7 0 100 KB
MAKALAH PENTINGNYA ASPEK APRESIASI DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN KESADARAN BUDAYA
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Seni Rupa Dosen Pengampu : Drs. Triyanto, M.A
Oleh: Illiyyin Nurul Arsy 2401412057
JURUSAN SENIRUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
Pentingnya Aspek Apresiasi dalam Pembelajaran Seni Rupa Sebagai Upaya Menumbuhkan Kesadaran Budaya Oleh Illiyyin Nurul Arsy
1. Pendahuluan
Dewasa ini masyarakat selalu dihadapkan pada masalah kebudayaan global, bahasan multikultural serta jati diri bangsa. Permasalahan tergerusnya nilai budaya sebagai dampak mudahnya akses teknologi dan informasi menjadi permasalahan kontradiktif dalam segi budaya yaitu antara mengikuti arus yang ada sehingga tidak tertinggal arus jaman ataukah mempertahankan apa yang telah ada dan menolak segala bentuk hal baru yang masuk
dalam tubuh budaya.
Selain itu, maraknya upaya dalam menghadapi arus global ini selalu dibahas dan pada kenyataanya memang perlu selalu ada pemikiran mengenai permaslahan ini . Secara tidak langsung
pemikiran serta
bahasan yang lalu lalang terkait masalah ini adalah salah satu bentuk kontrol yang terwujud sebagai respon atas masalah yang ada. Demi menjawab pertanyaan dan permasalahan yang membludak berkenaan dengan budaya, bahasan mengenai kesadaran budaya menjadi penting untuk diketahui terlebih bagi para pelajar atau siswa sebagai
sasaran
utamanya.
Oleh
karenaya
diperlukan
suatu
pembelajaran yang secara nyata mengandung kesadaran budaya didalamya sehingga mampu mengkonstruksi pemikiran serta perilaku pelajar untuk masa depannya.
Pembelajaran yang relevan dengan
kesadaran budaya namun juga tidak melupakan identitas
bagi
kepentingan pendidikan itu sendiri adalah pembelajaran seni rupa . Hal ini turut dikuatkan dengan pendapat Plato yang menyatakan ’Art should be based education’’ (Read, 1970) bahwa seni seharusnya menjadi
dasar pendidikan, sehingga seni atau pendidikan seni mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pendidikan secara umum. Seni dipandang sebagai alat atau sarana untuk mencapai sasaran pendidikan.
Pendekatan ‘’pendidikan melalui seni’’ juga dikemukakan
oleh John Dewey (dalam Ismiyanto:2012 ), yang menjelaskan bahwa seni seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan, bukan untuk kepentingan seni itu sendiri. Pendekatan ini, menyiratkan bahwa pendidikan seni berkewajiban membantu ketercapaian tujuan pendidikan secara umum, yang diharapkan mampu memberikan keseimbangan (equalibrium)
antara
rasional-emosional,
intelektualitas-sensibilitas.
Dengan kata lain, peran pendidikan seni bukan sebagai upaya pengembangan
dan
pelestarian
seni,
tetapi
sebagai
media
pengembangan kepribadian pelajar. Dalam pembelajaran seni pula tidak semua aspek relevan dengan bahasan kesadaran budaya, melainkan hanya sebagian besarnya. Salahsatu aspek yang mampu mengakomodasi bahasan budaya dan kesadaran budaya adalah aspek apresiasi. Eisner (1972) dalam Syafii (2006 : 12) menyebut bahwa dalam belajar artistik terdapat tiga aspek utama yakni kemampuan produktif, kritis dan kultural. Pengelaman produktif berkenaan dengan kegiatan penciptaan seni, pengalaman kritis berkenaan dengan pemahaman atas proses dan produk karya seni dan pengalaman kultural berkenaan dengan kegiatan berapresiasi terhadap karya seni.
