanan secara bebas dan



kelompok GR dibatasi jumlah makanan nya sampai 50% hingga berusia 50-60 hari dan yang digunakan tikus jantan. 2. Insulin-Induce Hypoglycogemia (IIH) Untuk eksperimen IIH, tidak didahului dengan olahraga, hewan di biarkan berpuasa dalam satu malam (14 jam). Keesokan harinya disuntik dengan insulin sebanyak 1 U-kg. gula darah dikumpulkan dari pembuluh dara ekor pada 0, 15, 30, 60, 120, 180, 240, dan 300 menit setelah disuntikkan insulin. Glukosa diukur dengan glikometer. 3. Sesi Aktivitas Atau Olahraga Akut: Eksperimen In Vivo Beberapa tikus dari dua grup di ambil untuk diberi perlakuan olahraga sebelum suntik IIH (grup GCex dan Grex). Sesi olahraga dilakukan dengan readmill otomatis dengan kecepatan 0,2 km setiap 2 menit dari kecepatan awal hingga 0,4 km per jam dan diteruskan sampai tikus kelelahan dan berhenti berlari. 4. Pelepasan Glukosa Hati: Perfusi Hati In-Situ Tikus yang diberi makan atau yang berpuasa semalaman dibius, dan livernya di perfusi menggunakan buffer KH pada suatu daerah tanpa sistem sirkulasi. Cairan yang diperfusi dan dipompa ke sebuah membran oksigenator jenuh dengan O2/CO2 (95/5%) sebelum perfusi dimulai, diafragma dan pembuluh darahnya terikat. Hasil dan Pembahasan: 1. Insulin-Induce Hypoglycogemia (IIH)



Gambar 1A



Gambar 1B



Berdasarkan grafik tersebut, grafik A menunjukkan bahwa grup hewan yang tidak diet dan tidak berolahraga (GC) mengalami peningkatan



glukosa darah, sedangkan hewan yang diet dan tidak olahraga (GR) mengalami penurunan gula darah grafik B, menunjukkan bahwa grup hewan yang tidak diet dan melakukan olahraga (Gcex) mengalami penurunan glukosa darah, sedangkan hewan yang diet dan melakukan olahraga (Grex) mengalami peningkatan glukosa darah. Percobaan IIH secara in vivo menunjukkan pemulihan glikemik yang lebih buruk pada tikus GR yang tidak diberi latihan (gambar 2A). Disisi lain, profil hipoglikemia dilemahkan dan pemulihan glukosa darah ditingkatkan di GR setelah sesi latihan akut (gambar 2B).



2. Pengeluaran Glukosa pada Liver: Hewan Tanpa Puasa



Dalam keadaan makan, pengeluaran glukosa basal (sebelum perfusi dengan glukagon atau adrenalin) tinggi pada kedua nya (GC dan GR). Perfusi glikagon dan adrenalin menyebabkan penambahan seketika dan terus menerus mengalami peningkatan pengeluaran glukosa pada hati. Dari tabel 1 menunjukkan bahwa pengeluaran glukosa hati yang distimulasi oleh adrenalin secara mencolok lebih tinggi daripada pengeluaran basal pada GC dan GR.



Grafik mengilustrasikan pengeluaran glukosa dari hati antara tikus kontrol yang diberi makan sebelum (pelepasan basal) dan selama (pelepasan stimulasi) dengan adrenalin.



