Makalah Penalaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu wilayah negara merupakan suatu hasil rancangan dan pengembangan untuk mencapai suatu tujuan sosial tertentu. praktik akuntansi tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti faktor sosial, ekonomi, politis, dan sebagainya. Dan hal itu menyebabkan praktik akuntansi dalam suatu wilayah negara tertentu bisa tidak sama dengan praktik akuntansi di negara lainnya. Untuk melaksanakan suatu praktik akuntansi yang baik, tidak cukup hanya mempelajari akuntansi secara praktik saja karena dibalik praktik akuntansi terdapat berbagai gagasan, asumsi dasar, konsep, penjelasan, dan sebagainya, yang semuanya terangkum dalam teori akuntansi. Teori akuntansi sendiri merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengapa praktik akuntansi berjalan seperti yang ada sekarang. Di dalam praktik akuntansi terdapat beragam permasalahan yang harus dipecahkan. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut tidak cukup hanya dengan mengandalkan pengalaman semata, namun untuk mencapai praktik akuntansi yang baik dan sehat, maka dalam menyelesaikan masalah juga diperlukan landasan teori yang sehat dan baik pula. Teori akuntansi



merupakan bagian penting dari praktik



akuntansi.



pengetahuan terhadap teori akuntansi akan mengimbangi berbagai keterbatasan pengalaman dan kemampuan praktis dalam menyelesaikan masalah. Dengan teori akuntansi orang akan dapat melihat suatu permasalahan dengan perspektif yang lebih luas dan terinci, dan tanpa teori yang melandasinya, praktik akuntansi yang baik dan sehat bisa dipastikan tidak akan tercapai. Dalam proses melakukan kegiatan yang berkaitan langsung dengan segalah aktifitas pelaporan keuangan. Terkadang ada beberapa hal permasalah yang membutuhkan titik tolak. Dari permasalahan ini menghasilkan pandangan-pandangan baru yang di sebut dengan hipotesis. Hipotesis yang ada membutuhkan pembuktianpembuktian yang dapat memperkuat pernyataan yang telah ada. Dari pernyataan tersebut membutuhkan penalaran yang sistematis sehingga data yang disajikan sesuai dengan fakta yang ada. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan teori akuntansi? 2. Apa yang dimaksud dengan teori sebagai penalaran?



3. Bagaimana unsur dan struktur penalaran? 4. Apa yang dimaksud dengan penalaran induktif dalam akuntansi? 5. Apa saja kecohan dalam penalaran? 6. Bagaimana aspek manusia dalam penalaran? C. Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori akuntansi. 2. Menganalisis apa yang dimaksud teori sebagai penalaran. 3. Mengetahui unsur dan struktur penalaran. 4. Mampu menggambarkan penalaran induktif dalam akuntansi. 5. Mampu menjelaskan kecohan yang terdapat dalam penalaran. 6. Mampu menjelaskan aspek manusia dalam penalaran. D. Manfaat Adapun manfaat disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi mahasiswa Pendidikan Akuntansi o Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Teori Akuntansi o Menjadi sumber rujukan apabila mahasiswa membutuhkan bahan pembelajaran o Sebagai tambahan wawasan serta pengetahuan tentang penalaran dalam proses pembelajaran. 2. Bagi dosen pembimbing o Sebagai bahan penilaian bagi mahasiswa yang menyusun makalah. o Sebagai bahan pembelajaran apabila diperlukan.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Teori Akuntansi Istilah teori sering di gunakan secara berbeda tergantung dalam sudut pandang apa kita melihatnya. Teori sering di namakan dengan hipotesis atau proposisi. Proposisi merupakan kalimat indikatif (pernyataan tentang suatu konsep) yang memiliki nilai kebenaran jika dikaitkan dengan suatu fenomena (misalnya, benar atau salah, mungkin benar dan lain-lain). Proposisi yang telah melewati beberapa tahapan serta pengujian secara empiris di sebut sebagai hipotesis. Bentuk yang paling sederhana dari teori adalah pernyataan terhadap sesuatu kenyakinan yang dinyatakan dalan bahasa (logosentris). Salah satu defenisi teori yaitu sistem deduktif yang menyatakan berkurangnya unsur generalisasi. Teori ilmiah merupakan sistem deduktif dimana konsekuensi yang diobservasi secara logis mengikuti hubungan antar fakta yang diobservasi dengan seperangkat hipotesis dari sistem tersebut. Oleh karena itu, studi tentang teori ilmiah merupakan studi sistem deduktif yang digunakan dalam teori tersebut. (Braithwaite; 1969 dalam anis dan iman 2007:29) Dari pernyataan yang dikelontarkan oleh Brainthwaite dapat dikatakan bahwa teori merupakan bahasa yang dinyatakan secara logis yang telah diuji secara emperis dari pernyataan atau penomena yang dinyakini sehingga menghasilkan suatu prediksi yang merupakan suatu hipotesis. Jadi teori terdiri seperangkat premis atau pernyataan yang di hubungkan secara logis untuk menghasilkan suatu hipotesis. Jika menghubungkan kata teori dan akuntansi dimana akuntansi merupakan proses pencatatan, pengorganisasian, penggolongan, pengukuran, pengungkapan dan pemeriksaan terhadap aktivitas keuangan. Jadi teori akuntansi merupakan seperngkat konsep, defenisi, dan proposisi (pernyataan) yang saling berkaitan secara sistematis yang di ajukan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang terjadi dalam pelaporan keuangan. Fenomena yang menjadi perhatian jika di pandang berdasarkan sifat positifnya adalah keputusan atau perilaku pihak dalam hal ini user(manusia) yang berkepentingan dalam akuntansi untuk memperkuat penalaran logis yamg melandasi praktik akuntansi untuk menjustifikasi kelanyakan praktek, standar, atau prinsif akuntansi tersebut. B. Teori Sebagai Penalaran



