Makalah Pelayanan Kesehatan Dan Kebidanan Primer Di Indonesia [PDF]

  • Author / Uploaded
  • PUPUT
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIDANAN PRIMER DI INDONESIA



Dosen Pembimbing :



Oleh: Nidya Sari, A.Md.keb



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUMATERA BARAT (STIKES SUMBAR) LUBUK ALUNG 2022



KATA PENGANTAR Puji berserta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelayanan Kesehatan Dan Kebidanan Primer Di Indonesia” sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatra B arat (STIKES SUMBAR) Lubuk Alung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW berserta para sahabatnya, berkat rahmat beliau penulis dapat menikmati indahnya hidup di dalam zaman yang penuh pengetahuan ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Shovia Rosa, S.ST, M.Kes. yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Demikianlah hal-hal yang dapat penulis sampaikan sebagai pengantar, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin. Lubuk Basung, Maret 2022



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................................ii DAFTAR ISI...............................................................................................................iii



BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latarbelakang Masalah..................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1 1.3 Tujuan............................................................................................................2 1.4 Manfaat..........................................................................................................2 BAB II KAJIAN TEORI.............................................................................................3 2.1 HAM dalam Bereproduksi.............................................................................3 2.2 Asuhan Terbaik dalam Bereproduksi.............................................................5 2.3 Peran Konsumen sebagai Penerima Layanan................................................7 BAB III PENUTUP...................................................................................................14 4.1 Simpulan......................................................................................................14



BAB IV DAFTAR PUSTAKA..................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki hak atas kesehatan berupa keadaan sehat baik secara fisik, mental dan sosial, untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan peran Pemerintah untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.



Kesehatan



masyarakat yang optimal dapat terwujud dengan cara diselenggarakannya upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan melaksanakan rangkaian kegiatan



untuk



memelihara



dan



meningkatkan



kesehatan



masyarakat.



Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan: pelayanan



kesehatan,



peningkatan



kesehatan



dan



pencegahan



penyakit,



penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Kegiatan pelayanan kesehatan ini diberikan dalam bentuk upaya pelayanan yang berjenjang meliputi pencegahan penyakit (promotif), peningkatan kesehatan (preventif), pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Adapun bentuk dari pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari pelayanan kesehatan umum, pelayanan kesehatan reproduksi, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, pelayanan kesehatan pengelihatan dan pendengaran, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan keluarga berencana merupakan ruang lingkup pelayanan kebidanan, sehingga bidan memiliki peran aktif dalam memberikan pelayanan melalui asuhan kebidanan sesuai dengan PMK Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, meliputi : pemeriksaan kehamilan (selanjutnya disebut antenatal care atau ANC) , pelayanan persalinan, pelayanan kesehatan nifas (selanjutnya disebut post natal care atau PNC), pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir, pelayanan kesehatan KB yang masuk pada lingkup



1



kesehatan reproduksi, inisiasi menyusui dini (IMD) dan imunisasi dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana HAM dalam bereproduksi? 2. Bagaimana asuhan terbaik dalam bereproduksi? 3. Bagaimana peran konsumen sebagai penerima layanan? 1.3. Tujuan Penulis membuat makalah ini bertujuan unntuk: 1. Mengetahui HAM dalam bereproduksi 2. Mengetahui asuhan terbaik dalam bereproduksi 3. Mengetahui peran konsumen sebaagai penerima layannan 1.4. Manfaat Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1.Pelayanan kesehatan dan kebidanan primer di Indonesia lebih baik.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HAM dalam Bereproduksi Kesehatan reproduksi merupakan salah satu indikator penting dalam suksesnya pembangunan kesehatan masyarakat pada suatu Negara. Kesehatan reproduksi dikatakan sehat tidak hanya semata-mata karena terbebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan



