10 0 452 KB
MANAJEMEN OBAT DAN PERBEKALAN FARMASI DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)
KELOMPOK 4 : 1. HILDA CAROLINA AZIZAH
1901116
2. INE WINANDA
19011017
3. INTAN FERADITA TAEL
19011018
4. IVONE KRISNA OKTAVIAWAN
19011019
5. FATIMATUL ZAHROK
19011038
6. FITRIA ULFA
19011039
7. LATIFATUL AINI
19011040
8. MOCHAMAD FERDIANSAH
19011041
AKADEMI FARMASI MITRA SEHAT MANDIRI SIDOARJO 2021
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ketentuan tentang praktik kefarmasian ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (1), dalam hal ini Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pekerjaan Kefarmasian (2). Bagian keempat dari PP tersebut mengatur tentang pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi antara lain yakni: 1. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab. 2. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh menteri. 3. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, apoteker harus menetapkan standar prosedur operasional. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi, yaitu pedagang besar farmasi dan instalasi sediaan farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (2). Sediaan farmasi harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau (1), maka diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat agar terjamin mutu, khasiat, keamanan, dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen. Cara Distribusi Obat yang Baik merupakan pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat tentang cara distribusi obat yang meliputi aspek personalia, bangunan, penyimpanan obat, pengadaan dan penyaluran
obat,
dokumentasi,
penarikan
kembali
dan
penerimaan
kembali obat (3). Distribusi adalah kegiatan penting dalam supply-chain management dari
produk farmasetik yang terintegrasi. Menurut dokumen Good Distribution Practices for Pharmaceutical Products yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), GDP meliputi organization and manajement, personel, quality system, premises, warehousing and storage, vehicles and equipment, shipment containers and container labeling, dispatch, transportation and products in transit, documentation, repacking and relabeling, complains, recall, returned products, counterfeit pharmaceutical products, importation, contract activities, and selfinspection (4).
1.2 Rumusan Masalah 1.Apa yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) ? 2.Apa Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF) ? 3.Bagaimana manajemen perbekalan farmasi di PBF ?
1.3 Tujuan 1.Mengetahui pengertian Pedagang Besar Farmasi (PBF) 2.Mengetahui Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF) 3.Mengetahui alur manajemen perbekalan farmasi di Pedagang Besar Farmasi (PBF)
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pedagang Besar Farmasi
2.1.1 Definisi Pedagang Besar Farmasi Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker
sebagai
penanggung
jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi
di PBF dimulai dari
pendistribusian
pengadaan,
penyimpanan
hingga
sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011). 2.1.2 Kewajiban Pedagang Besar Farmasi Adapun kewajiban pedagang besar farmasi menurut SK Menkes 1191 tahun 2002 : 2.1.2.1 PBF dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu. 2.1.2.2
PBF
wajib
melaksanakan
pengadaan
obat,
dan
alat
kesehatan dari sumber yang sah. 2.1.2.3 Setiap pergantian penanggung jawab wajib lapor (max 6 bulan)
kepada Ka Kanwil setempat. 2.1.2.4 PBF dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya. 2.1.2.5 Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu dan keamanannya. 2.1.2.6 PBF wajib melaksanakan dokumentasi selama kegiatan berjalan. 2.1.2.7 Untuk PBF penyalur BBO wajib menguasai laboratorium pengujian. 2.1.2.8
Untuk
setiap
perubahan
kemasan
BBO
dari
kemasan
aslinya, wajib dilakukan pengujian laboratorium. 2.1.2.9 Setiap pendirian cabang PBF di propinsi wajib lapor kepada Ka Kanwil setempat dengan tembusan kepada Dit. Jend. Dan kepala BPOM. 2.1.3 Tugas Dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi Menurut Permenkes No. 34 Tahun 2014 2.1.3.1 Tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF) a.
Tempat
menyediakan
dan
menyimpan
perbekalan
farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan. b.
Sebagai
sarana
yang
mendistribusikan
perbekalan
farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya. c.
Membuat
laporan
dengan
lengkap
setiap
pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
d.
Untuk toko obat berizin,pendistribusian obat hanya pasa obat-obat golongan obat bebas dab obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek,rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas obat bebas bebas terbatas dan obat keras tertentu.
2.1.3.2 Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF) a.
Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b.
Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c.
Untuk
membantu
kesempurnaan
pemerintah
penyediaan
dalam
obat-obatan
mencapai untuk
tingkat
pelayanan
kesehatan. d.
