MAKALAH PELAYANAN KB DAN KESPRO Fix Aja [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Farah
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PELAYANAN KB DAN KESPRO “Konsep Kesehatan Reproduksi”



Dosen Pengampu: Nurhayati,SST, M.Kes Disusun Oleh: Kelas 2A Kelompok1



Farah Thalita Ardila



(P17124019015)



Putri Fatimatuhzahra



(P17124019026)



Resi Apri Wulandari



(P17124019030)



PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 1 TAHUN AKADEMIK 2020/2021



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, berkat rahmat dan karunia Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tugas kelompok untuk mata kuliah pelayanan KB dan Kespro dengan judul“Konsep Kesehatan Reproduksi”ini tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis memperoleh banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak. Sehubung dengan itu penulis ingin menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua yang memberi dukungan serta doa yang tak ada henti-hentinya 2. Kepada dosen pembimbing, dan 3. Teman teman yang membantu menyelesaikan tugas makalah ini Penulis menyadari bahwa ini maupun penulisan dari tugas ini masih jauh dari kategori sempurna, oleh karena itu kami dengan hati dan tangan tebuka mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari kesempurnaan tugas yang akan datang. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Jakarta, 12 Juni 2020



Tim Penulis



ii



DAFTAR ISI



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. faktor yang mempengaruhinya, antara lain status kesehatan ibu dan kesiapan



untuk hamil,



pemeriksaan



antenatal



(masa kehamilan),



pertolongan persalinan dan perawatan segera setelah persalinan, serta faktor sosial budaya (E. Kristi Poerwandari dan Yenina Akmal, 2000: 436). Dalam konteks Indonesia, terbatasnya akses perempuan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas.[ CITATION Sus19 \l 1057 ]1



Dalam rangka upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dibutuhkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, khususnya dalam konsep dasar kesehatan reprouksi. Sebagai tenaga kesehatan bidan harus mempunyai kompetensi dalam hal konsep dasar kesehatan reproduksi. [ CITATION Pri16 \l 1057 ]2 Oleh karena itu kami membuat makalah Konsep Kesehatan Reproduksi sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan pemahaman mahasiwa/i seputar kesehatan reproduksi. B. Rumusan Masalah 1.



Apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?



2.



Apa saja ruang lingkup dan hak-hak kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan?



3.



Apa saja 12 pilar kesehatan reproduksi?



4.



Apa saja kebijakan pemerintah tentang kesehatan reproduksi?



1



C. Tujuan Penulisan 1.



Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi



2.



Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup dan hakhak kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan



3.



Untuk mengetahui apa saja 12 pilar kesehatan reproduksi



4.



Untuk mengetahui apa saja kebijakan pemerintah tentang kesehatan reproduksi



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Kesehatan



reproduksi



adalah



suatu



keadaan



sejahtera



fisik,mental,dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO). Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan system reproduksi dan fungsi serta proses (ICPD, 1994). Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996). Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998). Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan



3



bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).2 B. Ruang Lingkup Dan Hak-Hak Kespro Dalam Siklus Kehidupan 1.



Ruang Lingkup Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar di peroleh sasaran yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas serta



dilaksanakan



secara



terpadu



dan



berkualitas



dengan



memperhatikan hak reproduksi perorangan dan bertumpu pada program pelayanan yang tersedia. Dalam pendekatan siklus hidup dikenal lima tahap, beberapa pelayanan kesehatan dapat diberikan pada tiap tahap, berikut ini: a. Konsepsi 1) Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan 2) Pelayanan ANC, persalinan, nifas dan BBL yang aman. b. Bayi dan Anak 1) Pemberian ASI eksklusif dan penyapihan yang layak 2) Pemberian makanan dengan gizi seimbang 3) Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) 4) Pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak 5) Pendidikan



dan



kesempatan



untuk



memperoleh



pendidikan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan. c. Remaja 1) Pemberian Gizi seimbang 2) Informasi tentang kekerasan seksual 3) Pencegahan kekerasan sosial 4) Pencegahan ketergantungan terhadap NAPZA 5) Perkawinan pada usia yang wajar 6) Pendidikan dan peningkatan keterampilan 4



