Masalah Orthodonti Dan Hukum Pemasangan Kawat Gigi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Masalah Orthodonti dan Hukum Pemasangan Kawat Gigi Fiqih Kontemporer 7/12/2009 | 19 Dhul-Hijjah 1430 H | Hits: 13.919 Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo Kirim Print Orthodonti (orthodontic.co.id)



Orthodonti (orthodontic.co.id)



dakwatuna.com – Keahlian medis dalam masalah merapikan gigi yang dikenal dengan istilah orthodonti (orthodontics) merupakan nikmat Allah SWT kepada umat manusia untuk mengembalikan kepada fitrah penciptaannya yang paling indah (fi ahsani taqwim) yang patut disyukuri dengan menggunakannya pada tempatnya dan tidak disalahgunakan untuk memenuhi nafsu insani yang kurang bersyukur. Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai alat merawat kehidupan dengan izin Allah swt. Ia bahkan memerintahkan kita semua sebagai fardhu ‘ain (kewajiban personal) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali diri secara fisik biologis sebagai media peningkatan iman dan memenuhi kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan, memperbaiki dan menjaga hidupnya. Firman Allah swt. yang artinya:



“Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.?” QS. Ad-Dzariyat ( 51) : 20, 21)



Sabda Nabi SAW:



“Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).



Islam juga menetapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi’i berkata: “Aku



tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran.” (Al-Baghdadi dalam Atthib Minal Kitab was Sunnah:187).



Pemasangan gigi pada hakikatnya termasuk bagian dari praktek transplantasi (pencangkokan) organ. Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati berbagai eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. peradaban Islam telah menunjukkan perhatian terhadap masalah kesehatan sehingga muncul beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.



Pembuatan dan pemasangan gigi sepanjang untuk alasan syar’i yakni karena pertimbangan kebutuhan (haajah) medis untuk menormalkan atau memperbaiki kelainan serta penggantian yang lepas untuk dapat mengunyah dan menggigit kembali merupakan perbuatan dan profesi yang terpuji karena membawa kepada kemaslahatan, bahkan sekalipun menggunakan bahan logam emas bagi pria maupun wanita bila hal itu lebih maslahat, kuat, sehat dan bukan untuk tujuan pamer kemewahan, sekadar asesoris perhiasan dan gaya berlebihan. Hal ini dapat dianalogikan dengan bolehnya bedah plastik dengan alasan syar’i tersebut baik dengan organ asli maupun buatan. Operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah yang mengisahkan bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut justru mulai membusuk, maka Nabi saw. menyuruhnya untuk memasang hidung palsu dari bahan logam emas.



Dalam hal pemasangan gigi emas, secara spesifik Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya (III/58) telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa sahabat dan menantu Nabi saw ‘Utsman bin ‘Affan ra. pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat dan tahan lama. Pemakaian gigi emas tidak dilarang sebagaimana dilarangnya laki-laki oleh Nabi saw untuk memakai perhiasan emas atau pemakaian bejana emas sebagai asesoris (HR. Muslim dan Abu Dawud), sebab disini yang harus menjadi penekanan adalah fungsi kekuatan dan kesehatan gigi palsu dengan bahan emas dan bukan untuk fungsi perhiasan dan pamer kemewahan sebagaimana alasan yang dipakai oleh ‘Utsman dalam menggunakan gigi palsu emas. Di samping itu penggunaan bahan emas pada gigi palsu adalah untuk pemakaian yang tergolong dalam bukan pemakaian luar sebagaimana lazimnya perhiasan.



Gigi palsu yang terbuat dari emas tersebut bila pemakainya meninggal apakah dikubur bersamanya ataukah dicabut dahulu sebelum dikebumikan mayatnya, maka terdapat silang pendapat di kalangan ulama. Namun pada dasarnya pendapat yang lebih kuat adalah yang lebih dekat kepada prinsip syariah dan kaidah fiqih. Prinsip syariah menekankan kemaslahatan secara luas. Dengan demikian, penguburan gigi emas bersama mayat merupakan perbuatan tabzir (menyia-nyiakan nikmat Allah) yang tidak disukai dalam Islam padahal barang tersebut dapat berguna bagi orang yang masih hidup. (QS. Al-Isra’: 26-27). Di samping itu membiarkan mayat dengan emas bersamanya dapat mengundang kriminalitas dengan pencurian dan pembongkaran mayat yang justru akan menodai kesucian dan kehormatan mayat. Dengan demikian sebaiknya gigi emas tersebut dicabut oleh dokter gigi yang berpengalaman dari mayat sebelum dikebumikan dengan cara yang lembut, hati-hati dan diupayakan agar secepat dan semudah mungkin.