Telah di sebutkan pada pembahasan mengenai pengertian teori akuntansi yang memfokuskan pada pengertian teori sebangai suatu penalaran logis untuk menjelaskan bagaimana suatu standar akuntansi di turunkan, dikembangkan atau dipilih. Penalaran sangat penting peranannya dalam mempelajari teori akuntansi karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian kelayakan dan validitas suatu pernyataan dan argumen. Penalaran memberikan kenyakinan bahwa suatu pernyataan atau argumen lanyak untuk di terima atau ditolak. Penalaran logis merupakan salah satu sarana untuk memverifikasi validitas suatu teori. Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang memjadi basis dalam dikusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (anttitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah. Sikap inilah membentengi untuk memecahkan masalah secara serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional. Penalaran dalam teori akuntansi sangatlah perlu dibahas oleh sebab itu dalam bab ini akan membahas secara khusus pengertian penalaran dan berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi. Penalaran dapat dikatakan bahwa proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu kenyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asensi (assention). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu penomena atau realitas alam, ekonomik, politik, ataupun sosial. Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah kenyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pulah proses penarikan simpulan/konklisi dari serangkaian pernyataan atau asensi. Proses penurunan simpulan sebangai sustu konsekuensi logis dapat bersifat deduktif dan induftif. Penalaran mempunyai peranan penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis. Teori (pernyataan-pernyataan teoritis) merupakan sarana untuk menyatakan suatu kenyakinan sedangkan penalaran merupakan proses untuk mendukung kenyakinan tersebut. Oleh kerena itu, kenyakinan (terhadap suatu teori atau pernyataan) berkisar antara lemah sampai kuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk atau dukungan yang di hasilkan.



