Makalah Sastra Bandingan Kelompok 3 Perbandingan Sastra Lokal Bengkulu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SASTRA BANDINGAN PERBANDINGAN SASTRA LOKAL BENGKULU



Dosen Pengampu: Dra. Emi Agustina, M. Hum



Disusun oleh: Kelompok 3



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Bunga Claudia



(A1A018053)



Dwi Utari



(A1A018056)



Devia Aldona



(A1A018067)



Ike Amelia



(A1A018071)



Ayu Putriani



(A1A018059)



Annisak Dwi Fitri



(A1A018072)



Jodi Yudha Prawira (A1A018060)



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDIKAN PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS BENGKULU



1



2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadiran Allah SWT yang berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penulisan Makalah Sastra Bandingan, Dengan Judul Perbandingan Sastra Lokal Bengkulu. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi Tugas mata kuliah “Sastra Bandingan jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.” Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini, utamanya dosen pembimbing yang telah membimbing kami, teman-teman yang telah banyak memberi masukan pada kami dan seluruh pihak-pihak terkait yang telah membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki berbagai kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diperlukan guna memperbaiki makalah yang akan dibuat dimasa yang akan datang dan demi kesempurnaan makalah ini.



Bengkulu, 16 Desember 2020



Kelompok 3



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2 DAFTAR ISI...................................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................3 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4 1.3 Tujuan Masalah......................................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................4 2.1 Sastra Bandingan....................................................................................................................4 2.2 Sastra Bandingan antara Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )..................................................................................................................................7 2.3 Persamaan dan Perbedaan Unsur Cerita Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )........................................................................................................12 BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15 3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16



3



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Sastra bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang ada dalam ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa awal abad ke-19. Ide tentang sastra bandingan dikemukan oleh SanteBeuve dalam sebuah artikelnya yang terbit tahun 1868 (Damono, 2005: 14). Dalam artikel tersebut dijelaskanya bahwa pada awal abad ke-19 telah muncul studi sastra bandingan di Prancis. Sedangkan pengukuhan terhadap pendekatan perbandingan terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921. Metode sastra bandingan hampir menyerupai dengan sebuah metode kritik sastra, yang mana objek dari konsep ini  lebih dari satu karya. Penekanan atau titik penting sastra bandingan adalah pada aspek kesejarahan teks. Itulah mengapa sebabnya sastra bandingan bersifat positivistic dan penuh penilaian. Kajiannya bertema binari (duaan) dan bertumpu pada rapport defaits, artinya perhubungan faktual antara dua buah teks yang diteliti secara pasti.   Selain itu kegiatan yang dilakukan juga menganalisis, menafsirkan dan menilai karena objeknya lebih dari satu, setiap objek harus ditelaah, barulah hasil telaah tersebut diperbandingkan. Bisa saja, peneliti melakukan analisis struktural kedua karya, baru diperbandingkan. Maka dengan cara ini akan mempermudah peneliti melakukan bandingan. Setidaknya akan mudah ditemukan unsur persamaan dan perbedaan setiap karya sastra.



1.2 Rumusan Masalah a) Pengertian Sastra Bandingan b) Sastra Bandingan antara Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu ) c) Persamaan dan Perbedaan Unsur Cerita Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )



1.3 Tujuan Masalah a) Untuk mengetahui apa itu Sastra Bandingan b) Untuk mengetahui perbandingan sastra lokal Bengkulu c) Untuk mengetahui perbandingan sastra bandingan antara Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )



4



d) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan unsur Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sastra Bandingan Berdasarkan asal usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu susastra, su berarti bagus atau indah, sedangkan sastra berarti buku, tulisan dan huruf. Berdasarkan kedua kata itu,susastra diartikan dengan “tulisan yang indah”. Karya-karya sastra yang lahir sebelum tahun 1928 disebut karya sastra nusantara. Sastra nusantara tersebut termasuk karya-karya sastra yang ditulis dalam bahasa daerah jawa, sunda, batak, padang, aceh, melayu, dan sebagainya yang ada diseluruh nusantara. Sastra bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang ada dalam ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa awal abad ke-19. Ide tentang sastra bandingan dikemukan oleh SanteBeuve dalam sebuah artikelnya yang terbit tahun 1868 (Damono, 2005: 14). Dalam artikel tersebut dijelaskanya bahwa pada awal abad ke-19 telah muncul studi sastra bandingan di Prancis. Sedangkan pengukuhan terhadap pendekatan perbandingan terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee diterbitkan pertama kali pada tahun 1921. Dalam sastra bandingan dikenal dua mazhab, yaitu mazhab Amerika dan Prancis. Mazhab Amerika berpendapat bahwa sastra bandingan memberi peluang untuk membandingkan sastra dengan bidang-bidang lain di luar sastra, misalnya seni, filsafat, sejarah, agama, dan lainlain. Sedangkan mazhab Prancis berpendapat bahwa sastra bandingan hanya memperbandingkan sastra dengan sastra. Namun demikian, kedua mazhab tersebut bersepakat bahwa sastra bandingan harus bersifat lintas negara, artinya berusaha membandingkan sastra satu negara dengan sastra negara lain. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, muncul kritikan terhadap pandangan yang dianut oleh kedua mazhab. Kedua mazhab sepertinya tidak memperhatikan kondisi sebagian besar negara Asia yang memiliki keragaman bahasa dan budaya. Indonesia, misalnya, satu suku dengan suku yang lain 8 memiliki perbedaan dari segi bahasa dan budaya. Nada (melalui Damono, 2005: 5) menjelaskan bahwa perbedaan bahasa merupakan faktor penentu dalam sastra bandingan. Bahkan Nada berkesimpulan bahwa membandingkan sastrawan Arab Al- Buhturin dengan penyair Syaugi bukanlah kajian bandingan karena kedua sastrawan tersebut berangkat dari bahasa dan budaya yang hampir sama, yaitu Arab. Hal tersebut mengisyaratkan juga bahwa membandingkan sastra Melayu Riau dengan sastra Semenanjung Melayu bukanlah termasuk dalam bidang kajian sastra bandingan. Bertolak dari pendapat Nada di atas, maka 5



membandingkan antara sastra Jawa dengan sastra Sunda merupakan kajian sastra bandingan. Begitu juga halnya dengan membandingkan antara sastra daerah, misalnya sastra Minang dengan sastra Indonesia merupakan kajian sastra bandingan, karena kedua sastra tersebut memiliki bahasa yang berbeda. Pendapat Nada ini sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren yang mengungkapkan, bahwa sastra bandingan adalah studi sastra yang memiliki perbedaan bahasa dan asal negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan dan pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya yang lain, serta ciri-ciri yang dimilikinya (dalam Endraswara, 2011: 192). Pendapat ini lebih menekankan bahwa penelitian sastra bandingan harus berasal dari negara yang berbeda sehingga mempunyai bahasa yang berbeda pula. Hal ini sedikit berbeda dengan dengan pendapat Damono (2005: 7), yang menyatakan bahwa tidaklah benar jika dikatakan bahwa sastra bandingan sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa yang mempuyai bahasa yang berbeda, tetapi sastra bandingan lebih merupakan suatu metode untuk 9 memperluas pendekatan atas sastra suatu bangsa saja. Jadi menurut Damono, sastra bandingan bukan hanya sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa. Sastra bandingan juga tidak terpatok pada karya-karya besar walaupun kajian sastra bandingan sering kali berkenaan dengan penulis-penulis ternama yang mewakili suatu zaman. Kajian penulis baru yang belum mendapat pengakuan dunia pun dapat digolongkan dalam sastra bandingan. Batasan sastra bandingan tersebut menunjukkan bahwa perbandingan tidak hanya terbatas pada sastra antarbangsa, tetapi juga sesama bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, antargenetik, antarzaman, antarbentuk, dan antartema. Menurut Endraswara (2011) sastra bandingan adalah sebuah studi teks across cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini mempresentasikan bahwa sastra bandingan memang cukup luas. Bahkan, pada perkembangan selanjutnya, konteks sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam ini, guna merunut keterkaitan antar aspek kehidupan. Dalam sastra bandingan, perbedaan dan persamaan yang ada dalam sebuah karya sastra merupakan objek yang akan dibandingkan. Selain itu, dapat dipahami bahwa dasar perbandingan adalah persamaan dan pertalian teks. Jadi, hakikat kajian sastra bandingan adalah mencari perbedaan atau kelainan, di samping persamaan dan pertalian teks dan yang terpenting dari kajian sastra bandingan adalah bagaimana seorang peneliti mampu menemukan serta membandingkan kekhasan sastra yang dibandingkan.



