Makalah KLP.1 Askep Osteoporosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1



ALDI MANSUR



IKA PUTRI



NUR KHAFIFAH M



ASTUTI



INAYANTI



PUTRI WULAN SARI



DAHLIA



MASNITA



SERI GOMMO



ELMI RANDAN



MUSDALIFAH



SISILYAH MUSTIKA



SURIANTI



PROGRAM STUDI (S1 ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS) UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO TAHUN AJARAN 2020



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen kami dengan materi “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS” Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang membantu dalam mengerjakan tugas makalah ini, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tugas makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang Materi ini menjadi keterbatasan kami pula, untuk itu kami meminta saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan karunianya kepada kita semua dan memberikan imbalan yang setimpal atas semua jeri payah dari pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada kami serta senantiasa menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadikan kita sebagai hambanya yang selalu bersyukur.



Palopo, 22 November 2020



Kelompok 1



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................5 A. Latar Belakang.........................................................................................................5 B. Rumusan Masalah....................................................................................................5 C. Tujuan......................................................................................................................6 BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7 A. Konsep Medis ……..............................................................................................7 1. Pengertian ...............................................................................................................7 2. Klasifikasi................................................................................................................7 3. Etiologi....................................................................................................................9 4. Patofisiologi.............................................................................................................12 5. Manifestasi Klinis....................................................................................................13 6. Factor resiko............................................................................................................14 7. Komplikasi...............................................................................................................15 8. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................15 9. Penatalaksanaan.......................................................................................................17 10. Pencegahan..............................................................................................................22 B. Konsep Teori Keperawatan..................................................................................24 1. Pengkajian Perawat..................................................................................................24 2. Diagnosa keperawatan.............................................................................................25 3. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................................26 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................29 A. Pengkajian................................................................................................................29 B. Analisa Data.............................................................................................................42 C. Diagnosa keperawatan.............................................................................................45



iii



D. Intervensi keperawatan............................................................................................45 E. Implementasi keperawatan......................................................................................48 F. Evaluasi keperawatan..............................................................................................48 BAB IV PENUTUP............................................................................................................73 A. Kesimpulan..............................................................................................................73 B. Saran........................................................................................................................73 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................74



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ) Osteoporosis adalah salah satu masalah kesehatan di dunia. Pada orang yang menderita penyakit ini, tulang menjadi tipis dan rapuh yang pada akhirnya bisa menyebabkan patah. Penyakit ini ditandai hilangnya masa tulang, sehingga tulang menjadi mudah patah dan tidak tahan tekanan dan benturan. Osteoporois memerlukan serangkaian tindakan untuk proses terapinya. Berbagai pencegahan bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya pengeroposan tulang. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang harus mengetahui kondisi pasien, harus mengetahui konsep dasar penyakit sekaligus mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis. Makalah ini dibuat untuk membantu memahami konsep penyakait osteoporosis dan sebagai gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan tepat sesuai respon masing-masing individu. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan oteoporosis? 2. Bagaimana klasifikasi dari osteoporosis? 3. Bagaimana etiologi dari osteoporosis? 4. Bagaimana tanda dan gejala dari osteoporosis 5. Bagimana patofisiologi dari osteoporosis?



5



6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari osteoporosis? 7. Bagaimana komplikasi dari osteoporosis? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari osteoporosis? 9. Bagaimana pencegahan dari osteoporosis? 10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian osteoporosis 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari osteoporosis 3. Untuk mengetahui etiologi dari osteoporosis 4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari osteoporosis 5. Untuk mengetahui patofisiologi dari osteoporosis 6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari osteoporosis 7. Untuk mengetahui komplikasi dari osteoporosis 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari osteoporosis 9. Untuk mengetahui pencegahan dari osteoporosis 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis



6



BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP MEDIS 1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009). Menurut



WHO



pada



International



Consensus



Development



Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006). Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007). Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,  National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah  ( Sudoyo, 2009 ). 2. Klasifikasi Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan



7



pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin misalnya



Chusing’s



disease,



hipertiriodisme,



hiperparatiriodisme,



hipogonadisme, kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan



minum



alcohol,



pemakaian



obat-obatan/kortikosteroid,



kelebihan kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih : 2009). Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause (Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenil dan osteoporosis sekunder. a. Osteoporosis Postmenopause (Tipe I) Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa menopause. b. Osteoporosis involutional (Tipe II) Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang. c. Osteoporosis idiopatik Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang. d. Osteoporosis juvenile Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang terjadi pada anak-anak prepubertas. e. Osteoporosis sekunder. Penurunan



densitas



tulang



yang



cukup



berat



untuk



menyebabkan fraktur atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti



8



kelebihan kortikosteroid, atraumatik reumatoid, kelainan hati/ ginjal



kronis,



sindrom



malabsorbsi,



mastisitosis



sistemik,



hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain. 3. Etiologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut: a. Determinan Massa Tulang  Faktor genetik Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.  Faktor mekanis Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.  Faktor makanan dan hormon



9



Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium)



di



atas



kebutuhan



maksimal



selama



masa



pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang



melebihi



kemampuan



pertumbuhan



tulang



yang



bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya. b. Determinan penurunan Massa Tulang  Faktor genetik Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.  Faktor mekanis Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal. Pada



umumnya



aktivitas



fisis



akan



menurun



dengan



bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya   usia.  Kalsium



10



Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses



penurunan



massa



tulang



sehubungan



dengan



bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanitawanita



pada



kalsiumnya



masa rendah



peri dan



menopause,



dengan



absorbsinya



tidak



masukan



bak,



akan



mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan



yang



erat



antara



masukan



kalsium



dengan



keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen



pada



masa



menopause



adalah



pergeseran



keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.  Protein Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan



mengakibatkan



kecenderungan



untuk



terjadi



keseimbangan kalsium yang negative.  Estrogen.



11



Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.  Rokok dan kopi Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.  Alkohol Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti. 4. Patofisiologi Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopouse  dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009). Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan



remodelling



tulang



selama



bertahun-tahun



mengakibatkan pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.



12



Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002). Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, furosemid, antikonvulsan,



kortikosteroid



dan



suplemen



tiroid



mempengaruhi



penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium. Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis. 5. Manifestasi Klinis a. Nyeri tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak. b. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur. c. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas d. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis. e. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang,



13



klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh. f. Kecenderungan penurunan tinggi badan g. Postur tubuh kelihatan memendek. 6. Factor Resiko Osteoporosis Ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu : a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah : -



Usia, lebih sering terjadi pada lansia



-



Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil



-



Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi



-



Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat



osteoporosis,



anak-anak



yang



dilahirkan



juga



cenderung mempunyai penyakit yang sama. -



Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita antara usia 50-60tahundengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.



b. Factor risiko yang dapat diubah : -



Merokok



-



Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.



14



-



Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang



-



Gangguan makan (anoreksia nervosa)



-



Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.



-



Penggunaan



obat-obatan



tertentu



seperti



diuretic,



glukokortikoid, antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan kortikosteroid. 7. Komplikasi Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis. 8. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan radiologik Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri) Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada



15



dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang: 



Single-Photon Absortiometry (SPA) Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.







Dual-Photon Absorptiometry (DPA) Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk



evaluasi



bagian-bagian



tubuh



dan



tulang



yang



mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata. 



Quantitative Computer Tomography (QCT) Merupakan



densitometri



yang



paling



ideal



karena



mengukur densitas tulang secara volimetrik. 



Sonodensitometri Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.







Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.







Biopsi tulang dan Histomorfometri



16



Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang. 



Radiologis Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.







