Manajemen Stres [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Stres



DISUSUN OLEH AZHARATUL JANNAH K022191017



PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2019



i



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah yang berjudul “Manajemen Stres”. Makalah ini disusun bersumber dari jurnal, buku dan berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa internet dan media cetak. Penyusun berharap tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah pengetahuan atau wawasan mengenai Manajemen Stres. Penyusun sadar makalah ini belumlah sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi sempurna.



Makassar, Oktober 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 2 A.



Definisi Stres dan Manajemen Stres ....................................... 2



B.



Ruang Lingkup Stres ............................................................... 4



C.



Sejarah Istilah Stres ................................................................ 7



D.



Faktor-Faktor Mempengaruhi Stres......................................... 8



E.



Manajemen Stres .................................................................. 13



F.



Dampak Stres Terhadap Individu .......................................... 16



BAB III KESIMPULAN ....................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 18



iii



BAB I PENDAHULUAN



Sebagaimana kita ketahui di dalam melaksanakan pekerjaan banyak faktor, baik yang bersumber dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi yang dapat menimbulkan stress. Modernisasi peralatan kerja juga tidak mustahil akan menimbulkan stress karyawan yang merasa tidak mampu mengikuti/ mengimbangi "time schedule" yang telah ditentukan. Hal ini akan merupakan beban kerja dan dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Pada zaman modern sekarang ini hampir semua orang dalam hidupnya pernah mengalami stres. Stres dalam bentuk apa pun adalah bagian dari kehidupan



sehari-hari.



Apabila



individu



tersebut



kurang



mampu



mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan-tuntutan atau masalah-masalah yang muncul, maka individu tersebut akan cenderung mengalami stres. Secara umum, stres terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres disebut stresor (Manktelow, 2007) dan reaksi individu terhadap peristiwa yang menyebabkan stres disebut respon stres. Stres menurut Sarafino (Hardjana, 1993) adalah sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial. Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi kemampuan individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan, maka akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam dirinya. Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan berkembang menjadi stres. 1



BAB II PEMBAHASAN



A.



Definisi Stres Dan Managemen Stres Stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman keberadaannya. Secara umum orang yang mengalami stress merasakan perasaan khawatir, tekanan, letih, ketakutan, elated, depresi, cemas dan marah. Terdapat tiga aspek gangguan seseorang yang mengalami stress yaitu gangguan dari aspek fisik, aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi. Gejala fisik yang dialami seseorang yang stress ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan berkeringat, sakit kepala, sesak napas, nause or upset tummy, constipation, sakit punggung atau pundak, rushing around, bekerj a berlama-lama, tidak ada kontak dengan rekan, fatique, gangguan tidur dan perubahan berat badan yang drastis. Secara aspek kognitif atau pikiran, stress ditandai dengan lupa akan sesuatu, sulit berkonsentrasi, cemas mengenai sesuatu hal, sulit untuk memproses informasi,



dan



mengemukakan



pernyataan-pernyataan



yang



negatif



terhadap diri sendiri. Dari aspek emosi, stress ditandai dengan sikap mudah marah, cemas dan cepat panik, ketakutan, sering menangis, dan mengalami peningkatan konflik interpersonal. Banyak para ahli yang memberikan definisi mengenai stress, salah satu diantaranya yang diajukan oleh Mikhail (1981) yang mengatakan bahwa "Stress adalah suatu keadaan yang timbul dari .kapasitas tuntutan.yang tidak seimbang, baik nyata maupun dirasakan, dalam tindakan-tindakan penyesuaian organ dan yang sebagian diwujudkan oleh respon yang nonspesifik.



2



Sarafino (Hardjana, 1993) mengatakan bahwa “stres sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika individu dan lingkungan (bertransaksi), baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial”. Taylor (2003) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang ditujukan pada arah perubahan peristiwa penuh stres atau memberikan efek perubahan. Menurut Taylor (2003), stressor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres. Sebuah penelitian tentang stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi yang lebih banyak memproduksi stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya memfokuskan pada peristiwa penuh stres tidak dapat secara penuh menjelaskan pengalaman stres. Karena tiaptiap pengalaman penuh stres antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Individu juga bervariasi dalam merespon stres. Menurut Taylor (2003), respon terhadap stres dimanifestasikan dan melibatkan perubahan fisiologis, reaksi kognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-respon stres ini menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda terjadinya stres, yang mana dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung derajat stres seseorang. Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa stres merupakan keadaan yang dihasilkan ketika individu dengan lingkungan bertransaksi, dimana keadaan tersebut dinilai oleh seseorang sebagai beban atau sesuatu yang melebihi kemampuannya



