Makalah Metana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Gas alam merupakan salah satu bahan penting yang menjadi sumber bahan bakar untuk berbagai keperluan manusia. Selama perkembangan peradaban manusia, gas alam telah banyak memberikan kontribusi dalam mempermudah dan meringankan pekerjaan manusia. Selama ini, gas alam telah digunakan terutama sebagai sumber bahan bakar yang belakangan menjadi kian populer setelah bahan bakar berbasis fosil lainnya mulai mengalami penipisan stok, yang membuat kita mulai mencari alternatif bahan bakar lain. Dan gas alam inilah yang kemudian menjadi salah satu alternatif tersebut. Selain itu, gas alam telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya, seperti bahan baku untuk penyusunan komponen lainnya yang sangat berbeda dari unsur pembentuk utamanya, misalnya pupuk, dan sebagai komoditas energi. Namun tak dapat dipungkiri bahwa meskipun gas alam dipilih sebagai alternatif penggunaan energi dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya yang lebih banyak menghasilkan polusi, namun gas alam juga merupakan salah satu sumber polusi yang memberikan dampak yang cukup signifikan. Kekhawatiran mengenai polusi yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar yang berasal dari gas alam ini tentunya cukup beralasan. Pemanasan global telah mencapai tingkatan yang mengkhawatirkan, dan bukan tidak mungkin akan mengancam kelangsunagn hidup sebagian besar makhluk di muka bumi ini, khususnya manusia. Dan gas alam merupakan salah satu penyumbang dari kian meningkatnya pemanasan global ini. Salah satu unsur gas alam yang menjadi sebuah kekhawatiran bagi pertumbuhan tingkat polusi udara adalah metana. Metana yang terlepas ke atmosfir akan menjadi salah satu gas rumah kaca yang hanya melewatkan panas matahari



masuk ke bumi, namun menghalangi panas yang terpantul dari bawah untuk terlepas kembali ke angkasa, sehingga panas tersebut akan terpantul kembali ke bumi dan menignkatkan suhu di bumi secara global. Tingkat emisi metana ini merupakan salah satu faktor yang cukup mengkhawatirkan dalam peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir dengan tingkat bahaya yang sangat tinggi. Informasi terakhir yang paling hangat membuktikan bahwa gas metana mempunyai efek pemanasan 25 kali lebih kuat dalam menyebabkan pemanasan global dibandingkan CO2. Perhitungan ini berdasarkan rata-rata dari efek pemanasan metana selama 100 tahun. Akan tetapi, setelah 1 dekade, gas metana sulit dilacak dan hampir menghilang setelah 20 tahun, Dengan demikian secara dramatis akan menghabiskan rata-rata 1 abad untuk mengurangi dampak gas metana. Dan karena kita tidak mempunyai waktu 100 tahun untuk mengurangi efek gas rumah kaca kita maka perhitungan terbaru menunjukkan bahwa selama periode 20 tahun efek pemanasan metana menjadi 72 kali lebih kuat. Hal inilah yang kemudian mendasari ketertarikan penyusun makalah ini untuk membahas masalah pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran udara oleh gas metana yang kemudian berdampak pada meningkatnmya Efek Rumah Kaca dan pemanasan global di bumi. Penyusun menyadari bahwa pembahasan dengan topik serupa sudah banyak dipaparkan dalam berbagai media lainnya, namun hal tersebut tidak menyurutkan niat penyusun untuk tetap menyusun makah ini, dengan tujuan untuk menambah khazanah pengetahuan kita mengenai bahaya pencemaran lingklungan oleh gas metana, sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan pencegahan terhadap dampak buruk yang ditimbulkannya, minimal mengurangi dampak tersebut hingga ke batas minimum.



B.



Tujuan dan Manfaat Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai hal-hal penting yang terkait dengan masalah pencemaran lingkungan, yang dalam hal ini difokuskan terhadap pencemaran udara yang disebabkan oleh gas metana. Selanjutnya, tujuan tersebut dapat dirincikan secara lebih khusus menjadi sebagai berikut: 1.