proses reproduksi,



namun kesehatan reproduksi dikatakan sehat ketika seseorang dalam keadaan sehat baik secara fisik, mental dan sosial secara utuh, (Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, 2014). Tidak hanya itu, International Planned Parenthood Federation (IPPF) juga merumuskan tentang 12 hak-hak reproduksi salah satunya yaitu hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan terkait kesehatan reproduksi. Hak-hak kesehatan reproduksi Perempuan Menurut Igede Manuaba Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Pembahasan mengenahi Kesehatan Reproduksi sangat luas cakupannya karena mengandung beberapa aspek, bukan hanya masalah sakit atau kecatatan. Hal ini harus terlebih dahulu dipahami oleh perempuan sebelum lebih lanjut membahas hak-haknya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Hak ialah Kewenangan yang melekat pada diri untuk melakukan atau tidak melakukan, memperoleh atau tidak memperolah sesuatu. Menurut Sudikno Merto Kusumo hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.(Sudikno Merto Kusumo, 2007 ) Sejalan dengan Sudikno, Alexandra juga mengatakan perlindungan hukum



merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam hak sehingga kepentingan terlindungi. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan reproduksi ialah keadaan dimana terdapat kesejahteraan yang menyeluruh baik fisik, mental maupun sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Pengertian sehat bukan hanya bebas dari penyakit atau bebas dari kecacatan, tetapi juga sehat secara mental serta sosial budaya. Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesehatan reproduksi mencakup tiga aspek yaitu sehat secara fisik, mental, dan sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksinya. Dalam hal ini perempuan mempunyai hak mendapatkan kesehatan baik secara fisik, mental maupun sosial, bukan hanya bebas dari rasa sakit secara fisik, tetapi juga bebas dari tekanan, paksaan dan diskriminasi. Makna hak kesehatan reproduksi perempuan berdasarkan definisi di atas, berarti Kewenangan seseorang perempuan untuk melakukan atau tidak, memperoleh atau tidak memperoleh keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial, berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksinya. Dari definisi ini tidak ada paksaan dalam hak, karena seseorang dapat mempergunakan haknya atau mengabaikan hak yang dimiliki sepanjang tidak mengganggu hak orang lain, tetapi apabila seseorang apabila hak tersebut dilaksanakan, maka harus mendapat perlindungan hukum. Tujuan umum program kesehatan reproduksi WHO adalah untuk memperkuat



kapasitas



negara



untuk



memungkinkan



masyarakat



untuk



meningkatkan dan memproteksi kesehatannya dan pasangannya berkaitan dengan seksualitas dan reproduksi, dan mendapatkan akses dan menerima pelayanan kesehatan berkualitas saat memerlukan. Wujud atau indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut :



1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak gangguan fungsi tubuh. 2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup tiga komponen, yakni : pikiran, emosional, dan spiritual. Dalam hal hak kesehatan reproduksi, maka perempuan dalam hal ini berhak untuk menentukan sendiri hal-hal yang berhubungan dengan tubuhnya, misalnya memilih alat kontrasepsi apa yang akan digunakan. Emosi seorang perempuan juga harus diperhatikan dalam hal kesehatan reproduksi, misalnya kesiapan seorang perempuan untuk hamil tidak boleh dipaksakan, orang lain hanya bersifat memberi arahan dan motivasi bukan memaksa. 3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, saling menghargai dan toleransi. Menurut sofwan mengenai kesehatan rohani dan sosial ; Kesehatan rohani diartikan sebagai kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan iu sejalan selaras dengan keadaan orang-orang lain. Sedangkan pengertian sosial yaitu : perikehidupan di dalam masyarakat yang memungkinkan setiap warganya mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara dan memjukan kehidupanya sendiri serta kehidupan keluarganya dan memungkikan mereka bekerja, beristirahat dan menikmati liburan.



Hal ini



didukung denga pendapat Hendric. L. Blum yang mengatakan bahwa faktorfaktor utama yang mempengaruhi kesehatan yaitu Lingkungan, Perilaku, pelayanan kesehatan dan Keturunan. 2.2 Asuhan Terbaik dalam Bereproduksi Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dapat diberikan di bidan desa meliputi: pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas untuk ibu dan bayi, dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan kebidanan, dan di puskesmas meliputi: semua pelayanan di bidan desa ditambah penanganan terbatas bagi kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir, dan di rumah sakit meliputi: semua pelayanan ditingkat puskesmas di tambah penanganan bagi