Sebagai
penyalur
tunggal
obat-obatan
golongan
narkotik dimana PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma. e.
Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
f.
Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
g.
Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat
berizin. h.
Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai surat pengakuannya/surat izin edar.
i.
Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
2.3 Manajemen Perbekalan Farmasi di PBF 2.3.1 Perencanaan Perencanaan merupakan proses pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari dari kekosongan obat. Tujuan dari perencanaan obat adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat, dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Hal ini dikarenakan perencanaan merupakan hal penting dalam pengadaan obat. Apabila dalam perencanaan lemah maka akan mempengaruhi dan mengakibatkan kekacauan siklus manajemen secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan
dan
penyimpanan,
serta
tidak
tersalurnya obat hingga rusak atau kadaluwarsa (Aryo, 2012). 2.3.2 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah di rencanakan sebelumnya. Hal ini terkait dengan tujuan dari pengadaan barang yaitu memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, serta proses berjalan lancar dengan tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan (Aryo, 2012). 2.3.3 Penerimaan Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. 2.3.3.1
Penerimaan Produk Menurut Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2015 : a. Checklist meliputi: nama pemasok yang disetujui, nama barang, nomor
ijin
edar
(untuk
obat),
nomor
bets, tanggal
kedaluwarsa, jumlah fisik, keutuhan fisik kemasan produk, keutuhan kontainer, keutuhan segel kontainer, Certificate of Analysis (CoA) untuk bahan obat dll. b. Batasan mendekati tanggal kedaluwarsa yaitu 3 bulan sebelum tanggal kedaluwarsa. Jika terdapat penerimaan obat dan/atau bahan obat mendekati kedaluwarsa harus terdapat pernyataan dari pelanggan bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut dapat diterima. c. Yang dimaksud dengan penyimpanan khusus misalnya obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan dengan suhu terkendali. d. Yang
dimaksud
dengan
tindakan
pengamanan
misalnya narkotika, psikotropika. e. Dicatat dalam checklist penerimaan dan kartu stok obat dan/atau bahan obat.
khusus
Checklist Penerimaan Dicheck oleh
:
Tanggal check
:
(diisi oleh petugas penerimaan)
No
Aktivitas
1.
Dokumen pengiriman ( resi ekspedisi ) Surat Jalan No SJ: Jumlah Koli ( sesuai dokumen atau tidak ) Kondisi kemasan Koli yang rusak Produk rusak Nomor Batch Expire Date
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ada
Membuat : (Petugas Penerimaan )
Tidak ada
Jumlah
Keterangan
Mengetahui : (Kepala Logistik )
Gambar 2.7 checklist penerimaan menurut BPOM tahun 2015
2.3.3.2 Penerimaan produk menurut Permenkes tahun 2014 : a.
PAK dan Cabang PAK harus memiliki standar prosedur operasional untuk memastikan bahwa alat kesehatan yang diterima sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
b.
Setiap
penerimaan
produk
harus
diperiksa
kesesuaiannya dengan surat pesanan, meliputi alamat pemesan, nama produk, kondisi fisik produk, nomor izin edar, tanggal kadaluwarsa, jumlah produk, nomor bets atau nomor seri, dan tipe serta diverifikasi dengan keterangan pada label.
c.
Produk yang secara fisik mengalami kerusakan harus dipisahkan dari produk yang diterima dalam kondisi baik.
d.
Wadah/kemasan
yang
bermasalah
harus
diperiksa
dengan cermat untuk mengetahui adanya kerusakan atau kontaminasi. Jika ditemukan rusak atau terkontaminasi, produk dikarantina atau dipisahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. e.
Rekaman
penerimaan
harus
dipelihara.
Rekaman
tersebut mencakup keterangan produk, mutu, pemasok, nomor bets yang ditetapkan dan tanda terima antara pengirim dan penerima produk. f.
Tindakan
pengamanan
harus
diambil
dalam
rangka
memastikan bahwa produk rusak/reject tidak dapat digunakan dan harus disimpan secara terpisah dari produk lain sementara menunggu pemusnahan atau pengembalian kepada pemasok. Tindakan
tersebut harus memadai untuk mencegah
digunakannya atau dikeluarkannya produk rusak/reject. 2.3.3.3 Penerimaan Produk Menurut Petunjuk Teknis CDAKB a.