CT-Scan CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.







Pemeriksaan Laboratorium -



Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.



-



Kadar



HPT



meningkat)



(pada dan



Ct



pascamenoupouse (terapi



ekstrogen



kadar



HPT



merangsang



pembentukkan Ct) -



Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.



-



Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya



9. Penatalaksanaan Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu, juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy (HRT) yaitu menggunakan



17



estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D. a. Terapi medis. Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah



upaya-upaya



untuk



menekan



atau



memperlambat



menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit. 



Obat pereda sakit Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin. Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau coproxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.



b. Terapi hormone pada wanita Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar. Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan massa tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak pasien penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal tersebut sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat secara maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.



18



Terapi



hormone



pramenopause.



pada



Lamanya



wanita



diberikan



pemberian



terapi



pada



masa



hormone



sulit



ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan untuk



dilakukan



terapi



hormone



seumur



hidup



semenjak



menopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10 tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker. 



Hormone Replacement Theraphy (HRT) Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti (THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan progesterone. Hormonehormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause sehingga perlu dilakukan HRT. Penggunaan estrogen memang efektif  dalam upaya pengobatan dan pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan progesterone untuk mengurangi resiko tersebut. Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone, diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan



19



progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap. 



Kalsitonin. Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin. Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast. Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan efek samping  berupa  rasa mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.







Testosterone Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria. Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada, kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa terjadi pada pria.



c. Terapi non-hormonal Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat ditimbulkan  dan tidak dapat



20



diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal. 



Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal dalam pengobatan osteoporosis nonhormonal. Efek utama dari obat ini adalah menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah etidronat dan alendronat.







Etidronat. Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya.



Kadang



kala



konsumsi



etidronat



memberikan efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain. 



Alendronat Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan



etidronat,



penggunaannya



tidak



perbedaannya perlu



adalah



pada



dikombinasikan



dengan



konsumsi suplemen kalsium, tetapi  bila asupan kalsium masih rendah, pemberian kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut, serta gangguan pada tenggorokan. d. Terapi alamiah



21



Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan menjaga pola makan yang baik. 10. Pencegahan a. Merubah gaya hidup merupakan jalan terbaik untuk mencegah osteoporosis, yaitu: -



Pastikan kebutuhan kalsium mencukupi untuk diet (± 1000 2000mg/day sesuai usia)



-



Pastikan kebutuhan vitamin D mencukupi (antara 400 – 1000 IU/hari sesuai usia)



-



Jangan merokok



-



Hindari minum minuman keras (alcohol)



-



Olahraga



-



Mengobati



kondisi



medis



yang



mendasari



yang



dapat



menyebabkan osteoporosis -



Minimalkan atau mengubah obat yang dapat menyebabkan osteoporosis; tidak pernah berhenti minum obat apa pun tanpa berbicara dengan dokter Anda terlebih dahulu



-



Jika Anda berada pada risiko tinggi untuk jatuh, pertimbangkan untuk menggunakan pelindung pinggul, yang dapat membantu mencegah patah tulang pinggul jika Anda jatuh



b. Penkes (Pendidikan Kesehatan) Pada Pasien Dengan Osteoporosis. -



Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30 – 60 menit/hari.



22



-



Anjurkan pasien untuk menjaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi.



-



Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis.



-



Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang licin, obat-obatan sedatif, dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi orthostatik.



-



Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada pasien yang kurang terpajan sinar matahari atau pasien dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Jika diduga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orangtua harus diberikan. Pada pasien dengan gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH)2D harus dipertimbangkan.



-



Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi



asupan



nutrisi



sampai



3gram/hari



untuk



meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin > 300mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari). -



Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.



-



Pada pasien arthritis reumatiod dan arthritis inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat arthritis inflamasi yang aktif.



-



Informasikan pemberian terapi estrogen. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan kesemuanya dapat meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena osteoporosis pada panggul dan tulang punggung.



23



B. KONSEP TEORI KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Pasien 



Keluhan Utama: Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.







Riwayat Penyakit Dahulu : Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya.







Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.







Riwayat Psikososial : Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.







Riwayat Pemakaian Obat : Apakah



pasien



pernah



menggunakan



obat-obatan



yangdipakai, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat. b. Pemeriksaan fisik 



B1 (breathing ) Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki







B2 (blood) Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat



24







B3 (brain) Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah







B4 (Bladder) Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan







B5 (bowel) Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses







B6 (Bone) Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis



sering



menunjukkan



kifosis



atau



gibbus



(dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut : a.



Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.



b.



Hambatan mobilitas



fisik yang berhubungan dengan



disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan. c.



Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai



25



dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk. 3. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis Tujuan : Setelah



diberikan



tindakan



keperawatan



diharapkan



nyeri



berkurang dengan kriteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana. Intervensi : 



Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku) R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi







Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi



rasa



nyerinya



R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera 



Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi visualisasi,



progresif,



latihan



nafasa



dalam,



sentuhan



imajinasi teraupetik



R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama 



Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi



26



R/ diberikan untuk menurunkan nyeri. b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri Intervensi : 



Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya







Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah







Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.



c. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk



27



Tujuan : cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur Intervensi : 



Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan



klien



pada



tempat



tidur



rendah,



berikan



penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah



untuk



diobservasi.



R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. 



Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat. R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis







Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan. R/



obat-obatan



seperti



diuretic,



fenotiazin



dapat



menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh



28



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS Nama



:Ny. A



Usia



:58 Th



Jenins kelamin



:Perempuan



Alamat



:lamasi pantai



Suku



: Jawa



Status pernikahan



: Kawin



Pendidikan



: SLTA



Agama



: Islam



Pekerjaan



: wiraswasta



Diagnosa medik



: osteoporosis



No medical record



: 002220



Tanggal masuk



: Rabu, 28 september 2020



Tanggal pengkajian



: Rabu, 28 september 2020



Penanggung Jawab: Nama



:Tn. F



Usia



:59 Th



Jenis kelamin



:Laki-laki



Pekerjaan



:PNS



Hubungan



:Suami



Alamat



: Lamasi Pantai



2. Keluhan Utama : Klien menyatakan sudah sejak tiga minggu yang lalu sering mengeluh mengalami ngilu pada bagian tulang belakang. 3. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan tidak mamapu berjalan dan berpindah dengan sendiri dan harus dengan alat bantu berupa tongkat atau bantuan orang lain karena pasien masih mengalami ngilu sampai saat ini. Klien



29



merasa cemas dengan kondisinya saat ini



karena semakin lama



semakin parah. Pengkajian nyeri ( P : pada bagian tulang belakang ketika akan beraktivitas, Q : ngilu, R : pada bagian tulang belakang menyebar hingga ke pinggang, S : skala nyeri 5, T : nyeri terus menerus 5 -10 menit.) 4. Riwayat kesehatan masa lalu: Sebelumnya pasien menyatakan belum pernah mengalami sakit seperti ini. Namun Klien pernah pernah di rawat selama 6 hari di RS karena terkena demam berdarah sudah sejak satu setengah tahun yang lalu. -



Imunisasi: pasien menyatakan semasa kecil orang tua nya selalu rutin membawanya imunisasi



-



Kecelakaan yang pernah di alami: pasien menyatakan belum pernah mangalami kecelakan sama sekali.



-



Alergi: pasien menyatakan tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan maupun alergi zat.



-



Pengobatan dini: pasien menyatakan jarang mengkonsumsi obat – obatan yang di beli dari warung, karena jika sakit selalu memilih untuk berobat ke puskesmas atau klinik pengobatan terdekat.