semua jenis kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir termasuk bedah saesar dan transfusi darah. Berbagai upaya dilakukan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dimulai sejak akhir 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak. Faktor utama yang mempengaruhi angka kematian ibu adalah derajat kesehatan ibu yang rendah saat hamil dan sebelum hamil antara lain sekitar 50% ibu hamil menderita anemia, sekitar 30% ibu hamil beresiko Kurang Energi Kronis (KEK), 65% ibu hamil dengan keadaan 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak) dan 3 Terlambat (terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapat pertolongan cepat dan tepat di fasilitas pelayanan). Tenaga kesehatan terutama bidan mempunyai peran penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan demikian bidan harus bekerja secara profesional dalam mewujudkan hak atas kesehatan reproduksi. Hak reproduksi adalah hak setiap individu, setiap orang berhak menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi dan paksaan dari pihak manapun. Menurut dokumen Internasional Conference on Population and Development (ICPD) Kairo 1994, hak-hak reproduksi meliputi : hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi, hak mendapatkan pelayanan dan pelindungan kesehatan reproduksi, hak atas kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksi, hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak, hak untuk hidup bebas dari resiko kematian karena kehamilan atau masalah gender, hak mendapat kebebasan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi, hak untuk bebas dari segala bentuk penganiayaan, hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan reproduksinya, hak untuk membangun dan merencanakan keluarga, hak dalam kebebasan berpartisipasi dalam politik yang bernuansa kesehatan reproduksi, hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kesehatan reproduksi. Berdasarkan ketentuan Pemerintah tersebut di atas mengimplementasikan kewajiban, menjamin ketersediaan sarana informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan



terjangkau oleh masyarakat melalui Puskesmas dan jaringannya serta rumah sakit. Tertera pada Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Pasal 8 ayat (1), “Setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan ibu untuk mencapai hidup sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.”8 Bidan adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat yang secara khusus memberi pelayanan kebidanan kepada ibu dan sebagai pengambil keputusan terhadap seseorang yang telah mempercayakan dirinya berada dalam asuhan dan 7 Undang – Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3, penanganan bidan. Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas juga sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik kepada klien. 2.3. Peran Konsumen sebagai Penerima Layanan Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument / konsument (Belanda). Kata konsument dalam bahasa Belanda tersebut oleh para ahli hukum pada umumnya sudah disepakati untuk mengartikannya sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijk gebruiker van goederen en dienstent) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha (ondernemer). Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa ini nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk orang yang sedang sakit. Orang yang sedang sakit (pasien) yang tidak dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya, tidak ada pilihan lain selain meminta pertolongan dari orang yang dapat menyembuhkan penyakitnya, yaitu tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui



pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.22 Dalam hal ini tenaga kesehatan dapat ditemui oleh pasien di tempat-tempat yang memberikan layanan kesehatan seperti Puskesmas, Balai Kesehatan, tempat Praktek Dokter dan Rumah Sakit. Pasien tentu akan berhubungan dengan pihak ketiga, baik itu dokter maupun tempat pelayanan kesehatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Harus diakui bahwa hubungan pasien dengan tenaga kesehatan pada umumnya, khususnya hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik yang meliputi hubungan medik, hubungan hukum, hubungan non hukum, hubungan ekonomi dan hubungan sosial. Hubunganhubungan tersebutlah yang mengakibatkan adanya perbedaan pandangan dalam mengartikan pasien. Sebagian orang berpendapat bahwa pasien dapat digolongkan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha dalam bidang kesehatan, sehingga aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (selanjutnya disebut UUPK) berlaku bagi hubungan dokter dan pasien. Dengan demikian, pasien dikategorikan sebagai konsumen atau pengguna jasa medis. Hal tersebut dikarenakan ada hubungan timbal balik antara pasien dan konsumen yaitu pelaku usaha memberikan jasa dan konsumen memperoleh jasa dan membayar imbalan atas jasa tersebut. Undang-Undang dalam bidang kesehatan tidak menggunakan istilah konsumen dalam menyebutkan pengguna jasa rumah sakit (pasien). Tetapi untuk dapat mengetahui kedudukan pasien sebagai konsumen atau tidak, maka kita dapat membandingkan pengertian pasien dan konsumen. Adapun unsur-unsur pengertian konsumen yang kemudian dibandingkan dengan unsur-unsur dalam pengertian pasien yaitu: 1. Setiap Orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Pasien adalah setiap orang dan bukan merupakan badan usaha, karena pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan adalah untuk kesehatan bagi diri pribadi orang tersebut bukan untuk orang banyak. Kesehatan adalah sesuatu hal yang tidak bisa untuk diwakilkan kepada orang lain maupun badan usaha manapun. 2. Pemakai



