5 0 1 MB
KELOMPOK III
MAKALAH KONDISI YANG MELEMAHKAN PERTAHANAN PEJAMU MELAWAN MIKROORGANISME DAN INFEKSI OPORTUNISTIK
Oleh RAHMAT SANDI
: 14220160028
SANDI KURNIAWAN
: 14220160011
URWAHWASTU ADIGUNA : 14220160025
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II. Makalah ini berisikan tentang kondisi yang melemahkan pertahanan pejamu melawan mikro organisme dan infeksi oportunistik, diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah
ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan saya, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
i | I L M U I
DASARKEPERAWATAN I
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II. Makalah ini berisikan tentang kondisi yang melemahkan pertahanan pejamu melawan mikro organisme dan infeksi oportunistik, diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah
ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan saya, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Isi KATA PENGANTAR...........................................................................................i DAFTAR ISI......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Rumusan Masalah....................................................................................2 C. Tujuan Penulisan......................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3 A. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri..................................3 B. Infeksi Bakteri Ekstraseluler...................................................................8. C. Infeksi Bakteri Intraseluler.......................................................................16 D. Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )....................................................17 E. Dasar IO...................................................................................................18 F. Jenis – jenis IO.........................................................................................20 BAB III PENUTUP..............................................................................................35 A. Simpulan..................................................................................................35 B. Saran........................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
ii | I L M U I
DASARKEPERAWATAN I
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tubuh manusia tidak mungkin mengandung mikroba
patogen
terhindar
di sekelilingnya.
dari
lingkungan
Mikroba
yang
tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri
intraselular
mempunyai
karakteristik
tertentu
pula
Tubuh
manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8. Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV.
1 | I L M U
DASARKEPERAWATAN I I
B.Rumusan Masalah 1. Bagaimana mekanisme sistem bakteri ekstraseluler? 2. Apa pengertian Infeksi Oportunistik? C.Tujuan 1. Dapat menjelaskan mekanisme sistem bakteri ekstraseluler 2. Mengetahui tentang infeksi oportunistik
2 | I L M U
DASARKEPERAWATAN I I
BAB II PEMBAHASAN
A. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari mengandung mikroba
patogen
di sekelilingnya.
lingkungan
Mikroba
yang
tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular mempunyai karakteristik tertentu pula Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal. Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus
dan
infeksi parasit dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam
3 | I L M U
DASARKEPERAWATAN I I
pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme yang
menetralisir
patogen.
dimusnahkan oleh sistem
Bahkan
organisme
uniselular
telah
berevolusi
seperti
bakteri
enzim yang melindungi terhadap infeksi virus.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi. Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk. Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi 1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisosom dalam air mata 2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi mikroorganisme
4 | I L M U
DASARKEPERAWATAN I I
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan makrofag, aktivasi komplemen,
sel
mast,
protein
fase
akut,
interferon, sel NK (natural killer) dan mediator eosinofil 4. Imunitas spesifik , yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin membutuhkan imunitas yang diperani
oleh
antibodi
yang
dinamakan imunitas
humoral.
Secara
keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan
terjadinya
penyakit
infeksi. Invasi Patogen Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem imun.Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem tipe II sekresi. Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan. Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk sistem imun
mengelakan
bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis
intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel
yang dilindungi dari kontak langsung dengan sel
imun, antibodi dan
komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria ( Plasmodium falciparum)
dan
leismaniasis
( Leishmania
5 | I L M U
spp.).