5. Riwayat kesehatan keluarga: Klien menyatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit menular maupun penyakit keturunan, sedangkan anggota keluarganya saat ini tidak ada yang mengalami keluahan serupa dengan pasien.



30



6. Genogram :



Keterangan : :laki – laki



: perempuan



:garis pernikahan



: meninggal



: klien



:



tinggal



serumah



: garis keturunan



31



7. Riwayat Aktivitas pasien Pola aktivitas sehari hari (ADL) ADL DI RUMAH Pola pemenuhan nutrisi Makan : dan cairan (makan dan







minum



DI RUMAH SAKIT Makan :



Makan



sehari



3







kali



Makan



sehari



3



kali







Jenis : nasi putih







Jenis : nasi putih







Lauk : telur, ayam,







Lauk : telur, ayam.



daging.







Sayur







Sayur



:



bayam,



kangkung,



slada,







Pantangan : tidak







Minum :



ada







Jenis : air putih







Sehari minum air



Jenis : air putih, teh, jus



 



putih 6-7 gelas. 



Kesulitan makan /



Sehari minum air



minum



putih 6-7 gelas.



mengalami



Kesulitan makan /



kesulitan.



minum







Pantangan : tidak ada



Minum : 



bayam,



sup.



sup 



:



:



tidak







:



Usaha



untuk



mengalami



mengalami



kesulitan.



kesulitan



Usaha



untuk



tidak



: tidak



ada.



mengalami kesulitan



: tidak



ada. Pola eliminasi BAK:



BAK : 



BAB :



BAK : Frekuensi : BAK







3- 4 kali



Frekuensi : BAK 3- 4 kali







Bau : khas







Warna



:



kuning







Bau : khas







Warna



:



kuning



32



bening



bening







Masalah : tidak ada







Masalah : tidak ada







Cara mengatasi ;







Cara mengatasi ;



tidak ada



tidak ada



BAB : 



BAB : Frekuensi : BAB sehari



satu







kali



sehari



setiap pagi. Warna : kuning







Warna : kuning







Bau : khas







Bau : khas







Konsistensi : padat







Konsistensi : padat – lembek



Masalah



:



tidak







adamasalah 



Cara mengatasi :







Jumlah / waktu : 8







Gangguan tidur : Cara







mengatasi







Hal - hal yang tidur



Gangguan tidur : Cara



mengatasi







Hal - hal yang mempermudah



:



tidur



mendengarkan



mendengarkan



musik



musik



diri Personal hygine : 



Jumlah / waktu : 8



ganguan : tidak ada



mempermudah



(PH)



Cara mengatasi :



tidak ada



ganguan : tidak ada 



tidak



jam /hari.



tidak ada 



:



tidak ada. Pola istirahat tidur :



jam /hari. 



Masalah



adamasalah



tidak ada. Pola istirahat tidur : 



kebersihan



kali











Pola



satu



setiap pagi.



– lembek



Pola istirahat tidur



Frekuensi : BAB



Mandi : 2 kali



:



Personal hygine : 



Mandi : 2 kali



33



sehari 



sehari 



Mencuci rambut: 3 kali



dalam



satu



kali



minggu. 



Frekuensi







gosok



satu



Frekuensi



gosok



gigi : sehari 2 kali. 



Potong kuku : satu kali



dalam



minggu.



gigi : sehari 2 kali. 



Mencuci rambut: 3



dalam



Potong kuku : satu kali



dalam



seminggu. seminggu. Menonton Tv, senam, Berbaring di temat tidur,



Aktivitas lain



berkebun. Pola Aktivitas Dan Latihan KEMAMPUAN DIRI Makan Toileting Berpakaian Mobilitas di tempat tidur Berpindah Ambulasi / ROM KETERANGAN :



berdzikir.



0 √



1



2



3



4



√ √ √ √ √



0 : Mandiri total 1 : memerlukan penggunaaan peralatan atau alat bantu 2 : :membutuhkan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan, atau pengajaran. 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu 4 : ketergantungan; tidak berartisispasi dalam aktivitas. 8. Riwayat Psikologi a. Status emosi Pasien menyatakan merasa cemas dengan kondisinya saat ini karena tidak tau penyebab dari penyakitnya saat ini yang semakin lama semakin parah. b. Gaya komunikasi 34



Klien tampak berhati hati dalam berbicara, klien berbicara secara spontan,klien



berbicara



jelas



dan



terbuka,



dan



selama



berkomunikasi pasien menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar, pasien tampak sering melamun. c. Pola pertahanan Pasien menyatakan merasa cemas dengan kondisinya saat ini, pasien hanya dapat berdoa dan berharap supaya segera sembuh dengan pengobatan yang dijalaninya saat ini. d. Dampak dirawat di RS Pasien menyatakan saat di rawat rumah sakit merasa bahwa ada perubahan, yaitu nyeri mulai berkurang. e. Kondisi emosi / perasaan klien. Kondisi pasien terlihat cemas karena ingn segera sembuh dari penyakitnya. Perasaan klien saat ini sedih karena karenaharus menjalani perawatan dirumah sakit sampai benar benar sembuh. 9. Riwayat Sosial Pasien menyatakan menjalain hubungan baik dengan seluruh anggota keluaraganya dan juga lingkungan sekitar rumahnya maupun lingkungan dimana ia bekerja. Pernah mengikuti kegiatan bakti sosial, maupun sosialisasi yang bersangkutan dengan pekerjaannya, selain itu di lingkungan rumahnya sering mengikuti kegiatan senam, dan perkumpulan organisasi ibu ibu PKK. Pasien menyatakan menjalin hubungan yang sangat erat dengan lingkungan masyarakat sekitar rumahnya. Klien menyatakan merasa puas dengan pekerjaan yang ia jalani setiap hari sebagai penjaga toko baju. Pasien mempunyai kebanggan tersendiri dalam melayani konsumen dengan cara ini ia mendapatkan penghasilan dengan Sendirinnya Untuk Memenuhi Kebutuhannya. 10. Riwayat Spiritual Pasien menyatakan rajin menjalan kewajiban dalm beribadah setiap hari, menjalankan sholat 5 waktu dan menjalankan puasa, baik puasa wajib maupun puas sunah senin dan kamis. Selain itu klien rutin



35



mengikuti pengajian di lingkungan masyarakat sekitarnya. Saat sakit pasien menyataka masih menjalankan kewajiban sholat 5 waktu da kadang dibantu oleh anggota keluarganya.



Pasien yakin akan



kesembuhan penyakitnya saat ini, denga cara berihtiar menjalani perawatan rutin pasti allah SWT membri kesembuhan pada penyakitnya. 11. Pemeriksaan Fisisk a. Keadaan Umum Keadaan umum klien : sedang Kesadaran : composmentis GCS : Respon eye



:4



Respon Motorik



:5



Respon verbal



:5



Total



:14



Status gizi TB



: 160 cm



BB



: 50 kg



IMT



: 19,53



b. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital TD : 130 / 80 mmHg N



:1100 x/m



S



:36,8 oC



RR : 24 x /m c. Pemeriksaan Wajah  Mata -



Inspeksi : posisi mata simetris, tidak terdapat oedema pada pelpebra mata kanan dan kiri, conjungtiva pada kedua matanyatidak anemis, reaksi pupil terhadap cahaya mengecil, bentuk pupil isokor, gerakan bola mata kanan dan kiri baik kesegala arah, terdapat gerak reflek pada penutupan klopak mata, keadaan bulu mata tidak rontok,



36



warna iris hitam, wajah pasien tampak tegang, pasien tampak gelisah, dan pasieen tampak sering melamun. -



Palpasi : tidak mengalami nyeri tekan, dan tidak terdapat benjolan.