Teori Akuntansi sebagai Penalaran Logis Teori dapat pula diartikan sebagai suatu penalaran logis ( logical reasoning ) yang melandasi praktik (berupa tindakan, kebijakan, atau peraturan) dalam kehidupan nyata. Teori berusaha untuk memberikan pembenaran (justification) terhadap praktik agar praktik mempunyai kekuatan untuk dapat mempertahankan atau dipertanggungjelaskan kelayakannya. Penalaran logis berisi asumsi, dasar pikiran, konsep, dan argumen yang saling berkaitan dan yang membentuk suatu rerangka pikir yang logis. Hasil proses penalaran logis dapat dituangkan dalam bentuk dokumen yang berisi prinsip-prinsip umum (semacam konstitusi) yang menjadi landasan umum untuk menentukan tindakan atau praktik (dalam bentuk undang-undang atau peraturan) yang terbaik dalam mencapai suatu tujuan Bila diterapkan untuk akuntansi, teori akuntansi sering di maksudkan sebagai suatu penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan tentang perlakuan akuntansi tertentu (baik menurut standar akuntansi atau melalui trandisi) dan tentang struktur akuntansi yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Perspektif Teori Akuntansi Pembahasan sebelum ini membedakan pengertian teori atas dasar taksonomi akuntansi sebagai sains atau teknologi. Bila akuntansi dilakukan sebagai sains, teori akuntansi akan merupakan penjelasan ilmiah. Bila akuntansi diperlakukan sebagai teknologi, teori akuntansi diartikan sebagai penalaran logis. Manapun perlakuan yang dianut, teori akuntansi akan berisi pernyataan yang berupa baik penjelasan ataupun pembenaran (justifikasi) tentang suatu fenomena atau perlakuan akuntansi. Contoh fenomena atau perlakuan akuntansi antara lain adalah adanya bermacam metoda akuntansi, penggunaan sistem berpasangan (debit-kredit), keharusan menyusul statemen aliran kas, pernyataan bahwa akuntansi kos sekarang lebih relevan dari akuntansi kos historis, dan adanya reaksi pasar modal terhadap penerbitan informasi laba. Selain perspektif (aspek) taksonomi yang membagi teori akuntansi menjadi penjelasan ilmiah dan justifikasi, teori akuntansi juga sering dikelompokkan atas dasar perspektif lain menurut tujuan atau penekanan pembahasan. Aspek Sasaran Teori Aspek sasaran (goal) teori akuntansi telah disinggung dalam beberapa uraian sebelum ini. Aspek sasaran ini mendasari pembedaan teori akuntansi menjadi teori akuntansi positif dan normatif. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari pendefinisian akuntansi sebagai sains atau teknologi. Pandangan sains akan menghasilkan teori akuntansi positif dan pandangan teknologi akan menghasilkan teori akuntansi normatif. Klasifikasi ini terjadi karena sasaran yang berbeda yang ingin dicapai atau dihasilkan olehn teori akuntansi.



Penjelasan positif berisi pernyataan tentang suatu (kejadian, tindakan, atau perbuatan) seperti adanya sesuai dengan fakta atau yang terjadi atas dasar pengamatan empiris. Penjelasan positif diarahkan untuk memberi jawaban apakah suatu pernyataan itu benar atau salah (good or bad) atau relevan atau takrelevan (relevant or irrelevant) dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomik atau sosial tertentu. Penjelasan normatif diarahkan untuk mendukung atau menghasilkan kebijakan politik sehingga bersifat pembuatan kebijakan (policy making). Dengan pemikiran diatas, blaug (1992) menjelaskan bahwa teori positif berkepentingan dengan masalah fakta (realmof fact) sedangkan teori normatif berkepentingan dengan masalah nilai (realm of value. Dilain pihak, sasaran teori akuntansi normatif adalah menghasilkan penjelasan atau penalaran mengapa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik atau lebih efektif (good or bad) daripada perlakuan akuntansi alternatif karena tujuan akuntansi tertentu harus dicapai. Misalnya, teori akuntansi normatif berusaha untuk menjawab apakah akuntansi kos historis (historical cost accounting) lebih baik daripada akuntansi kos sekarang (current cost accounting) untuk mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjawab masalah ini, teori akuntansi normatif mendasarkan penjelasanatau teorinya atas dasar tujuan yang telah disepakati untuk dicapai. Tujuan tersebut jelas memuat nialai-nilai (values) yang harus dipertahankan. Penentuan kesesuaian dengan tujuan akan merupakan proses subjektif (subjective) yang melibatkan kemampuan menimbang (art) antara manfaat dan risiko atau keuntungan dan kerugian. Hasil akhir teori akuntansi normatif adalah suatu pernyataan atau proposal yang menganjurkan tindakan tertentu (prescriptive). Teori akuntansi positif sering diklasifikasi sebagai teori formal atau teori normatif sebagai teori non-formal. Jadi, perbedaan teori akuntansi positif dan normatif timbul akibat perbedaan sasaran teori dan bidang masalah (realm) yang menjadi perhatian masing-masing teori. Bila dikaitkan dengan dikotomi sains-teknologi, teori akuntansi positif lebih erat kaitannya dengan akuntansi sebagai sains sedangkan teori akuntansi normatif lebih erat kaitannya dengan akuntansi sebagai teknologi. Aspek Pendekatan Penalaran Telah di sebut sebelumnya bahwa teori akuntansi dapat diartikan sebagai penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan tentang perlakuan akuntansi tertentu. Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief ) terhadap suatu pertanyaan atau penjelasan. Peranan logika sangat penting dalam penalaran. Pernyataan dapat berupa teori tentang suatu kejadian alam atau sosial. Teori