Bakteri
lain,
DASARKEPERAWATAN I I
seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul
protektif
yang
mencegah lisis oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke
arah
yang
salah. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas
aeruginosa dan Burkholderia
kronik cenocepacia karakteristik
infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain menghasilkan protein permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus (protein L). Bakteri,
dari
kata
Latin bacterium(jamak, bacteria),
adalah
kelompok
terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah “bakteri” telah diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka. Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
6 | I L M U D A S A R K E P E R A W A T A N I I
SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE SURFACES
Adhesin
Receptor
Streptococcus yogenes
Attachment site Amino
Protein F
terminus
Disease
Pharyngeal of epithelium
Sore throat
fibronectin
Streptococcus mutans
Glycosyl
Salivary
Pellicle
transferase
glycoprotein
tooth
of Dental caries
Buccal
Streptococcus
epitheliumof None tongue
Lipoteichoic acid Unknown
salivari us N-
Streptococcus neumoniae
Cell-bound protein
acetylhexosami Mucosal ne-galactose
epithelium
Pneumonia
disaccharide
Staphylococcus Cell-bound aureus
Amino terminus
protein
Neisseria gonorr hoeae
Mucosal of epithelium
Various
fibronectin
Type IV pili (N- Glucosaminemethylphenyl-
galactose
alanine pili)
carbohydrate Species-specific
Enterotoxi geni Type-I fimbriae c E . coli
carbohydrate(s )
Urethral/cervi cal epithelium
Intestinal epithelium
Gonorrhea
Diarrhea
Uropathogenic
E . coli
Uropathogenic
E . coli
Type I fimbriae
Complex
Urethral
carbohydrate
epithelium
Globobiose P-pili (pap)
linked
to
ceramide lipid
Bordetella ertussis
Fimbriae (“filamentous
Galactoseon sulfated
hemagglutinin”)glycolipids N-
Fucose
Vibri o choleraemethylphenylalan mannose ine pili
Treponema allidum
carbohydrate
and
Upper urinary Pyelonephri tract
tis
Respiratory
Whooping
epithelium
cough
Intestinal epithelium
Peptide in outer Surface protein Mucosal membrane
(fibronectin)
Urethritis
epithelium
Cholera
Syphilis
Membrane Respiratory MycoplasmaSialic acidPneumonia proteinepithelium
Conjunctival Chlamydia
Unknown
Sialic acid
or
urethral
epithelium
B. INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER Strategi pertahanan bakteri Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel
fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit
karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi
bakteri
berkapsul Streptococcus
pneumoniae atau Haemophylus
influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit . Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk. Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan
lokasi
aktivasi
komplemen
melalui
sekresi
protein
umpan (decoy protein)atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri . Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik
juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti
variasi lipoprotein
permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).
Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler.
EXTRACELLULAR BACTERIAL PROTEINS THAT ARE CONSIDERED INVASINS
Invasin
Bacteria Involved
Activity
Streptococci, Hyaluronidasestaphylococci
and
clostridia
Degrades
hyaluronic
o
connective tissue
Dissolves collagen framework
Collagenase Clostridiumspecies
of muscles Degrades neuraminic acid o
Neuraminidase Vibrio choleraeand Shigella
intestinal mucosa
10 | I L M U I
DASARKEPERAWATAN I
dysenteriae
Coagulase
Kinases
Staphylococcus aureus
Converts fibrinogen to fibrin which causes clotting
Staphylococci
and Convertsplasminogento
streptococci
plasmin which digests fibrin Disrupts
Leukocidin
Staphylococcus aureus
neutrophil
membranes discharge
and of
causes lysosomal
granules Repels Streptolysin
Streptococcus pyogenes
Streptococci, Hemolysins
staphylococci clostridia
Lecithinases
Clostridium perfringens
Phospholipases Clostridium perfringens
phagocytes
disrupts phagocyte membrane andcausesdischargeof lysosomal granules
Phospholipases or lecithinases and that destroy red blood cells (and other cells) by lysis Destroylecithinincell membranes Destroy phospholipids in cell membrane
One component (EF) is an adenylate cyclase which causes Anthrax EF
Bacillus anthracis
and
increased
levels o ni ftracu elalr cyclic AM
One toxin component is an adenylate cyclase that acts locally producing an increase in intracellular c Pertussis AC
Bordetella pertussis
Mekanisme pertahanan tubuh Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun
alamiah terutama
melalui
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi toksi n Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan
pengeluaran
endotoksin
yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam
sirkulasi akan
antifagositik dan eksotoksin lainnya yang
menetralisasi
molekul
diproduksi bakteri.
Mekanisme
netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin,
yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada
dua
yaitu
opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi. Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein dapat terikat pada manose terminal
pengikat
manose
pada permukaan bakteri, dan akan
mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan
endotoksin
yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi. Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of
multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen. Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih
banyak,
dan
juga
faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis. Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh
bakteri, sel PMN lain, komplemen atau
makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik. Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi. Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi
bakteri,
sehingga bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut. Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat
dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl). Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H 2O2 dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Sistem imun sekr etori Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen
dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel
mukosa. Peptida ini
akan
menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan
kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik . Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit,
maka
fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).