7) Peningkatan penghargaan diri 8) Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman. d. Usia Subur 1) Kehamilan dan persalinan yang aman 2) Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi 3) Menjaga jarak kelahiran dan jumlah kehamilan dengan penggunaan alat kontrasepsi atau KB 4) Pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS 5) Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas 6) Pencegahan penanggulangan masalah aborsi 7) Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim 8) Pencegahan dan manajemen infertilitas. e. Usia Lanjut 1) Perhatian terhadap menopause/andropause 2) Perhatian



terhadap



kemungkinan



penyakit



utama



degeneratif termasuk rabun, gangguan metabolisme tubuh, gangguan morbilitas dan osteoporosis 3) Deteksi



dini



kanker



rahim



dan



kanker



prostat.2[ CITATION Pri16 \l 1033 ]



5



Secara luas ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi hal-hal berikut: a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir. b. Keluarga berencana (KB). c. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR) ermasuk PMS-HIV/AIDS. d. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi. e. Kesehatan reproduksi remaja. f. Pencegahan dan penanganan infertilitas. g. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis. h. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, mislanya kanker serviks, mutilasi genital, fistula, dan lain-lain. Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi: a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir (BBL). b. Keluarga berencana. c. Kesehatan reproduksi remaja. d. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Pelayanan yang mencakup empat kemungkinan prioritas di atas tersebut dengn Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Jika ditambah dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Usia Lanjut, maka pelayanan yang diberikan disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK).4[ CITATION Kum12 \l 1033 ] 2. Hak-hak Kespro Dalam Siklus Kehidupan a. Definisi Hak Kesehatan Reproduksi Hak Reproduksi adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan mempunyai anak, berapa jumlah anak, dan jarak antara anak yang dikehendaki. Dalam hal ini hak



6



reproduksi terkait erat dengan sistem, fungsi, dan proses produksi.4[ CITATION Kum12 \l 1033 ] b. Tujuan Hak Kesehatan Reproduksi 1) Untuk memastikan informasi yang menyeluruh dan faktual serta beragam tentang pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan reproduksi, ketersediannya, keterjangkauan, dan dapat diterima serta cocok untuk semua. 2) Untuk memungkinkan dan mendukung keputusan secara



sukarela tetapi bertanggung jawab dalam hal kehamilan dan penggunaan metode keluarga berencana pilihan mereka, dan metode lain sesuai pilihan mereka.2[ CITATION Pri16 \l 1033 ] C. 12 Pilar Kesehatan Reproduksi Berikut adalah 12 Pilar Kesehatan Reproduksi yaitu: 1. Menurut dokumen International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo 1994, hak-hak reproduksi mencakup hal-hal sebagai berikut a. Hak



mendapat



informasi



dan



pendidikan



kesehatan



reproduksi. b. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi. c. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya. d. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak. e. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, kelahiran karena masalah jender. f. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi. g. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan reproduksi. h. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi.



7



i. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam reproduksisnya. j. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. k. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik yang bernuansa kesehatan reproduksi. l. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi. 2. Menurut Depkes RI (2002) a. Setiap



orang



berhak



memperoleh



standar



pelayanan



kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien. b. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehatan reproduksi. c. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan hukum. d. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat. e. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan. f. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.



8



g. Setiap



remaja,



lelaki



maupun



perempuan,



berhak



memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab. h. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. i. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi. j. Hukumdan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas dan masalah reproduksi k. Perempuan



dan



laki-laki



harus



bekerja



sama



untuk



mengetahui haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi. l. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak



perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide.2[ CITATION Pri16 \l 1057 ] D. Kebijakan Pemerintah Tentang Kesehatan Reproduksi Isu kesehatan reproduksi di Indonesia sangat kompleks, tidak hanya menyangkut aspek kesehatan, tetapi juga berkaitan erat dengan persoalan lainnya, termasuk budaya, politik, dan agama. Tulisan ini mengidentifikasi setidaknya ada empat peluang dan tantangan yang dihadapi berkaitan dengan implementasi kebijakan kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia. Keempat tantangan tersebut berkaitan erat dengan faktor piranti legal, faktor kebijakan otonomi daerah termasuk



9



prioritas pembangunan di tingkat pusat dan daerah, serta faktor kelembagaan (institusi pelaksana).



