Makalah Konsep Etika - Kel. 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP ETIKA



Disusun Guna Memenuhi Tugas Etika Bisnis dan Profesi Dosen Pengampu :



1. Bapak Dr. Muhammad Darma Halwi, SE., MM. 2. Bapak Indra Basir, SE., M. Ak



Oleh : Kelompok 1



Firmansyah Tandju



(C 301 19 194)



Rizki Febrianti Putri



(C 301 19 196)



Muhammad Nur Fauzy



(C 301 19 202)



Irma Suryani



(C 301 19 204)



Ari Purnama Suarsa



(C 301 19 213)



Andjela Anestia



(C 301 19 238)



PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TADULAKO 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah atau karya tulis yang berjudul “KONSEP ETIKA ”. Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini akan dapat memberikan informasi kepada kita dan dapat dijadikan suatu referensi dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Namun kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sebegai penyusun makalah ini sangat berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



Palu, 24 Februari 2021



Kelompok 1



2



DAFTAR ISI COVER………………………………………………………………………………………1 KATA PENGANTAR………………………………………………………………………2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...3 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………...4 A. Latar Belakang……………………………………………………...…………...4 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..…...5 C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………..…5 BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………6 A. Konsep Etika, Moral, Norma, dan Nilai……….……..……………………….6 B. Antara Etika, Moral, dan Nilai……………...…………………..……………..17 C. Sistem Ekonomi ………………….…………………….……………………….18 D. Keserakahan dan Ketakutan…………………………………………………...21 E. Etika Bisnis………………………………………………………...…………….24 F. Etika Profesi……………………………………………………………………..28 G. Etika Murni dan Etika Organisasi…………………………………………….32 H. Pengendalian Diri……………………………………………………………….33 BAB III PENUTUP………………………………………………………………………...35 A. KESIMPULAN………………………………………………………………….35



3



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELKANG Pada kondisi bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis yang meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh misalnya melakukan kolusi dan nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau amoral tersebut, bahkan ada angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika ingin meraih keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan bisnis yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan peraturan. Di dalam praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Suseno (1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi yaitu keinginan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya, yang mendorong pebisnis melakukan praktik bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa dari pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan hak-hak pekerja,



4



jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum. Oleh karena itu penerapan konsep bisnis yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat tampak masih jauh dari harapan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi etika, moral, norma, dan nilai? 2. Seperti apa sumber-sumber etika? 3. Bagaimana hubunngan antara etika, moral, dan nilai? 4. Bagaimana sistem ekonomi di Indonesia? 5. Apa yang dimaksud dengan keserakahan dan ketakutan dalam bisnis? 6. Bagaimana implementasi etika dalam bisnis? 7. Bagaimana pengaruh etika dalam kaitannya dengan profesi? 8. Apa yang dimaksud dengan etika murni dan etika organisasi 9. Bagaimana peran pengendalian diri dalam mencegah pelanggaran kode etik? C. TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui definisi etika, moral, norma, dan nilai 2. Mengetahui sumber-sumber etika 3. Memahami hubungan antara etika, moral, dan nilai 4. Mengetahui sistem perekonomian di Indonesia 5. Mengetahui apa yang disebut dengan keserakahan dan ketakutan dalam bisnis 6. Memahami seperti apa implementasi etika dalam bisnis 7. Memahami Pengaruh etika dalam kaitannya dalam bisnis 8. Mampu menjelaskan apa itu etika murni dan etika organisasi 9. Memahami peran pengendalian diri dalam mencegah pelanggaran kode etik



5



BAB II PEMBAHSAN



A. KONSEP ETIKA, MORAL, NORMA, DAN NILAI 1. Definisi Etika Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Pengertian umum etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajuban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Sementara itu, Bertens (1993: 4) mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi pengaturan tingkah lakunya. Etika (Yunani Kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistemastis dalam melakukan refleksi. Karena itulah, etika merupakan suatu ilmu . sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, maksudnya adalah etika



6



melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Sebagai suatu subjek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan – tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral, cabang dari filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi perkembangan manusia. Etika memberi manusia orientasi cara ia menjalani hidupnya melalui rangkaian kehidupan sehari – hari. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dengan menentukan baik dan buruknya perilaku manusia : 1. Etika Deskriptif Mendiskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan – tindakan yang diperbolehkan. Objek penelitiannya adalah individu – individu, kebudayaan – kebudayaan 2. Etika Normatif Dalam hal ini, sesorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakkan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu Etika secara umum dibagi menjadi sebagai berikut : 1. Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar cara manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moraldasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika



7



umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas pengertian umum dan teori-teori 2. Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud:Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori atau prinsip-prinsip moral dasar, bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis? Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada di baliknya. Etika khusus dibagi menjadi dua bagian: a) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri b) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Sumber-Sumber Etika 1) Agama, Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah



8



dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari. Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi 2) Filsafat, Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Ia lahir pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (somasema,”tubuh-kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan. Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-



9



bagian terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka pengertian hedonistik. Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. Intuisi dasar Plato tentang hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat dan juga kerohanian di Barat selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern paham tentang keterarahan objektif kepada Yang Ilahi dalam segala yang ada mulai ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai pola etika; diantaranya etika otonomi kesadaran moral Kant adalah yang paling penting. Etika Plato tidak hanya berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan sufi Muslim. Disinilah nantinya jalur hubungan pemikiran filsafat yunani dengan pemikir muslim seperti Ibn Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat yunani sehingga mempengaruhi tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. meskipun para ahli memberikan makna kebahasaan yang cukup beragam terhadap kata etika itu, namun makna-makna itu pada umumnya tetap berada pada lingkaran di seputar perbuatan-perbuatan kategori akhlaki seperti: kebiasaan, tingkah laku, kesusilaan dan semisalnya. Sementara itu pengertian kata moral, yang secara etimologis berasal dari bahasa Latin mos dan jamaknya adalah mores berarti kebiasaan dan adat. Dalam bahasa Indonesia, kata Suwito, pada umumnya kata moral diidentikkan dengan kata etika. 3) Yuridis/Hukum, Hukum dalam pengertian peraturan perundang-undangan, maka tidak memberikan ruang secara eksplisit terhadap etika. Ruang eksplisit yang dimaksud adalah bunyi teks atau pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Apakah



10



dengan demikian etika tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan? Etika adalah norma. Etika dapat menjadi asas yang mendasari pengaturan dalam bahasa teks peraturan. Artinya etika sudah membaur atau dibaurkan dalam bunyi teks peraturan. Pembauran menempatkan etika menjadi ‘nyawa’ dari pasal per pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dari perspektif demikian etika adalah meta yuridis. Etika bukan peraturan perundang-undangan, tetapi menjadi dasar dari bahasa teks peraturan perundangundang. Peraturan perundang-undangan menjadi aktualisasi yuridis dari etika yang menjadi pedoman berperilaku. Aktualisasi yuridis atau positivisasi etika menjadi kaidah berperilaku yang berwatak yuridis. Tanpa positivisasi etika yang semula hanya norma perilaku, etika tidak akan dapat ditegakkan dengan menggunakan sanksi hukum. Etika yang bertransformasi menjadi kaidah hukum baru merupakan hukum dalam peraturan perundang-undangan. Transformasi melalui positivisasi meletakkan etika menjadi hukum. Tetapi tidak berarti etika an sich merupakan hukum. Etika menjadi hukum (baca: peraturan perundang-undangan) ketika ditempatkan dalam bunyi pasal atau menginspirasi pembentukan pasal tersebut. Dengan menggunakan pengertian hukum yang luas, dengan menempatkan hukum tidak hanya peraturan perundang-undangan maka etika dapat dikategorikan menjadi hukum. Etika adalah hukum yang tidak tertulis. ‘Tidak tertulis’ disini tidak dimaksudkan bahwa ruang lingkup etika tidak harus tidak tertulis, karena etika seperti kode etik (code of conduct) adalah tertulis. ‘Tidak tertulis’ maksudnya adalah bukan bagian dari peraturan perundang-undangan. 2. Definisi Moral Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia



11



(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya. Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut : a. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu b. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu c. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya Prinsip Moral Tentang kata “moral”, perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa dipakai sebagai nomina (kata benda) atau sebagai adjektiva (kata sifat). Jika kata moral dipakai sebagai kata sifat artinya sama dengan etis yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. dan jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan etika (Bertens, 2011: 7).



12



Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Adapun yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik 3. Definisi Norma Norma dalah tolak ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan tindakanmanusia. Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya tergantung nilai benar/salah. Norma yang berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima yaitu, (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma kesopanan, (4) norma kebiasaan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya. Pelangaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi bukan berupa hukuman di pengadilan. Sanksi dari agama ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan dari akhirat, atau di dunia atas kehendak Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan adalah moral yang biasanya berupa gunjingan dari lingkungannya. Penyimpangan norma kesopanan dan norma kebiasaan, seperti sopan santun dan etika yang berlaku di lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari masyarakat, misalnya berupa gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa aturan-aturan atau undangan-



13



undangan yang berlaku dimasyarakat dan disepakati bersama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang melanggar norma dalam hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan dan depertemen agama, sanksi akibat pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat. lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari masyarakat, misalnya berupa gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa aturan-aturan atau undangan-undangan yang berlaku dimasyarakat dan disepakati bersama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang melanggar norma dalam hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan dan depertemen agama, sanksi akibat pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat. Norma merupakan aturan berperilakudalam kehidupan bermasyrakat sehingga berisi perintah atau larangan. Aturan ini bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Bagi individu atau kelompok masyarakat yang melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat tersebu, maka akan dikenakan sanksi yang berlaku baik hukum maupun sosial. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa norma memiliki kekuatan dan sifatnya memaksa sehingga manusia wajib tunduk pada peraturan tersebut. 4. Definisi Nilai Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia, khususnya mengenai kebaikan dan tindak kebaikan suatu hal, Nilai artinya sifat-sifat atau halhal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak,