dan



membahayakan



bagi



kesehatannya,



sehingga



memberikan dampak pada fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku Istilah manajemen stres merujuk pada identifikasi dan analisis terhadap permasalahan yang terkait dengan stres dan aplikasi berbagai alat teraupetik untuk mengubah sumber stres atau pengalaman stres (Cotton dalam Intan 2012). Berbeda dengan Cotton, Smith (dalam Riskha 2012) mendefinisikan



manajemen



stres



sebagai



suatu



keterampilan



yang 3



memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah, mengelola dan memulihkan diri dari stres yang dirasakan karena adanya ancaman dan ketidakmampuan



dalam



coping



yang



dilakukan.



Hal



senada



juga



diungkapkan oleh Margiati (1999) bahwa manajemen stres adalah membuat perubahan dalam cara anda berpikir dan merasa, dalam cara anda berperilaku, dan sangat mungkin dalam lingkungan anda. Fadli (dalam Arum 2006) menambahkan bahwa manajemen stres juga sebagai kecakapan menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan secara proporsional. Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stress. B.



Ruang ingkup Stress 1. Hal-Hal yang Menimbulkan Stress Hal-hal yang dapat menimbulkan strees disebut stressor. Ancaman, kej adian atau perubahan merupakan stresor. Terdapat dua tipe stresor yaitu stresor yang berasal dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. a. External Stresors  Physical Environment misalnya kebisingan, cahaya yang berlebihan, suhu udara yang panas dan kondisi ruangan yang sempit.  Social Interaction misalnya mengalami tindakan yang kasar, korban sikap berkuasa, menerima tindakan agrasif dari pihak lain dan mengalami kekerasan  Organisational, situai organisasi yang dapat menimbulkan stress adalah adanya peraturan yang terlalu, red tape,dan tekanan date line yang harus dipenuhi.  Peristiwa penting dalam hidup misalnya kelahiran, kematian, kehilangan pekerjaan, promosi, dan perubahan status perkawinan.



4



 Kecerobohan kegiatan sehari-hari, misalnya rutinitas bepergian dalam jarak jauh, lupa menyimpan kunci, dan kerusakan mesin. b. Internal Stressors  Stressor internal dapat disebabkan adanya pemilihan terhadap gaya hidup yang diwarnai dengan kecanduan minum minuman yang mengandung kafein, kurang tidur dan jadwal yang terlalu padat.  Pembicaraan pribadi yang negative, hal ini ditandai dengan pemikiran yang pesimis, sering ,mengkritik diri sendiri dan melakukan analisis yang berlebihan.  Jebakan pemikiran, misalnya harapan yang tidak realistis, taking things personally, terlalu banyak yang dipikirkan atau tidak berpikir sama sekali, exaggeration dan berpikir kaku.  Hambatan pribadi misalnya workaholic dan perfeksionis. 2. Tingkatan Stres a. Eustress Eustress adalah stress positif yang terjadi ketika tingkatan stress cukup tinggi untuk memotivasi agar bertindak untuk mencapai sesuatu. Eustress adalah stress yang baik yang menguntungkan kesehatan seperti latihan fisik atau mencapai promosi. b. Distress Distress atau stress negative terjadi ketika tingkatan stress terlalu tinggi atau terlalu rendah dan tubuh dan pikiran mulai menanggapi stressor dengan negative. Distress di lain pihak merupak stress yang menganggu kesehatan dan sering menyebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan stress dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan. Dengan demikian penanganan stress dapat meningkatkan motivasi dan stimulus. Apabila kita memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan lingkungan, kita dapat menggunkan stress dengan cara yang efektif



5



3. Tahapan Stress a.



Tahap Alarm Stage Apabila anda mulai mengalami kejadian yang menyebabkan stress



atau Sesuatu yang menyebabkan perubahan psikologi pada tubuh anda. Pengalaman dan persepsi ini menganggu keseimbangan badan dan tubuh merespon stresor dengan segera dan seefektif mungkin. Hal yang dapat terjadi akibat stres ini contohnya adalah :  peningkatan denyut jantung  Pernapasan - peningkatan pernafasan  Kulit - penurunan suhu badan  Hormonal - peningakatan stimulasi dang en adrenal yang meningkatkan produksi adrenal rush. b.