Oleh karenanya dapat dipahami bahwa aspek apresiasi
berkenaan dalam membentuk pengalaman kultural atau budaya yang secara tidak langsung mengutamakan aspek afektif pelajar dalam menghadapi kebudayaan global dan menanamkan kesadaran budaya dalam pribadinya masing-masing. Berdasarkan
konteks
tersebut
makalah
ini
membahas mengenai bagaimanakan aspek apresiasi
akan dalam
mencoba konteks
pembelajaran seni rupa. Lalu apakah kesadaran budaya itu dan mengapa
penting untuk ditanamkan dalam diri pelajar dan bahasan terakhir yaitu bagaimana serta seberapa penting aspek apresiasi dalam pembelajaran seni rupa sebagai upaya menumbuhkan kesadaran budaya. Oleh karena adanya kondisi arus kebudayaan global yang mulai mendominasi, wacana pentingya kesadaran budaya dalam pendidikan senirupa terutama pada aspek apresiasinya
menjadisuatu
hal
yang
penting
untuk dikaji.
Diharapkan dengan hal ini masyarakat bisa lebih mamahami pentingnya peranan pembelajaran seni rupa yang dilaksanakan di sekolah.
2. Pembahasan 2.1
Apresiasi dalam Konteks Pembelajaran Seni Rupa
Pembelajaran seni rupa menggunakan pendekatan education trough art
yang menitikberatkan kepada konsep pemungsian seni
mengacu pada bagaimana menumbuh kembangkan sikap dan perilaku sesuai dengan apa yang diharapkan kepada peserta didik yang diperoleh dari hasil kegiatan berkesenian, perilaku tersebut bisa berupa sikap sabar, toleran, kerjasama serta nilai moral lainnya.
Ini berarti adanya
pembelajaran seni tidak hanya sebagai sarana penguasaan suatu kreativitas semata melainkan sarana penanaman nilai sikap dan moral sesuai dengan lingkunganya. Soehardjo (2010:11) turut mengemukakan pemfungsian seni (education
trough
art)
sebagai
adanya
seni
dengan
segala
karakteristiknya dapat digunakan dalam usaha mempersiapkan calon warga masyarakat, generasi baru yang dijadikan tumpuan harapan bagi bangsa dan negara ke depan. Pendapat ini turut mendukung teori Plato “Art should be based education” karena pada hakikatnya pendidikan dan pembelajaran adalah usaha peningkatan kualitas pribadi agar mampu menghadapi lingkungan dan masa depannya dengan baik. Sejalan dengan hal ini aspek apresiasi sebagai subjek kajian pembelajaran seni
mengandung suatu fungsi didik. berkembang
sisi
kemampuan
Dimana peserta didik diharapkan apresiatif
serta
sarana
menumbuh
kembangkan individu peserta didik bukan hanya apresiasi budaya(lihat Soehadrjo 2012:176). Dipandang
secara
etimologis,
apresiasi
berasal
dari
kata
appreciation (Inggris), dan menurut kamus dalam bahasa Inggris di antaranya” to appreciate, yaitu bentuk kata kerjanya, berarti to judge the value of; understand or enjoy fully in the right way (Oxford). Sementara itu, istilah “Apresiasi” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1988: 46) adalah: “(1) kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya; (2) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu…”. Berdasarkan pengertian tersebut maka apresiasi seni dapat diartikan sebagai upaya untuk menyadari akan nilai-nilai yang terdapat pada sesuatu (misalnya orang, benda, atau peristiwa) untuk selanjutnya diberikan penghargaan atau penilaian mengenai kualitas sesuatu tersebut. Kemampuan estetik terhadap karya seni dapat dikembangkan melalui kegiatan apresiasi. Feagin (1996: 23) membahas fenomena apresiasi didasrkan
pandangan
ontologis.