C. INFEKSI BAKTERI INTRASELULER Strategi pertahanan bakteri Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil
tuberkel
dan
leprosi,
dan organisme Listeria dan Brucella menghindari
perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan. Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid
mikobakterial
seperti
lipoarabinomanan
menghalangi
pembentukan
ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya (Gambar 13-4).
Mekanisme pertahanan tubuh
Pertahanan oleh diperantarai
sel
T (Celluar
Mediated
Immunity,
CMI) sangat penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi membunuh organisme intraseluler, terutama
melalui
makrofag
pembentukan
dan
oksigen
reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi
yang
membentuk
granuloma
sekeliling
mikroorganisme
untuk
mencegah penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.
D. Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO ) Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari
infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO.
Namun,
karena kebanyakan orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun ART tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga adalah penting kita mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus. Saat sistim kekebalan anda bekerja dengan baik, sistim tersebut mampu mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila sistim kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi oportunistik" sering kali disingkat menjadi "IO". E. Dasar IO Anda dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO tersebut, walaupun anda tidak mengalami penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV akan menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV). Tetapi penyakit CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila
jumlah
CD4 turun di bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem kekebalan.
Untuk menentukan apakah anda terinfeksi IO, darah anda dapat dites untuk antigen (potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen ditemukan artinya anda terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti anda pernah terpajan
infeksi. Anda mungkin pernah menerima imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau sistem kekebalan anda mungkin telah "memberantas" infeksi dari tubuh,
atau anda mungkin terinfeksi.
menyebabkan
IO,
dan
jika
jumlah
Jika CD4
anda terinfeksi kuman yang anda
cukup
rendah
sehingga
memungkinkan IO berkembang, dokter anda akan mencari tanda penyakit aktif. Tanda ini tergantung pada jenis IO. Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker dapat menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika anda terinfeksi HIV dan mengalami IO, anda mungkin AIDS. Di Indonesia, Departemen Kesehatan bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Depkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang apa mendefinisikan AIDS. Jika anda HIV, dan mengalami satu atau lebih IO "resmi" ini, maka anda AIDS. Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara berurutan, yaitu: tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4.04%), herpes zoster (1,27 %), herpes simpleks (0,65 %),
toksoplasmosis
(0,43%), dan CMV (0,17%). Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen. Lebih lanjut, dokter yang kerap menduduki jabatan bendahara di organisasi profesi ini mengatakan, spektrum infeksi oportunistik sangat terkait dengan jumlah sel CD4. Infeksi CMV, misalnya, biasa akan timbul pada CD4 lebih kecil dari 100/μL, dan prevalensinya akan semakin meningkat pada jumlah CD4 lebih kecil dari 50/μL. sedangkan toksoplasma muncul pada CD4 kurang dari 200/μL dan hampir semuanyaakibat reaktivasi laten.
F. Jenis – jenis IO Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu : 1) Kandidiasis (Thrush) Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang dengan HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik ini dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush. Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan, mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun orang awan sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.
Pengobatan K andidiasis : Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar tidak berlebihan. Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak dokter lebih senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan lebih sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko kandida menjadi resistan terhadap obat lebih rendah.
20 | I L M U D A S A R K E P E R A W A T A N I I
Obat-obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur. Hampir semua namanya diakhiri dengan '-azol'.
Pengobatan lokal termasuk: · olesan ·supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis ·cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat.
Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang sangat murah ini
dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep.
Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis). Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20 persen orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat kambuhan. Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini dapat menyebabkan resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi berhasil. Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain. Amfoterisin B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara intravena (disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan anemia (kurang darah merah). Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual, muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa dosis pertama. T erapi Alamiah : Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya. ·Mengurangi penggunaan gula. ·Minum teh Pau d'Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
·Mengkonsumsi bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease inhibitor. · Kumur dengan minyak pohon
teh
(tea
tree
oil)
yang dilarutkan
dengan air. ·Mengkonsumsi kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan
yoghurt
dengan bakteri ini. Mungkin ada manfaatnya setelah mengkonsumsi antibiotik. ·Mengkonsumsi suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua suplemen ini tampaknya membantu memperlambat penyebaran kandida. GLA ditemukan pada beberapa minyak yang dipres dingin. Biotin adalah jenis vitamin B. 2) Virus Sitomegalia (CMV) Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus ini sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika Serikat adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75 persen. Namun, kurang-lebih 5 persen Odha masih mengembangkan CMV. Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi waktu jumlah CD4 di bawah 50. CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100. Tanda pertama retinitis CMV adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut 'floater' (katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Anda juga
mungkin akan melihat cahaya kilat, penglihatan yang kurang atau terdistorsi, atau titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 anda dibawah 200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya anda langsung menghubungi dokter. Beberapa Odha yang
baru
saja
mulai memakai ART dapat mengalami radang dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh
sindrom pemulihan
kekebalan. Sebuah penelitian baru beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah menularkan HIV-nya pada orang lain.