6



2.2 Sastra Bandingan antara Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )



1. Sinopsis Lutung Kasarung



Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung. Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari. Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa. Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang. Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari. Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan 7



Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama temantemannya. Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum. Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut. Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang. “Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”. Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana. Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.



8



2. Sinopsis Ular N'Daung dan Si Bungsu, Cerita Rakyat Bengkulu



Dahulu kala dikisahkan, di Bengkulu terdapat sebuah desa yang letaknya di bawah kaki gunung. Di desa tersebut hiduplah seorang janda tua dengan tiga orang anak perempuannya. Mereka hidup miskin dan hidup di sebuah gubuk sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan seharihari, mereka mengandalkan penjualan hasil kebun yang sempit. Suatu hari, wanita tua itu menderita sakit keras. Ia tidak lagi dapat bekerja mengolah kebun dan menjual hasil kebun itu ke pasar. Pekerjaannya pun digantikan oleh ketiga anak perempuannya. Sudah berbagai tabib dipanggil untuk mengobati penyakit sang ibu, tapi tidak satu pun yang berhasil menyembuhkannya. Hingga akhirnya, datang seorang peramal menemui ketiga anak perempuan wanita tua itu. Peramal itu pun berkata,"Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan penyakit ibu kalian, yaitu dengan memberikan obat khusus yang terbuat dari daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib. Untuk mendapatkan bara gaib ini memang sulit, kalian harus mencarinya di puncak gunung." "Apakah tidak ada cara lain untuk kami mendapatkan bara gaib itu, wahai peramal," tanya salah seorang anak. "Tidak ada. Dan satu lagi yang perlu kalian tahu. Konon, puncak gunung yang mengandung bara gaib itu dijaga oleh seorang ular gaib yang sangat besar dan menyeramkan," ucap sang peramal. Betapa kecewanya ketiga anak perempuan itu mendengar ucapan sang peramal. Mereka hanya bisa menyembuhkan ibunya dengan bantuan bara gaib untuk merebus obatnya. Namun masalahnya, ular gaib itu menurut penduduk desa, akan memangsa siapa pun yang berusaha mendekati puncak gunung tersebut. Anak-anak perempuan janda tua itu pun tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Mereka hanya pasrah melihat ibu mereka yang tergeletak di pembaringan menahan sakit. Tidak satu pun dari mereka yang mau mengorbankan diri mencari bara gaib itu kecuali si bungsu. Si bungsu tidak tahan lagi melihat ibunya menderita sakit yang tidak kunjung sembuh. Akhirnya, ia bertekad untuk pergi mencari daun-daunan hutan serta bara gaib di puncak gunung. "Kakak, aku



9



harus mencari obat untuk ibu. Aku akan pergi ke puncak gunung, mencari bara gaib," ucap si bungsu kepada kedua kakaknya. "Apa kau sudah gila? Kau bisa mati karena dimakan ular gaib," kata kedua kakaknya. "Aku akan mencobanya dulu. Jika tidak dicoba, bagaimana mungkin kita dapat menyembuhkan ibu," jawab si bungsu dengan tekadnya yang bulat. "Terserah kau saja. Aku tidak akan sebodoh kamu yang rela dimakan ular besar. Kita masih sangat muda untuk mati," ucap sang kakak dengan gusar dan acuh. Meskipun tidak mendapat tanggapan yang cukup baik dari kedua kakaknya, si bungsu tetap pergi mencari obat dengan restu sang ibu. Dengan tekadnya yang bulat untuk menyembuhkan ibunya, si bungsu mendaki gunung mencari dedaunan hutan sebagai obat. Si Bungsu terus mendaki dan mendaki untuk mendapatkan bara gaib. Banyak rintangan yang ia hadapi. Tanah yang semakin lama semakin miring dan curam membuat tenaganya terkuras. Ketika hampir sampai di puncak gunung, rasa takut pun mulai menyelimuti. Sebab, ia harus melewati kediaman ular n'Daung terlebih dahulu, yaitu ular gaib yang menjaga puncak gunung tempat bara gaib berada. Tempat tinggal ular n'Daung sangat menyeramkan. Pohonpohon di sekitar gua itu besar dan berlumut. Daun-daunnya yang menutupi sinar matahari menyebabkan tempat tersebut menjadi temaram. Belum habis rasa takutnya melihat kediaman sang ular, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan raungan keras yang membuat tanah yang dipijaknya bergetar. Si bungsu semakin takut. Akhirnya, ia melihat ular yang sangat besar ada di hadapannya. Sorot matanya tajam dan lidahnya menjulur berulang kali. Dengan sisa keberanian, si bungsu berkata,"Wahai ular yang baik hati, bolehkah aku meminta sebutir bara gaib? Bara itu akan aku gunakan untuk memasak obat ibuku yang sedang sakit." Tanpa diduga, sang ular menjawabnya dengan ramah,"Hmm..., baiklah. Aku akan memberimu sebutir bara gaib, tapi dengan satu syarat. Kamu akan mendapatkannya jika kamu bersedia menjadi istriku." Tanpa berpikir panjang, si bungsu menyanggupi syarat yang diajukan sang ular. "Baiklah, aku bersedia menjadi istrimu. Tapi, ijinkan aku pulang terlebih dahulu untuk memberikan obat ini. Aku berjanji akan kembali ke gunung ini setelah ibuku meminum obatnya."Aku pegang janjimu. Jangan sekali-kali kamu coba untuk mengingkarinya," kata ular n'Daung. Dengan bahagia si bungsu turun gunung dengan membawa bara gaib dan dedaunan hutan. Setibanya di gubuk, tampak kedua kakaknya memandang heran. Mereka berkata, "Bagaimana mungkin kamu pulang dengan selamat dan membawa bara gaib? Kami benar-benar tidak percaya." Si bungsu tidak menjawab pertanyaan mereka, ia hanya berlalu dan langsung membuat obat untuk sang ibu. Mula-mula ia menumbuk dedaunan hutan, kemudian merebusnya dengan bara gaib. Setelah itu, ia minumkan ramuan tersebut kepada ibunya.