(penjelasan) yang disusun dengan penalaran yang baik akan mempunyai validitas yang tinggi. Penalaran mempunyai peran penting dalam rangka menerima atau menolak kebenaran ( validitas ) suatu teori. Proses bersifat dedukatif maupun induktif. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyatan umum yang disepakati ( disebut premis ) ke pernyatan khusus sebagai simpulan ( konklusi ). Pernyataan umum yang disepakati dan menjadi basis penelaran dapat berasal dari teori , prinsip , konsep, doktrin, atau norma yang di anggap benar,baik, atau relevan dalam kaitannya dengan tujuan penyimpulan dan situasi khusus yang dibahas. Pernyataan umum tersebut dapat saja memuat nilai-nilai etika, moral, ideologi, keyakinan, atau budaya. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi penjelasandan dukungan dan dukungan terhadap kelayakan suatu pernyataan akuntansi. Misalnya, akuntansi menyajikan aset sebesar kos historis karena akuntansi menganut konsep kontinuitas usaha. Dengan konsep ini, fungsi neraca adalah untuk menunjukan nilai jual sehingga kos historis merupakan pengukur yang paling tepat. Penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi (perampatan ) dari keadaan khusus tersebut. Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya dagunakan nutukmenghasilkan pernyataan umum yang terjadi penjelasan (teori ) terhadap gejala akuntamsi tertentu. Pernyataan – pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotetis yang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotetis merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Contoh berikut menunjukan aplikasi penalaran indukatif: “pengamatan menunjukan bahwa voluma saham beberapa perusahaan yang dijual-belikan beberapa hari setelah penerbitan statemen keuangan meningkat dengan tajam. Dapat disimpulkan dengan tingkat keyakinan tertentu bahwa informasi akuntansi bermanfaat bagi investor di pasar modal.” Pada praktriknya, penalaran induktif dalam akuntansi tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling berkaitan. Premis dalam penalaran deduktif misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. C. Unsur dan struktur penalaran Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu: asersi (assertion), kenyakinan (belief), dan argumen (argument). Struktur penalaran



menggambarkan ketiga konsep tersebut dalam menghasilakan daya dukung atau bukti rasional terhadap kenyakinan tentang suatu pernyataan. 1. Asersi Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori) adalah benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan bahwa



“statemen



keuangan



bermamfaan



bagi



investor”



merupakan



kenyakinannya. Asersi mempunyai pungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai elemen pembentuk argumen dan sebagai kenyakinan yang dihasilkan oleh penalaran (berupa simpulan). Artinya, kenyakinan yang dihasilakan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan demikian, asersi merupakan unsur penting dalam penalaran karena asersi menjadi komponen argumen (sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkan kenyakinan (sebangai keluaran penalaran). Asersi atau pernyataan memuat penegasan tentang sesuatu realitas. Pada umumnya asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Berikut ini beberapa asersi dalam akuntansi: 



Partisispasi mempengaruhi kinerja,







Statemen aliran kas bermamfaat bagi investor dan kreditor,







Perusahaan besar akan memiliki metoda MPKP,







Informasi sumber daya manusia harus dicamtumkan di naraca,







Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan pengawasan yang paling handal.



Beberapa asersi mengndung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan beberapa (some). Asersi yang memuat pengkualifikasian semua dan tidak ada merupakan asersi universal tetapi yang memuat pengkuantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik dapat disusun dengan pengkuantifikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu. Pengkualifikasian diperlukan untuk menentukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan. a. Interpretasi Asers Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa arti atau maksud esersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi untuk menentukan kenyakinan terhadap kebenaran asersi tersebut. Untuk dapat memahami maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang subjek atau topik yang dibahas. Kesalahan



interprentasi dapat terjadi karena dua bentuk asersi yang berbeda, dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda. b. Jenis Asersi (pernyataan) Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen, suatu asersi sering dianggap benar atau diterima tanpa harus di uji dahulu kebenarannya. Bila dikaitkan dengan fakta pendung, asersi dapat di klasifikasikan menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact). Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara metakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat. Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak di ketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebeneraunnya. Untuk disebut