Menurutnya,
apresiasi
dapat
dikembangkan menurut tiga komponen, yaitu: affective (objek utamanya adalah
perhatian),
theoretical
(komponen
ini
mengandung
aspek
penafsiran terhadap suatu pekerjaan/karya), dan reflective (mengandung pengertian
renungan
(refleksi)
yang
berkaitan
dengan
hubungan
kecocokan/kepantasan dan kebenaran respon afektif). Berdasarkan pandangannya tersebut, apresiasi dapat dikembangkan melalui interaksi dengan objek secara eksternal, teks secara verbal, dan memerlukan tindakan yang tepat. Maksud tindakan dalam konteks ini bukan hanya bersifat produk (karya), tapi bisa berupa suatu keberhasilan dalam bentuk aktivitas. Mengenai apresiasi, Bastomi (2012:93) mengemukakan bahwa apresiasi
adalah
suatu
aktivitas
dalam
rangka
menikmati,
serta
merasakan nilai-nilai yang ada pada suatu karya seni dengan terlebih dahulu dilandasi oleh minat estetik. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa apresiasi lebih menekan kan pada penghayatan, pendalaman, serta merasakan muatan dalam suatu hasil karya . Apresiasi dalam pembelajaran yang menjadi sorotan dalam tulisan ini bukanlah dilihat dari segi pelaksanaanya melainkan dampak ikutan atau nuturant effect dari pembelajaran apresiasi yang mengandung pemahaman nilai nilai moral dan budaya yang selanjutnya dapat berguna dalam pembentukan karakter pelajar kedepannya. Hal ini sesuai dengan fungsi pembelajaran seni rupa bagi institusi pendidikan yaitu adanya suatu pendidikan dimaksudkan sebagai upaya pelestarian sistem nilai oleh suatu masyarakat. Dalam sebuah kelompok masyarakat tentunya memiliki budaya atau kultur tertentu yang diwariskan secara turun-temurun. Seni rupa dalam hal ini juga berada dalam lingkungan masyarakat serta menjadi satu unsur kebudayaan yaitu kesenian .(Koentjoroningrat : 1986)
masyarakat pendukung seni rupa tentunya akan berupaya
melestarikan atau mempertahankan serta mengembanhkan dengan berbagai upaya hal hal yang berkaitan budaya visual yang estetik. Syafii (2006 : 11) turut pula menegaskan bahwa kekayaan budaya visual yang berkembang dimasyarakat perlu untuk dilestarikan salah satunya melalui jalur pendidikan. Karena jika tidak lama kelamaan menjadi tidak dikenk oleh generasi selanjutnya. Cara yang dapat ditempuh adalah melalui pewarisan keterampilan atau paling tidak melalui kegiatan apresiasi.
2.2 Kesadaran Budaya dan Upaya Menghadapi Kebudayaan Global. Wunderle (2006) menyebutkan bahwa kesadaran budaya (cultural awareness) sebagai suatu kemampuan mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai-nilai dan perilaku manusia.
Dalam
pesatnya arus perkembangan yang terjadi proses akulturasi budaya menjadi hal nyata yang sulit dielakkan , bukan berarti adanya akulturasi ini menjadi sesuatu yang buruk melainkan harus di perhatikan konteks dan proporsinya . Masuknya budaya dengan mudah bukan tidak mungkin menggeser nilai nilai yang telah lama dianut terlebih lagi sifat kebudayaan itu sendiri yang tidak abadi sesuai dengan yang diungkapkan Bastomi (2013:8) yaitu “kebudayaan tidak memiliki bentuk abadi, tetapi terus menerius berganti wujudnya sebab selalu berganti alam dan jamannya”. Prinsip untuk mendapatkan pemahaman tentang kesadaran budaya
adalah
mengumpulkan
informasi
tentang
budaya
dan
mentranformasikannya melalui penambahan dalam memberikan makna secara progresif sebagai suatu pemahaman terhadap budaya. Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Wunderle (2006) mengemukakan lima tingkat kesadaran budaya yaitu: a)
Data dan information. Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi secara kognitif. Data terdiri dari signal-signal atau tanda-tanda yang tidak melalui proses komukasi antara setiap kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau
rasa yang berasal dari lingkungan yang
mendeteksi tentang manusia. Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan informasi tentang beragam perbedaan yang ada. b)
Culture consideration. Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentang suatu budaya maka akan dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan
faktor apa saja yang menjadi nilai-nilai dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan pertimbangann tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh suatu budaya secara umum dan dapat memaknai arti dari culture code yang ada. c)
Cultural knowledge. Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memang tidak mudah untuk dapat diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun, pentingnya pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi seseorang untuk menghadapi situasi yang akan dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya pengetahuan tentang budaya orang lain namun juga penting untuk mengetahui budayanya sendiri..
d)
Cultural Understanding. Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan juga budaya orang lain melalui berbagai aktivitas dan pelatihan penting agar dapat memahami dinamika yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu, penting untuk terus menggali pemahaman budaya melalui pelatihan lanjutan. Adapun tujuannya adalah untuk lebih mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses berfikir, faktorfaktor yang memotivasi, dan isu lain yang secara langsung mendukung proses pengambilan suatu keputusan.
e)
Cultural Competence. Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi budaya. Kompetensi
budaya
berfungsi
untuk
dapat
menentukan
mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya. budaya
merupakan pemahaman terhadap
dan
Kompetensi
kelenturan
budaya
(culture adhesive). Dan hal ini penting karena dengan kecerdasan
budaya yang memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. Implikasi dari kompetensi budaya adalah pemahaman secara intensif terhadap kelompok
tertentu.