14



ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi. Adapun pengertian nilai menurut pendapat beberapa para ahli antara lain : 1. Menurut Milton Rekeach dan James Bank, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau memiliki dan dipercayai 2. Menurut Lauis D. Kattsof yang dikutip Syamsul Maarif mengartikan nilai sebagai berikut: Pertama, nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami cara langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolok ukur yang pasti terletak pada esensi objek itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran. Ketiga, nilai sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan 3. Menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yangmelekat pada sesuatu (Sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat. sesuai dengan peningkatan daya tangkap pemaknaan manusia itu sendiri. Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subyek menyangkut segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan,



15



atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Macam-macam nilai diantaranya : 1. Nilai Sosial, merupakan suatu hal yang telah melekat di diri masyarakat yang memiliki hubungan dengan tindakan dan sikap manusia di dalam lingkungannya. Arti tersebut sesuai dengan sifat manusia yang tidak mampu hidup mandiri, pasti butuh pertolongan dari orang lain 2. Nilai Kebenaran, sebuah nilai yang berasal dari unsur akal manusia seperti rasio, cipta, dan budi. Nilai tersebut adalah nilai yang sudah mutlak bawaan lahir, maka dari itu banyak yang mengatakan bahwa nilai tersebut merupakan sebuah pandangan yang kondrati, karena Tuhan memberikan nilai kebenaran lewat akal pikiran manusia 3. Nilai Keindahan, merupakan suatu nilai yang berasal dari unsur rasa setiap orang, biasa disebut dengan “estetika”. Keindahan memiliki sifat universal. Semua orang pasti memerlukan keindahan. Tapi, tidak semua orang memilki keindahan yang sama 4.



Nilai Moral, merupakan suatu nilai yang berasal dari kemauan atau kehendak kita, seperti karsan dan etik. Dengan adanya moral, manusia bisa bergaul dan berhubungan dengan baik antar sesama. Maka dari itu, nilai moral juga biasa disebut dengan nilai kebaikan



5.



Nilai Agama, merupakan nilai ketuhanan yang paling tinggi dan sudah mutlak. Nilai agama berasal dari hidayah Tuhan yang Maha Esa. Lewat nilai agama yang biasa disebut dengan nilai religius, orang-orang memperoleh petunjuk dari Tuhan tentang bagaimana cara dalam menjalankan kehidupan



16



B. ANTARA ETIKA, MORAL, DAN NILAI Etika perlu dibedakan dengan moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan cara seseorang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang hal-hal yang bernilai serta kewajiban manusia. Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat. yang merefleksi ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri, yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif(tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelediki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). Paling tidak ada 3 pandangan moral yang berbeda-beda, yaitu: 1. Pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah dan agama yang hidup berdampingan 2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional 3. Berbagi ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang cara manusia harus hidup Nilai dan Keberadaannya Eksistensialitas nilai moral sangat terkait dengan manusia sebagai subjek moral yang bertanggung jawab, memiliki keinginan untuk mewujudkan nilai itu atas dasar desakan kesadaran dan kemauannya, serta adanya tuntutan kewajiban dari subjek moral untuk bersedia menunaikan nilai moral itu dalam kehidupannya sekalipun tuntutan kewajiban itu ada kalanya datang dari luar diri subjek moral.



17



Nilai dan Fungsional Etika dan Moral Pada dasarnya, moralitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan eksistensialitas manusia itu pada prinsipnya adalah moralitas. Dari prespektif ini dapat dikatakan pula bahwa moralitas merupakan inti dari eksistensialitas manusia. Kemestian mengikuti nilai moral dalam setiap aktivitas pembelajaran di sekolah, apalagi dalam setiap materi pelajaran, memang bukan sesuatu yang baru, tetapi sayangnya fenomena pembelajaran disekolah, pada materi-materi pelajaran tertentu justru enggan mengikutsertakan nilai-nilai moral yang mesti disampaikan melalui materi pelajaran tersebut.



