Makalah Oksidentalisme - Jamaluddin Al-Afghani FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH OKSIDENTALISME JAMALUDDIN AL-AFGHANI Dosen Pengampu: Kusmana, Ph.D



Disusun Oleh:    



Miftah Rahmawati Rafi Syuja’ Zhafran Said Ahmad Hamzah Iqbal Novaldi



(11180331000018) (11180331000028) (11180331000032) (11140331000021)



FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN AQIDAH FILSAFAT ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2020



ABSTRAK



Jamaludin Al Afghani merupakan seorang pembaharu yang memiliki keunikan dan kekhasan sendiri. Ia merupakan seorang seorang tokoh kaum revivalis yang berangkat dari corak keislaman. Al-Afghani menempatkan posisi yang unik dalam menanggapi dominasi barat terhadap Islam dan ini dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Ia juga merupakan seorang yang modernis tapi juga fundamentalis. Pemikiran Jamaludin Al Afghani merupakan jawaban atas tantangan Islam terhadap modernitas. dan konsep pembaharuan tersebut didasarkan pada yang pertama musuh utama adalah penjajahan Barat, yang kedua umat Islam harus menentang penjajahan dimanapun dan kapanpun,  dan ketiga untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka umat Islam harus bersatu. Dalam hal ini ideologi besar yang ditawarkannya yaitu Pan-islamisme tentang persatuan umat Islam. Kata Kunci : Jamaluddin Al Afghani, Pan-Islamisme, Politik



PEMBAHASAN



A. BIOGRAFI Nama lengkapnya adalah Jamaluddin al-Afghani as-Sayid Muhammad bin Shafdar Al-Husaini. Namun, ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-Afghani. Ia dilahirkan pada tahun 1838 dengan dua versi tempat kelahiran. Menurut pengakuannya bahwa ia dilahirkan di As’adabad dekat kanar wilayah kabul Afghanistan. Menurut pendapat yang lain bahwa ia lahir di As’adabad dekat hamadan wilayah persia. Al-Afghani mengaku orang Afghanistan untuk menyelamatkan diri dari kesewenang-wenangan penguasa Persia. Menurut Majid Fakhry, bahwa Al-Afghani dilahirkan di Asadabad Persia, kemudian hijrah dengan keluargannya ke Qazwin dan kemudian ke Teheran, di situ ia belajar di bawah asuhan Aqashid Shadiq, Teologi Syi’ah yang sangat terkemuka saat itu Teheran. Al-Afghani dikenal dengan seorang banyak melakukan pengembaraan. Dari Teheran ia pindah ke al-Najd di Irak, pusat studi keagamaan Syi’ah, disitulah ia menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun sebagai murid Murtadha al- Anshari, seorang teologi dan sarjana yang terkenal. Pada tahun 1853 ia melawat ke India, dimana ia diperkenalkan dengan studi-studi ilmu-ilmu Eropa. Ada waktu selanjutnya ia melakukan perlawatan ke berbagai negara di dunia, seperti Hijaz, Mesir, Yaman, Turki, Russia, Inggris, dan Perancis. Salah satu yang paling berkesan dari perjalanannya ini adalah kunjungan ke Mesir pada tahun 1869 dan di negeri ini ia memulai memunculkan pemikiran pembaruan. Ketika berusia 20 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhammad Azam Khan menjadi Perdana Menteri Afghanistan. Pada masa itu Inggris telah mencampuri hal-hal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi ia memilih pihak yang melawan golongan Inggris. Pihak pertama kalah dan al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India di tahun 1869. Al-Afghani seorang refornis dan modernis, dikenal pula sebagai seorang yang pernah aktif dalam dunia politik. Hal ini dibuktikan pada tahun 1876 ia bergabung dengan