Pada penerimaan produk harus dilakukan pemeriksaan dan penelitian dengan menggunakan ”checklist” yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk, yang berisi antara lain : 1) Identitas pemasok : nama perusahaan, alamat 2) Kebenaran jenis dan identitas produk yang diterima 3) Kebenaran jumlah kemasan dan jumlah satuan / Komponen 4) kondisi fisik barang/produk: tidak terlihat tanda- tanda kerusakan atau kelainan bentuk 5) keterangan
pada
label:
tipe,
jangka
waktu
kadaluarsa yang jelas dan memadai, kode batch atau nomor seri
6) peneraan penandaan yang jelas pada produk 7) peneraan tanda kalibrasi alat yang jelas dan masa berlakunya 8) kartu garansi masing-masing produk 9) buku petunjuk penggunaan (manual) dan servis purna jual. b.
Penerimaan
produk
dari
pabrik/prinsipal
luar
negri
dilakukan pencatatan 1) Pengangkutan
produk
dari
negara
asal
(melalui
laut/udara) 2) Peralatan rantai dingin/cold chain ( untuk produk yang memerlukan suhu dingin ) selama pengiriman 3) Pemantauan
suhu
selama
pengangkutan
sampai
diterima oleh distributor 4) Pencatatan
agen
forwarding,
proses
inklaring,
tracking c.
Produk yang rusak secara fisik harus disimpan terpisah dari produk yang baik.
d.
Kemasan produk harus diperiksa dengan cermat untuk mengetahui adanya kerusakan dan kontaminasi. Produk yang diduga rusak atau terkontaminasi dikarantina atau dipisahkan untuk diperiksa lebih lanjut.
e.
Adanya Prosedur Kerja Baku (Standard Operating Procedure) penerimaan yang meliputi : 1) Petugas
yang
berwenang
menerima
barang
menentukan penanganan tindak lanjut produk yang diterima : a) Produk
yang
dapat
diterima
diteruskan
ke
gudang disertai satu tembusan/copy faktur atau Surat Penyerahan Barang. b) Produk
yang
ditolak
dikembalikan
kepada
pengirim disertai Faktur dan/atau Surat Penyerahan Barang dengan alasan pengembalian. 2) Faktur dan/atau Surat Penyerahan Barang disimpan oleh petugas yang berwenang, dan satu tembusan dikirim ke bagian administrasi. 3) Bagian administrasi mencatat dan memelihara Kartu Persediaan dan Buku Pembelian menurut data pada Faktur atau Surat Penyerahan Barang. 4) Faktur
atau
Surat
Penyerahan
Barang
diarsipkan
berdasarkan nomor urut dan tanggal penerimaan. 5) Faktur
harus
ditandatangani
dilengkapi
oleh
petugas
dengan
yang
kop,
berwenang
dan
distempel. f.
Tindakan
pengamanan
harus
diambil,
produk
rusak/reject tidak dapat digunakan disimpan secara terpisah dari produk lain, menunggu pemusnahan atau pengembalian kepada pemasok. 2.3.4
Penyimpanan Menurut Petunjuk Teknis CDAKB
2.3.4.1
Dilihat sesuai kondisi penyimpanan yang tercantum pada penandaan kemasan (label).
2.3.4.2
Apabila
volume
penyimpanan,
pemesanan
fasilitas
melampaui
distribusi
harus
kapasitas mengajukan
permohonan penambahan atau perubahan gudang dan telah mendapatkan persetujuan penambahan atau perubahan gudang. 2,3,4,3 Memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan sesuai dengan POB Penyimpanan
termasuk
di
dalamnya
ketentuan
mengenai
pemantauan suhu. 2.3.4.4
Pemastian FEFO dapat dikawal/dijaga melalui: a. Pencatatan nomor bets dan kedaluwarsa pada saat penerimaan, penyimpanan dan penyaluran baik secara manual maupun
komputerisasi; b. Pengaturan metode penyimpanan obat dan/atau bahan obat 2.3.4.5 Untuk pencegahan kerusakan atau kontaminasi akibat tumpahan, maka obat dan/atau bahan obat yang berupa cairan diletakkan pada rak paling bawah. Penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus diletakkan di atas pallet atau rak. 2.3.4.6
Yang dimaksud “ditarik” adalah memisahkan obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa dari stok layak jual dan diberi penandaan yang jelas (status “kedaluwarsa”).