Pengobatan CMV : Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap hari. Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang 'keran' atau buluh obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV seumur hidup. Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa tahun terakhir ini. Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah disetujui oleh FDA di AS. ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat berhenti memakai obat CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100 hingga 150 dan tetap begitu selama tiga bulan.
Namun ada dua keadaan yang khusus: ·Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah pada mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV sebelumnya. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat antiCMV bersama dengan ART-nya. · Bila jumlah CD4 turun
di bawah
50,
risiko
penyakit
CMV
meningkat. 3) MAC (Mycobacterium Avium Complex) Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah
penyakit berat yang
disebabkan oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium
Avium Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paru, usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan
MAC
sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang
lemah
dapat mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 di atas 100.
Tanda dan gejalah MAC : Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain. Gejala seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi, dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa minggu. Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC. Jika jumlah CD4 anda di bawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis.
Pengobatan MAC : Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat dipakai: biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak kembali (kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. anda dan dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum anda menemukan satu kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan efek samping sedikit
mungkin.
Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah: ·Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan. ·Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus. ·Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus; ·Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau diinfus. Catatan: Dosis maksimum 500mg per hari. ·Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet. ·Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat. ·Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau
otot;
dapat
menyebab air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merahoranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat. 4) PCP (Pneumonia Pneumocystis) Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85
persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP. Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah
CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP lagi. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP dengan dokter, sebelum mengalami gejala apapun.
Pencegahan PCP : Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Anda harus berbicara dengan dokter anda sebelum anda berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan.
Pengobatan
PCP : Selama
bertahun-tahun,
antibiotik
dipakai
untuk mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah. Tetapi pada 1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP sangat dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separoh, seperti juga PCP sebagai penyebab kematian Odha. Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari pengobatan atau belum mengetahui dirinya terinfeksi. Sebenarnya, 30-40 persen Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4-nya lebih 50.
kurang
Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.
· Kotrimoksazol
(TMP/SMX)
adalah
obat
anti-PCP
yang
paling
efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX). ·Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP. · Pentamidin
adalah
obat
hirup
yang
berbentuk
aerosol
untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif. ·Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau sedang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin. Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih mudah diketahui. Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik. 5) Toksoplasmosis Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang
disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk terinfeksi tokso. Sistim kekebalan agar
tubuh
yang
sehat
dapat
mencegah
tokso tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari
manusia ke manusia. Penyakit yang paling umum
diakibatkan tokso adalah infeksi
pada
otak (ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 di bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri, disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii. Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya. Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan
pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka dan mempermudah diagnosis tokso.
Pengobatan
Toksoplasmosis : Tokso
diobati
pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui
dengan kombinasi sawar-darah
otak.
Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat pemakaiannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-5g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia. Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen orang menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas
orang yang
mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya, dan bila CD4 naik di atas 200 lebih dari enam minggu, terapi tokso sudah diselesaikan dan bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan tokso dapat dihentikan. 6) Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat mencegah penyakit aktif. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru terjadi setelah anda terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB terjadi pada orang yang sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan tubuhnya melemah, TB dapat
lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit aktif. Kebanyakan kasus TB pada orang dengan HIV diakibatkan keaktifan kembali infeksi TB sebelumnya. TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu; hilang berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam hari; dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi. TB ditularkan melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin. Anda dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi HIV lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun. TB dan HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri hidup di tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman ini agar mereka
tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem
kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati TB. Bagaimana cara mendiagnosis TB??? Ada tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit anda bereaksi dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB. Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB. Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
30 | I L M U
DASARKEPERAWATAN I I
Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan minta anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu yang anda diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan x-ray paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak anda. Tes ini mungkin memerlukan
waktu
empat
minggu. Sulit
untuk mendiagnosis
TB aktif, terutama pada Odha, karena gejalanya mirip dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain.
Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati, terutama pada perempuan. Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena bakteri TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi kombinasi antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai untuk sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh anda mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi. Ada jenis TB yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang resistan terhadap beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi MDR-TB di Indonesia belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes. Kendati masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan antibiotik. Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan HIV sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. Juga, banyak obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk
memerangi TB. Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini dapat mengurangi
kadar
ARV
dalam
darah
anda
di
bawah
tingkat
yang
diperlukan
untuk mengendalikan HIV. ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4 anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan
terhadap
rifabutin.
Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah. Pencegahan IO Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin anda telah membawa beberapa dari infeksi ini. Anda dapat mengurangi risiko infeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang diketahui yang menyebabkan IO. Meskipun anda terinfeksi beberapa
IO,
anda
dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. Lihat lembaran informasi masing-masing IO untuk informasi lebih lanjut tentang menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif. Pengobatan IO Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah runyam pengobatan pasien HIV/AIDS. Dengan demikian, diperlukan strategi dalam diagnosis dan pengobatan , termasuk dengan antimikroba yang seringkali harus diberi secara kombinasi. "Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis dan patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik seringkali terapi diberi secara empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa," jelas
Ketua Tim Standar Profesi Penyakit Dalam dan Standar Peralatan Penyakit Dalam ini. Lebih lanjut, Herdiman menjelaskan, pengobatan infeksi oportunistik
pada
Odha tidak dapat dipisahkan dengan pemberian ARV. Kedua komponen terapi ini mesti diberikan secara beriringan dan sinergis, sebab keduanya akan saling mendukung efektifitas masing-masing. Terapi ARV ditujukan untuk pemulihan daya tahan tubuh melalui meningkatnya jumlah CD4. dengan begitu, peningkatan imunitas pasien akan membantu keberhasilan terapi antimikroba, yang pada akhirnya menurunkan risiko terjadinya infeksi oportunistik. Namun ada kalanya, pengobatan infeksi oportunistik harus didahulukan, dan kemudian dilanjutkan pemberian ARV. Efek sinergis terapi oportunistik dan ARV , oleh beberapa ahli telah dibuktikan efektifitasnya. Kovack, pada 1997, misalnya, telah menunjukan, terjadinya penurunan insiden infeksi oportunistik sebesar 55 persen pada populasi Odha yang menerima ARV. Sementara Astro, peneliti lain, pada 2003 melakukan penelitian untuk menilai efektivitas ARV terhadap perbaikan kualitas hidup penderita AIDS. Hasilnya, disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan kualitas hidup Odha perlu segera dilakukan penanggulangan infeksi oportunistik yang dilanjutkan dengan ARV.
"Keberhasilan ini dikaitkan dengan
peningkatan
imunitas tubuh.Tapi, ARV sendiri tidak memberikan efek perlindungan yang sama bagi setiap komplikasi oportunistik, oleh karenanya perlu upaya lain dengan penggunaan profilaksis, serta pendekatan diagnostik dan terapetik yang lebih baik," tegas Herdiman. Dengan begitu pengobatan infeksi bukan berarti pekara mudah.Tak sedikit para praktisi medis mengalami kegagalan, termasuk akibat keterbatasan non medis seperti terlambatnya diagnosa dini, kesulitan mendapatkan obat, dan biaya yang tinggi. Namun demikian, Herdiman menegaskan, HIV/AIDS bukanlah tanggung jawab dokter semata, dan bukan sekadar masalah kesehatan. Penyakit "kutukan", pada sebagian masyarakat, ini merupakan tanggung-jawab semua elemen: apapun profesi, status sosial, agama, orientasi politik. AIDS adalah masalah kita semua
yang tak bisa ditunda pemecahannya. Segera!! Atau segalanya akan menjadi sangat terlambat.
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Infeksi
oportunistik
(IO)
adalah
infeksi
yang
ambil
kesempatan
(‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit.
B. SARAN 1. Menjaga diri kita agar terhidar dari penyakit yang dapat melemahkan pertahanan tubuh kita 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. 3. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari faktor risiko kejadian TB pada pasien HIV/AIDS dengan mencantumkan semua faktor risiko kejadian TB, baik faktor distal maupun faktor proksimal dengan metode observasi. 3