Adapun masalah pemasangan kawat gigi atau behel memang sebenarnya diperuntukkan bagi orangorang yang bermasalah dengan penampilan giginya, atau dalam bahasa medis disebut sebagai memiliki persoalan ortodontik seperti posisi gigi yang tonggos, tidak rata, jarang-jarang dan sebagainya yang diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab. Di antaranya karena faktor keturunan dari orangtua, seperti cameh atau cakil, tonggos gigi berjejal, gigi jarang dan sebagainya. Kelainan bawaan seperti sumbing juga bisa menyebabkan kelainan ortodontik apalagi jika pada daerah sumbing itu tak ditumbuhi gigi. Faktor penyebab lainnya adalah penyakit kronis, misalnya amandel, pilek-pilek (rhinitis alergika), bernafas melalui mulut dan sebagainya. Beberapa kebiasaan buruk seperti menopang dagu dan menjulurkan, kebiasaan menghisap jari terutama dalam jangka waktu lama sampai lebih dari lima tahun atau kebiasaan ngempeng anak balita terutama jika dotnya tak ortodontik (tak sesuai dengan anatomi rongga mulut dan geligi) bisa pula menyebabkan penampilan gigi buruk.



Tujuan pemasangan alat cekat atau kawat gigi, menurut pakar ortodontik drg Tri Hardani, SpOrt, Kepala Departemen Klinik Lembaga Kedokteran Gigi TNI-AL RE Martadinata Jakarta, dan sebagaimana dikemukakan para dokter gigi yang menangani masalah ortodonsi bahwa perawatan ortodonti tidak terlepas dari nuansa keharmonisan wajah yang melibatkan gigi geligi, tulang muka serta jaringan lunak wajah. Tapi, Estetika itu hanya salah satu tujuan ortodontik ini. Adapun tujuan lainnya adalah mengembalikan fungsi pengunyahan menjadi normal kembali. Upaya yang dilakukan antara lain dengan merapikan susunan gigi serta mengembalikan gigi geligi pada fungsinya secara optimal. Hal ini sebenarnya merupakan pekerjaan dokter gigi spesialis yang menggabungkan antara art dan science, seni dan pengetahuan medis.



Tujuan kosmetik itu terkait erat dengan oklusi, yaitu tutup menutupnya gigi geligi atas dan bawah secara sempurna. Dan agar terbentuk oklusi yang normal diperlukan susunan gigi yang baik, jumlah gigi dan hubungan antara gigi atas dan bawah serta kanan kiri yang sempurna. Jadi, yang utama dari perawatan



ortodontik ini adalah mengembalikan susunan gigi pada fungsinya sebagai alat pengunyah, pendukung pengucapan dan estetika.



Secara umum alat untuk merapikan gigi ada dua macam, yaitu alat yang lepasan (removeable appliances) dan alat cekat (fixed appliances). Dibanding alat cekat, alat yang lepasan lebih mudah dibersihkan sehingga gigi tetap terjaga kebersihannya. Tapi alat yang terbuat dari akrilik ringan ini memiliki keterbatasan kemampuan untuk menangani kasus-kasus sulit. Alat ini terbatas untuk menggerakkan gigi dengan jarak jauh. Akibatnya untuk pasien dewasa akan kurang efektif jika menggunakan alat lepasan ini.



Berbeda dengan alat lepasan, alat cekat memiliki jangkauan perawatan lebih tinggi sehingga mampu digunakan untuk kasus-kasus sulit. Alat ini terdiri dari kawat, baracket (penopang kawat yang ditempelkan pada gigi terbuat dari logam, keramik, atau plastik) dan cincin karet yang berwarna warni. Kawat ini sendiri terbuat dari logam titanium ringan, tak berkarat dan memiliki kelentingan, ukuran serta bentuk yang bermacam-macam sesuai kebutuhan. Karena menempel pada gigi maka cara membersihkan alat cekat ini menjadi tak bebas. Karena itulah biasanya disediakan sikat gigi khusus bagi para pemakai alat cekat ini. Selain itu sebelum memakai alat cekat, pasien juga dilatih bagaimana cara menyikat dan mengontrol gigi agar tetap bersih. Alat ini tak dianjurkan bagi anak-anak yang belum bisa merawat giginya sendiri, seperti cara menggosok gigi. Hanya saja pada orang dewasa, pemasangan alat ini sangat tergantung pada kondisi jaringan pendukung gigi, seperti gusi, tulang yang mengikat, serta ada tidaknya penyakit yang melemahkan tubuh seperti diabetes, TBC, dan lain-lain.