sebangai



hipotesis,



suatu



asersi juga



harus mengndung



kemungkinan salah. Bila tidak ada kemungkinan salah, suatu asersi akan menjadi pernyataan fakta. Hipotesis biasanya diajukan dalam rangka pengujian teori. Dalam pengujian ilmiah suatu teori (hipotesis), terdapat prinsip yang disebut prinsip keterbuktisalahan (principle of falsifiability) yang berbunyi bahwa untuk diperlakukan sebangai teori yang serius dan ilmiah, harus dapat dibuktikan slah kalau memang kenyataannya salah. Teori yang kuat atau yang menyakinkan adalah teori yang tidak hanya dapat dibuktikan salah tetapi juga yang tegar bertahan tehadap segala upanya untuk membuktikan salah (to disrpve). Prinsip ini didasarkan oleh pemikiran bahwa teori itu tidak dapat dibuktikan benar tetapi yang dapat dibuktikan bahwa dia salah. Oleh sebab itu pengujian teori baru (hipotesis) biasanya diarahkan untuk menyangga teori lawan pendekatan atau strategi semacam ini dikenal sebagai pendekatan penyanggahan ilmiah (scientific refutation).



Pernyataan



fakta



adalah



asersi



yang



bukti



tentang



kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah. c. Fungsi Asersi Asersi merupaka bahan olah dalam argumen, dalam argumen asensi dpat berfungsi sebagai premis dan konklusi. Premis adalah asensi yang



digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi satu primis atau konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konkluswi (berbentuk asersi) dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen lain. Ketiga jenis asensi yang telah di bahas dalam isi makalah ini (asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta) dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Dalam hal ini prinsip yang harus dipengang adalah bahwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas terendah peremisperemis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya, kalau konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang sebangi pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh kenyakinan tehadap premis. 2. Keyakinan Kenyakinan adalah tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu penomena atau gejala (alam dan sosial) adalah benar. Orang mendapatkan kenyakinan akan suatu pernyataan kerena dia melakukan kepercayaan terhadap peryataan tersebut. Orang dapat dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia bersedia bertindak (berpikir, berperilaku, berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan keyakian tersebut benar. Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena keyakinan menjadi objek atau sarana penalaran dan karena keyakinan menentukan posisi (paham) dan sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topik bahasan. Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi



tersebut



benar.



Keyakinan



diperoleh



karena



kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar.10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah dilakukan evaluasi terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran.



Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menentukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran. a. Properitas Keyakinan Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen. b. Keadabenaran Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi



harus



ada



benarnya (plausible).



Keadabenaran



atau



plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the source). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman) biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam hal sumber, autoritas sumber menentukan plausibilitas asersi. Artinya, kalau sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangnya (knowledgeable) tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini asersi daripada kalau sumbernya tidak dapat dipercaya dan tidak ahli. Oleh karena itu, kadang-kadang orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi kepada ahli dengan pemeo “serahkan saja pada ahlinya.” Dengan pikiran ini, keyakinan diperoleh karena keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber untuk mendukung kebenaran asersi disebut dengan imbauan autoritas (appeal to authority). c. Bukan pendapat Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif apakah salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan kesepakatan (agreement) oleh setiap-tiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas



pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam kenyataannya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.



d. Bertingkat Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi



mulai



dari



sangat



maragukan



sampai



sangat



meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersi diperoleh. e. Berbias Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan. Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka (open mind). Pada umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya. f. Bermuatan nilai Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, pendapatan potensial, dan perilaku orang tersebut. g. Berkekuatan Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua



properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang. h. Veridikal Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini. Veridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya keyakinan bahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupakan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan kaidah pengujian ilmiah (scientific rules of evidence).



i. Berketertempaan Ketertempaan (malleability) atau



kelentukan



keyakinan



berkaitan



dengan mudah-tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang



relevan.



Berbeda



dengan



veridikalitas,



ketertempaan



tidak



memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun secara sosial/umum), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa tujuan argumen adalah dalam rangka mencari kebenaran (the search of truth) dan bukan untuk menyembunyikan kebenaran dengan cara pengelabuhan (deception) dan pengecohan. Jadi, tujuan argumen adalah untuk merekonsiliasi ketidaksepakatan (disagreement) untuk menemukan kebenaran. Hal inilah yang mendasari pemikiran ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan. Sifat-sifat keyakinan di atas menunjukkan bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan



yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas. 3. Argumen Argumen adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila dihubungkan dengan argumen, kenyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan pada suatu pernyataan konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu argumen sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu, argumen menjadi unsur