Kata “Pemakai” sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah menekankan bahwa konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract). Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper) tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Dan bila kita melihat dalam hal pelayanan kesehatan maka peralihan jasa terjadi antara dokter kepada pasien. Pasien merupakan pemakai atau pengguna jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di tempat praktik dokter. Dan setelah pasien mendapatkan jasa dari tenaga kesehatan, maka kemudian akan terjadi transaksi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung berupa pembayaran atas jasa yang telah diperoleh. 3. Barang dan/atau Jasa Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai “setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen”. UndangUndang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”. Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian jasa diartikan sebagai “setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat”, menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.



Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk jasa sesuai dengan pengertian Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut, hal ini karena pelayanan kesehatan menyediakan prestasi berupa pemberian pengobatan kepada pasien yang disediakan untuk masyarakat luas tanpa terkecuali. Secara umum, jasa pelayanan kesehatan mempunyai beberapa karakteristik yang khas yang membedakannya dengan barang, yaitu: a. Intangibility, jasa pelayanan kesehatan mempunyai sifat tidak berbentuk, tidak dapat diraba, dicium, atau dirasakan. Tidak dapat dinilai (dinikmati) sebelum pelayanan kesehatan diterima (dibeli). Jasa juga tidak mudah dipahami secara rohani. Jika pasien akan menggunakan (membeli) jasa pelayanan kesehatan, ia hanya dapat memanfaatkannya saja, tetapi tidak dapat memilikinya. b. Inseparability, produk barang harus diproduk dulu sebelum dijual, tetapi untuk jasa pelayanan kesehatan, produk jasa harus diproduksi secara bersamaan pada saat pasien meminya pelayanan kesehaatan. Dalam hal ini, jasa diproduuksi bersamaan pada saat pasien meminta pelayanan kesehatan. c. Variability, jasa juga banyak variasinya (nonstandardized output). Bentuk, mutu, dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi. Oleh karena itu, mutu jasa pelayanan kesehatan yang people based dan high contact personnel sangat ditentukan oleh kualitas komponen manusia sebagai faktor produksi, standar prosedur selama proses produksinya, dan sistem pengawasannya. d. Perishability, jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama. Tempat tidur Rumah Sakit yang kosong, atau waktu tunggu dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang begitu saja karena jasa tidak dapat disimpan. Selain itu, di bidang pelayanan kesehatan, penawaran dan permintaan jasa sangat sulit diprediksi, karena tergantung dari ada tidaknya orang sakit. Tidak etis jika Rumah Sakit atau dokter praktik mengharapkan agar selalu ada orang yang jatuh sakit.



4. Yang Tersedia dalam Masyarakat Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasarkan (lihat juga bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa mengadakan transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu,



seperti futures trading, keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan. Jasa pelayanan kesehatan tentunya merupakan hal yang tersedia di masyarakat, bahkan disediakan oleh pemerintah. Ketersediaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, karena mewujudkan masyarakat yang sehat adalah merupakan salah satu program pemerintah. Dalam satu daerah pasti tersedia puskesmas, rumah sakit, bahkan tempat praktik dokter. Jadi jasa pelayanan kesehatan merupakan sesuatu hal yang tersedia di dalam masyarakat. 5. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain. Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. 6. Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir (end consumer) dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara (derived/intermediate consumer). Dalam kedudukan sebagai intermediate consumer, yang bersangkutan tidak dapat menuntut pelaku usaha berdasarkan undang-undang ini. Peraturan



perundang-undangan



negara



lain,



memberikan



berbagai



perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen antara dan konsumen akhir. Dalam merumuskannya, ada yang secara tegas mendefinisikannya dalam ketentuan umum perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal tertentu bersama-sama dengan pengaturan sesuatu bentuk hubungan hukum. 32 Umumnya dalam hal pelayanan kesehatan, pasien merupakan konsumen akhir. Hal ini karena berdasarkan sifat dari jasa pelayanan kesehatan salah satunya adalah tidak berbentuk, tidak dapat diraba, dicium, disentuh, atau dirasakan. Karena pelayanan tidaklah berbentuk, maka pelayanan tersebut tidak mungkin dapat diperdagangkan kembali. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang baru dapat dirasakan apabila pasien mendapat pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak dari tenaga kesehatan. Berdasarkan penjelasan dari unsur-unsur konsumen dan dengan dikaitkan