2,3,4,7
Yang dimaksud stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko adalah pelaksanaan stock opname berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan kriteria risiko seperti: a. Produk narkotika dan psikotropika. b. Nilai produk c. Produk dingin
2.3.4.8 Investigasi selisih stok dicantumkan dalam POB Pemeriksaan Stock Opname. Catatan: pelaksanaan investigasi pengawasan
di
bawah
APJ. Hasil investigasi: justifikasi selisih dan
dibuatkan laporannya 2.3.4 Penyaluran Menurut Permenkes Nomor 1148 tahun 2011 Penyaluran yaitu memastikan bahwa obat atau produk didistribusikan kepada pemesan yang sah dan tepat baik jumlah maupun produknya. 2.3.4.1
PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
2.3.4.2
Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada nomor (2.3.4.1) meliputi: a. apotek; b. instalasi farmasi rumah sakit; c. puskesmas; d. klinik; atau
e. toko obat. 2.3.4.3
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada nomor (2.3.3.1) PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
2.3.4.4
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3.4.5
PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
2.3.4.6
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
2.3.4.7
PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi
farmasi
rumah
sakit
dan
lembaga
ilmu
pengetahuan. 2.3.4.8
Penyaluran
sebagaimana
dimaksud
pada
nomor
(2.3.4.7)
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab. 2.3.4.9
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada nomor (2.3.3.8)
surat
ditandatangani
pesanan oleh
untuk
pimpinan
lembaga lembaga
ilmu pengetahuan
TATA CARA PENYALURAN Pedagang Besar Farmasi hanya dapat melaksanakan penyaluran obat keras kepada: 1. Pedagang Besar Farmasi lainnya berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani oleh penanggung jawab PBF 2. Apotek berdasarkan surat pesanan yang ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek 3. Rumah sakit berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani oleh Apoteker Kepala instalasi farmasi rumah sakit. 4. Instalasi lain yang diizinkan Menkes Jalur Distribusi Obat dari PBF 1. PBF 1. Apotek -> Konsumen 2. RS -> konsumen 3. PBF lain -> Konsumen 4. Toko Obat Berizin -> konsumen Jalur Distribusi Obat G 1. PBF 1. Apoteker -> konsumen 2. RS -> konsumen 3.PBF lain-> konsumen Pedagang Besar Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: 1. 2. 3. 4. 5.
Pedagang Besar Farmasi tertentu lainnya Apotek Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu Rumah sakit Lembaga ilmu pengetahuan
Pengadaan Besar Farmasi dapat menyalurkan psikotropika kepada: Pedagang besar farmasi kepada pedangang besar farmasi lainnya, Apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pe mm pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian atau lembaga pendidikan. Berikut prosedur penerimaan produk Menurut CDOB (BPOM RI,2015)
1. Pemeriksaan Fisik Barang 2. Petugas gudang menerima barang kiriman yang berasal dari
Kiriman pusat Kiriman dari principal Retur barang dari pelanggan
3. Kepala logistik/petugas gudang memeriksa dokumen pengiriman/dokumen pengembalian barang apakah alamatnya sesuai. 4. Pemeriksaan barang dilakukan dengan teliti dan benar 5. Periksa barang yang dikirim, bandingkan dengan dokumen kirim/dokumen return. Pemeriksaan dilakukan pada jenis barang, jumlah, bets, shelf life expired date dan kualitas kemasan produk apakah kemasannya original dan belum pernah dibuka/rusak. 6. Bila terdapat ketidaksesuaian jenis barang, jumlah, kemasan barang rusak dan shelf life expired date yang telah ditetapkan maka: •Kiriman dari pusat, dari principal, dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh ekspedisi dan gudang yang kemudian dikirim ke pengirim dan bagian pemesanan untuk mendapatkan penyelesaian dan dimonitor oleh kepala logistik. •RUD (Retur ketika dalam pengiriman)/Non RUD, dilakukan koreksi pada form retur yang diketahui oleh pihak pengirim sesuai fisik barang yang diterima. 