(
lihat
Dellawati
dalam
http://sosiologibudaya.wordpress.com) Fowers & Davidov (Thompkins et al, 2006) mengemukakan bahwa proses untuk menjadi sadar terhadap nilai yang dimiliki, bisa dan keterbatasan meliputi eksplorasi diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektifnya terbatas, memihak, dan relatif pada latar belakang diri sendiri. Dari pernyataan diatas dapat ditarik garis merah bahwa kesadaran budaya adalah upaya berkenaan dengan pemahaman terkait kebudayaan yang secara tidak langsung merupakan suatu sikap yang perlu dimiliki seseorang terutama pelajar dalam menghadapi arus kebudayaan global. Kesadaran budaya ini menjadi suatu filter yang harus mulai ditanamkan dalam diri seorang individu atau pelajar sehingga menjadikan adanya sikap sensitif dan kritis terhadap kebudayaan yang masuk namun tetap responsif dan bertanggung jawab. Bertanggung jawab dalam hal ini dapat
diilustrasikan
bahwa
dalam
menghadapi
kebudayaan
baru
seseorang tidak langsung menjustifikasi baik buruknya melainkan dikaji berdasarkan pemahaman yang dimiliki. Kesadaran budaya ini amat berkaita dengan faktor afektif yang dililiki pelajar. Terbentuknya kesadaran budaya pada individu merupakan bukan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi dan emosi maka kesadaran (awareness) akan terbentuk. Oleh karenaya perlu kiranya nilai-nilai kesadaran budaya di integrasikan kedalam pembelajaran guna mempersiapkan peserta didik atau
pelajar
dalam menghadapi
pembelajaran yang sesuai.
tantangan
masa
depan
melalui
2.3
Apresiasi dalam
Pembelajaran Seni Rupa : Upaya
Menumbuhkan Kesadaran Budaya
Rohidi
dalam
makalahnya
menyebutkan
adanya
kaitan
antara
kebudayaan dan pendidikan, yaitu bahwa pada dasarnya: (1) kebudayaan dialihkan dari satu generasi ke generasi lainnya, sebagai warisan atau tradisi sosial, (2) kebudayaan dipelajari, ia tidak bersifat genetic, (3) kebutuhan dimiliki dan dihayati bersama olh masyarakat pendukungnya, sebagai hasil dari pendidikan oleh, untuk, dan dalam masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola perbedaan-perbedaan budaya yang ada. Hal ini dikarenakan oleh seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan konflik-konflik di dalam masyarakat. Masyarakat terkadang lupa bahwa pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pola dan corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Sehingga mereka cenderung memperlakukan sama pada setiap bentuk kebudayaan. Padahal budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan. Sikap semacam inilah yang sering sekali memicu kesalahpahaman yang berujung konflik etnis. Dengan kesadaran yang di terapkan oleh anggota masyarakat, maka diharapkan integrasi sosial akan tetap terjaga.