para politikus di Mesir pada tahun 1879 membentuk suatu partai politik dengan nama Hizb al-Wathani (partai Kebangsaan). Dengan partai ini ia berusaha menanamkan kesadaran nasionalisme dalam diri orang-orang mesir. Al- Afgani juga diakui sebagai seorang filosof, jurnalis dan sufi, namun yang lebih banyak dipublikasikan adalah sebagai seorang politikus. Perjuangan Jamaluddin juga sampai ke Persia, penguasa Persia Shah Nasiruddin Qachar menawarkan posisi perdana menteri. Iapun menerima tawaran tersebut dan karena ide pembaruan Islamnya ia semakin populer di Persia. Jamaluddin secara terang-terangan mengkritik praktek kekuasaan penguasa di negara tersebut dan hal ini dikhawatirkan Nasiruddin atasnya. Akhirnya iapun ditangkap dan diusir dari Persia.Setelah itu ia akhirnya sampai pula ke Istambul, Turki. Dan inilah tempat akhir hayatnya, yaitu wafat di Istanbul pada tanggal 9 Maret 1897 dalam usia 59 tahun. B. PAN-ISLAMISME Pan islamisme merupakan konsep yang paling utama untuk menjelaskan fenomena sejarah secara etimologi sendiri berasal dari bahasa Yunani “PAN” yang berarti seluruh dan “Islamisme” berasal dari kata Islam yaitu agama monoteisme yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad sedangkan “isme” berarti paham ini artinya panislamisme memiliki makna paham tentang keislaman secara keseluruhan.1 Sedangkan beberapa sumber juga mengatakan bahwa islamisme ini dianggap sebagai penentangan secara umum terhadap kolonialisme barat dengan berbasis Islam dan umat Islam di tiap-tiap daerah koloni. Kemudian yang kedua untuk mempertahankan dan mengembangkan pengaruh kekuasaan Turki Usmani atas dunia Islam dan ketiga usaha untuk membangkitkan kembali sistem kekhalifahan pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah. Pan islamisme merupakan satu proyek besar dari pemikiran Jamaluddin alafghani dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam. Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam yang disebut sebagai Pan islamisme menurutnya asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia islam baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka maupun mereka yang masih merupakan 1



Abdul Somad, Jurnal Pemikiran dan Pergerakan Pan-Islamisme di Indonesia Pada Awal Abad Ke-20. Vol. 1 No.1. November 2015. hlm. 3.



rakyat jajahan. Ikatan tersebut yang didasarkan atas solidaritas aqidah Islam tujuan menentang setiap sistem pemerintahan yang sewenang-wenang dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan oleh agama Islam ini artinya gerakan ini juga menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu serta menentang Kolonialisme dan dominasi Barat. 2 Latar belakang dari pemikiran pan-islamisme yaitu karena kemunduran umat Islam yang disebabkan oleh lemahnya persaudaraan Islam dan umat Islam yang telah meninggalkan ajaran ajaran Islam yang sebenarnya untuk mengikuti ajaran yang datang dari luar Islam dan asing bagi umat Islam. Sehingga Al Afghani menginginkan adanya sebuah persatuan yang mesti diwujudkan kembali. Karena persatuan dan kerjasama adalah pilar yang sangat urgent dalam Islam. Selain itu ide ini juga didasari atas justifikasi negara-negara Barat atas penyerangan dan kekejaman yang dilakukan kepada negara Timur. Bahkan Barat telah menggunakan segala daya dan upaya untuk mencegah tumbuhnya kekuatan negara Timur. Usaha untuk mewujudkan persatuan ini dimaksudkan agar umat Islam memiliki satu pandangan, satu tujuan, dan satu konsep yang sama untuk bekerja sama mewujudkan persatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni, karena kebangkitan Islam seluruhnya merupakan tanggung jawab dari umat Islam. Umat Islam harus mengetahui realitas dan melepaskan diri dari kepasrahan. Ia melihat Islam sangat terbelakang dan bahkan sedang terancam. Ancaman yang datang dari Barat yang memiliki kekuatan dinamis. Oleh karena itu Afghani mengajak umat Islam untuk melakukan perbaikan secara internal menumbuhkan kekuatan untuk bertahan dan mengadopsi sebuah peradaban Barat khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembalikan kejayaan Islam. Barat harus dihadapi karena dialah yang mengancam Islam dan cara menghadapinya adalah dengan menirunya dalam hal yang positif selain aturan kebebasan dan demokrasi nya. Gerakan politik pan-islamisme dimulai dari tahun 1879 dengan membentuk partai nasional yaitu Al Hizb al-Wathani di Mesir, tujuan partai tersebut adalah untuk memperjuangkan pendidikan universal, menyelenggarakan kebebasan pers, memasukkan unsur-unsur Mesir ke dalam posisi bidang militer dan sebagainya. Dan gerakan inilah