Tahap Resistensi Pada tahap ini tubuh anda mencoba untuk menyesuaikan dengan



stressor dengan memulai proses dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh stressor. Rekan dan keluarga anda mengetahui perubahan sebelum anda melakukannya. Dengan demikian penting untuk menguji akibat-akibatnya untuk memastikan bahwa anda tidak berlebihan. Indikator perilaku dari tahap ini adalah kurang perhatian terhadap



keluarga,



sekolah,



kehidupan,



withdrawal,



perubahan



kebiasaan makan, insomnis, hiperinsomnia, kemarahan dan fatique. Indikator



kognitif



meliputi



kesulitan



memecahkan



masalah,



binggung, mimpi buruk dan hyper-vigilance. Indikator emosi adalah kesedihan, ketakutan, kecemasan, panik, guilt, agitation, depresi dan overwhelmed. c.



Tahap Exhaustion Selama tahap ini strsor tidak diatur dengan efektif, tubuh dan pikiran



tidak mampu untuk memperbaiki kerusakan. Contoh pada tahap ini



6



adalah Digestive disorders, menyerah, sakit kepala, tekanan darah naik, insomnis dan lepas kendali. Terdapat dua tipe stress yaitu stress negative dan stress positif. Stress negative menyebabkan timbulnya kondisi-kondisi minor seperti sakit kepala, masalah digestive, keluhan penyakit kulit, insomnia dan ulcers. Excessive, prolonged and unrelieved stress dapat menimbulkan dampak buruk pada kondisi mental, fisik dan kesehatan dan kesehatan spiritual. Stress posistif dapat meningkatkan motivasi dan kepedulain, menyediakan



stimulasi



untuk



menangani



situasi



tertentu



yang



menantang.Stres juga menyebabkan perasaan penting dan adanya penghambat



yang



penting



untuk



mempertahankan



diri



apabila



konfrontasi mengancam situasi. C.



Sejarah Istilah Stres Sekitar awal abad keempat belas, istilah stres bisa ditemukan, namun pengertiannya masih pada “kesulitan atau penderitaan yang begitu berat”. Istilah stres tersebut pun masih berdasarkan penekanan yang belum secara sistematis (Lazarus, 1993). Kemudian pada abad kedelapan belas hingga awal abad kesembilan belas, kata stres dipahami sebagai kekuatan, tekanan, ketegangan atau usaha yang kuat diberikan pada sebuah objek material atau pada seseorang "organ atau kekuatan mental” (Hinkle, 1974). Pada abad kesembilan belas, istilah stres juga sebenarnya sudah mulai digunakan dalam ilmu kesehatan dan sosial (Bartlett, 1998). Namun istilah stres baru dikaitkan pada kondisi manusia di bidang kajian-kajian ilmiah semajak tahun 1930 (Lyon, 2012). Kemudian selama abad kesembilan belas hingga abad kedua puluh, istilah stres dan tekanan pun mulai dikosep sebagai penyebab permasalahan dalam kesehatan secara fisik maupun psikologis (Hinkle, 1974).



7



Cannon merupakan peneliti pertama yang mengembangkan konsep stres yang dikenal dengan “fight-or-flight response” pada tahun 1914 (Bartlett, 1998). Berdasarkan konsep yang diperkenalkan Cannon tersebut, “the fight-or-flight response”, stres diartikan sebagai respons tubuh terhadap sesuatu hal. Cannon menyatakan bahwa stres adalah sebagai ganguan homeostasis yang menyebabkan perubahan pada keseimbangan fisiologis yang dihasilkan dari adanya rangsangan terhadap fisik maupun psikologis. Namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahun dan bertambahnya penelitian di bidang stres, berbagai teori tentang stres pun bermunculan. Beberapa teori tersebut diantaranya: (1) Person-Environment Fit, (2) Conservation of Resources Theory, dan (3) The Job DemandsControlsupport Model of Work Design (Dewe, O’Driscoll & Cooper, 2012). Walaupun teori stres terus berkembang dari masa ke masa, tetapi secara fundamental teori stres hanya digolongkan atas tiga pendekatan. Tiga pendekatan terhadap teori stres tersebut adalah: (1) stres model stimulus (rangsangan), (2) stres model response (respons), dan (3) stres model transactional (transaksional) (Bartlett, 1998; Lyon, 2012). D.