penting



dalam



penalaran



kerena



digunakan



dalam



membentuk,



memelihara,atau mengubah suatu keyakinan. Argumen dalam proses penalaran merupakan salah satu bentuk bukti yang oleh Mautz dan Sharaf (1964) disebut sebagai argumentasi rasional (rasional argumentation). Dua jenis bukti yang lain adalah bukti natural (natural evidence) dan bukti ciptaan (created evidence). Bukti dalam bentuk argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yang membahas mengenai masalah konseptual khususnya bila akuntansi di pandang sebagai teknologi dan teori akuntansi diartikan sebagai penalaran logis. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau bahkan pertengkaran mulut. Dalam pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan ingin menangnya sendiri akan menikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu gagasan atau pandangan, dia biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu dijumpai dalam bacaan, percakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian penting dalam pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen harus dievaluasi kelayakan atau validitasnya. a. Jenis Argumen Berbagai



karakteristik



dapat



digunakan



sebagai



basis



untuk



mengklasifikasi argumen. Misalnya argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan tak langsung, formal dan informal, serta meragukan dan



meyakinkan.



Klasifikasi



yang



ditinjau



dari



bagaimana



penalaran (reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan makalah ini. Dalam hal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif dan induktif. 



Argumen Deduktif Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plausible argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusinya



tersirat (implied) atau



dapat



diturunkan/dideduksi



dari (deduced from) asersi-asersi lain (premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premispremisnya benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak selalu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta. Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebut silogisma.



Silogisma



major (major premise),



terdiri



atas



premis



tiga



komponen



minor (minor



yaitu



premise),



premis dan



konklusi (conclusion). Dalam silogisma, konklusi akan benar bila kedua premis benar dan premis minor menegaskan anteseden (disebut pola modus ponens) atau premis minor menyangkal konsekuen (disebut pola modus tollens). Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara logis. Penalaran deduktif lebih dari sekadar silogisma karena penalaran deduktif dan unsur-unsurnya (asersi-asersi) akan membentuk argumen untuk mengubah suatu keyakinan. Misalnya, keyakinan bahwa penilaian aset atas dasar kos sekarang lebih relevan dari pada kos historis. Contoh lain adalah keyakinan bahwa istilah biaya lebih tepat dari pada beban sebagai padan kata expense. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan tentang simpulan-simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teori akuntansi, premis major sering disebut sebagai postulat (postulate). Sebagai penalaran logis, argumen-argumen yang



dihasilkan dengan pendekatan deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi. Semua premis dan konklusi berbentuk suatu pernyataan atau penegasan yang semuanya merupakan asersi. Dalam akuntansi, premis major dapat berasal dari konklusi penalaran deduktif. Penalaran deduktif untuk suatu masalah menghasilkan argumen untuk masalah tersebut. Oleh karena itu, penalaran dalam akuntansi dapat menjadi panjang dan terdiri atas beberapa argumen. Apakah suatu argumen cukup meyakinkan? Dengan kata lain, bersediakah orang menerima kebenaran konklusi. Untuk menjawab ini, perlu dinilai apakah struktur penalaran logis dan premis-premisnya dapat diterima (dapat dipercaya sebagai benar). 



Argumen Induktif Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logical argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument). Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran sebaliknya,



ketakbenaran



konklusi konklusi



cukup cukup



tinggi



atau rendah



kebolehjadiannya (unlikely) karena konklusi (generalisasi) didasarkan pada pengamatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut pula generalisasi empiris (empirical generalization). Akibat generalisasi, hubungan antara premis dan konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dalam penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, kebenaran premis menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi asal penalarannya logis. Artinya, jika semua premis benar dan penalarannya logis, konklusi harus benar (disebut necessary implication dan oleh karenanya necessarily true). Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu.



Artinya, jika premis benar, konklusi tidak selalu benar (not necessarily true). 4. PENALARAN INDUKTIF DALAM AKUNTANSI Penalaran induktif dalam akuntansi biasanya digunakan untuk menghasilkan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan suatu generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Jika bukti empiris konsisten dengan (mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi teri yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi.