 Hidung -



Inspeksi: posisi hidung simetris, bentuk hidung mancung, tidak terdapat secret, tidak ada pembengkakan sinus, tidak terdapat pernafasan mengunakan cuping hidung.



-



Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat benjolan.



 Mulut -



Tidak terdapat kelainan kongenital pada mulut, warna bibir tidak pucat, tidak ada lesi, membran mukosa lembab, gigi tidak caries, menggunakan gigi palsu, warna lidah pink, lidah tidak mengalami perdarahan dan abses, tidak terdapat benda asing pada rongga mulut, tidak terdapat radang pada gusi.



 Telinga -



Inspeksi: posisi telinga simetris, telinga bersih tidak terdapat serumen, tidak terdapat peradangan, serta tidak meggunakan alat bantu pendengaran.



-



Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat benjoalan.



d. Pemeriksaan Kepala Dan Leher  Kepala -



Inspeksi: rambut tampak bersih warna rambut sebagian mulai memutih, tidak ada lesi, penyebaran tumbuh rambut merata, rambut tidak rontok.



-



Palpasi: tidak terdapat benjolan maupun nyeri tekan pada bagian kepala, tekstur rambut halus.



 Leher



37



-



Inspeksi: tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada lesi.



-



Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pembengkakan maupun pembesaran kelenjar thyroid.



e. Pemeriksaan Thoraks / Dada  Pemeriksaan paru -



Inspeksi



: bentuk dada simetris, tidak terdapat lesi,



irama pernafasan teratur, menggunakan otot bantu pernafasan,



frekuensi



pernafasan



20



x/



menit.



Pengembangan peru kanan kiri seirama. -



Palpasi



: tidak erdapat nyeri tekan, tidak



terdapat benjolan, fokal fremitus teraba. -



Perkusi



: suara redup di atas organ jantung



dan sonor pada organ paru -



Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdapat bunyi tambahan.



f. Pemeriksaan Jantung -



Inspeksi: bentuk simetris, tidak terdapat lesi



-



Palpasi: iktus kordis teraba, tidak terdapat nyeri tekan maupun benjolan



-



Perkusi: redup



-



Auskultasi: bunyi jantung I lub, bunyi jantung II dup jarak antar bunyi jantung satu dan bunyi jantung dua kurang dari 1 detik, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.



g. Pemeriksaan Fisik Abdomen -



Inspeksi : tidak ada lesi, bentuk simetris, tidak terdapat asites.



-



Auskultasi : bising usus 10 x / menit



-



Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan pemebngkakan pada bagian hepar, ginjal maupun limfa, tidak terdapat distensi abdomen.



38



-



Perkusi : Hasil Perkusi Pada Abdomen Adalah Tympani.



h. Pemeriksaan Genetalia Dan Rektal Rambut pubis bersih, tidak terdapat pembesaran klitoris, tidak terdapat lesi maupun benjolan serta tidak terdpat nyeri tekan pada rektum. Pasien menyatakan sudah mengalami menopouse sejak 5 tahun yang lalu. i. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang Pada bagian kulit punggung tidak terdapat lesi, bentuk tulang belakang mengalami kelainan bentuk (kifosis), terdapat nyeri tekan pada tulang belakang, Pengkajian nyeri ( P : pada bagian tulang belakang ketika akan beraktivitas, Q : ngilu, R : pada bagian tulang belakang menyebar hingga ke pinggang, S : skala nyeri 5, T : nyeri terus menerus 5 -10 menit.). terdapat kekakuan / tonus otot pada punggung. j. Pemeriksaan Ekstermitas / Muskuloskeletal Otot antar sisi kiri dan sisi kanan simetris, tidak terjadi deformitas, tidak terjadi fraktur, dan tidak ada traksi. k. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/ Penghidu/Tenggorokan -



Pendengaran : Tes bisik dengan arloji terdengar jelas, uji weber seimbang, uji rinne hantaran tulang sama dibandingkan dengan hantaran udara, uji swabch : sama



-



Penciuman : dapat mencium / mengenali bau bauan (sabun, kopi, alkohol)



-



Pemeriksaan tenggorokan : tidak terdapat nyeri tekan.



l. Pemeriksaan Fungsi Pengelihatan -



Pemeriksaan visus dengan snellen’s card : tidak di lakukan pemeriksaan



-



Tapa



snellen



card



:



keajaman



pengelihatan



baik,



mampumelihat tanpa menggunakan alat bantu pengelihatan. -



Pemeriksaan lapang pandang : pandangan klien baik.



-



Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak terdapat nyeri tekan.



m. Pemeriksaan Fungsi Neurologis



39



Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale) -



E = 4 (spontan membuka mata)



-



M = 5 ( menurut perintah)



-



V = 5 (berorientasi baik)



Setelah di lakukan pemeriksaan skoring didapatkanhasil 14 : composmentis n. Pemeriksaan nervus kranialis -



Nervus I (olfactory) Fungsi penciuman bagus, klien dapat mengenali bau yang diciumnya melalui hidung bagian kiri maupun kanan.



-



Nervus II (optikus) Aktivitas visual dan lapang pandang pasien baik.



-



Nervus III (oculomotorius) Respon pupil terhadap raangsangan cahaya yaitu mengecil



-



Nevus IV(trochlear) Tidak ada devisiasi bola mata, displopia serta nistagmus.



-



Nervus V (trigenimus) Reflek kornea langsung gerakan mengedip ipsilateral



-



Nervus VI (abducens) Klien mampu melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.



-



Nervus VII (faialis) Ekspesi muka sesuai dengan sensasi rasa yang di berikan.



-



Nervus VIII (acustikus) Fungsi pendengaran serta keseimbngan klien bagus.



-



Nervus IX (glossophringeal ) Fungsi saraf terhadap perasaan mengecap baik.



-



Nervus X (Vagus) Pergerakan ovula simetris dan tertarik keatas, terjadi reflek menelan ketika poterior dinding pharynk di tekan dengan tongspatel.



-



Nervus XI (Accessorius) Tidak ada tropi, kekuatan otot terhadap beban baik 40



-



Nervus XII (Hypoglosus) Posisi lidah normal, klien mampu menggerakkan lidah dengan cepat dan baik.



o. Pemeriksaan Kulit / Integumen 



Integumen atau kulit -



Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tidak terjadi perubahan warna kulit, tidak terdapat luka bakar, terdapat diaforesis saat mengalami nyeri.



-



Palpasi : terkstur kulit halus, turgor kulit elastis,struktur kulit tegang, tidak terdapat nyeri tekan.







Pemeriksaan rambut -



Inspeksi : rambut penyebarannya merata, frekuensi rambut banyak, rambut tidak rontok, rambut berwarna hitam, dan sedikit beruban.



-



Palpasi : tekstur rambut halus, tidak terdapat nyeri tekan maupun benjolan.







Pemeriksaan kuku -



Inspeksi : tidak terdapat sianosis, kuku bersih dan rapi.



-



Palpasi : capilarireffil tes +



p. Pemeriksaan Penunjang -



Foto polos sendi (roentgen) : terdapat pembengkokann pada daerah T- L2



-



Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.