Faktor-faktor yang mempengaruhi stress Dalam organisasi, sumber utama dari stress di tempat pekerjaan pada dasarnya berasal dari faktor organisasi itu sendiri, hal ini sesuai dengan identifikasi yang dilakukan Cooper & Marsshall (1978) mengenai tujuh sumber stress yang utama; ialah : 1. Faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan, 2. Peranan dalam organisasi, 3. Hubungan-hubungan dalam organisasi, 4. Perkembangan karier, 5. Struktur.dan iklim, 6. Hubungan organisasi dengan pihak luar, 7. Faktor yang berasal dari dalam diri individu. 8



Secara sepintas dapatlah dilihat dari ketujuh sumber stress tersebut, lima yang pertama sangat berkaitan dengan organisasi sedang satu bersumber dari luar dan dalam organisasi, dan yang terakhir bersifat individual.. Seseorang secara individual dapat saja terserang stress di dalam melaksanakan pekerjaannya, karena lingkungan organisasi di mana seseorang bekerja merupakan bagian dari h'ngkungan kerja orang lain dengan segala tingkah laku, sifat dan kepribadian yang berbeda-beda. Untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan tempat kerja, berhubungan dengan orang lain serta berperan sebagai pemimpin ataupun sebagai orang yang dipimpin bisa merupakan sumber datangnya stress. Drs. .Kertohadi, M.Com, dalam makalahnya menguraikan bahwa ada banyak faktor-faktor organisasional yang menjadi sumber atau mempengaruhi stress, antara lain: 1. Kekaburan peran dan konflik peran Kekaburan peran terjadi bilamana di rasakan adanya suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, sehingga menimbulkan ketidakjelasan apa tujuan dari peran yang dimainkannya, kepada siapa peran yang dimainkannya, kepada siapa dia bertanggung jawab, bertanggungjawab terhadap apa dan kurang mempunyai



wewenang



untuk



melaksanakan



tanggungjawabnya.



Demikian juga adanya ketidak cocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai individu dapat mengakibatkan konflik peran yang menyebabkan seseorang berada dalam suasana terombang ambing, terjepit dan serba salah. 2. Kelebihan beban kerja Kelebihan beban kerja dapat diketahui bilamana para pekerja merasa terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dan terlalu beragam yang harus dilakukan sehingga tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan (quantitative 9



overload) dapat juga kelebihan beban kerja terjadi bilamana pekerja merasa pekerjaafi tersebut terlalu sulit dan mereka merasa kurang mampu menyelesaikannya atau dapat juga merasa bahwa standard pekerjaan



yang



dibebankan



terlalu



tinggi



(qualitative



overload).



Ivancevich & Matteson, 1980. 3. Tanggungjawab atas orang lain Tanggung jawab atas orang lain seringkali dikaitkan dengan kedudukan seseorang sebagai pemimpin, di mana sebagai pimpinan, seseorang akan memerlukan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan orang lain, mengikuti rapat-rapat dan banyak bekerja sendiri sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk menepati tuntutan "deadline" dan jadwal yang telah disepakati. 4. Pengembangan karier Bagi kebanyakan karyawan pada umumnya dan manajer pada khususnya kesempatan memperoleh promosi bukan hanya berarti akan memberikan pendapatan yang lebih besar, tetapi juga berarti status, dan .tantangan pekerjaan yang baru yang mereka idamidamkan. Namun stress akan mulai dirasakan bilamana sudah timbul rasa takut tidak dipakai lagi, bagi mereka yang mengetahui bahwa mereka telah mencapai puncak karier, atau mengalami erosi status sebelum betulbetul pensiun. Betapa tidak meresahkan bila kemudian terbayang pendapatan dan kekuasaannya berkurang, tanda tangan tidak laku lagi dan



tidak



mustahil



para



relasi



satu



demi



satu



mulai



pergi



meninggalkannya. Selain tersebut di atas ketidak cocokan status seperti promosi terlalu tinggi atau terlalu rendah pun dapat menyebabkan stress, kiranya jelas bahwa perkembangan karier seseorang dalam organisasi baik ke atas atau sebaliknya, merupakan sumber stress yang perlu disadari keberadaannya. 10