5. KECOHAN Cederblom and Paulsen mendefinisikan falacy sebagai berikut : "Fallacy is a kind of argument or appeal that tends to persuade us, even though it is faulty... Fallacies are arguments that tends to persuade but should not persuade". Bila terdapat suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut banyak orang padahal seharusnya tidak lantaran argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty), maka pasti terjadi kesalahan yang disebut kecohan(fallacy). Kecohan berdasarkan dari maksud untuk berargumen, dibagi menjadi dua yaitu strategem dan reasoning fallacy (salah nalar). a. Strategem Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal. Stratagem biasanya dilakukan untuk membela pendapat yang sebenarnya keliru atau lemah dan tidak dapat dipertahankan secara logis. Stratagem dapat mengandung kebohongan dan muslihat. Berikut stratagem yang sering dijumpai dalam diskusi atau perdebatan baik politis maupun akademik: o Persuasi tidak langsung Persuasi tidak langsung merupakan stratagem untuk meyakinkan seseorang akan kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas argumen. Banyak dijumpai dalam iklan.



o Membidik orangnya Stratagem menjatuhkan



yang



suatu



dilakukan



posisi



atau



untuk



melemahkan



pernyataan



dengan



atau cara



menghubungkan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang dengan pribadi orang tersebut. Strategem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau pernyataan dengan cara menghubungkan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang dengan pribadi orang tersebut. Alih-alih mengajukan kontra argumen yang lebih valit, pembicara mengajukan kejelekan atau sifat yang kurang menguntungkan dari lawan berargumennya. Jadi, yang dilawan orangnya bukan argumennya. Dengan cara ini diharapkan bahwa daya bujuk argumen akan menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering disebut argumentum ad hominem. o Menyampingkan masalah Stratagem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu pada masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah lain yang tidak bertautan. o Misrepresentasi Stratagem yang dilakukan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun terang-terangan. dapat dilakukan dengan cara: mengekstremkan posisi lawan, menyelahartikan maksud baik posisi lawan atau menonjolkan kelemahan dan menyembunyikan keunggulan argumen lawan. Dengan taktik ini, penalar menunjukkan fakta atau tapi tidak secara utuh atau hanya sebagian. Sebagai contoh pengiklanan obat menunjukkan hasiat obat tetapi tidak menunjukkan efek sampingnya o Imbauan cacah Stratagem ini dilakukan untuk mendukung suatu posisi dengan menunjukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi tersebut. o Imbauan autoritas Stratagem ini dilakukan untuk meningkatkan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa posisi tersebut dipegang oleh orang yang



mempunyai otoritas dalam masalah bersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana otoritas bernalar. o Imbauan tradisi Stratgem ini dilakukan untuk mendukung suatu posis/keyakinan dengan menunjukkan bahwa sesuatu telah lama dilakukan/menjadi tradisi. o Dilema semu Taktik



seseorang



menyajikan



untuk



gagasannya



mengaburkan dan



satu



argumen



alternatif



dengan lain



cara



kemudian



mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan atau mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan penggagas. o Imbauan emosi Emosi orang yang dituju diagitasi sehingga dia merasa tidak enak untuk tidak menerima alasan yang diajukan. Dapat dibagi dua : imbauan belas kasih (appeal to pity) dan imbauan tekanan (appeal to force). b. Salah nalar (reasoning fallacy) Salah Nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan simpulan, sehingga simpulan menjadi salah atau tidak valid. Salah nalar biasanya bukan kesengajaan dan tidak dimaksudkan untuk mengecoh atau mengelabui. Berikut beberapa salah nalar yang banyak dijumpai dalam diskusi atau karya tulis profesional, akademik atau ilmiah : o Menegaskan konsekuen Agar argumen valid maka kita harus mengikuti kaidah menegaskan anteseden. Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan konsekuen akan terjadi salah nalar. o Menyangkal anteseden Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konsklusi ditarik mengikuti kaidah konsekuen. Bila simpulan diambil dengan struktur premis yang menyangkal anteseden, simpulan akan menjadi tidak valid. o Pentaksaan



Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis satu mempunyai makna yang berbeda dengan ungkapan dalam premis lainnya. o Perampatan lebih Salah nalar yang terjadi akibat melekatkan karakteriskti sebagian kecil anggota ke seluruh anggota himpunan, kelas atau kelompok secara berlebihan. o Parsialitas Kesalahan nalar yang terjadi ketika menarik konsklusi hanya atas dasar sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mengandung konsklusi. o Pembuktian dengan analogi Analogi bukan merupakan cara untuk membuktikan validitas atau kebenaran asersi namun lebih merupakan sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konsklusi mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Bila premis benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar. o Merancukan urutan kejadian dengan penyebaban Kesalahan yang dilakukan orang yang merancukan urutan kejadian dengan penyebab. Bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A, orang cenderung menyimpulkan bahwa B disebabkan oleh A. o Menarik simpulan pasangan Salah nalar yang terjadi ketika orang menyimpulkan bahwa suatu konsklusi salah lantaran argumen tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konsklusif) sehingga dia lalu menyimpulkan bahwa kosnklusi atau posisi pasanganlah yang benar. Mirip dengan bentuk salah nalar menyangkal anteseden. 6. ASPEK MANUSIA DALAM PENALARAN Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen, sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara obyektif dan tuntas. Berikut ini aspek manusia yang menjadi penghalang penalaran dan pengembangan ilmu : o Penjelasan sederhana Orang sering puas dengan penjelasan sederhana sehingga dia tidak lagi berupaya untuk mengevaluasi secara seksama kelayakan penjelasan dan



membandingkannya dengan penjelasan alternatif (tidak kritis dalam menerima penjelasan). o Kepentingan mengalahkan nalar Orang memiliki kepentingan tertentu (vested interest) sehingga memaksa orang tersebut memihak suatu posisi meskipun posisi tersebut lemah dalam segi argumen. o Sindroma tes klinis Seseorang mempunyai pandangan yang menurut dirinya sebenarnya keliru atau tidak valid lagi karena ada pandangan atau gagasan baru namun akademisi tersebut tidak berani membaca sumber gagasan baru karena takut pendapatnya yang telah disebarkan benar-benar keliru. o Mentalitas joko tingkir Menggambarkan lingkungan akademis atau profesi dimana ilmuwan atau akademisi merasa di bawah kekuasaan kolega senior sehingga sering memihak senior dan mengajarkan apa yang sebenarnya salah dengan menyembunyikan yang valid untuk menghormati senior, atau untuk melindungi diri dari tekanan senior. o Merasionalkan daripada menalar Orang ada kalanya berusaha mencari justifikasi untuk membenarkan posisinya. Sikap merasionalkan ini dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau mengakuinya. o Persistensi Orang sering berteguh atau persisten terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dai harus melepaskan keyakinan tersebut.



BAB III PENUTUP



Kesimpulan Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi. Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah proses penurunan simpulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang berkaitan secara logis. Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah. Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengandung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal, dan tertempa. Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa asersi yang berfungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat bersifat deduktif dan nondeduktif (induktif dan analogi). Argumen deduktif berawal dari pernyataan umum dan berakhir dengan suatu pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap yaitu: penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi. Kelengkapan, kejelasan,kesahihan, dan keterpercayaan merupakan kriteria validitas konklusi yang diturunkan atas dasar penalaran deduktif. Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir dengan pernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda dengan penalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan konsekuensi logis (pasti benar atau takbenar), penalaran induktif menghasilkan konklusi yang boleh jadi benar atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran deduktif harus (necessarily) benar sedangkan konklusi penalaran induktif tidak harus (not necessarily) benar atau boleh jadi benar. Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengan analogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk menurunkan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi lebih merupakan alat untuk



menjelaskan atau klarifikasi. Argumen penyebaban bertujuan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala timbul karena gejala yang lain atau perubahan suatu variabel diakibatkan oleh perubahaan variabel tertentu. Keyakinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai kalau tiga kriteria penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan kejadian, dan tiadanya faktor lain selain faktor sebab yang diamati. Karena tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah keyakinan, ada kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak orang. Orang sering terkecoh oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan atau salah nalar adalah argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya mengandung cacat. Kecohan dapat terjadi akibat stratagem atau akibat salah logika. Stratagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu pernyataan, konklusi, atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang valid. Cara-cara ini dapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya, menyampingkan masalah pokok, misrepresentasi, imbuan cacah, imbauan autoritas, imbauan tradisi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi dan bukan untuk mencari solusi yang terbaik.



DAFTAR PUSTAKA o Suwardjono. 2005. “Teori Akuntansi”. o Prayoga, bachtiar. (2016).“Makalah Pemikiran dan Penalaran”.[online] Tersedia : http://venusmerah.blogspot.co.id/2016/01/makalah-pemikiran-dan-penalaran.html o Mutiara, suci.(2013).”Pengertian dan macam – macam penalaran” .[online] Tersedia : http://sucimutiara10.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-penalaran-dan-macam macam.html