-



Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density) : T- score - 3 ( Penyusutan massa tulang)



B. ANALISA DATA ANALISA DATA DS:



CLINICAL



PATHWAY pasien Post menopouse



mengatakan “ merasa



PROBLEM Nyeri akut



ETIOLOGI Agen cedera biologis



41



ngilu



di



bagian



tulang



belakang



ngilu sudah selama 3 minggu



yang



Reabsorbsi tulang meningkat



lalu



mulai di rasakan. P : nyeri pada tulang



Frakur vertebra



belakanng saat akan beraktivitas. Q : ngilu R :



Diskontinuitas



pada bagian



jaringan Tl



tulang belakang dan meyebar hingga ke bagian punggung.



Merangsang nor



S : skalanyeri 5



resptor nyeri di



T:secara



terus



menerus selama



hipotalamus



5-



10 menit DO



:



-



terdapat



Nyeri



kekakuan tonus otot pada



bagian



punggung. -Diaforesis Td :130/80 mmHg N : 110 x/mnt -skala nyeri 5 -nyeri terus menerus selama 5-10 menit. -pasien menahan



tampak kesakitan



saat berjalan. - T score -3 DS : menyatakan



pasien Frakur vertebra jika



Hambatan mobilitas fisik



Gangguan muskulosekeletal 42



akan



berpindah



darisuatu



tempat Reabsorbsi tulang



ketempat



lain dan formasi tl



menggunakan



alat meningkat



bantu



berupa



tongkat, selain itu terkadang



Kekuatan tulang



membutuhkan



menurun



bantuan keluarganya. DO: -ADL : tingkat 3 -pasien



Hambatan mobilitas



berjalan fisik



menggunakan bantu



alat berupa



tongkat. -



berjalan



pelan



pelan sambil



menahan ngilu dan langkah kecil kecil. -



melambatya



pergerakan



saat



berjalan. - postur tubuh pasien mengalami perubahan



pada



tulang belakang. DS:



Pasien Post menopouse



mengatakan merasa cemas



Ansietas



Ancaman status kesehatan



dengan



kondisi punggungnya



saat Reabsorbsi tulang 43



ini



karena



tidak meningkat



mengetahui penyebab



dari



penyakitnya saat ini dan semakin lama Fraktur vertebra semakin parah. DO: -Pasien



wajahnya



tampak tegang.



Penutunan fungsi



-pasien



tampak fisik



gelisah



dengan



kondisinya -TTV: TD: 130/80 mmHg



Nyeri



RR: 24 x/ menit N: 110 x/ menit T: 36,8 °C -Pasien



Kurang informasi tampak



melamun. Ansietas C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. 2. Hambatan



mobilias



fisik



berhubungan



dengan



gangguan



muskuloskeletal. 3. Ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan. D. RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa



Tujuan dan kriteria



keperawatan Nyeri akut b.d agen Setelah



Intervensi



Rasional



hasil dilakukan 1. Kaji



karakteristik -Mengetahui



44



tingkat



cedera biologis



tindakan selama



keperawatan 3x24



jam



nyeri PQRST.



diharapkan nyeri dapat 2. Kaji berkurang



dengan



kriteria hasil 1. Pasien



dengan nyeri memudahkan



nyeri



dengan



pasien intervensi.



kata-kata -



sesuai usia pasien. mengatakan 3. Berikan



nyeri berkurang 3. Pasien



mengenal nyeri 4. Pasien nyaman dapat



mengontrol dengan



pasien



diatasi



sesuai



berlangsung, nyeri,



dan



dan



antisipasi



antisipasi yang akan dilakukan nyamanan untuk mengurangi nyeri



akibat prosedur



-Memberikan



nyeri 4. Berikan posisi yang nyaman teknik



relaksasi nafas dalam 6. Wajah pasien tampak rileks.



5. Bantu



untuk



pasien -agar pasien dapat lebih



mengidentifikasi



nyaman. di -Teknik



masalalu.



mengalami 6. Ajarkan



tonus otot.



posisi



nyaman pada pasien, mengurangi rasa nyeri.



kenyamanan



7. Pasien tidak gelisah, tidak



oleh



penyebab alami pasien.



ketidak



5. Pasien



dialami



yang



nyeri, berapa lama -Mengetahui penyebab akan



merasa



nyeri



nyeri, dengan kondisi yang di



seperti mampu



agar



informasi dapat



tentang



2. Skala nyeri 3



untuk



nonfarmakologi teknik (relaksasi nafas dalam)



nonfarmakologi (teknik



dapat mengurangi rasa



nafas nyeri



dalam). 7. Kolaborasi



-Obat analgetik dapat dengan mengontrol



dokter



dan



untuk mengurangi rasa nyeri



pemberian



obat pada



analgetik



pasien



osteoporosis



disclofenac 200 mg Hambatan mobilitas Tujuan stelah di lakukan



2x1 1. Kaji



-



fisik b.d gangguan tindakan keperawatan 3



kemampuan



muskuloskeletal



x 24 jam diharapkan



pasien



pasien



mobilisasi.



mampu



Untuk mengetahui



kemampuan



dalam dalam



pasien melakukan



mobilisasi. 45



melakukan



mobilitas



dengan kriteria hasil : 1. Pasien



2. Ajarkan pasien -Supaya pasien mampu dan



pantau melakukan



pasien



dalam secara madiri dengan



memperlihatkan



penggunaan alat alat bantu.



penggunaan alat



bantu mobilitas -agar



bantu



secara



(tongkat).



benar



dengan



pengawasan.



3. Ajarkan pasien atau postur



pasien



mengalami



bagaimana



2. Melakukan



dan buruk



dalam



kehidupan



tubuh



sehari-hari secara



benar



mandiri



melakukan



penanganan



aktivitas.



tepat.



bantu



tongkat.



postur



tubuh akibat kebiasaan



mekanikan



alat



tidak



perubahan



kelainan



aktivitas



dengan



aktivitas



beraktivitas. yang -agar



pasien



saat mendapatkan secara



4. Rujuk ke ahli



3. Berjalan dengan



terapi



fisik



menggunkan



untuk



program



langkah







langkah



yang



benar



latihan.



sejauh



kurang lebih 1 meter. 4. Pasien meminta bantuan



untuk



aktivitas mobilisasi,



jika



di perlukan. Ansietas



b.d Tujuan stelah di lakukan



ancaman



status tindakan keperawatan 3



kesehatan.



1. Kaji



dan -



Untuk



mengetahui



dokumentasikan



tingkatkecemasan yang



x 24 jam diharapkan



tingkat



di alami oleh pasien.



pasien



kecemasan



-Agar



mengalami



mampu penurunan



pasien



pasien, termasuk nyaman



merasa serta



46



tingkat ansietas dengan



reaksi fisik stiap mengurangi



kriteria hasil:



3 jam sekali.



1. Klien



mampu



cedera



2. Dampingi pasien



mengungkapkan



meningkatkan



gejala ansietas.



keamanan



mengungkapkan dan



yang



di



akibatkan oleh ansietas.



mengidentifikasi,



2. Mengidentifikasi



resiko



untuk -



untuk



memperluas



tingkat konsentrasi dan



dan fokus



pasien



pada



mengurangi rasa berbagai hal. takut.



-



3. Sediakan



Agar



pasien



keluarga



dan



mampu



menunjukkan



pengalihan



tehnik



melalui televisi, ansietas yang muncul.



untuk



mengidentifikasi gejala



mengontrol



serta



terapi -agar



cemas.



okupasi



untuk lebih tenang.