C. SISTEM EKONOMI Sistem ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan yang berdampak pada kehidupan masyarakat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dari definisi diatas memiliki beberapa sifat penting yaitu; i) suatu proses, yang merupakan perubahan yang terjadi secara terus menerus, ii) sesuatu yang dapat merubah tingkat penghidupan masyarakat. Pendapat lain juga menegaskan bahwa sistem ekonomi adalah cara suatu bangsa atau negara dalam menjalankan perekonomianya. Secara umum sistem ekonomi di bagi menjadi 4 yaitu : Sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi terpusat, sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi campuran. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah sistem ekonomi pancasila yang disebut juga demokrasi ekonomi. Landasan pokoknya pasal 33 ayat 1-4 UUD 1945 (hasil amandemen). Adapun hal-hal yang harus dihindari dalam sistem demokrasi ekonomi, yaitu sistem free fight liberalism, sistem etatisme, dan monopoli. Beberapa pendapat para ahli yang terkait dengan sistem ekonomi antara lain :



18



1. Chester A Bemand mengatakan bahwa : ”Sistem ekonomi adalah suatu kesatuan yang terpadu yang secara kolestik yang di dalamnya ada bagian-bagian dan masing-masing bagian itu memiliki ciri dan batas tersendir” 2. Dumatry (1996) mengatakan bahwa : “Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu ketahanan” 3. Gregory Grossman and



M. Manu mengatakan bahwa : “Sistem ekonomi adalah



sekumpulan komponen-komponen atau unsurunsur yang terdiri dari atas unit-unit dan agenagen ekonomi, serta lembagalembaga ekonomi yang bukan saja saling berhubungan dan berinteraksi melainkan juga sampai tingkat tertentu yang saling menopang dan mempengaruhi.” 4. Menurut M. Hatta : “Sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berdasarkan atas asas kekeluargaan” Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa sistem ekonomi bukan hanya sebagai sekumpulan komponen atau unit perekonomian tetapi merupakan sebuah penerapan yang dikembangkan oleh seperangkat masyarakat yang masing-masing memiliki ciri dan batas-batas tersendiri. Macam-Macam Sistem Ekonomi 1.



Sistem ekonomi Tradisional Dalam sistem ekonomi tradisional kegiatan ekonomi masih menggunakan tradisi turuntemurun yang berlaku dalam suatu masyarakat dan telah menjadi nilai budaya setempat. Kegiatan



produksi



dalam



sistem



perekonomian



tradisional



dilakukan



secara



19



bergotongroyong dan bersifat kekeluargaan. Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi tradisional antara lain adalah sebagai berikut : i) Kegiatan produksi umumnya mengolah ttanah dan mengumpulkan benda yang disediakan alam ii) Alat produksi masih sederhan iii) Sangat tergantung pada alam iv) Hasil produksi untuk kebutuhan minimal dan besifat homogen v) Hasil industri berupa hasil kerajinan tangan vi) Belum mengenal tukar menukar secara kredit (Kardiman, 2006 : 78) 2. Sistem Ekonomi terpusat Sistem ekonomi terpusat yang disebut juga sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh sumber daya dan pengolahannya direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sistem ekonomi terpusat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : i) Seluruh sumber daya dikuasai oleh Negara ii) Produksi dilakukan untuk kebutuhan masyarakat iii) Kegiatan ekonomi direncanakan oleh negara dan diatur pemerintah secara terpusat iv) Hak milik individu tidak diakui (Kardiman, 2006 : 79) 3.



Sistem ekonomi liberal Sistem ekonomi liberat disebut juga ekonomi pasar, yaitu sistem ekonomi di mana pengelolaan ekonomi diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem ekonomi ini menghendaki adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.



20



Artinya, setiap individu diakui keberadaanya dan mereka bebas bersaing. Sejalan dengan uraian di atas berikut ciri-ciri sistem ekonomi pasar : i) Adanya pengakuan terhadap hak individu ii) Setiap manusia adalah homo economicus iii) Kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi iv) Menerapkan sistem persaingan bebas v) Motif mencari laba terpusat pada kepentingan sendiri vi) Peranan modal sangat penting vii) Peranan pemerintah dibatasi (Sardiman, 2006 : 80) 4. Sistem ekonomi campuran Sistem ekonomi campuran adalah sistem ekonomi yang berusaha mengurangi kelemahankelemahan yang timbul dalam sistem ekonomi terpusat dan sistem ekonomi pasar. Dalam sistem ekonomi campuran pemerintah keberka sama dengan pihak swasta dalam menjalankan kegiatan perekonomian (Sardiman, 2006 : 80)



D. KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama tercermin dalam pertanyaan: "Besok apa bisa makan?" Belum pasti, bisa makan, bisa tidak. Tahap kedua, pertanyaan: "Besok makan apa?" Ada kepastian tentang makan. Yang jadi masalah adalah alternatif makan yang dipilih. Tahap ketiga: "Besok makan siapa?" (Anonim, disitir oleh Soemarso, 2002: 37). Etika (termasuk etika bisnis) merupakan pengendalian yang muncul dari dalam diri seseorang sebagai pelaku kegiatan ekonomi maupun sosial. Etika didasarkan atas keyakinan (beliefs), hati nurani, dan harapan (expectation) tentang nilai-nilai moral (norm) yang dapat digunakan sebagai acuan ketika menjalani kehidupan. Namun, dalam kehidupan nyata,