Meningkatkan pengetahuan tentang gas metana dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh gas alam tersebut



2.



Meningkatkan pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkian oleh pencemaran lingkungan oleh gas metana, baik terhadap manusia maupun terhadap lingkungan itu sendiri



3.



Meningkatkan pengetahuan tentang langkah-langkah dan upaya-uapaya yang dapat dilakukan untuk menekan pencemaran lingkungan yangh disebabkan oleh gas metana ini Diharapkan dengan penyusunan makalah ini akan memberikan manfaat



terhadap upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran udara yang ditimbulkan oleh gas metana. Hal ini tidak terlepas dari upaya global untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.



BAB 2 PEMBAHASAN A.



Gas Metana 1.



Karakteristik Umum Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia CH4 . Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen utama gas alam , metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2 ( karbondioksida ) dan dua molekul H2O ( air ): CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O



2.



Manfaat Manfaat utama dari gas metana adalah sebagai bahan bakar alternatif. Bahan bakar metana ini umumnya diperoleh dari hasil pengolahan kotoran ternak yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan gas metana yang kemudian dapat diguinakan sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya. Belakangan ini, penggunaan bahan bakar metana, yang juga lazim dikenal sebagai bahan bakar biogas, diharapkan akan menggantikan penggunaan bahan bakar fosil nantinya



3.



Sumber Secara umum, sumber gas metana yang terlepas ke udara terbagi menjadi dua macam, yakni sumber alamiah dan sumber akibat kegiatan manusia. a.



Sumber Alamiah Jumlah emisi gas metana ke atmosfir yang berasal dari sumbersumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton per



tahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya. Sumber-sumber lainnya adalah emisi geologis (geological emissions) yang diperkirakan sebanyak 42 - 64 juta ton/tahun, emisi dari danaudanau sekitar 30 juta ton per tahun dan emisi dari tumbuh-tumbuhan sebanyak 20-60 juta ton pertahunnya. 1)



Emisi dari Lahan Basah Lahan basah merupakan ekosistem yang jenuh dengan air, dimana air ini memegang peranan penting dalam menentukan sifatsifat tanah, spesies tanaman dan hewan yang ada. Luas lahan basah meliputi sekitar 5 persen dari seluruh permukaan bumi, terdiri dari daerah-daerah yang drainasenya tidak baik dan daerah tropis yang banyak curah hujannya. Pada lahan basah bahan-bahan organik dapat



membusuk



mikroorganisme



dan



terdekomposisi



methanogens



dalam



dengan



kondisi



bantuan



lembab



dan



kekurangan oksigen menghasilkan gas metana. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat dalam laporannya tahun 1993 memperkirakan total emisi gas metana dari lahan basah mencapai 109 juta ton per tahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang 66 juta ton per tahunnya. Angka ini diperoleh dari extrapolasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di daerah-daerah tertentu. Perkiraan ini mungkin tidak terlalu tepat sebab besarya emisi gas sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tempat dan waktu. Dalam laporan terbarunya tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi gas metana yang berasal dari lahan basah ini mencapai 170.3 juta ton pertahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang



sekitar 81 – 206 juta ton pertahun dengan rata-rata sekitar 128 juta ton per tahunnya. Berdasarkan laporan-laporan tersebut terlihat bahwa jumlah emisi gas metana dari lahan basah di daerah tropis tetap merupakan penyumbang emisi gas metana paling besar dan telah mengalami peningkatan dibandingkan emisinya di tahun 1993. 2)



Emisi Geologis Gas metana dapat keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Emisi gas metana dari permukaan bumi kadang-kadang keluar melalui “macroseepage” dimana gas keluar dalam jumlah yang relatif besar di suatu lokasi. Gas metana dapat juga keluar dari perut bumi melalui gunung-gunung berapi yang masih aktif atau di daerah geothermal. Lokasi keluarnya gas metana dari perut bumi ini dapat terjadi di daratan atau di laut di bawah permukaan air. Jumlah emisi yang keluar dari permukaan bumi ini sangat sulit diperkirakan. Namun laporan terakhir Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi dari permukaan bumi ini antara 42 sampai 64 juta ton pertahunnya.