3. Vital sign dalam batas normal. 4. Postur



menurunkan ansietas



dan



memerluas



tubuh,ekspresi wajah,



pasien



bahasa



fokus. 4. Informasikan



tubuh dan tingkat



kepada



pasien



aktivitas



maupun



menunjukkan



keluarga pasien



berkurangnya



tentang



kecemasan.



ansietas.



gejala



5. Berikan injeksi benzodiazepine 2x1 3ml untuk menurunkan ansietas.



E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Hari ke 1



47



merasa



NO Dx HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON 1 Rabu, 28/09/2016 a. Kaji skala nyeri DS : pasien menyatakan 07.00 WIB



dengan PQRST



masih mengalami nyeri. P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang S: skala nyeri 5 T: secara terus menerus 5 – 10 menit. DO: - skala nyeri 5 -



Nyeri teru menerus 5- 10 menit



-



Wajah pasien tampak menyeringai



07.00 wib



menahan nyeri. b. Kaji nyeri pasien DS : pasien menyatakan dengan



kata-kata mamapu mengenal nyeri,



sesuai usia pasien.



punggungnya masih mengalami kaku saat untuk beraktivitas. DO: terdapat kekakuan tonus otot pada bagian



07.00 wib



pungung pasien. c. Berikan posisi yang DS : pasien menyatakan nyaman pada pasien



merasa nyaman dengan posisi berbaring. DO : pasien tidur dengan posisi berbaring di atas tempat tidur.



48



09.00 wib



d.



Ajarkan



teknik DS: pasien menyatakan



nonfarmakologi



merasa rileks setelah di



(teknik nafas dalam)



ajarkan teknik nafas dalam. DO: wajah pasien tampak masih menahan kesakitan, pasien sudah tidak mengalami diaforesis. TD : 130/80 mmHg



10.00 wib



N : 110 x/m e. Kolaborasi dengan DS: pasien menyatakan dokter



untuk merasa nyeri berkurang



pemberian analgetik



obat setelah diberikan obat disclofenac analgetik.



200 mg 2x1



DO: - obat disclofenac 200 mg masuk melalui oral.



NO Dx 2



HARI/TGL/JAM Rabu, 28/09/2016 08. 30 WIB



IMPLEMENTASI RESPON a. Kaji kemampuan DS : pasien menyatakan pasien



dalam berjalan menggunakan alat



mobilisasi.



bantu dan terkadang dibantu anggota keluarganya. DO : - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. -



09.00 WIB



b. Ajarkan



Berjalan menggunakan



tongkat. pasien DS : pasien menyatakan mau



dan pantau pasien dan mampu mengunakan dalam penggunaan



tongkat sebagai alat bantu alat jalan.



49



bantu



mobilitas DO : - pasien mampu



(tongkat). 10.00 WIB



c. Ajarkan



menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat. pasien DS : pasien menyatakan



bagaimana postur belum mampu melakukan dan



mekanikan posisi postur tubuh yang



tubuh yang benar benar. saat 11.00 WIB



melakukan DO : - postur tubuh pasien



aktivitas. d. Rujuk ke



tampak membungkuk. ahli DS : pasien menyatakan mau



terapi fisik untuk menjalani terapi fisik. program latihan.



DO :- pasien tampak rilekssetelahmelakukan terapi fisik.



NO Dx 3



HARI/TGL/JAM Rabu, 28/09/2016 09.00 WIB



IMPLEMENTASI RESPON 1. Kaji dan DS : pasien menyatakan dokumentasikan



merasa cemas dengan



tingkat



kodisinya saat ini, karena



kecemasan



semakin lama semakin parah.



pasien, termasuk DO : - wajah pasien tampak reaksi fisik stiap 3 tegang. jam sekali.



09.30 WIB



-



TD : 130 / 80 mmHg



-



N : 110 X / menit



-



T : 36, 8 0C



- RR : 24x / menit 2. Dampingi pasien DS : pasien menyatakan untuk



merasa takut dengan



meningkatkan



kondisinya saat ini.



keamanan



dan DO : - wajah pasien tampak



mengurangi rasa gelisah. takut. 10.30 WIB



3. Informasikan



DS : keluarga pasien mampu 50



kepada



pasien mengenali gejala ansietas pada



maupun keluarga pasien. pasien



tentang DO : - keluarga pasien



gejala ansietas 11.00 WIB



4. Berikan



tampak paham dalam



mengenal gejala ansiatas. injeksi DS : pasien menyatakan mau



benzodiazepine



menjalani terapi



2x1 3ml untuk DO : - injeksi benzodiazepin menurunkan



3 ml masuk melalui IV



ansietas. EVALUASI Hari ke 1 NO



HARI / TGL /



1



JAM Rabu,



DX KEP



EVALUASI



Nyeri akut



S : - pasien menyatakan



28/09/2016



berhubunngan dengan



masih mengalami nyeri



13.20 WIB



agen cedera biologis.



P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang S: skala nyeri 5 T: secara terus menerus 5 – 10 menit. -



pasien menyatakan mampu mengenal nyeri, punggungnya masih mengalami kaku saat untuk beraktivitas.



-



pasien menyatakan



51



merasa nyaman dengan posisi berbaring. -



pasien menyatakan merasa rileks setelah di ajarkan teknik nafas dalam.



O: -



skala nyeri 5



-



Nyeri teru menerus 5- 10 menit



-



terdapat kekakuan tonus otot pada bagian pungung pasien.



-



Wajah pasien tampak menyeringai menahan nyeri.



-



Pasien tampak nyaman tidur dengan posisi berbaring di atas tempat tidur.



-



Wajah pasien tampak masih menahan kesakitan, pasien sudah tidak mengalami diaforesis.



TD : 130/80 mmHg N : 110 x/m -



obat disclofenac



52



200 mg masuk melalui oral. A: Masalah belum teratasi P:lanjutkan intervensi 1,2,3 2



Rabu,



Hambatan mobilias



dan 4 S: - pasien menyatakan



28/09/2016



fisik berhubunngan



berjalan menggunakan alat



13.30 WIB



dengan gangguan



bantu dan terkadang di



muskuloskeletal.



bantu anggota keluarganya. -



pasien menyatakan mampu mengunakan tongkat sebagai alat bantu jalan.



-



pasien menyatakan mau menjalani terapi fisik.



O: - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. Berjalan



menggunakan



tongkat. -



pasien



mampu



menggunakan alat bantu jalan



berupa



tongkat.



-



postur tubuh pasien tampak membungkuk. -



pasien



tampak



rileks



setelah melakukan terapi fisik A: Masalah belum teratasi P:lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4 53



3



Rabu,



Ansietas berhubungan



S : - pasien menyatakan



28/09/2016



dengan ancaman status



merasa cemas dengan



13. 40 WIB



kesehatan.



kodisinya saat ini, karena semakin lama semakin parah. -



pasien menyatakan merasa takut dengan kondisinya saat ini.



-



keluarga pasien mampu mengenali gejala ansietas pada pasien.



O : - wajah pasien tampak tegang. -



TD : 130 / 80 mmHg



-



N : 110 X / menit



-



T : 36, 8 0C



-



RR : 24x / menit



-



wajah pasien tampak gelisah.



- keluarga pasien tampak paham dalam mengenal gejala ansiatas. - injeksi benzodiazepin 3 ml masuk melalui IV A: Masalah belum teratasi P:lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4 Hari ke 2 NO Dx



HARI/TGL/JAM



IMPLEMENTASI



RESPON



54



1 Kamis,29/09/2016 a. Kaji skala nyeri DS : pasien menyatakan 07.00 WIB



dengan PQRST



nyeri mulai berkurang. P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang. S: skala nyeri 4 T: secara terus menerus selama 5 menit DO: - skala nyeri 5 -



Nyeri terus menerus selama 5menit



-



Wajah pasien



tampak rileks b. Kaji nyeri pasien DS:pasien menyataan dengan



kata-kata mampu mengenal nyeri,



sesuai usia pasien.



pasien menyatakan kekakuan pada punggungnya mulai berkurang. DO: masih terdapat kekakuan tonus otot pada punggung.