21



selalu ada tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan normanorma yang berlaku. Perilaku tidak etis mungkin orang atau sekelompok orang tersebut telah memperoleh pendidikan yang baik, berada dalam lingkungan sosial yang layak, atau telah menguasai agama secara mendalam. Walaupun merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi pembahasan tentang pelanggaran etika tetap merupakan suatu hal yang menarik. Tingginya peradaban dunia, salah satunya, ditandai oleh seberapa jauh masyarakat di dalamnya telah menghayati dan melaksanakan etika dalam kehidupan sosialnya. Pelanggaran etika perlu dibedakan dengan pelanggaran hukum. Hak dan sanksi untuk memaksa ditaatinya ketentuan hukum jauh lebih kuat dibandingkan dengan pelanggaran etika. Ketentuan hukum mengandung unsur law enforcement sedangkan etika lebih mengandalkan pada pengendalian diri. Greed and Fear keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang merupakan sifat dasar manusia mendorong orang untuk berperilaku tidak etis (unethical behaviour). Perilaku ini tercermin dalam tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud) adalah akhir dari perilaku tidak etis yang dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan yang didasarkan atas perilaku tidak etis dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika atau pelanggaran hukum. Pelanggaran etika berakibat diberikannya sanksi sosial. Pelanggaran hukum dapat berupa pelanggaran pidana atau pelanggaran perdata. Jika terbukti, keduanya akan memperoleh sanksi hukum. Keterlibatan sifat serakah dan takut dalam prosespengambilan keputasan dikawal oleh regulasi dari pemerintah dan pengendalian diri (etika) oleh pengambil keputusan.



22



Pada dasarnya, pelanggaran etika dan hukum didorong oleh nafsu. Adalah takdir bahwa manusia dilahirkan dengan nafsu. Dalam bentuk negatif, nafsu tercermin dalam sifat serakah (greed). Keserakahan itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan berlebihan (excessive desire) dibandingkan dengan yang dibutuhkan (needed) atau yang menjadi haknya (deserved). Kalimat yang lebih popular barangkali adalah mental "ingin cepat kaya". Keserakahan biasanya dikonotasikan dengan hal-hal yang bersifat duniawi dalam kehidupan, misalnya laba, keuntungan, kekayaan, atau manfaat lain. Dalam khazanah Jawa, keserakahan dikaitkan dengan harta, tahta, dan wanita. Dunia Islam mengenal nafsu sufiah, nafsu amarah, nafsu aluamah, dan nafsu mutmainah. Para ahli psikologi menyimpulkan bahwa keserakahan dapat diakibatkan oleh ketakutan (fear) terhadap tidak diperolehnya atau tidak tersedianya sesuatu yang diinginkan. Keadaan ini menimbulkan rasa tidak aman bagi mereka. Sesuatu yang tidak akan diperoleh atau yang tidak akan tersedia untuk memenuhi kebutuhannya membuat seseorang berusaha sekuat tenaga, dengan cara apa pun, untuk mendapatkannya. Keserakahan dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian diri dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap etika. Keserakahan dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif masa kecil. Rasa aman terhadap sesuatu yang tidak diperoleh pada waktu kecil membuat mereka merasa takut untuk menjalani kehidupan. Dalam hal ini, "sesuatu" dapat berupa rasa cinta kasih (love), perhatian (attention) interaksi (interaction), kepedulian (care), atau pengasuhan (nurture). Rasa tidak aman atau takut dapat menimbulkan konsepsi yang salah (misconception) tentang diri sendiri, kehidupan, atau hal- hal lainnya. Konsepsi salah dapat berupa pandangan tentang benar-salah atau baik-buruk. Bagian lain dari sifat dasar manusia adalah rasa takut (fear). Rasa takut berkaitan dengan dampak negatif terhadap kehidupan, misalnya kerugian atau bangkrut. Rasa takut mengakibatkan



23



seseorang berusaha, secara eksesif, memperoleh apa yang menyebabkan rasa takut tersebut. Hanya dengan itu, ia merasa berani melangkah ke depan. Orang yang dihinggapi rasa takut akan merasa cemburu (iri) jika orang lain memiliki apa yang diinginkan. Akhirnya, pada saat dewasa, orang mencoba untuk menyembunyikan rasa tidak aman atau rasa takut masa kecil itu dengan menyuarakan kebalikan faktor yang ia alami. Rasa takut dapat dihilangkan apabila orang yang bersangkutan telah merasa aman dan mempunyai kepastian. Keserakahan (dan ketakutan) berkaitan dengan keinginan (desire), seperti kutipan tentang falsafah makan pada awal bab ini, selalu meningkat. Maslow, dalam Fahmi (2013: 162), menyebutkan adanya 5 (lima) jenjang kebutuhan manusia yang terus meningkat, mulai dari kebutuhan dasar (physiological needs), keselamatan dan keamanan (safety and security), kebutuhan bersosial (social needs), kehormatan (esteem), dan aktualisasi (pengembangan) diri (self actualization). Namun, Maslow tidak berbicara tentang keserakahan atau ketakutan. Ia lebih mengaitkan jenjang kebutuhan itu dengan keperluan untuk motivasi diri. Apa pun tujuannya, kebutuhan (keinginan) manusia adalah sumber keserakahan dan ketakutan. Cara untuk memperoleh tiap-tiap jenjang kebutuhan itulah, sebenarnya, inti dari persoalan yang menyangkut etika, bukan kebutuhannya atau jenjangnya.