Melihat berbagai faktor penyebab kelainan dan penanganan orthodontik karena alasan medis tersebut di atas diperbolehkan dalam Islam baik sebagai pasien maupun dokter gigi yang menanganinya, bahkan dianjurkan dan dapat bernilai ibadah. Sebab Islam menganjurkan untuk berobat bila terjadi kelainan dan ketidaknormalan pada fisik dan psikis. Bukankah Islam sangat memperhatikan kesehatan sebagaimana pesan dalil-dalil yang telah di kemukakan di atas.



Belakangan ini ada kecenderungan dan fenomena penggunaan kawat gigi menjadi semacam tren aksesoris yang merata khususnya yang lebih banyak kaum perempuan, mulai dari siswa SD, anak ABG, para remaja, gadis belia dan dewasa sampai kalangan ibu-ibu yang suka menggunakan kawat gigi dengan hiasan mata cincin berwarna warni dan bahkan tidak jarang berlian serta permata yang tidak jarang hanya sekadar ingin ikut-ikutan, sekadar ingin bergaya dan tampil trendi atau biar kelihatan berkelas dan keren meskipun sebenarnya tidak perlu memakainya dengan kondisi gigi yang normal. Pemasangan kawat pada pasien yang sebenarnya secara medis dan kesehatan gigi dan gusi tidak memerlukan perawatan itu sebenarnya merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan, tidak perlu,



termasuk mubazir dan praktik tolong menolong dalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. Sebab, biasanya, rata-rata lama perawatan ortodontik berkisar dua tahun atau tergantung tingkat keparahan ketidaknormalan struktur giginya dengan biaya yang tak sedikit. Untuk memiliki alat cekat seseorang membutuhkan biaya minimal Rp 5 juta hingga Rp 12 juta di luar tarif kontrol yang wajib dilakukan setiap tiga minggu sekali untuk mengecek keadaan alat. Tentunya biaya tersebut di luar tingkat kualitas behel dan asesorisnya seperti berlian dan batu permata (QS. Al-Maidah:2).



Semua itu jika di luar kebutuhan mendesak medis dikategorikan sebagai perbuatan tabzir (kemubaziran) dan isrof (berlebihan) demi gengsi, gaya hidup (life style) dan sekadar pamer yang tidak terpuji dalam Islam karena kawat tersebut tidak akan membawa pengaruh apa-apa pada pertumbuhan gigi selanjutnya tetapi justru membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak perlu dan cenderung berlebih-lebihan (israf) dan bermewah-mewahan yang dibenci dan dikutuk Allah Swt (QS. AlMukminun:64-65, QS. Al-Isra’:26-27). Akan lebih baik bila kelebihan rezki tersebut digunakan untuk beramal shalih berupa sedekah terutama kepada korban kondisi krisis ekonomi dan bencana yang justru secara spiritual akan mempercantik kepribadian diri secara hakiki di samping akan membawa kebahagiaan dan keberkahan dunia dan akhirat. Wallahu A’lam Wa Billahit taufiq wal Hidayah. *+



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2009/12/4969/masalah-orthodonti-dan-hukum-pemasangankawat-gigi/#ixzz2C0Xg9vKrTentang Dr. Setiawan Budi Utomo



Penulis adalah Alumnus terbaik Fakultas Syariah Madinah Islamic University, Arab Saudi. Saat ini aktif sebagai Anggota Dewan Syariah Nasional... Selengkapnya.



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2009/12/4969/masalah-orthodonti-dan-hukum-pemasangankawat-gigi/#ixzz2C0Xk7A4p *27. Transplantasi organ tubuh manusia menurut pandangan Islam 19 12 2009



Assalamu’alaikum Wr. Wb.



Saya salah seorang pelajar dari kolej Islam Darul Ehsan (kisdar), Bangi, Malaysia. saya pelajar dari jurusan syariah.sekarang ini



saya tengah membuat satu kajian (research) tentang peyambungan organ manusia: satu kajian hukum. Saya ingin ustaz terangkan tentang hukum penyambungan organ manusia dari sudut perspektif islam. Saya harap ustaz dapat menerangkannya dengan lebih terperinci.



Wassalam.



Jawaban:



Masalah ini secara umum hukumnya mubah dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. dapat diqiyaskan dengan donor darah dengan Illat bahwa darah dan organ tubuh dapat dipindahkan tempatnya, keduanya suci, keduanya tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja setelah perpindahan terjadi maka tanggung jawab atas organ itu menjadi tanggungan orang yang menyandangnya.