07.00 wib



c. Berikan posisi yang DS : pasien menyatakan nyaman pada pasien



merasa rileks dengan posisi semi fowler DO : pasien tidur dengan posisi semifowler di atas



55



09.00 wib



d.



Ajarkan



tempat tidur. teknik DS: pasien menyatakan



nonfarmakologi



nyeri berkurang dengan



(teknik nafas dalam)



teknik nafas dalam. DO: pasien tampak rileks, pasien sudah tidak mengalami diaforesis. TD : 120/80 mmHg



10.00 wib



N: 82 x /m e. Kolaborasi dengan DS: pasien menyatakan dokter



untuk setelah minum obat nyeri



pemberian



obat mulai berkurang.



analgetik



disclofenac DO: - obat disclofenac



200 mg 2x1



200 mg masuk melalui oral.



NO Dx 2



HARI/TGL/JAM Kamis,29/09/2016 08. 30 WIB



IMPLEMENTASI RESPON a. Kaji kemampuan DS : pasien menyatakan pasien



dalam berjalan menggunakan alat



mobilisasi.



bantu tongkat dan dalam toileting masih dibantu oleh anggota keluarganya. DO : - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. -



Berjalan ke toilet menggunakan tongkat



09.00 WIB



b. Ajarkan



dan dibantu suaminya. pasien DS : pasien menyatakan



dan pantau pasien mampu mengunakan tongkat dalam



sebagai alat bantu jalan



penggunaan bantu



alat maupun berpindah.



mobilitas DO : - pasien mampu



56



(tongkat). 10.00 WIB



menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat. pasien DS : pasien menyatakan



c. Ajarkan



bagaimana postur dengan posisi duduk tegap dan



mekanikan masih belum mampu, karena



tubuh yang benar masih terasa ngilu. saat



melakukan DO : - postur tubuh pasien



aktivitas. 11.00 WIB



d. Rujuk



tampak membungkuk saat duduk. ahli DS : pasien menyatakan



ke



terapi fisik untuk merasa rileks setelah program latihan.



menjalani terapi fisik. DO :- pasien tampak rileks setelah melakukan terapi fisik



NO Dx 3



HARI/TGL/JAM Kamis,29/09/2016 09.00 WIB



9.30 WIB



IMPLEMENTASI RESPON a. Kaji dan DS : pasien menyatakan dokumentasikan



cemas mulai berkurang.



tingkat



DO : - wajah pasien tampak



kecemasan



gelisah.



pasien, termasuk



-



TD : 120 / 80 mmHg



reaksi fisik stiap 3



-



N : 82 X / menit



jam sekali.



-



T : 36, 9 0C



- RR : 24x / menit b. Dampingi pasien DS : pasien menyatakan untuk



merasa nyaman ketika di



meningkatkan



dampingi oleh anggota



keamanan



dan keluarganya saat di RS.



mengurangi rasa DO : - wajah pasien tampak takut. 10. 30 WIB



masih gelisah.



c. Informasikan kepada



DS : keluarga pasien mampu



pasien mengenali gejala ansietas pada



maupun keluarga pasien. 57



pasien



tentang DO : - keluarga pasien dapat



gejala ansietas 11.00 WIB



d. Berikan



melaporkan gejala ansietas



yang terjadi pada pasien. injeksi DS : pasien menyatakan



benzodiazepine



ansietas mulai berkurang



2x1 3ml untuk setelah diberi obat. menurunkan



DO : - injeksi benzodiazepin



ansietas.



3 ml masuk melalui IV



EVALUASI Hari ke 2 NO



HARI / TGL /



1



JAM Kamis,



DX KEP



EVALUASI



Nyeri akut



S : pasien menyatakan



29/09/2016



berhubunngan dengan



nyeri mulai berkurang.



13.30 WIB



agen cedera biologis.



P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang. S: skala nyeri 4 T: secara terus menerus selama 5 menit -



pasien menyataan mampu mengenal nyeri, pasien menyatakan kekakuan pada punggungnya mulai berkurang.



-



pasien menyatakan merasa nyaman



58



dengan posisi semi fowler. -



pasien menyatakan nyeri berkurang dengan teknik nafas dalam.



-



pasien menyatakan setelah minum obat nyeri mulai berkurang.



O: - skala nyeri 5 -



Nyeri terus menerus selama 5menit



-



Wajah pasien tampak rileks



-



masih terdapat kekakuan tonus otot pada punggung.



-



Pasien tampak nyaman tidur dengan posisi semifowler di atas tempat tidur.



-



pasien tampak rileks, pasien sudah tidak mengalami diaforesis.



TD : 120/80 mmHg N: 82 x /m -



obat disclofenac 200 mg masuk



59



melalui oral. A:



Masalah



teratasi



sebagian P:lanjutkan intervensi 1,2,3 2



dan 4 S:



Kamis,



Hambatan mobilias



29/09/2016



fisik berhubunngan



13.30 WIB



dengan gangguan



berjalan



muskuloskeletal.



menggunakan alat



-



pasien menyatakan



bantu tongkat dan dalam toileting masih dibantu oleh anggota keluarganya. -



pasien menyatakan mampu mengunakan tongkat sebagai alat bantu jalan maupun berpindah.



-



pasien menyatakan dengan posisi duduk tegap masih belum mampu, karena masih terasa ngilu.



-



pasien menyatakan merasa rileks setelah menjalani terapi fisik.



O : - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. - Berjalan ke toilet menggunakan tongkat dan 60



dibantu suaminya. - pasien mampu menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat. - postur tubuh pasien tampak membungkuk saat duduk. - pasien tampak rileks setelah melakukan terapi fisik. A:



Masalah



teratasi



sebagian P:lanjutkan intervensi 1,2,3 3



Kamis,



Ansietas berhubungan



dan 4 S : - pasien menyatakan



29/09/2016



dengan ancaman status



cemas mulai berkurang.



13. 40 WIB



kesehatan.



-



pasien menyatakan merasa nyaman ketika di dampingi oleh anggota keluarganya saat di RS.



-



keluarga pasien mampu mengenali gejala ansietas pada pasien.



-



pasien menyatakan ansietas mulai berkurang setelah diberi obat.



O: 61



- wajah pasien tampak gelisah. -



TD : 120 / 80 mmHg



-



N : 82 X / menit



-



T : 36, 9 0C



-



RR : 24x / menit



- wajah pasien tampak masih gelisah. - keluarga pasien dapat melaporkan gejala ansietas yang terjadi pada pasien. - injeksi benzodiazepin 3 ml masuk melalui IV A:



Masalah



teratasi



sebagian P:lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4 Hari ke 3 NO Dx HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON 1 Jumat, 30/09/2016 a. Kaji skala nyeri DS : pasien menyatakan 07.00 WIB



dengan PQRST



nyeri berkurang. P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang. S: skala nyeri 3 T: secara hilang timbul selama 2-3 menit DO: - skala nyeri 3



62



-



Nyeri terus menerus selama 2-3 menit



-



Wajah pasien



tampak rileks b. Kaji nyeri pasien DS: pasien menyatakan dengan



kata-kata mampu mengenal nyeri,



sesuai usia pasien.



dan sudah tidak mengalami kekakuan pada bagaian punggung. DO : tidak terdapat kekakuan tonus otot pada punggung.