dengan pasien, maka menurut penulis pasien juga dapat dikategorikan sebagai konsuemen, yaitu konsumen jasa pelayanan kesehatan (medis), karena unsur-unsur pengertian konsumen telah terpenuhi dalam pengertian pasien. Dan ketentuan di atas menjelaskan bahwa apabila dikaitkan dengan jasa pelayanan medis, dapat diartikan sebagai layanan atau prestasi kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan pasien sebagai konsumen. Dengan kata lain bahwa pengertian pasien sebagai konsumen jasa pelayanan medis adalah setiap orang pemakai jasa layanan atau prestasi kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan disediakan bagi masyarakat.



Dari gambaran diatas mengenai pegertian pasien maka dapat dikatakan bahwa pasien adalah penderita yang membutuhkan pertolongan ahli kesehatan atau tenaga medis untuk mendapatkan palayanan kesehatan terhadap penyakit yang diderita oleh pasien yang bersangkutan. Untuk itu pelayanan kesehatan memiliki pengaruh yang sangat besar didalam masyarakat, tanpa lingkungan dan kondisi yang sehat serta fasilitas yang memadai masyarakat tidak dapat merasakan haknya sebagai warga negara yang sejahtera yaitu mendapatkan pelayanan yang baik dalam mengatasi suatu penyakit yang diderita. Hak-hak pasien dapat dibedakan antara hak-hak pasien yang timbul dari hubungan hukum antara perawat dan pasien, dengan hak-hak pasien yang timbul dari kewajiban profesional dokter dan perawat berdasarkan ketentuan-ketentuan profesi. Untuk mendapatkan gambaran secara jelas mengenai hak-hak pasien, adalah sebagai berikut: a. Hak menerimma pengobatan dan perawatan b. Hak menolak pengobatan dan perawatan c. Hak untuk menghentikan d. Hak memilih dokter dan sarana pelayanan kesehatan e. Hak atas kerahasiaankedokteran yang meliputi: i. Segala rahasia yang oleh pasien secaara sadar atau tidak disadarinya disampaikan kepada dokter ii. Segala sesuatu yang oleh dokter diketahui, yang ada hubungannya dalam bidang kedokteran selama mengobati dan merawat parawat. f. hak untuk mendapatkan bantuan tenaga medis g. hak untuk mendapatkan perawatan yang baik dan continue



h. hak menerima perhatian atau pelayanan atas suatu pengaduan Disamping itu setelah diketahui hak-hak pasien makaselanjutnya terdapat kewajiban-kewajiban pasien antara lain: a. memberikan informasi selengkap-lengkapnya perihal penyakitnya b. mematuhi nasihat dokter c. menghormati privasi dokter yang mengobati d. memberi imbalan jasa



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kegiatan pelayanan kesehatan ini diberikan dalam bentuk upaya pelayanan yang berjenjang meliputi pencegahan penyakit (promotif), peningkatan kesehatan (preventif), pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari pelayanan kesehatan umum, pelayanan kesehatan reproduksi, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, pelayanan kesehatan pengelihatan dan pendengaran, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan jiwa. Kesehatan reproduksi



merupakan



salah



satu



indikator



penting



pembangunan kesehatan masyarakat pada suatu Negara



dalam



suksesnya



DAFTAR PUSTAKA Kusmiran. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika. Glasier, A & Gebbie, A. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Ulfa, Maria. Kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana untuk Mahasiswa Bidan. Jakarta; CV. Trans Info Media. 2013; Hal 3 – 4. Farida, Ariany. 2017. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Dalam Hubungan Hukum Dengan Bidan Praktik. Fakultas Kesehatan Maasyarakat UNTB. Mataram. Naimah. 2015. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan Dari Kekerasan Berbasis Gender. Fakultas Hukum Universitas Lumajang.