E. ETIKA BISNIS Pengertian Etika Bisnis Dalam melaksanakan bisnis tentunya etika bisnis sangat diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan bisnis yang telah ditentukan. Kegiatan bisnis yang berlandaskan etika adalah bisnis yang dilakukan berdasarkan metoda-metoda yang baik serta cara berfikir yang sesuai dengan logika dan estetika yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian bisnis yang berdasarkan etika akan berjalan tanpa merugikan pihak-pihak lain “Understanding what is right or wrong and acceptable or unacceptable based on organizational and societal expectations



24



constitutes business ethics. It is an area that will shape business activity ever more in the 21st century.” Memahami apa yang benar atau salah dan dapat diterima atau tidak dapat diterima berdasarkan harapan organisasi dan masyarakat merupakan pengertian dari Etika Bisnis . Kegiatan bisnis itu sudah terbentuk dari abad ke 21, Linda Ferrell & O.C. Ferrell (2009:6). Hal ini disebabkan karena bisnis yang dilakukan dengan tidak melanggar hak orang lain/organisasi bisnis lain juga karena bisnis dilakukan berdasarkan moralitas dan prinsipprinsip kebenaran yang dilakukan dengan penuh dengan rasa tanggung jawab. Contoh : Untuk kasus bisnis yang bejalan di Kota Sumedang pada prinsipnya masih jauh dari bisnis yang berdasarkan etika, hal ini dapat terlihat dengan menjamurnya bentuk-bentuk bisnis seperti perusahan/pasar modern yang tumbuh tanpa ada pembatasan tanpa memperhatikan keberadaan para pedagang kecil/pasar tradisional, akibatnya bisnis yang dilakukan oleh masyarakat tersisihkan dengan hadirnya usaha bisnis yang bersifat moderen tersebut akibatnya usaha kecil/tradisional tersingkirkan bahkan gulung tikar. Hal ini tentunya selain kesadaran dari para pembisnis modern yang harus dapat lebih memperhatikan nasip para pembisnis tradisional juga peran pemerintah dalam hal aturan dan pembatasan sangatlah dibutuhkan keberadaanya Orientasi Profitabilitas versus orientasi Etis dalam Bisnis Pandangan pebisnis sering dihadapkan pada suatu dilema antara pilihan berbisnis dengan orientasi priofit atau berbisnis secara etis. Sedangkan pilihan lain yaitu bisnis yang berorientasi profit sekaligus etis, yang selama ini sepertinya sulit dilakukan, sebab kedua hal tersebut lebih sebagai pilihan orientasi yang mutually exclusive atau saling menghilangkan dan tidak sejalan satu dengan lainnya. Apabila laba yang sebesar-besarnya yang ingin dicapai, maka kemungkinan harus mengabaikan etika, sebaliknya jika lebih mengutamakan etika maka mustahil diperoleh



25



keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan ketika bisnis secara etis masih sejalan dengan orientasi profit karena biayanya tidak besar maka kemungkinan pelaku bisnis masih bersedia berbisnis secara etis. Namun jika harus dihadapkan pada pilihan yang dilematis antara profit dan etika, maka fenomena yang ada memaksa pebisnis pada pilihan yang mengutamakan profit, karena keuntungan mutlak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan bisnisnya. Diakui oleh banyak pebisnis sangatlah sulit untuk memperoleh win-win solution sehingga pebisnis memperoleh keuntungan sekaligus berdimensi etis. Namun apabila perdagangan bebas telah berjalan sepenuhnya, akan terjadi perubahan paradigma berbisnis secara bertahap. Dimensi etika dalam bisnis menjadi kunci keberhasilan barang dan jasa yang ditawarkan bisa diterima atau tidak diterima oleh konsumen. Suatu cara berbisnis tidak etis yang selama ini masih bisa berjalan sukses karena berbagai jaminan dari penguasa tertentu, akan mendapat kecaman, tekanan dan reaksi internasional. Bahkan kecenderungan perilaku konsumen di pasar global bersedia membeli produk dengan pertimbangan etika. Pasar internasional akan menolak produk dari perusahaan-perusahaan yang tidak bersertifikat ISO karena mengabaikan masalah perburuhan, human right dan keadilan. Oleh karena itu ke depan bisnis yang berdimensi etis dan profitabilitas harus diupayakan bisa berjalan secara bersama-sama atau go hand in hand. Caccese (1997) menyebutkan beberapa alasan mengapa banyak perusahaan yang memiliki orientasi laba (profit driven companies) menaruh perhatian besar terhadap etika bisnis yaitu: (1) adanya tekanan dari konsumen, (2) kompetisi yang ketat sehingga being ethical is a clever marketing strategy, (3) perubahan nilai sosial yang lebih mengutamakan orang, baru kemudian keuntungan. Ia mengemukakan bahwa beberapa kasus runtuhnya reputasi perusahaan karena tindak tidak etis akhirnya mengakibatkan sejumlah kerugian finansial yang amat besar. Penelitian Lee dan Yoshihara (1997) tentang Business ethics of Korea