10



Keesokan harinya, si bungsu pergi ke gunung untuk menepati janjinya. Saat tiba di sana, hari sudah malam. Alangkah terkejutnya si bungsu melihat kejadian gaib. Si ular n'Daung yang besar dan menyeramkan berubah menjadi seorang ksatria yang sangat tampan. "Wahai kesatria, benarkah engkau adalah jelmaan ular yang menjaga bara gaib?" tanya si bungsu penasaran. "Benar. Aku adalah ular n'Daung. Namaku adalah Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Sebenarnya aku adalah manusia, sama seperti dirimu. Aku telah disihir oleh pamanku menjadi ular hanya pada waktu pagi. Sedangkan, pada malam hari, aku berubah menjadi manusia. Pamanku berlaku curang karena ingin merebut tahtaku dan menjadi raja," jelas pangeran. Sepeninggal si bungsu ke hutan, ibunya berangsur-angsur pulih. Kedua kakak si Bungsu masih heran mengapa si bungsu dapat hidup dan membawa bara gaib. Karena penasaran, kedua kakak si bungsu pun pergi menyusulnya. Setibanya di sana, hari sudah malam. Keduanya-jalan mengendap endap menuju gua kediaman sang ular. "Hai, lihat! Bukankah itu si bungsu? Sedang apa dia disitu? Apa dia akan tinggal di gua ini selamanya bersama ular besar yang menyeramkan dan sewaktu-waktu bisa memakannya?" tanya salah seorang kakak si bungsu. "Entahlah, aku tidak peduli jika ia mau tinggal di gua yang gelap ini. Apakah dia akan mati atau tidak bersama ular pemangsa itu. Aku hanya ingin tahu, apa yang ia lakukan di gua ini?" sahutnya ketus. Alangkah terkejutnya mereka, ketika yang dilihat bersama si bungsu bukanlah ular besar, melainkan seorang pangeran yang sangat tampan. "Kakak, lihat di sana! Wah, pangeran yang sangat tampan. Mengapa dia bersama si bungsu? Pantas saja dia betah di gua ini. Ternyata ular yang menyeramkan itu adalah seorang pangeran tampan. Aku juga mau tinggal dengan pangeran meskipun harus hidup di gua yang gelap ini. Apa yang harus kita lakukan? Aku tidak suka si bungsu bersama pangeran tampan itu," ketus salah seorang kakak si bungsu. Akhirnya, karena perasaan iri dan dengki, mereka berniat jahat kepada si bungsu dengan cara memfitnahnya. Kedua kakak si bungsu kemudian mengatur siasat jahatnya. "Aku punya cara, kita curi saja kulit ular yang ada di batu itu, lalu kita bakar. Pasti pangeran itu akan marah dan mengusir si bungsu, atau bahkan membunuhnya," kata salah satu kakaknya. "Baiklah, aku setuju," ucap kakak si bungsu yang lain. Kemudian, mereka masuk mengendap-endap ke dalam gua. Si bungsu yang sedang sibuk merapikan kayu bakar tidak menyadari kehadiran kedua kakaknya. Saat itu juga mereka mencuri kulit ular dari dalam gua dan membakarnya. Rasa puas dan senang mereka rasakan karena berhasil melaksanakan niat jahatnya. Tapi, apa yang mereka harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Setelah pangeran mengetahui bahwa kulit ularnya telah dibakar seseorang, bukan kemarahan yang ia timpakan kepada si bungsu, melainkan rasa senang dan ucap syukur. Pangeran berlari dan memeluk si bungsu. Ia pun menceritakan bahwa sihir dari pamannya yang jahat akan musnah jika ada seseorang yang dengan suka rela membakar kulit ular tersebut. Kebahagiaan menyelimuti si 11