3)



Emisi dari Danau Danau merupakan suatu badan air yang terbentuk secara alamiah. Dalam pembahasan tentang sumber gas rumah kaca, bendungan tidak dimasukkan dalam kelompok danau. Sumber gas rumah kaca yang berasal dari bendungan digolongkan pada sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic). Danau alamiah memproduksi dan memberi kontribusi tehadap kadar metana di atmosfir. Gas metana pada danau terbentuk di dasar danau akibat aktifitas mikroorganisme methanogens pada kondisi anarobik (kekurangan oksigen). Pembentukan gas metana di dasar danau dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cuaca, ukuran dan



kedalaman danau. Selain itu dipengaruhi juga oleh produktivitas tanaman dan hewan mikroskopis maupun makroskopis yang menjadi bahan organik bila mati atau tenggelam dan akan menjadi bahan gas metana. Emisi gas metana dari dasar danau ke atmosfir diperkirakan sebanyak 30 juta ton pertahunnya, dapat terjadi melalui gelembung, difusi dan juga melalui tanaman serta arus balik. Emisi melalui gelembung-gelembung merupakan yang paling dominan, yang diperkirakan mencapai 90 persen 4)



Emisi Tumbuhan Tumbuh-tumbuhan sudah lama diketahui dapat berfungsi sebagai media transportasi gas metana dari tanah atau sedimen dasar ke atmosfir. Penelitian terbaru ternyata menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu sendiri juga dapat menghasilkan gas metana. Pada tahun 2006 dilaporkan bahwa tumbuh-tumbuhan mengeluarkan gas metana melalui proses yang masih belum jelas pada kondisi kekurangan oksigen. Perkiraan besarnya emisi gas metana dari tumbuh-tumbuhan berkisar antara 20 sampai 60 juta ton per tahunnya. Namun peneliti lain memperkirakan metana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini mencapai sepertiga dari seluruh gas metana yang dihasilkan secara alamiah. Jika pendapat yang terakhir ini benar, maka perkiraan jumlah emisi gas metana yang berasal dari wetland saat ini dianggap terlalu besar



b.



Sumber Akibat Kegiatan Manusia Sumber gas



metana



yang



berasal dari



kegiatan



manusia



diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan yang berasal dari alamiah. Jumlah emisi gas metana yang berasal dari kegiatan manusia ini



diperkirakan sudah mencapai 320 juta ton per tahunnya, dibandingkan dengan 208 juta ton pertahunnya dari sumber alamiah. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.EPA) dalam “Inventory of U.S. Greenhouse Gas Emissions and Sinks (2008)”, sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, kegiatan peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah 1)



Sumber dari Penambangan dan Pemakaian Bahan Bakar Gas metana selalu dijumpai pada lokasi-lokasi penambangan bahan bakar fosil. Gas metana ini akan keluar apabila bahan bakar fosil, baik batubara, minyak ataupun berupa gas ditambang dari perut bumi. Selain pada saat proses penambangan, gas metana juga teremisi ke atmosfir pada saat pemrosesan, transportasi, dan pemakaian bahan bakar fosil.



2)



Sumber dari Usaha Peternakan Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga. Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatangbinatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan



organik.



Apabila



bahan



organik



tersebut



terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya dengan manajemen yang baik emisi gas



metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. 3)



Sumber dari Tempat Sampah Tempat pembuangan sampah merupakan tempat dimana terdapat bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup besar. Karena sampah yang dibuang ke lokasi pembuangan tersebut terus menumpuk maka terjadilah tumpukan sampah yang makin lama makin tinggi. Tumpukan sampah yang mengandung bahan organik di lapisan bawah akhirnya mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) dan terjadilah proses dekomposisi yang menghasilkan gas metana. Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahunnya. Kebanyakan gas metana dari sumber ini berasal dari negara-negara berkembang yang kadar pembuangan sampahnya cenderung besar.