26



and Japanese Manager, menemukan gambaran yang sangat jelas pandangan pebisnis tentang pentingnya etika dalam dunia usaha. Mereka menyimpulkan bahwa tindakan etis dalam bisnis sangat ditentukan oleh: (a) nilai pribadi pebisnis (57,6% jawaban manajer Korea, dan 60,8% Jepang), dan (b) adanya keyakinan bahwa menjalankan bisnis secara etis dalam jangka panjang akan menguntungkan (81% jawaban manajer Korea, dan 63% responden Jepang). Sifat Etika Bisnis Apakah suatu praktik bisnis bisa dikatakan berdimensi etis atau tidak etis bisa dikaji dengan memahami esensi dari etika bisnis dari pandangan utilitariabism (kemanfaatan), relativism (relativitas) dan legalism (legalitas). Menurut pandangan utilitariabism, bisnis dinyatakan etis jika memberikan manfaat kepada banyak orang. Tetapi pandangan ini akan akan berdampak adanya pihak-pihak yang dikorbankan. Sebagai contoh pembangunan jalan layang jelas menguntungkan, namun dalam keuntungan yang diperoleh pebisnis mempunyai dampak berupa hilangnya kesempatan petani mengelola tanah produktif dan rusaknya keseimbangan ekosistem. Menurut pandangan relativism, bisnis dinyatakan etis bila mayoritas berpandangan setuju atau sesuatu yang bersifat umum dilakukan. Namun berbisnis secara etis bukan merupakan pengikut relativism. Seprti misalnya banyak kasus bribery dan extorsion yang keduanya merupakan kasus penyuapan. Pada bribery, inisial penyuapan berasal dari pemberi (giver), sedangkan extorsion inisial penyuapan dari pihak penerima (receiver). Demikian juga berbisnis secara etis bukan pengikut pandangan legalism, karena berbisnis lebih dari sekedar taat pada aturan hukum yang ada, namun ketentuan legal merupakan persyaratan minimum dari suatu tindakan bisnis yang etis. Seperti misalnya ketentuan upah minimum, maka perusahaan yang berdimensi etis akan memberikan upah lebih dari jumlah tersebut yaitu pemberian upah yang berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan karyawan lebih luas dengan memperhatikan kemampuan perusahaan secara jujur.



27



Etika bisnis merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, artinya esensi etika bisnis berlaku di mana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang jabatan, ras, pendidikan, dan agama. Pertimbangan normatif yang menjadi basis apakah sesuatu itu baik atau buruk mempunyai karakteristik memperhatikan sungguhsungguh seberapa besar kerugian dan keuntungan bagi manusia, menentang upaya memperoleh keuntungan sendiri (override self-interest), dan didasari pada pertimbangan yang fair. Bisnis yang berdimensi etis akan selalu memprioritaskan sumber daya manusia dari pada modal, menghargai martabat manusia, menghormati human right, profit sharing dan lebih memperhatikan pihak yang lemah. Kennedy (1995) dalam The rise and fall of great power menyatakan bahwa tantangan terbesar manusia di abad-21 adalah menggunakan kekuatan teknologi untuk memenuhi tuntutan kekuatan penduduk untuk membebaskan tiga perempat jumlah penduduk dunia yang miskin.



F. ETIKA PROFESI Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalah gunaan profesi. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik dan desainer. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.



28



Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Ciri-Ciri Profesi Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu : 1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun 2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi 3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat 4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus 5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi Karakteristik Profesi Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:



29



1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek 2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya 3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi 4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis 5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan 6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya 7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar 8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan 9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi



30



10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat 11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat Peranan Etika dalam Bisnis : 1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.



Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan



mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama 2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya 3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.