Masyarakat perlu diedukasi terkait pekatnya arus
kebudayaan global, sasaran yang paling efektif dalam menanamkan kesadaran budaya adalah pelajar serta tidak lain melalui proses pendidikan. Melalui aspek apresiasi dalam pembelajaran seni rupa , pelajar atau siswa diajarkan dan ditanamkan budaya dalam artian siswa ditanamkan nilai nilai apresiatif yang juga memuat pendidikan karakter yang merupakan penanaman nilai karakter dan menumbuhkan kesadaran
budaya. Adanya kesadaran budaya di bentuk secara komprehensif dari berbagai aspek baik pengetahuan, pengalaman artistik (seni dan estetis), serta afektif (nilai moral dan karakter). Beberapa
nilai
–nilai
pendidikan
karakteryang
pembentuka kesadaran budaya diantaranya kecerdasan, ketangguhan,
selaras
kereligiusan,
dengan kejujuran,
kepedulian, kedemokratisan, menghargai
keberagaman, nasionalisme Ketika seorang siswa sudah memiliki kesadaran budaya dengan sendirinya ia akan mampu memfilter apa apa yang masuk tanpa mengabaikan kemajuan teknologi. memilah
apa
yang
seharusnya
Akan tumbuh sikap kritis dalam diikuti dan
apa
yang
harusnya
ditinggalkan. Berikut
adalah
point
penting
terkait
apresiasi
sebagai
upaya
menumbuhkan kesadaran budaya 1. Apresiasi dalam pembelajaran seni difungsikan sebagai sarana menumbuhkembangkan individu. 2. Apresiasi tidak hanya berkaitan dengan segi pengalaman estetis melainka pula segi kultural sebagaimana seni yang merupakan unsur kebudayaan.Kesadaran budaya perlu dipupuk melalui aspek afektif yang terealisasikan dalam pembelajaran seni rupa 3. Dalam apresiasi tekandung nilai karakter yang selaras dengan pembentukan kesadaran budaya 4. Kesadaran budaya perlu dalam menghadapi kebudayaan global yang semakin mendominasi. Berikut merupakan cara-cara lain yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menumbuhkan kesadaran budaya: 1.
Penanaman sikap multikulturalisme secara dini.
2.
Sosialisasi budaya melalui lembaga pendidikan.
3.
Penyelenggaraan beragam pameran karya seni budaya sebagai upaya pelestarian budaya.
4.
Mencintai dan menjaga budaya yang dimiliki.
3. PENUTUP Pembelajaran seni rupa yang berlangsung di sekolah dalam pelaksanaanya dapat pula diarahkan untuk mendidik siswa agar memiliki kesadaran budaya dan mengembangkan nilai-nilai yang dapat menunjang kesadaran budaya di era dimana kebudayaan global mulai mendominasi. Pembelajaran seni rupa memberi sumbangan yang signifikan terhadap upaya menumbuhkan kesadaran budaya
dengan
mengintegrasikan
aspek apresiatif dan mendinamisasi sehingga siswa sebgai peserta didik dibekali sikap dalam menghadapi maraknya arus kebudayaan global dan dapat menyikapi nya dengan cerdas serta bertanggungjawab. Dengan demikian sebagai calon pendidik seni rupa baiknya memahami fenomena kebudayaan global serta tetap melaksanakan pembelajaran seni rupa tanpa mengabaikan fungsi didik yang dikandung dalam pendidikan seni yaitu seni dengan segala karakteristiknya dapat digunakan dalam usaha mempersiapkan calon masyarakat generasi baru yang dijadikan tumpuan harapan bagi bangsa dan negara ke depan.
DAFTAR PUSTAKA Bastomi, Suwadji. 2013. Pegantar Ilmu Budaya, Handout MK. Pegantar Ilmu Budaya Bastomi, Suwadji. 2013. Estetika Kriya Kontemporer dan Kritiknya. Semarang : UPT UNNES Press
Ismiyanto, PC. S. 2012. Strategi Pembelajaran Seni Rupa, Handout MK. Strategi Pembelajaran
Seni Rupa
Koentjoroningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.
Oxford
University.
1995.
Oxford
Advanced
Learner
Dictionary.
Brittain:Oxford University Press Rohidi, T. R. “ Seni Sebagai Sarana Pendidikan Kebudayaan: Upaya Menjadi “Indonesia Baru””. Makalah
Soehardjo, A.J. 2012. Pendidikan Seni: dari Konsep sampai Program (Buku Satu). Malang: Balai kajian Seni dan Desain Jurusan Seni dan Desain UM. Syafi’i. 2006. Konsep dan Model Pembelajaran Seni Rupa, Bahan Ajar Tertulis MK. Konsep dan Model Pembelajaran Seni Rupa
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/01/budaya-dankesadaran-budaya/ diakses pada Hari Senin, 17 November 2014 pada jam 09.15
http://threenafathy.blogspot.com/p/pendidikan-seni-rupa.html diakses pada Hari
Senin, 17 November 2014 pada jam 10.34