B.



Pencemaran Udara oleh Gas Metana Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara , gas alam , dan minyak bumi . Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah ( landfill ), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi , sebagai produk samping dari pencernaan. Setengah dari waktu hidup metana di atmosfer adalah selama 6 tahun. Jumlah metana di atmosfer pada tahun 1998 adalah 1745 ppb, meningkat dari konsentrasi pada tahun 1750 sebesar 700 ppb. Tahun 2008, konsentrasi metana yang cenderung



konstan sejak tahun 1998 meningkat menjadi 1800 ppb, dan tahun 2010 di kutub utara mencapai 1850 ppb. Alarm tanda bahaya dampak pemanasan global berbunyi semakin nyaring. Pola pencairan es di Kutub merupakan salah satu indikatornya. Perubahan demi perubahan melaju dalam hitungan bulan. Tanggal 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli iklim NASA, memprediksi es di Antartika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika bisa terjadi di akhir tahun 2008 ini. Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair mencapai 19 juta ton. Fenomena terbaru lainnya, pada tanggal 8 Maret 2008 beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas Jakarta). Dalam laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options (Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang paling tinggi (18%), jumlah ini melebihi gabungan dari seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). PBB juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 saja, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9 % karbondioksida dan 37 % gas metana (23 kali lebih berbahaya dari CO2). Selain itu, kotoran ternak menyumbang 65 % nitrooksida (296 kali lebih berbahaya dari CO2), serta 64 % amonia penyebab hujan asam. Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan diserap 95%



oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah terulangnya bencana kepunahan massal yang pernah terjadi pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan masa PETM (Paleocene-Eocene Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke atmosfer mengakibatkan percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan massal. Bukti geologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta tahun lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94% spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya level oksigen secara ekstrem. C.



Upaya Mengurangi Pencemaran Udara oleh Gas Metana Membaca fakta-fakta di atas, satu hal yang patut digarisbawahi adalah tenggat waktu yang semakin sempit. Dr. Rajendra K. Pachauri, Ketua IPCC, menekankan bahwa dua tahun ke depan merupakan masa tenggat penting untuk menghambat laju pemanasan global yang bergerak dengan sangat cepat. James Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita telah berada di titik sepuluh persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2. Artinya, kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus diambil bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan. Kita butuh kecepatan dan ketepatan membaca masalah hingga dapat memilih solusi yang efektif. Solusi yang mampu berpacu dengan waktu untuk memperlambat laju pemanasan global. Berkaitan dengan ini, dalam konferensi persnya di Paris, 15 Januari 2008, Pachauri mengimbau masyarakat dunia dalam tingkat individu untuk: pertama, jangan makan daging. Kedua, kendarai sepeda. Ketiga, jadilah konsumen yang hemat.