1. Piranti legal (perundang-undangan) Berbagai permasalahan terkait kesehatan reproduksi masih menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan masih adanya piranti legal (perundangundangan) di tingkat nasional yang belum optimal dan kondusif dalam mengadopsi kesehatan reproduksi paradigma baru, khususnya berkaitan dengan pemenuhan hak reproduksi setiap individu. Berkaitan dengan masih maraknya perkawinan usia dini, misalnya, masih ada ketidakselarasan antara UndangUndang (UU) Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dengan standar hak asasi manusia dalam konvensi internasional seperti CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women). Batas minimum usia menikah berdasarkan kesepakatan di tingkat internasional adalah 18 tahun, sementara UU di Indonesia masih memberlakukan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi lakilaki. Permohonan merevisi pasal terkait batas usia menikah (pasal 7) menjadi 18 tahun. Pada saat ini UU No 1 Tahun 1974 telah diberubah menjadi UU No 16 tahun 2019 tentang Perkawinan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Oktober 2019 di Jakarta. Dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 diubah dalam UU No 16 Tahun 2019 yang dimana sekarang berbunyi yang menjelaskan tentang Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Beberapa perundang-undangan juga dirasakan masih sangat tidak mendukung situasi kelompok penduduk tertentu, seperti remaja dan penduduk dewasa lajang. UU Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga Nomor 52 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi dari pemerintah hanya



10



disediakan untuk mereka yang secara legal sudah menikah. Konsekuensi dari tidak adanya kebijakan kesehatan reproduksi bagi penduduk dewasa lajang dan remaja menjadikan kelompok tersebut berisiko tinggi terhadap permasalahan kesehatan reproduksi, termasuk penyakit menular seksual, termasuk HIV dan AIDS, kehamilan sebelum menikah serta aborsi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sudah menjelaskan bentuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara terperinci. Namun, kuatnya norma-norma agama dan sosial menyebabkan promosi pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja dipandang sebagai hal yang sensitif. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi akan meningkatkan kegiatan seksual kelompok usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi yang dimasukkan dalam muatan lokal, seperti mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial atau pendidikan agama sekalipun masih banyak ditentang oleh orang tua murid maupun pemuka agama, Selain itu, pemberlakuan PP Nomor 61 Tahun 2014 itu sendiri masih menjadi kontroversi di sejumlah kalangan terkait dengan beberapa pasal yang mengatur mengenai aborsi. Meskipun PP tersebut mengatur secara ketat bahwa aborsi diperbolehkan karena kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan, namun tindakan tersebut dianggap legal dan sama saja dengan melakukan pembunuhan. Padahal, klausul terkait aborsi untuk kasus darurat medis dan perkosaan mensyaratkan pembuktian dari tim ahli dan hanya dapat dilakukan pada usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Aborsi juga hanya dapat dilakukan dengan persetujuan perempuan hamil, serta diikuti dengan pemberian konseling sebelum dan sesudah aborsi. Oleh karena itu, kebijakan dalam PP



11



tersebut harus dilihat secara komprehensif sehingga hak kesehatan bagi perempuan dapat terpenuhi.