Qaidah qaidah hukum wajib dijunjung dalam melakukan transpalntasi ini antaranya : 1. Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya lainnya artinya : a. Organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannya; b. Sumber organ harus memiliki tamlik at-taam/Hurriyatu At-Tasharruf kepemilikikan penuh) atas organ yang diberikannya, beraqal, baligh, ridlo dan ikhlas dan tidak mudlarat bagi dirinya. c. Sumber organ harus suci semisal manusia atau binatang selain babi dan



anjing. (untuk binatang tidak diperlukan izin sebab Allah sudah mengizinkan manusia untuk memanfatkan binatang dengan cara yang baik) 2. Tindakan tranplantasi mengandung kemungkinan sukses lebih besar dari kemungkinan gagal. 3. Organ manusia tidak boleh diperjual belikan sebab manusia hanya memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara mutlak.



Bagaimana urusanya kelak di akhirat? Allah Maha kuasa untuk menciptakan organ sebagai ganti organ yang telah didonorkan.



Untuk lebih jelas dan lengkap saudara dapat mendownload dari PUSTAKA ISNET buku Fatwa Kontemporer Syaikh Yusuf Qaradlawy.



Wallahu a’lam bishawab Wassalam Hasanain/Lombok *TRANSPLANTASI DALAM ISLAM Posted on October 4, 2011 by Limmatus Sauda'



Oleh: Abd. Halim Hafid



Allah SWT. menurunkan ajaran Al-Dien Al-Islam ke dunia untuk menjadi rahrnat bagi semua makhlukNya. Dengan mengkaji sumber-sumber khazanah Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi), maka kita akan menemukan ajaran hidup yang sarat pesan untuk dapat hidup bahagia, sejahtera, sehat lahir dan batin sebagai kontribusi Islam kepada kehidupan manusia dan manivestasi kerahmatannya yang universal. Islam disamping me’mperhatikan kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup duniawi dan keselamatan ukhrawi, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal. Sebab kesehatan



jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.



Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai perawat kehidupan dan misi kemanusiaan dengan izin Allah swt. Bahkan ia memerintahkan kita semua sebagai fardhu ‘ain (kewajiban individual) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali sisi biologis din kita sebagai media peningkatan iman untuk semakin mengenal Allah Al-Khaliq disamping sebagai kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan dan menjaga hidupnya,



Firman Allah swt.yang artinya : ” Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.?” QS. Ad-Dzariyat ( 51): 20, 21.) Sabda Nabi saw.:” Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan la telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).



Islam juga menelapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi’i berkata: “Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih/syariah) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran.”*1+



A. SEKILAS SEJARAH TRANSPLANTASI



Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as.seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil rnemperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan iemak yang diambil dari. lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1S97M untuk raencoba rnemperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.



Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang



percobaan, baruiah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan WaktU ClilQip lama yaitu SatU setengah abad. Pada tahun 1954. M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginja! kcpada seorang anak yang. berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan ltbib muju dalam bidang transplautasi.



Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Maselu, liinu bedah sudah. dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi.Naroun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh bcrbagai upaya untuk mengembangkannya.Selama ribuan tahun setelah melewati bantak eksperirnen baruiah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan rnasalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti Al-Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.



Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw,, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), raaka Nabi saw. menyoruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam etnas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya Qll/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).



Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek kedokteran: termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Thi251-311 H.) yang telah raenemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba, Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai: kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan memadikannya subjek tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul “At-tashrif. Buku ini telah menjadi referensi utama dii Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tabun 1497 M. Dan pada tahun 1778 M. dicetak dan



diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina.[2]



B. PENGERTIAN TRANSPLANTASI



Transplantasi (pencangkokan) berasal dari bahasa inggris to transplant, yang berarti to move from one place to other, bergerak dari satu tempat ketempal yang lain. Adapun pengcrtian menurut ilmu kedokteran, transplantasi adalah pemindahan jaringan[3]* atau organ[4]** tubuh dari satu tempat ketempat yang lain.[5] yang mana organ tadi mempunyai daya hidup sehat untuk mengantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidup lebih lama tidak ada lagi.[6]



Melihat dari pengertian di atas, transplantasi itu bisa dibagi menjadi dua bagian. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan comea mata dan transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan sebagainya.