Menurut laporan yang dirilis Badan Pangan Dunia FAO (2006) dalam Livestock's Long Shadow Environmental Issues and Options, daging merupakan komoditas penghasil emisi karbon paling intensif 18%), bahkan melebihi kontribusi emisi karbon gabungan seluruh kendaraan bermotor (motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter) di dunia (13%). Peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 70% persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap tahunnya, penebangan hutan untuk pembukaan lahan peternakan berkontribusi emisi 2,4 miliar ton CO2. Memelihara ternak membutuhkan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Mesin pendingin merupakan mata rantai paling tidak efisien energi listrik. Hitung saja mesin pendingin mulai dari rumah jagal, distributor, pengecer, rumah makan, pasar hingga sampai pada konsumen. Mata rantai inefisiensi berikutnya adalah alat transportasi untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung lain dalam peternakan intensif seperti obat-obatan, hormon dan vitamin. Mata rantai lain yang sangat tidak efisien tapi telah berlaku demikian kronis adalah pemanfaatan hasil pertanian untuk peternakan. Dua pertiga lahan pertanian di muka Bumi ini digunakan untuk peternakan. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 70% protein (kedelai, jagung dan gandum) dari pertanian untuk peternakan. Indonesia sendiri pada tahun 2006 mengimpor jagung untuk pakan ternak 1,77 juta ton. Prediksi produksi pakan ternak naik dari 7,2 juta ton menjadi 7,7 juta ton, kata Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas-Paulus Setiabudi (Kompas, 8 November 2007). Sementara itu, menurut data Indonesian Nutrition Network (INN), setengah dari penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (16 Sept 2005). Akar masalah kelangkaan pangan jika dicermati salah satunya adalah krisis manajemen lahan itu sendiri. Secara matematis, inefisiensi pemakaian lahan pertanian untuk pakan ternak tercermin dari perhitungan kalori yang "terbuang" untuk membesarkan ternak cukup. Pakan yang selama ini diberikan kepada ternak dapat



memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang. Berarti masih ada kelebihan kalori untuk 2,1 miliar orang. Sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami mendesaknya perubahan pola makan ini, yakni perubahan ke pola makan yang mata rantainya pendek. Perut manusia bisa langsung mencerna kedelai, jagung dan gandum tanpa harus melalui perut ternak terlebih dahulu. Pertanian untuk pakan ternak itu sendiri merupakan penyumbang 9% CO2 (karbondioksida) , 65% N2O (dinitrooksida) dan 37% CH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N2O adalah 296 kali CO2, sedangkan CH4 adalah 25 kali CO2. Satu lagi masalah industri peternakan yang sangat krusial yakni, inefisiensi air. Sekian triliun galon air diperuntukkan untuk irigasinya saja. Sebagai gambaran sederhana, untuk mendapatkan satu kilogram daging sapi mulai dari pemeliharaan, pemberian pakan ternak, hingga penyembelihan seekor sapi membutuhkan satu juta liter air! Data yang dihimpun Lester R. Brown, Presiden Earth Policy Institute dan Worldwatch Institute, memaparkan dalam bukunya "Plan B 3.0 Mobilizing to Save Civilization" (2008) bahwa karena untuk memproduksi satu ton biji-bijian membutuhkan seribu ton air, tidak heran bila 70% persediaan air di dunia digunakan untuk irigasi. Jejak emisi gas rumah kaca daging terukur jelas. Dr Rajendra memberi ilustrasi konversi energi untuk memelihara sampai menghasilkan sepotong daging sapi, domba atau babi sama besar dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan lampu 100 watt selama 3 minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2, tidak heran bila data dari film dokumenter "Meat The Truth" menyebutkan emisi CO2 seekor sapi selama setahun sama dengan mengendarai kendaraan sejauh 70.000 km. Penelitian di Belanda mengungkapkan, seminggu sekali saja membebaskan piring makan dari daging masih 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun. Penelitian paling gres yang dilakukan Prof. Gidon Eshel dan Pamela A. Martin ("Diet, Energy and Global Warming") merunut kontribusi setiap potongan daging