2. Prioritas pembangunan di tingkat pusat dan daerah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah (kabupaten/kota) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Implementasi otonomi daerah ini seharusnya memberikan peluang bagi daerah untuk menentukan yang terbaik bagi daerahnya serta memberikan peluang partipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Namun dalam praktiknya, pemberlakuan otonomi daerah banyak berdampak terhadap program pemerintah. Euforia otonomi daerah cenderung tidak memandang penting terhadap beberapa program yang berasal dari pusat, baik program yang sudah berjalan, apalagi program baru (tahun 2000-an) seperti kesehatan reproduksi. Ada kecenderungan program-program sosial semacam program kesehatan reproduksi tidak dianggap penting dibandingkan program-program yang menghasilkan uang, seperti program berbagai macam pajak atau program lain yang dapat menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keadaan ini menimbulkan keprihatinan kalangan luas, karena justru program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti program-program pendidikan, kesehatan, tidak diberikan prioritas. Kematian ibu melahirkan, HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya, pelayanan kesehatan, kesehatan reproduksi remaja bukan lagi menjadi masalah di daerah perkotaan, tetapi juga merupakan isu yang semakin mencuat di daerah perdesaan yang memerlukan penanganan komprehensif. Berkaitan dengan hal ini, penerapan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional



12



yang



dimulai



sejak



2014



lalu



dapat



menjadi



peluang



meningkatkan prioritas pembangunan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi di daerah.



3. Kelembagaan



(institusi



pelaksana)



program



kesehatan



reproduksi. Tantangan implementasi kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia juga berkaitan erat dengan institusi (lembaga) yang terkait erat dengan Implementasi. Instansi pelaksana kebijakan dan program kesehatan reproduksi yang utama di daerah adalah sektor kesehatan dan BKKBN. Kementerian Kesehatan merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap penentuan kebijakan dan strategi kesehatan nasional, termasuk di dalamnya mengenai kesehatan reproduksi. Melalui jaringan kesehatan yang dimilikinya dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan tingkat provinsi, lembaga ini memberikan pelayanan langsung terhadap masyarakat. Namun demikian, kesehatan



reproduksi



paradigma



baru



yang



antara



lain



mendorong keterpaduan pelayanan dan program belum terlihat di sektor kesehatan. Permasalahan KIA, KB, kesehatan reproduksi remaja, IMS dan HIV/AIDS ditangani oleh unit yang berbedabeda (terkotak-kotak) yang terkadang menimbulkan kendala dalam hal koordinasi dan integrasi program. 4[ CITATION Fat151 \l 1057 ]



13



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan social yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi.5[ CITATION Adj13 \l 1033 ] .Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir sampai mati (life cycle approach), yaitu melalui beberapa fase kehidupan dari konsepsi, bayi dan anak, remaja, usia subur, dan usia lanjut. Hak reproduksi adalah hak tiap orang untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, dan menentukan waktu kelahiran anak-mereka. Terdapat 12 pilar kesehatan reproduksi, menurut (ICPD CAIRO 1994) dan menurut Depkes RI (2000). Kesehatan Reproduksi mempunyai kebijakan pemerintah yang berkaitan erat dengan factor piranti legal, factor kebijakan otonomi daerah termasuk prioritas pembangunan di tingkat pusat dan daerah, serta factor kelembagaan (instusi pelaksana). B. Saran Diharapkan para pembaca dan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali terkait dengan Konsep Kesehatan Reproduksi.



14



DAFTAR PUSTAKA



Susiana, S. (2019). Angka Kematian Ibu: Faktor Penyebab Dan Upaya Penangananya . Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XI, No.24, 13-14. Prijatni, I. d. (2016). Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Jakarta: BPPSDM. Susiana, S. (2019). Angka Kematian Ibu: Faktor Penyebab Dan Upaya Penangananya . Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XI, No.24 , 13-14. Kumalasari, I. d. (2012). Kesehatab Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Fatoni, Z. d. (2015). Impelementasi Kebijakan Kesehatan Reproduksi Di Indonesia: Sebelum Dan Sesudah Reformasi. Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 , 65-74. Adjie, J. S. (2013, September 10). Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Aspek Sosial. Dipetik Juni 12, 2020, dari Artikel Seputar Kesehatan Anak: https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-reproduksiremaja-dalam-aspek-sosial



15



LEMBAR PERSETUJUAN Makalah perkuliahan dengan pokok pembahaan “Konsep Kesehatan Reproduksi”. Telah dikoreksi oleh dosen penanggung jawab dan telah dilakukan revisi oleh tim.



Jakarta, 12 Juni 2020 Dosen Pengampu



Nurhayati,SST, M.Kes



16