2



Akmal Hawi, Jurnal Pemikiran Al-Afghani (1838-1897 M). Universitas Islam Raden Fatah Palembang. hlm. 17.



yang akhirnya membangkitkan semangat umat Islam dalam menggalang persatuan dan kesatuan dalam menentang penjajahan bangsa Barat.3 Untuk mengadakan reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik  perlu adanya perjuangan dalam pelaksanaan ajaran Islam yaitu tentang musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan rakyat kemudian pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik dan membebaskan dunia Islam dari penjajahan dominasi Barat. Dan menurutnya, cara terbaik dan paling efektif adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat. Tujuan utama gerakan Al-Afghani adalah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam di bawah satu kekhalifahan untuk mendirikan sebuah Imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa.  Selain itu cara yang perlu ditempuh untuk mengejar ketertinggalan dari Barat dan membangkitkan umat Islam menurut Al Afghani adalah dengan mengembalikan umat Islam kepada teologi sunatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah. Karena kepercayaan kepada sunnatullah inilah yang akan membawa kepada pemikiran ilmiah dan sikap dinamis. Menurutnya sains yang berkembang dengan pesat perlu dikuasai kembali oleh ulama dan kaum terpelajar Islam.4 Gerakan Pan-islamisme ini menegaskan kembali landasan umat muslim dalam pengertian nasionalisme. dalam perspektif politik Pan-islamisme dimaksudkan untuk menentang penetrasi Eropa tetapi panislamisme juga mengandung aspek reformasi internal. Al-Afghani juga menyerang penyalahgunaan Islam yang dilihatnya dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Islam dan inti dari pokok pemikirannya adalah membawa umat Islam harus membersihkan diri dari kesalahan dan pencampuradukan agama dan para ulama harus tampil maju menghadapi arus pemikiran modern serta negara Islam harus tampil sebagai ekspresi politik dan sarana untuk menyuarakan ajaran ortodoksi Al-Quran.5 C. PAN-ISLAMISME DI INDONESIA Di Indonesia, nama besar Sultan Turki sebagai khalifah ini sudah lama diketahui selama berabad-abad sejak masa kejayaan pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di 3 4 5



Akmal Hawi, Jurnal Pemikiran Al-Afghani (1838-1897 M)….hlm. 19. Harun Nasution. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Cet IV. (Bandung: Mizan, 1996). hlm. 149.