bungsu dan pangeran. Pangeran Alamsjah dengan memboyong istrinya akhirnya kembali ke istana untuk mengambil alih tahta yang dirampas oleh pamannya. Sang paman pun dihukum dan diusir dari istana. Si bungsu yang baik hati mengajak ibu dan kedua kakaknya pindah ke istana. Meskipun kedua kakaknya selalu berbuat jahat, ia tidak merasa dendam. Namun, karena merasa bersalah dan malu pada si bungsu, kedua kakaknya menolak tinggal di istana dan memilih tetap tinggal di gubuk tua di kaki bukit.



2.3 Persamaan dan Perbedaan Unsur Cerita Lutung Kasarung ( Jawa Barat ) dan Ular N’Daung dan Si Bungsu (Bengkulu )



A. Persamaan 1. Tema Kedua cerita rakyat ini sama-sama mengangkat tema tentang ketulusan cinta.Cerita rakyat Lutung Kasarung mengisahkan tentang ketulusan Purbasari yang mau menjadi istri Lutung Kasarung seorang kera hitam. Berkat ketulusannya,Lutung Kasarung berubah menjadi pemuda yang sangat tampan. Cerita rakyat Ular n’Daung dan Si bungsu mengisahkan tentang ketulusan si bungsu yang mau menjadi istri seekor ular besar yang menyeramkan. Berkat ketulusannya, ular besar tersebut berubah menjadi pangeran yang sangat tampan. Kedua hal tersebut terlihat dari kutipan berikut : “Setelah mendengar ejekan Purbararang, si kera bersemedi. Ajaib, tidak disangkasangka si kera berubah menjadi pemuda yang sangat tampan.” “Keesokan harinya, si bungsu pun pergi ke gunung untuk menepati janjinya. Alangkah terkejutnya si bungsu melihat kejadian gaib. Si ular n’Daung yang besar dan menyeramkan berubah menjadi seorang kesatria yang sangat tampan.” Dari kedua cerita rakyat tersebut terlihat ketulusan cinta dari kedua tokoh yang mau menikah dengan kera dan ular besar. Berkat ketulusannya, kera dan ular besar tersebut akhirnya sama-sama berubah menjadi pemuda yang sangat tampan. 2. Tokoh dan Penokohan Tokoh utama dari kedua cerita rakyat tersebut adalah anak perempuan. Anak perempuan yang dimunculkan dalam cerita rakyat Lutung Kasarung adalahPurbasari yang memiliki sifat baik hati dan pemaaf. Dapat dilihat dalam kutipan “Purbasari yang baik hati memaafkan kesalahan kakaknya.” Anak perempuan yang dimunculkan dalam cerita rakyat Ular n’Daung dan Si Bungsu adalah si bungsu yang sama memiliki sifat baik hati dan pemaaf. Dapat dilihat dalam kutipan “Si bungsu yang baik hati mengajak ibu dan kedua kakaknya pindah ke istana.” 12