1. Setelah pemeriksaan dilakukan maka dokumen kiriman/dokumen pengembalian barang ditandatangani oleh kepala logistik dan diserahkan ke Adm Gudang untuk diproses secara sistem selambat- lambatnya 1 x 24 jam. 2. Sebelum dokumen diproses secara sistem maka simpan produk pada area penerimaan, pastikan tumpukan barang tidak melebihi ketentuan level tumpukan yang diijinkan. Untuk produk rantai dingin disimpan pada ruang pendingin/kulkas. 3. Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke lokasi penyimpanan sesuai dengan dokumen penerimaan. 4. Produk yang menunggu keputusan apakah dapat diterima atau tidak, dikarantina di ruang/tempat sesuai dengan tipe suhu produk yang berdangkutan (ambient, AC, Cold Room/Chiller/Kulkas). Untuk produk rantai dingin yang tidak sesuai suhunya disimpan pada chiller/refrigerator/cold room dengan label karantina. KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) Kewajiban dan Larangan Pedagang Besar Farmasi (PBF)
a. Mengingat Penjelasan Pasal 71 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa Masyarakat memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya mulai dari inventarisasi masalah sampai tahap penilaiannya. Bagaimanakah saran anda sebagai seorang farmasis, apabila seseorang (tidak mempunyai latar belakang farmasi) ingin mendirikan sarana kesehatan yang berupa Pedagang Besar Farmasi dan tuliskan beberapa kewajiban dan larangannya? Jelaskan ! Kewajiban dan Larangan Pedagang Besar Farmasi (PBF) Jawab: Seorang yang tidak memiliki/mempunyai latar belakang farmasi boleh mendirikan sarana kesehatan yang berupa pedagang besar farmasi (PBF), sesuai SK Menkes 1191 th 2002 tentang perubahan peraturan Menkes No 918/Menkes/PER/X/1993 tentang PBF pada pasal 5, yaitu: Dilakukan oleh badan hokum berbentuk PT, koperasi, PN (perusahaan Negara). Memiliki NPWP (Nomor pokok wajib pajak). Memiliki Apoteker atau AA sebagai penanggung jawab. Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan per-UU di bidang farmasi. Kewajiban PBF (pasal 6-11): PBF dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu. PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, dan alat kesehatan dari sumber yang sah.
Setiap pergantian penanggung jawab wajib lapor (max 6 bulan) kepada Ka Kanwil setempat.
PBF dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya. Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu dan keamanannya. PBF wajib melaksanakan dokumentasi selama kegiatan berjalan. Untuk PBF penyalur BBO wajib menguasai laboratorium pengujian. Untuk setiap perubahan kemasan BBO dari kemasan aslinya, wajib dilakukan pengujian laboratorium. Setiap pendirian cabang PBF di propinsi wajib lapor kepada Ka Kanwil setempat dengan tembusan kepada Dit. Jend. Dan kepala BPOM. Larangan bagi PBF: PBF dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran. PBF dilarang melayani resep dari dokter.
PBF dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Narkotika dan Psikotropika tanpa izin khusus dari Menkes. PBF dilarang menyalurkan obat keras kepada POE berizin, dokter, dokter gigi dan dokter hewan (SK Menkes RI no 3987/A/SK/1973).
PBF dilarang menyalurkan perbekalan farmasi tanpa surat pesanan yang ditandatangani oleh penanggung jawab. b. Pada waktu sebelum tahun 1987 sebagian besar Pabrik Farmasi melakukan promosi obat dan/atau mengedarkan contoh obat dalam rangka persaingan produk dipasaran. Apakah yang dimaksud promosi obat dan contoh obat tersebut dan bagaimana nasibnya sekarang? Jelaskan ! Jawab: Promosi Obat adalah kegiatan memperkenalkan dan mengingatkan kembali obat jadi terdaftar dalam usaha untuk memasarkan obat jadi tersebut. Contoh Obat adalah obat jadi yang diberikan atau diserahkan dalam jumlah kecil secara cumacuma dalam rangka promosi obat. Sekarang promosi obat dan contoh obat sudah dilarang sesuai edaran SK Menkes RI No 437/menkes/SK/VI/1987 tentang pelarangan produksi, impor, distribusi, penyerahan dan pemberian contoh obat. Keputusannya adalah: produksi dan peredaran contoh obat harus dihentikan dan dilarang. Sanksi pelanggaran terhadap keputusan ini dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan nomor pendaftaran obat jadi yang bersangkutan. Informasi tentang obat jadi dapat disalurkan melalui leaflet, brosur, majalah ilmiah, seminar ilmiah.
CONTOH SURAT PESANAN :
CONTOH BEBERAPA SUPPLIER PBF :