Nusantara. Hal ini dimungkinkan karena Sultan Turki menempatkan perwakilannya di Batavia. Mereka memberi kesan pada pribumi muslim di Hindia Belanda bahwa mereka masih mempunyai pelindung kepentingan mereka yang berbeda dengan pemerintah kolonial. Di Batavia, pendukung gerakan Pan Islamisme Turki ini adalah masyarakat muslim keturunan Arab.6 Akan tetapi, saat Perang Dunia I meletus pada tahun 1914. Peperangan ini mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi kaum muslim di Indonesia. Turki yang menjadi sekutu Jerman kalah dalam peperangan itu. Meski ia telah mengeluarkan pelbagai seruan jihad bagi setiap muslim ke seluruh penjuru Dunia Islam. Dampak dari kekalahan ini, terjadi reformasi politik di dalam negeri Turki. Setelah golongan nasionalis memegang tampuk pimpinan di Turki pada awal tahun 1920-an, negeri ini lebih memusatkan perhatiannya pada kepentingan nasionalnya. Politik luar negeri Turki yang selama ini berorientasi pada ide Pan Islamisme juga berubah arah; lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada keperluan internasional. Puncaknya, ditandai dengan dilengserkannya Sultan Abdul Majid II dari Turki sebagai khalifah pada tanggal 3 Maret 1924 (Nasution, 1975:151). Pelengseran Sultan-Khalifah Abdul Majid II memang sangat mengejutkan. Oleh karena kekuasaan khalifah yang dijabatnya tidak saja diakui oleh bangsa Turki saja, tetapi seluruh bangsabangsa muslim di dunia, termasuk oleh kaum muslimin di Indonesia (Noer, 1996:242). Sekalipun ia berada di Turki, namun sama sekali bukanlah hak dan monopoli negara itu saja, melainkan merupakan hak dan milik seluruh umat Islam (Rais, 1985:254-255). Singkatnya, jabatan khalifah adalah milik umat Islam sedunia. Ia merupakan simbol supremasi politik muslim, malah Istambul, ibu kota Turki, oleh Barat dianggap sebagai simbol Dunia Timur umumnya (Suminto, 1996:83). Bagaimana sikap umat Islam Indonesia dalam persoalan persoalan khilafah, itulah masalahnya. Untuk itu di Indonesia, organisasi terkemuka Sarekat Islam dan Muhammadiyah yang bekerjasama dengan elemen pergerakan Islam lainnya, turut merespon undangan Kongres Khilafah di Mesir.7 Dalam konteks anatomi organisasi pergerakan Islam Indonesia, Sarekat Islam adalah salah satu organisasi politik Indonesia abad XX yang paling menonjol (Van Niel, 1984:2). Malah boleh dikata bahwa maju mundurnya posisi umat Islam di Indonesia ditentukan oleh maju mundurnya Sarekat Islam (Noer, 1996:114). Hal ini dimungkinkan 6



Abdul Somad, Pemikiran dan Pergerakan Pan Islamisme di Indonesia pada awal Abad ke-20, Jurnal Candrasangkala, vol 1 no.1, November 2015, hal.1-2 7 Abdul Somad, hal.3-4



karena organisasi ini pada perkembangannya dianggap sebagai satusatunya “partai politik” bagi orang Islam dari semua golongan, mengingat dari sekian jumlah organisasi Islam hanya berbasis pada bidang garapan sosial dan pendidikan. Ada peristiwa penting yang perlu diketahui tentang tanda-tanda adanya pengaruh Turki bagi Sarekat Islam dalam kaitannya dengan gerakan Pan Islamisme. Peristiwa itu adalah dikibarkannya bendera Turki oleh peserta Kongres Nasional Sarekat Islam ke-3 di Bandung tahun 1916. Insiden ini tentunya memberikan kecurigaan yang besar Pemerintah kolonial Belanda mengingat Turki waktu itu adalah pemimpin gerakan Pan Islamisme dan tengah terlibat perang Dunia I melawan Inggris dan sekutu-sekutunya. Salah satu usaha Turki pada waktu itu adalah menyebarkan seruan dan fatwa jihad yang mengatasnamakan khalifah kepada segenap umat Islam, tak terkecuali Indonesia, yang dalam hal ini mereka sebut Jawa. Dalam pada itu pada masa awal perang cukup banyak selebaran yang berisi seruan untuk menggalakkan jihad melawan penguasa kolonial kafir di negeri Islam.8



Sumber Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2001) “Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani; Studi Pemikiran Kalam TentangTakdir”, FENOMENA Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006) Abdul Somad, Pemikiran dan Pergerakan Pan Islamisme di Indonesia pada awal Abad ke-20, Jurnal Candrasangkala, vol 1 no.1, November 2015 Harun Nasution. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Cet IV. (Bandung: Mizan, 1996) Akmal Hawi, Jurnal Pemikiran Al-Afghani (1838-1897 M). Universitas Islam Raden Fatah Palembang



8



Abdul Somad, hal.7-8