Dari kedua cerita rakyat tersebut, terlihat bahwa tokoh utama sama-sama dijahati oleh kakaknya, tetapi tokoh utama yang baik hati memaafkan perbuatan kakaknya tersebut. 3. Alur Persamaan alur dari kedua cerita rakyat ini terlihat dari konflik dan penyelesaiannya. Cerita rakyat Lutung Kasarung memiliki konflik Purbasari yang diusir oleh kakaknya ke hutan, karena di tubuh Purbasari terdapat totol-totol hitam. Purbasari merasa sedih akan hal itu, tetapi penyelesaiannya, akhirnyaLutung Kasarung dapat membantunya dengan menyuruh Purbasari mandi ditelaga indah yang ada di hutan tersebut. Tubuh Purbasari yang awalnya banyak totol-totol, kemudian menjadi bersih kembali seperti semula. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Esok paginya, Lutung Kasarung meminta Purbasari untuk mandi di telaga tersebut. Ajaib, totol-totol di tubuh Purbasari menghilang. Kecantikannya telah kembali. Dia sangat berterima kasih kepada Lutung Kasarung karena telah membantunya.” Cerita rakyat Ular n’Daung dan Si Bungsu memiliki konflik ibunya tiba-tiba sakit keras dan tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya selain mencari bara gaib yang terdapat di puncak gunung yang dijaga oleh ular besar yang menyeramkan. Si bungsu merasa kasihan dengan penyakit ibunya, dia nekat untuk pergi ke puncak gunung tersebut, hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan bara gaib yang dijaga oleh ular besar yang menyeramkan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Dengan sisa keberanian, si bungsi meminta ular tersebut untuk memberikan bara gaib kepadanya. Sang ular menjawab akan memberikan bara gaib tersebut, tetapi dengan satu syarat, yaitu si bungsu harus mau menjadi istrinya. Akhirnya si bungsu setuju, tetapi ia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu memberikan obat ini pada ibunya. Si ular pun memberikan izin. Sesampainya di rumah, si bungsu membuat ramuan tersebut.” Selain itu, akhir dari kedua cerita rakyat ini juga sama-sama berakhir dengan bahagia. Purbasari yang akhirnya hidup bahagia dengan Lutung Kasarung yang kini telah berubah menjadi pemuda yang sangat tampan. Setelah itu, mereka semua kembali ke istana berikut sang Lutung yang telah berubah menjadi pangeran tampan. Terlihat dalam kutipan “Setibanya di istana, Purbasari diangkat menjadi ratu, lalu dia menikah dengan pemuda tampan berwujud kera yang ternyata telah menemaninya selama di hutan. Keadaan kerajaan kembali damai dan tenteram. Purbasari dan suaminya hidup bahagia selama-lamanya. Akhirnya, Pangeran Alamsjah memboyong istrinya ke istana untuk merebut kembali tahta yang dirampas oleh pamannya. Sang paman pun di hukum dan diusir dari istana. Si bungsu yang akhirnya hidup bahagia dengan ular besar yang kini telah berubah menjadi pangeran yang sangat tampan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Si bungsu yang baik hati mengajak ibu dan kedua kakaknya pindah ke istana. Namun, karena merasa malu kedua kakaknya menolak tinggal di istana dan memilih tetap tinggal di gubuk tua di kaki gunung.” 13



B. Perbedaan 1. Tema Kedua cerita rakyat tersebut sama-sama mengangkat tema tentang ketulusan cinta, tetapi tetap terdapat perbedaannya. Perbedaan tersebut terletak pada alasan bagaimana mereka bisa bertemu. Jika pada cerita rakyat Lutung Kasarung, Purbasari diusir dari kerajaan karena di tubuhnya terdapat totol-totol hitam. Purbasari kemudian tinggal di hutan, hingga akhirnya dia bertemu Lutung Kasarung. Hal tersebut terlihat dari kutipan teks berikut. “Berhari-hari tinggal di hutan membuat dia merasa terbiasa berteman denganhewan. Namun, ada seekor kera berbulu hitam bernama Lutung Kasarung yang selalu baik kepadanya.” Sedangkan cerita rakyat Ular n’Daung dan Si Bungsu, si bungsu nekat pergi ke puncak gunung untuk mencari obat bara gaib demi kesembuhan ibunya, padahal puncak gunung tersebut dijaga oleh ular besar yang menyeramkan.Setelah sampai di puncak gunung, akhirnya si bungsu bertemu ular besar tersebut.Hal tersebut terlihat dari kutipan teks berikut. “Ketika hampir sampai di puncak gunung, rasa takut pun mulai menyelimuti. Sebab, ia harus melewati kediaman ular n’Daung terlebih dahulu, yaitu ular gaib yang menjaga puncak gunung tersebut. Belum habis rasa takutnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan raungan keras yang membuat tanahbergetar. Si bungsu pun semakin takut. Akhirnya, ia melihat ular yang sangat besar ada di hadapannya.” 2. Tokoh dan Penokohan Perbedaan dari kedua tokoh ini terlihat dari latar belakang keluarganya. Purbasari terlahir dari keluarga kerajaan yang sangat kaya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Di sebuah kerajaan di Jawa Barat, hiduplah seorang raja bernama Prabu Tapa Agung. Ia memiliki dua orang putri, si sulung bernama Purbararang dan si bungsu bernama Purbasari.” Sedangkan si bungsu terlahir dari keluarga miskin yang hidupnya susah. Hal tersebut terdapat dalam kutipan “Dahulu kala, di Bengkulu terdapat sebuah desa yang letaknya di bawah kaki gunung. Di desa tersebut hiduplah seorang janda tua dengan tiga orang anak perempuannya. Mereka hidup miskin dan tinggal di sebuah gubuk sederhana.” 3. Alur Perbedaan alur dari kedua cerita rakyat ini terletak dari tahap pengenalan ceritanya. Cerita rakyat Lutung Kasarung mengenalkan tentang keluarga kerajaan Prabu Tapa Agung yang meminta Purbasari putri bungsunya untuk menggantikan dirinya menjadi pemimpin kerajaan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Di sebuah 14