31



G. ETIKA MURNI DAN ETIKA ORGANISASI Etika Murni Dalam kode etik telah diatur Perbuatan atau tindakan yang termasuk kategori pelanggaran dan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni pelanggaran yang bersifat etika murni dan pelanggaran yang bersifat etikolegal. Pelanggaran yang bersifat etika murni adalah perbuatan atau tindakan yang hanya melanggar norma etika seperti yang diatur dalam kode etik. Adapun pelanggaran yang bersifat etikolegal adalah tindak atau perbuatan yang melanggara norma etika dan sekaligus memenuhi unsur pelanggaran hukum. Di samping itu, setiap pelanggaran yang memenuhi unsur pelanggaran hukum secara otomatis tergolong juga sebagai pelanggaran etika, tetapi sesuatu pelanggaran etika, belum tentu melanggar hukum Etika Organisasi Nilai etika organisasi (corporate ethical value) adalah sebuah sistem nilai-nilai etis yang ada di dalam organisasi. Sistem nilai ini dihasilkan dari proses akulturisasi dari berbagai nilai-nilai yang ada, baik yang berasal dari di dalam maupun dari luar organisasi. Nilai etika organisasi, atau lebih spesifik, lingkungan etika di dalam organisasi, terbuat dari berbagai praktek yang dijalankan oleh manajemen beserta nilai-nilai yang menyertainya (espoused values). Nilai etika organisasi sebagai komponen utama kultur organisasi merupakan acuan yang mangarahkan anggota-anggota organisasi dalam menghadapi lingkungan internal maupun eksternalnya yang terbentuk dari nilainilai etika individual dari manajemen baik formal maupun informal terhadap situasi etika di dalam organisasi (Hunt et.al., 1989). Hunt et.al. (1989) juga menyatakan bahwa nilai etika organisasi adalah sebuah derajat pemahaman organisasi tentang bagaimana organisasi bersikap dan bertindak dalam menghadapi isu-isu etika. Hal ini meliputi tingkat persepsi



32



1) bagaimana para pekerja menilai manajemen dalam bertindak menghadapi isu etika di dalam organisasinya 2) bagaimana para pekerja menilai bahwa manajemen memberi perhatian terhadap isu-isu etika di dalam organisasinya dan 3) bagaimana para pekerja menilai bahwa perilaku etis (atau tidak etis) akan diberikan imbalan (hukuman) di dalam organisasinya.



H. PENGENDALIAN DIRI Walaupun tindakan yang mencerminkan perilaku tidak etis dapat disebabkan oleh pengaruh dari luar, tetapi, pada intinya, munculnya tindakan itu tetap diakibatkan oleh dorongan dari dalam diri seseorang. Tentu saja, kemunculan tersebut setelah melalui proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas hati nurani dan rasionalitas. Nilainilai moralitas atau norma termasuk dalam pertimbangan hati nurani. la adalah constraints (batasan) dalam rangka pengendalian diri (self control). Sementara itu, rasionalitas lebih mengacu pada logika dan sistematika yang dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan. Perilaku tidak etis mencerminkan gagalnya pengendalian diri. Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya berupa sikap ikhlas atau selalu bersyukur dalam setiap keadaan yang dihadapi. Jika sedang merasa gundah karena keinginan yang tidak tercapai, hadapilah dengan sikap ikhlas sembari bersyukur. Bahwa capaian itu merupakan hal terbaik baginya. Bahwa, betapapun kecilnya, masih ada capaian yang dihasilkan. Sebaliknya, jika sedang merasa senang karena hasil yang melebihi keinginan, bersyukurlah atas segala karunia yang diberikan. Wartakanlah rasa syukur itu dengan berbagi, Rasa syukur bukan berarti puas diri (complacent). Akan selalu ada hal yang lebih baik lagi untuk diraih bagi diri sendiri maupun untuk sesama umat. Itulah sebetulnya inti dari kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup manusia. Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga, agama, budaya, atau lingkungan sosial. Jika telah disepakati sebagai suatu kebenaran oleh



33



lingkungan sosial, nilai-nilai moral, atau norma tersebut, pada dasarnya, telah menjadi hukum sosial yang dapat berupa hukum adat atau hukum agama. Oleh karena itu, tindakan yang menyimpang akibat gagalnya pengendalian diri hanya dapat diberikan sanksi oleh sumber sumber pengendalian diri tersebut. Sanksi-sanksi tersebat diberikan oleh lingkungan sosial dimana yang berangkutan berada dan sering disebut dengan sanksi sosial.



34



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Makalah ini membuka wawasan kita bahwa keberhasilan bisnis dan manajemen tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan material berupa keuntungan dan pertumbuhan perusahaan. Kenyataan membuktikan bahwa lingkup kegiatan bisnis dan manajemen tidak hanya menyangkut lingkup ekonomi dan manajemen secara murni, melainkan menyentuh juga aspek-aspek manusiawi dan etika. Oleh karena itu dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis, aspek-aspek manusiawi dan etika tersebut ikut berperan di dalamnya. Sejalan dengan peran etika yang semakin penting dalam bisnis modern, maka para praktisi bisnis harus melihat bahwa mereka memiliki peran yang sangat strategis dalam menyelaraskan wajah dunia bisnis kita di masa depan. Semakin aspek-aspek manusiawi dan etis diperhatikan dalam kegiatan bisnis, maka masyarakat dan budaya kita juga akan menjadi semakin etis dan bermoral seperti yang diharapkan.



35