5. Kurangnya Kohesi Kelompok. Kedekatan diantara anggota-anggota kelompok di dalam suatu kelompok, bagi individu-individu tertentu untuk menjadi bagian dari suatu kelompok yang kohesif sangat penting artinya, sifat kohesif dalam kelompok dapat berpengaruh positif ataupun negatif. Jika sifat kohesif itu merupakan ciri yang dianggap bernilai, maka ketiadaan kohesi akan menyebabkan rendahnya semangat, rendahnya mutu penyelesaian tugas, dst. Dalam keadaan tertentu dimana kohesi kelompok rendah maka hal tersebut dapat menjadi sumber stress yang potensial bagi pekerja. 6. Dukungan Kelompok Yang Tidak Memadai. Seseorang membutuhkan orang lain untuk menilai reaksi-reaksi emosionalnya, dan orang lain yang berada dalam keadaan emosi yang sama akan dapat memberikan informasi tentang reaksi yang tepat dan sebaik-baiknya. (Ivancevich & Matteson, 1980). Dengan sekedar berhubungan dengan orang-orang lain dan mampu mengamati perilaku mereka dari waktu ke waktu merupakan suatu bentuk dari dukungan kelompok. Dan bagi orang-orang tertentu jika dukungan kelompok itu rendah maka akan dapat menyebabkan timbulnya stress, sebaliknya jika dukungan kelompok tinggi akan dapat mengurangi stress. 7. Struktur dan iklim organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ivancevich dan Donelly (1975) terhadap para pramuniaga ternyata ditemukan bahwa mereka yang berada di struktur organisasi yang lebih datar mengalami kepuasan kerja yang lebih tinggi, tingkat stress yang lebih rendah dan berprestasi lebih baik dari pada rekannya yang berada si struktur organisasi yang sedang dan tinggi.



11



Demikian juga tingkat stress yang tinggi ditemukan pada mereka yang berada pada hirarchi yang kurang memiliki "suara" dan terbatas wewenangnya dalam mengendalikan pekerjaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan iklim organisasi menurut Gibson et al (1979), tidak lain dari ciri atau karakter dari suatu organisasi seperti adanya masalah-masalah sedikit atau tidak adanya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, tidak ada rasa memiliki, kurangnya konsultasi yang efektif, komunikasi yang buruk, pembatasan perilaku yang ketat dan hal-hal lain yang berdampak negatif pada individu pekerja. 8. Wilayah dalam organisasi. Wilayah menggambarkan ruang atau arena, tempat dimana seseorang bekerja, berfikir dan bahkan mungkin bergurau, tempat yang bersifat fisik namun cukup berarti bagi yang bersangkutan. Banyak orang yang bekerja di tempat yang asing cenderung mengalami stress, demikian juga bila tempat kerja dihuni bersamasama ataupun dihuni sendiri dapat menimbulkan dampak yang berbeda terhadap perasaan dan pengalaman seseorang. Hal ini dapat dimengerti, karena di dalam tempat kerja yang dihuni bersama selalu ada kemungkinan kegiatan seseorang terganggu oleh kegiatan orang lain, dan timbulnya interaksi yang tak dapat dihindarkan sehingga sering



mengganggu



konsentrasi



kerjanya



ataupun



datangnya



masalah-masalah baru akibat terlalu banyak jenis pekerjaan di dalam satu ruang. 9. Karakteristik tugas. Selain kedelapan faktor tersebut, karakteristik tugas seperti keragaman pekerjaan, otonomi, identitas tugas, keberartian tugas dan umpan balik dipandang penting oleh pekerja, karena menurut mereka



12



hal-hal tersebut dapat menghasilkan keluaran perilaku positif dan bahkan dapat mengurangi stress. Dalam pekerjaan yang bersifat "stressful" para karyawan bekerja lebih baik manakala pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan. Maka jelaslah bahwa seorang pemimpin dapat berperan sebagai penguat atau pengendor stress bawahan melalui cara pendekatan yang dipakainya dalam memimpin dan mengarahkan bawahan, dengan kata lain kepentingan seseorang sangat berpengaruh terhadap stress. E.



Manajemen stress Manajemen stress adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri (Schafer, 2000: 18). Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif (Margiati, 1999: 76). Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati, 1999: 76). Manajemen stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap , yaitu: a. Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana mengidentifikasi stresor dalam kehidupan mereka sendiri. b. Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi (koping) stres. c. Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang ditargetkan situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu. Dalam melakukan manajemen stres terdapat beberapa cara yang digunakan untuk dapat mengelola stres. Berikut ini adalah beberapa cara 13



yang dapat dilakukan untuk mengelola stres (dalam Wade dan Tavris, 2007: 302-310). a) Strategi Fisik Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres adalah dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau relaksasi. Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah belajar untuk secara bergantian menekan dan membuat otot-otot menjadi santai, juga menurunkan tekanan darah dan hormon stres (Wade dan Tavris, 2007:302). b) Strategi Emosional Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul akibat masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi adalah hal yang wajar bagi individu yang mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada tahap ini, orang sering kali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-menerus agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Emotion focused coping adalah sebuah strategi koping stres yang lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan, mengalihkan perhatian dari masalah (dalam Tanti, 2007). c) Strategi Kognitif Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai kembali suatu masalah dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi positive reappraisal yaitu merupakan usaha kognitif untuk menganalisa dan merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang positif sambil terus melakukan penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun, 2011). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa 14