kerajaan di Jawa Barat, hiduplah seorang raja bernama Prabu Tapa Agung. Ia memiliki dua orang putri, si sulung bernama Purbararang dan si bungsu bernama Purbasari. Keduanya sama-sama cantik. Tapi, sifat mereka jauh berbeda. Purbararang memiliki sifat iri hati dan serakah, sedangkan Purbasari memiliki sifat pemaaf dan bijaksana. Ketika tiba waktunya Prabu Tapa Agung turun tahta, ia menunjuk putri bungsunya Purbasari untuk menggantikan kedudukannya.” Sedangkan cerita rakyat Ular n’Daung dan Si Bungsu mengenalkan tentang keluarga yang hidup miskin di sebuah gubuk sederhana. Terlihat dalam kutipan “Dahulu kala, di Bengkulu terdapat sebuah desa yang letaknya di bawah kaki gunung. Di desa tersebut hiduplah seorang janda tua dengan tiga orang anak perempuannya. Mereka hidup miskin dan tinggal di sebuah gubuk sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan penjualan hasil kebun yang sempit. .



BAB III PENUTUP



15



3.1 Kesimpulan Sastra lokal merupakan sastra yg ditulis dalam bahasa daerah tertentu yg tersebar di seluruh pelosok tanah air. Sastra bandingan menggaris bawahi pentingannya penggunaan bahasa asli. Bahsa asli, karnanya seseorang yang melakukan study perbandingan antara takawin dan hikayat harus menguasai dua bahasa sebaik baiknya. Dalam karya sastra semua hal tersebut dicatat dan ditanggapi secara kreatif. Berbagai dongeng yang diciptakan nenek moyang kita, yang sampai kini masih ada sisahnya dalam kenangan kita, perlu dibanding bandingkan agar kita mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai persamaan dan perbedaan antata kita. Cerita rakyat Lutung Kasarung dari Jawa Barat dan cerita rakyat Ular n’Daung dan Si Bungsu dari Bengkulu cocok dikaji menggunakan kajian sastra bandingan, karena kedua cerita rakyat ini memiliki persamaan. Meskipun begitu,tetap terdapat perbedaan dari kedua cerita rakyat ini. Hasil yang didapat bahwa kedua cerita rakyat ini memiliki tema, tokoh dan penokohan, dan alur yang sama.Tema dari kedua cerita rakyat ini sama-sama mengangkat tema tentang ketulusan. Tokoh dan penokohan dari kedua cerita rakyat ini sama-sama mengisahkan tokoh utamanya yaitu anak perempuan yang memiliki sifat baik hatidan pemaaf. Adapun perbedaannya terletak pada latar belakang keluarganya.Persamaan alur dari kedua cerita rakyat ini terlihat dari konflik, penyelesaian, dan akhir ceritanya. Sedangkan perbedaan alur terlihat dari tahap pengenalannya.



DAFTAR PUSTAKA http://idhodjentak.blogspot.com/2012/03/makalah-sastra-nusantara.html?m=1 http://norma1ums.blogspot.com/2015/08/sastra-banding-legenda-malin-kundang.html?m=1 https://www.google.com/amp/s/glosarium.org/arti-sastra-nusantara/%3Famp 16



17