terhadap emisi karbon. Penelitian ini diakui secara ilmiah dan dipublikasikan dalam jurnal bergengsi para ilmuwan Earth Interaction Vol. 10 (Maret 2006). Jumlah gas rumah kaca yang diemisikan oleh daging merah, ikan, unggas, susu dan telur jika dibandingkan dengan diet murni nabati/vegan, ternyata jika satu orang dalam setahun mau mengganti diet hewani mereka ke diet nabati murni/vegan akan mencegah emisi CO2 sebesar 1,5 ton. Lima puluh persen lebih efektif daripada upaya mengganti mobil Toyota Camry ke mobil Toyota Prius hybrid sekalipun yang ternyata hanya mampu mencegah 1 ton emisi CO2. Objektivitas akan menuntun kita untuk mengakui pola konsumsi daging sebagai kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Pilihan kita tidak banyak, mengingat tenggat waktu yang demikian sempit. Mengutip tulisan Senator Queensland, Andrew Bartlett, bahwa seluruh dunia tidak mesti menjadi vegetarian atau vegan untuk menyelamatkan planet kita, tapi kita harus mengakui fakta-fakta ilmiah ini, bahwa jika kita tidak mengurangi konsumsi produk hewani, kesempatan kita untuk menghentikan perubahan iklim adalah nihil. Menurut Bartlett, tidak ada langkah yang lebih murah, lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan yang dapat mengurangi kontribusi tiap individu terhadap emisi gas rumah kaca selain memangkas jumlah konsumsi daging dan produk susu dan olahannya. Aksi untuk hemat bahan bakar kita masih banyak bergantung pada fasilitas umum. Upaya yang paling bisa kita lakukan adalah menggunakan kendaraan umum. Namun, sudah menjadi rahasia umum, tidak mudah untuk menggunakan kendaraan umum jika berhadapan dengan kepentingan keamanan, dan untuk ini kita masih bergantung pada kebijakan pemerintah. Aksi hemat energi dalam konteks yang paling ideal bergantung pada teknologi. Sumber energi paling ramah lingkungan yakni tenaga angin, air, dan matahari, masih jauh membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak kecil. Butuh waktu yang panjang dan upaya ekstra untuk menggerakkan kesadaran massal untuk hemat energi, hemat listrik, hemat bahan bakar karena harus berhadapan dengan kebiasaan dan perilaku yang telah mengakar.



BAB 4 PENUTUP A.



Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah penyusun paparkan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:



Metana merupakan salah satu unsur gas alam yang juga memberikan



1.



sumbangan terbesar terhadap peningkatan Efek Rumah Kaca dan pemanasan global, yang dapat mengancam kelangsungan hidup di muka bumi.. Emisi metana yang terlepas ke atmosfir berasal dari dua sumber, yakni



2.



sumber alamiah dan sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Di antara kedua sumber tersebut, sumber akibat aktivitas manusia merupakan sumber terbesar yang akan mempercepat laju pemanasan global. Polusi udara yang disebabkan oleh gas metana dapat dikurangi atau



3.



bahkan dihilangkan dengan beberapa langkah strategis tertentu. B.



Saran Polusi udara yang diakibatkan oleh gas metana merupakan salah satu masalah yang serius, sehingga menuntut upaya untuk menangani masalah tersebut. Beberapa upaya yang disarankan untuk dilakukan adalah dengan menekan jumlah emisi gas metana yang berasal dari kegiatyan manusia, khususnya emisi gas metana yang ditimbulkan akibat kegiatan peternakan, penggunaan bahan bakar kendaraan yang kurang atau bahkanj tidak menghasilkan metana, dan menjadi konsumen yang hemat dalam penggunaan energi. Pelaksanaan hal tersebut dapat dicapai dengan menjalin kerjasama di antara semua pihak yang terkait. Hal ini memerlukan penatalaksanaan sistem yang menyeluruh, mulai dari pihak pemerintah hingga ke tingkat konsumen itu sendiri. Namun di atas semua itu, hal yang paling penting yang berkaitan dengan upaya pengurangan polusi udara, khususnya yang diakibatkanm oleh gas metana adalah



edukasi untuk menumbuhkan kesadaran mengenai bahaya yang ditimbulkannya, sehingga akan mendorong tiap orang untuk melakukan upaya mengurangi emisi gas metana ini. Sedangkan terkait dengan penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan masukan untuk lebih menyempurnakan isi makalah ini, sehingga dengan demikian hal tersebut akan menambah pengetahuan kita, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar yang valid dan memadai untuk mengambil langkah penekanan dan reduksi gas metana sebagai polutan di udara.