Ada tiga macam pencangkokan jika dilihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dan resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), Pertama, Auto transplantasi, yaitu transplantasi yang pendonor dan resipiennya satu individu, Seperti orang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri. Yang kedua Homo transplantasi. Yaitu, transplantasi di mana donor dan resipiennya satu individu yang sama jenisnya (manusia vs manusia). Namun pada homo transplantasi ini bisa jadi donor dan resipiennya dua individu yang masih hidup; bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut cadaver donor, sedang resipiennya masih hidup. Yang ketiga adalah Hetero transplantasi. Yaitu, donor yang resipiennya dua individu yang berlainan jenis, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya manusia.[7]



Pada auto transplantasi hampir tidak pernah mendatangkan raeaksi penolakan, sehingga jaringan atau organ yang ditaransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan pada homo transplantasi ada tiga kemungkinan, pertama apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka transplantasi hampir selalu tidak mendapatkan reaksi penolakan, dan hasilnnya sama dengan hasil auto transplantasi. Kedua apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang tuanya, maka reaksi penolakan dalam golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi lebih kecil daripada golongan ketiga. Kertigu apabila repesien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan



saudara, maka kemungkinan besar transplantasi selalu mnyebabkan reaksi penolakan. Kemudian pada hetero transplantasi hampir selalu menyebabkan timbulnya reaksi penolakan yang sangat hebat dan sukar sekaii diatasi. Maka dari itu penggunaannya masih terbatas pada binatang percobaan.[8]



C. TRANSPLANTASI DALAM KACAMATA ISLAM



Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan di kalangan ilmuan dan agamawan adalab mengenai tiga macam organ tubuh yaitu mata, ginjal, dan jantung, Hal ini dapat di makluni karena organ tubuh tersebut sangatlah vital bagi kehidupan manusia. Namun, sebagai akibat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, maka di masa yang akan datang, transplantasi mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mularai dari kaki dan telapaknya sampai kepalanya, termasuk organ tubuh bagian dalam, seperti rahim wanita. Namun apa yang bisa dicapai oleh teknologi, belum tentu diterima begitu saja oleh agama dan hukum yang ada dimasyarakat. Mengingat bahwa transplantasi adalah masalah ijtihadi yang dalil-dalilnya tidak disebut secara eksplisit di dalam al-qur’an dan hadis.*9+



Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu jika pada saat donor masih hidup sehat dan donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal, Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing. Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut, Allahberfirmandalam surat Al-Baqaroah 195 yang artinya“ Danjanganlahkamumenjatuhktm dirimu ke dalam kebinasaah” Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal kemungkin ia akan menghadapi resiko sewaktu-waktu merigalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu.



Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolenkan berdasarkan alasan-alasan sebagaimana hadits RasuluUah mengatakan yang Artinyai’TttM boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain” (HR. Ibnu Majah),



Dalain kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma). Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang



sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).



Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolenkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolebkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut; pertama Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. kedua Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.



Adapun alasan racmbolehkannya adalah sebagaimana yang disenyalir dalam Al Qur’an Surat AI Baqarah 195 yang berbunyi: “Dan belanjakanlah (harla bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orangorangyang berbuat baik”. Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berrungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. Dalam Surat Al-Maidah: 32 juga disinggung yang artinya adalah “Dan barang siapa yang memelihara kehtdupan seorang manusia, maka seolah-oiah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyeleraatkan jiwa manusia. Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan, Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesaraa manusia atau membantu berfungsinya kerabali organ tubuh sesamanya yang tidak berrungsi.



Nabi sendiri dalam Haditsnya bersabda: “Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.” Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh. Dalam; Kaidah hukum Islam juga dissbutkan:”Kemadharatan harus dihilangkan” tentunta dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.[10]



D. KESIMPULAN



Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:



1. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya haram.



2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.



3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.



DAFTAR PUSTAKA



Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’ 1926-2004, (M, khalista, Surabaya, 2007) cet.III, hal.459



http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan~hukumrislam-terhadap-transplantasi-organ-tubuhdan-tranfusi-darah.html



http://buyung30,wordprcss.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuhmenurut-islam/



Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, (yokyakarta, sukses offset, 2009) cet.I, hal.121



Al-Baghdadi, Atthib Minal kitab wa al-sunnah, hal.187



[1] Al-Baghdadi, Atthib Minal kitab wa al-sunnah, hal.187



[2] http://buyung30,wordprcss.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringantubuh-menurut-islam/



[3]*Kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu.



[4]**Kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu seperti Jantung, Hati, dan lain-lain.



*5+Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’ 1926-2004, (M, khalista, Surabaya, 2007) cet.III, hal.459



[6]Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, (yokyakarta, sukses offset, 2009) cet.I, hal.121



*7+Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’, hal.460



[8]Ibid.,



[9]Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, hal.123



[10]http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan~hukumrislam-terhadap-transplantasi-organtubuh-dan-tranfusi-darah.html *http://htmlimg1.scribdassets.com/2ywzyeheps14lqbd/images/16-3e070e42e6.png