07.00 wib



c. Berikan posisi yang DS : pasien menyatakan nyaman pada pasien



merasa nyaman dengan posisi semi fowler. DO : pasien tampak nyaman berbaring dengan posisi semifowler di atas



09.00 wib



d.



Ajarkan



tempat tidur. teknik DS: pasien menyatakan



nonfarmakologi



dapat mengontrol nyeri



(teknik nafas dalam)



dengan teknik nafas dalam. DO: pasien tampak rileks setelah melakukan tehnik napas dalam, pasien tidak mengalami diaforesis TD : 120/80 mmHg N : 80 x / m



63



10.00 wib



e. Kolaborasi dengan DS: pasien menyatakan dokter



untuk setelah minum obat,



pemberian analgetik



obat nyeri mulai berkurang. disclofenac DO: - obat disclofenac



200 mg 2x1



200 mg masuk melalui oral.



NO Dx 2



HARI/TGL/JAM Jumat, 30/09/2016 08. 30 WIB



IMPLEMENTASI RESPON a. Kaji kemampuan DS : pasien menyatakan pasien



dalam berjalan masih menggunakan



mobilisasi.



alat bantu tongkat dan dalam toileting juga masih dibantu oleh anggota keluarganya. DO : - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. -



Berjalan ke toilet menggunakan tongkat



9.0



IB



dan dibantu suaminya. pasien DS : pasien menyatakan



b. Ajarkan



dan pantau pasien mampu mengunakan tongkat dalam



secara benar sebagai alat bantu



penggunaan bantu



alat jalan maupun berpindah.



mobilitas DO : - pasien mampu



(tongkat).



menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat, mampu



10.0 IB



c. Ajarkan



berjalan sejauh > 1m pasien DS : pasien menyatakan dalam



bagaimana postur menggunakan tongkat dan



mekanikan posisinya kadang belum dapat



tubuh yang benar tegap. saat



melakukan DO : - postur tubuh pasien



64



aktivitas.



tampak masih membungkuk saat berjalan menggunakan



11.0 IB



d. Rujuk



tongkat. ahli DS : pasien menyatakan



ke



terapi fisik untuk merasa rileks setelah program latihan.



menjalani terapi fisik. DO :- pasien tampak rileks setelah melakukan terapi fisik



NO Dx 3



HARI/TGL/JAM Jumat 30/09/2016 09.00 WIB



IMPLEMENTASI RESPON a. Kaji dan DS : pasien menyatakan dokumentasik an



cemas sudah berkurang.



tingkat DO : - wajah pasien tampak



kecemasan



rileks.



pasien,



-



TD : 120 / 80 mmHg



termasuk



-



N : 80 X / menit



fisik



-



T : 37 0C



stiap 3 jam



-



RR : 20x / menit



reaksi sekali. 11.1 WIB



b. Dampingi



DS : pasien menyatakan



pasien untuk cemas mulai berkurang dengan meningkatkan



cara banyak berkomunikasi



keamanan dan dengan keluarganya, dan mengurangi



merasa nyaman ketika



rasa takut.



didampingi oleh anak-anaknya maupun suaminya. DO : - wajah pasien tampak ceria saat banyak keluarga yang mendampinginya.



10. 30 WIB



c. Informasikan



DS : pasien dan keluarga



kepada pasien pasien mampu mengenali



65



maupun



gejala ansietas pada pasien.



keluarga



DO : - keluarga pasien dan



pasien tentang pasien dapat melaporkan gejala ansietas gejala ansietas yang dialami. d. Berikan DS : pasien menyatakan



11.00 WIB



injeksi



ansietas dapat berkurang



benzodiazepin setelah diberi obat. e



2x1



3ml DO : - injeksi benzodiazepin



untuk



3 ml masuk melalui IV



menurunkan ansietas. EVALUASI Hari ke 3 NO



HARI / TGL /



1



JAM Jumat,



DX KEP



EVALUASI



Nyeri akut



S : pasien menyatakan



30/09/2016



berhubunngan dengan



nyeri berkurang.



13.30 WIB



agen cedera biologis.



P : nyeri pada tulang belakang Q: ngilu R: pada punggung tulang blakang hingga pinggang. S: skala nyeri 3 T: secara hilang timbul selama 2-3 menit -



pasien menyatakan mampu mengenal nyeri, dan sudah tidak mengalami kekakuan pada bagaian punggung.



66



-



pasien menyatakan merasa nyaman dengan posisi semi fowler.



-



pasien menyatakan dapat mengontrol nyeri dengan teknik nafas dalam.



-



pasien menyatakan setelah minum obat, nyeri mulai berkurang.



O: - skala nyeri 3 -



Nyeri terus menerus selama 2-3 menit



-



Wajah pasien tampak rileks.



-



tidak terdapat kekakuan tonus otot pada punggung.



-



pasien tampak nyaman berbaring dengan posisi semifowler di atas tempat tidur.



-



pasien tampak rileks setelah melakukan tehnik napas dalam, pasien tidak mengalami diaforesis



67



TD : 120/80 mmHg N : 80 x / m - obat disclofenac 200 mg masuk melalui oral. A: Masalah teratasi P:Hentikan intervensi 2



Jumat,



Hambatan mobilias



1,2,3 dan 4 DS : pasien menyatakan



30/09/2016



fisik berhubunngan



berjalan masih



13.30 WIB



dengan gangguan



menggunakan alat bantu



muskuloskeletal.



tongkat dan dalam toileting juga masih dibantu oleh anggota keluarganya. -



pasien menyatakan mampu mengunakan tongkat secara benar sebagai alat bantu jalan maupun berpindah.



-



pasien menyatakan dalam menggunakan tongkat posisinya kadang belum dapat tegap.



-



pasien menyatakan merasa rileks setelah menjalani terapi fisik.



68



DO : - pasien berjalan dengan langkah kecil kecil. -



Berjalan ke toilet menggunakan tongkat dan dibantu suaminya.



- pasien mampu menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat, mampu berjalan sejauh > 1m - postur tubuh pasien tampak masih membungkuk saat berjalan menggunakan tongkat. - pasien tampak rileks setelah melakukan terapi fisik A:



Masalah



teratasi



sebagian P:lanjutkan intervensi 1,2,3 3



Jumat



Ansietas berhubungan



dan 4 DS : pasien menyatakan



30/09/2016



dengan ancaman status



cemas sudah berkurang.



13. 40 WIB



kesehatan.



DS : pasien menyatakan cemas mulai berkurang dengan cara banyak berkomunikasi dengan keluarganya, dan merasa nyaman ketika didampingi oleh anak-anaknya maupun suaminya. 69



DS : pasien dan keluarga pasien mampu mengenali gejala ansietas pada pasien. DS : pasien menyatakan ansietas dapat berkurang setelah diberi obat. DO : - wajah pasien tampak rileks. -



TD : 120 / 80 mmHg



-



N : 80 X / menit



-



T : 37 0C



-



RR : 20x / menit



- wajah pasien tampak ceria saat banyak keluarga yang mendampinginya. - keluarga pasien dan pasien dapat melaporkan gejala ansietas yang dialami. - injeksi benzodiazepin 3 ml masuk melalui IV A: Masalah teratasi P:hentikan intervensi 1,2,3 dan 4



70



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. 71



Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya. Osteoporosis



sering



mengakibatkan



fraktur



kompresi.



Fraktur



kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet. B. Saran Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di lahan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.



DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC,  2002 Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000



72



Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definis & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction. Lukman, Ningsih Nurma. 2012.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN



DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Singapore : El Sevier. Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : El Sevier. Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.2001 R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000



73