3. Pengeluaran Glukosa pada Liver: Hewan Puasa



Setelah berpuasa dan tanpa pemberian olahrga sebelumnya, hewan GR menunjukkan pengeluaran glukoa basal lebih tinggi dibandingkan hewan GC. Dimana, hewan yang diperfusi dengan adrenalin lebih tinggi daripada yang diperfusi dengan glukagon. Pada GR, episode hipoglikemik menunjukkan penurunan secara drastis kadar gula darah, hipoglikemia berlangsung lama atau terus menerus, dan perbaikan glikemik kurang sempurna. Sesi olahraga sebelum episode hipoglikemia meningkatkan glukosa darah basal, mengurangi perbesaran dari hipoglikemia, dan meningkatkan perbaikan kadar gula darah. Pada hewan yang diberii makan pada kedua grup, pelepasan glukosa hati diaktivasi oleh glukagon dan adrenalin. Pada tikus GR yang puasa, glikogenolisis hati yang diaktivasi oleh glukagon terganggu, meskipun memiliki glikogenolisis basal yang signifikan, sementara glukosa hati yang dikeluarkan dari hasil stimulasi adrenalin tercatat.



Glukagon meningkatkan pelepasan glukosa hati hanya pada hewan yang diberi makan (tabel 1) tapi tidak berpengaruh pada tikus berpuasa (tabel2). Respon hati terhadap perfusi dengan adrenalin dalam GR yang berpuasa (tabel 2) mirip dengan hewan yang diberi makan (tabel 1). Sedangkan respon hati terhadap adrenalin di GC tidak signifikan (tabel 2). Dengan tidak adanya olahraga, GR yang berpuasa menunjukkan tingkat glikolisis dan glikogenolisis yang lebih tinggi (tabel 5) dan pelepasan laktat hati lebih tinggi (tabel 4).



Kesimpulan Pada tikus yang dibatasi makanan nya sejak lahir, glikogenolisis hati yang dirangsang oleh glukagon itu terganggu yang diamati selama in vivo hipoglikokimia. Disamping itu, glikogenolisis yang dipicu adrenalin itu tetap terlindungi dan sebagian dapat memperhitungkan peningkatan glikemik yang diamati selama hipoglikemia pada hewan yang dibatasi makanan nya setelah menjalankan aktivitas akut. Hasilnya adalah individu yang makanan nya terbatas dan melakukan aktivitas dapat bermanfaat untuk menangkal hipoglikemia.



Respon pertama terhadap penurunan gula darah adalah pelepasan glukagon sehingga glikogen dalam hati dapat dipecah menjadi gula darah. Kurangnya respon dari hati terhadap glukagon pada tikus GR dapat bertanggungjawab sebagian untuk episode hipoglikomia yang kuat pada tikus yang diobservasi in vivo pada hewan yang tidak diberi latihan. Respon hati terhadap adrenalin sebagian dapat memperhitungkan hipoglikemia yang kurang parah pada hewan yang dibatasi makanan setelah latihan akut.



BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Karbohidrat adalah komponen dalam makanan yang merupakan sumber energi yang utama bagi organisme hidup. 2. Karbohidrat dapat diklasifikasikan berdasarkan gugus gula penyusunnya yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida 3. Glikolisis merupakan jalur utama metabolisme glukosa agar terbentuk asam piruvat, dan selanjutnya asetil-KoA untuk dioksidasi dalam siklus asam sitrat (Siklus Kreb’s). 4. Piruvat dioksidasi (dekarboksilasi oksidatif) menjadi Asetil-KoA, yang terjadi di dalam mitokondria sel. 5. Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan katabolisme asetil KoA 6. Rantai transpor elektron adalah sekumpulan molekul yang tertanam didalam membran dalam mitokondria sel eukariot (pada prokariota, molekul-molekul tersebut terdapat dalam membran plasma). 7. Fermentasi adalah cara memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen maupun rantai transpor elektron manapun. 8. Glikogenolisis merupakan proses pemecahan molekul glikogen menjadi glukosa.



DAFTAR PUSTAKA



Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Campbell & Reece. 2010. BIOLOGI Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga Marks, Dawn B, 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC, Jakarta. Mulyani, Sri. 2011. “Biokimia II Dalam Konsep Interaktif”. Universitas Sebelas Maret. Poedjiadi, A., Supriyanti, F.T., 1994. Dasar-dasar biokimia. Jakarta. Universitas Indonesia.