appraisal merupakan reaksi terhadap stres sangat tergantung pada bagaimana individu itu menafsirkan atau menilai (secara sadar atau tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya. Masalah dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan yang tidak terduga. Selain itu teknik lain yang dapat digunakan untuk mengubah kognitif adalah dnegan affirmasi positif. Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011). Afirmasi adalah sejumlah kalimat yang positif disusun baik itu hanya sebatas pikiran, atau dituangkan kedalam tulisan, diucapkan dengan cara berulang-ulang (Nazmy, 2012). Afirmasi ini berupa pernyataan pendek dan sederhana yang disampaikan terus menerus dan berulang-ulang kepada diri sendiri. Pada saat melakukan afirmasi, sesungguhnya seseorang sedang mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar. Afirmasi harus bersifat positif dan diwujudkan dengan kata-kata yang singkat. d) Strategi Sosial Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat melakukan hal berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok dukugan (support group) terutama sangat membantu, karena semua orang dalam kelompok pernah mengalami hal yang sama dan memahami



apa



yang



dirasakan.



Kelompok



dukungan



dapat



memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang. Mereka dapat membantu seseorang menilai suatu masalah dan merencanakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber kelekatan dan hubungan yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup. Memiliki teman adalah hal yang menyenangkan dan hal ini bahkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang. Teknik-teknik mengelola stres yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik 15



relaksasi dan teknik affirmasi positif, yangmana teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan fisik yang berdampak pada perilaku dan teknik affirmasi positif untuk menetralkan pikiran dan emosi-emosi negatif menjadi lebih netral dan positif F.



Dampak Stres Terhadap Individu 1. Dampak Fisiologik Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : mudah sakit kepala, kejang otot, kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan dan lain sebagainya. 2. Dampak Psikologik a. Keletihan emosi dan jenuh b. Terjadi depersonalisasi, dalam keadaan stress berkepanjangan, seiring dengan keletihan emosi. c. Pencapaian pribadi yang menurun, sehingga berakibat menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses 3. Dampak Perilaku a. Manakala stress menjadi distress, prestasi kinerja menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat. b. Level stress yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan dan megambil langkah yang tepat.



16



BAB III KESIMPULAN



Secara umum orang yang mengalami stress merasakan perasaan khawatir, tekanan, letih, ketakutan, elated, depresi, cemas dan marah. Terdapat tiga aspek gangguan seseorang yang mengalami stress yaitu gangguan dari aspek fisik, aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi. Gejala fisik yang dialami seseorang yang stress ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan berkeringat, sakit kepala, sesak napas, nause or upset tummy, constipation, sakit punggung atau pundak, rushing around, bekerj a berlama-lama, tidak ada kontak dengan rekan, fatique, gangguan tidur dan perubahan berat badan yang drastis. Secara aspek kognitif atau pikiran, stress ditandai dengan lupa akan sesuatu, sulit berkonsentrasi, cemas mengenai sesuatu hal, sulit untuk memproses informasi,



dan



mengemukakan



pernyataan-pernyataan



yang



negatif



terhadap diri sendiri. Dari aspek emosi, stress ditandai dengan sikap mudah marah, cemas dan cepat panik, ketakutan, sering menangis, dan mengalami peningkatan konflik interpersonal. Dalam



menghadapi



stress



perlu



adanya



manajemen



stress.



Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati, 1999: 76).



DAFTAR PUSTAKA



17



Agoes, dkk. 2003. Teori dan Manajemen Stress (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda Chomaria, Nurul. 2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres: Plus Cara mengelola dan Mengatasi Tekanan Stress Menjadi Energi Positif. Jogjakarta: Diva Press. Hardjana, A.M. 1993. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius. Lazarus, R.S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer. Manktelow, James. 2007. Mengendalikan Stres. Jakarta: Erlangga. Rice, Virginia Hill. 2011. Handbook of Stress, Coping, and Health: Implications for Nursing Research, Theory, and Practice. SAGE Publications Schafer, Walt. 2000. Stress Management For Wellness: Fourth Edition. United States of America: Wadsworth. Sugiarto,1994. Sekilas Mengenai Manajemen Stres.Media Litbang Vol 4/1994. Jakarta



18