Materi Work Based Learning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai macam teori dan model pembelajaran telah diciptakan oleh para praktisi dan para ahli dalam pendidikan. Pendidikan bukan hanya perkara transfer pengetahuan begitu saja, tetapi ada proses dan mekanisme tersendiri agar tujuan pembelajaran bisa tercapai sesuai target yang telah ditentukan. Aktivitas belajar itu melibatkan penguasaan dan pengubahan pengetahuan, keterampilan, strategi, keyakinan, sikap, dan perilaku. (Schunk, 2012). Dalam pendidikan, segala proses di dalamnya sistematis dan terencana yang semuanya terangkum oleh model pembelajaran. Model pembelajaran adalah rangkaian utuh sebuah kesatuan antara pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan taktik pembelajaran. (Komalasari, 2013). Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Maka, agar para pendidik dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, para pendidik harus paham dan terampil dalam mengembangkan berbagai macam model pembelajaran secara efektif, kreatif dan menyenangkan. Tentu haruslah pendidik menggunakan dan mengembangkan model yang sesuai dengan kondisi nyata di kelas dan diasumsikan dapat mencapai target-target dalam pembelajaran. Salah satu dari model pembelajaran yang dikembangkan, adalah Work Based Learning atau Pembelajaran berbasis kerja. Depdiknas (2003:11) mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja (work-based learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Model ini biasa dikembangkan di institusi vokasi, atau sekolah kejuruan yang memang berorientasi melatih calon tenaga ahli untuk siap bekerja. Akan tetapi implementasi Work-based learning (WBL) tidak hanya terbatas pada sekolah kejuruan saja, tetapi di berbagai jenjang sekolah juga, model ini bisa kita pergunakan untuk memaksimalkan hasil dan pencapaian target dari pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia.



1 | Work-based Learning



B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa hal diantaranya yaitu: 1. Apakah definisi dari Work-based learning (WBL) ? 2. Bagaimanakah karakteristik WBL? 3. Apakah manfaat dari WBL? 4. Bagaimana implementasi model WBL dalam pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia? C. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah: 1. Untuk mendefinisikan WBL 2. Ingin mengetahui karakteristik dari WBL 3. Ingin mengetahui manfaat dari WBL 4. Agar mengetahui proses implementasi model WBL dalam pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia D. Ruang Lingkup Mengingat luasnya cakupan yang akan dibahas dalam makalah ini, maka kami akan mengacu pada konsep model work-based learning dan seputar implementasinya dalam pembelajaran. E. Metode Penulisan Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka mengenai Work-based Learning beserta implementasinya.



2 | Work-based Learning



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Work-based Learning Banyak definisi yang dikemukakan berkaitan dengan pengertian work-based learning. Beberapa definisi menjelaskan bahwa work-based learning sebagai semua bentuk pembelajaran melalui tempat kerja, apakah berwujud pengalaman kerja (work experience) atau kerja dalam bimbingan (work shadowing) dalam waktu tertentu. Definisi lain menyatakan bahwa WBL adalah semua pembelajaran yang terjadi sebagai hasil aktivitas di tempat kerja (Little, 2006). Pembelajaran berbasis kerja atau Work-Based Learning (WBL) sebagai pendekatan pembelajaran memainkan peran dalam meningkatkan pengembangan profesi dan pembelajaran. Depdiknas (2003:11) mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja (work-based learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Bern dan Erickson (2001:8) dalam Komalasari (Komalasari, 2013) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis kerja, atau seperti tempat terka terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dalam memahami dunia kerja terkait. B. Karakteristik Work-based Learning David Boud (Boud & Solomon, 2003) mendeskripsikan bahwa program- program WBL secara tipikal memiliki karakteristik: 1.



Merupakan kemitraan antara organisasi eksternal dengan institusi pendidikan yang ditetapkan dengan kontrak;



2. Pembelajar dilibatkan sebagai pekerja (dengan membuat perencanaan belajar yang dinegosiasikan); 3. Program pembelajaran dirumuskan dari kebutuhan tempat kerja dan peserta, dan tidak hanya dari kurikulum akademik yang telah disusun; 4. Program pembelajaran diadaptasi secara individu setiap pembelajar sesuai pengalaman pendidikan/kerja/latihan mereka sebelumnya;



3 | Work-based Learning



5. Program pembelajaran sebagai proyek/tugas-tugas yang terintegrasi di tempat tugas; 6. Iuaran pembelajaran diukur oleh institusi pendidikan. Menurut Work-Based Learning Guide (Morley, 2010) karakteristik kunci dalam pelaksanaan program Work-Based Learning: (1) program dikoordinasikanoleh koordinator yang “kualified” dan memiliki dedikasi; (2) pembelajar mengikuti program berdasarkan sikap, kebutuhan, interes, dan tujuan okupasi yang jelas; (3) tempat-tempat pelatihan di tempat kerja dikembangkan oleh koordinator untuk menyediakan penga-laman on-thejob/di tempat kerja yang langsung berkaitan dengan kebutuhan dan tujuan karir pembelajar; (4) bimbingan karir yang dilakukan mencakup informasi-informasi tentang okupasiokupasi tradisional dan non-tradisional. Karakteristik selanjutnya: (5) instruksi yang relevan direncanakan dan langsung berkait dengan pengalaman dan kebutuhan OJT pembelajar; (6) aturan-aturan yang dikembangkan ditentukan secara jelas dan tanggungjawab yang tepat diukur dari pedoman/panduan program; (7) aktivitas evaluasi memungkinkan para koordinator guru untuk memonitor program; (8) komite penasehat untuk menyeimbangkan aspek jender/etnik/komunitas okupasi memberi sa-ran dan penugasan



dalam



perencanaan,



pengembangan



dan



implementasi;



(9)



kesepakatan/perjanjian pelatihan tertulis dan rencana-rencana pembelajar perseorangan dikembangkan secara cermat dan disetujui oleh pengusaha/pemilik perusahaan, sponsor pelatihan, pembelajar dan koordinator; (10) pengusaha memberi kompensasi dan penghargaan kredit (sks) pada para pembelajar untuk penyelesaian pengalaman OJT yang lengkap; (11) tempat-tempat pelatihan WBL melekat/mengacu pada ketentuan hukum negara bagian ataupun federal dalam hal praktik-praktik ketenagakerjaan. Enam karakteristik berikutnya adalah: (12) waktu yang cukup (minimum satu setengah jam per minggu per orang) disediakan untuk koordinator guru untuk mengadakan koordinasi dan supervisi; (13) para koordinator guru menyediakan kontrak yang diperluas untuk membantu para sponsor pelatihan, mengembangkan rencana pelatihan, memperbaharui catatan, mensupervisi pembelajar dan menangani/mengem-bangkan program/kegiatan; (14) para penasehat/pembimbing dan koordinator guru bekerja sama secara erat dalam upaya pelaksanaan WBL; (15) hasil studi tindak lanjut yang diadakan oleh koordiantor guru dan pembimbing dimanfaatkan untuk meningkatkan program dan rencana kedepan; (16) fasilitas yang cukup disediakan untuk para koordinator guru termasuk kantor, telepon, dan kelas instruksional yang cukup; (17) para koordinator guru harus mengetahui manfaat WBL dan mempromosikan pengalaman WBL ke berbagai kalangan termasuk ke para siswa, orangtua, pengusaha, dan komunitas mereka.



4 | Work-based Learning



C. Manfaat Work-based Learning Berikut manfaat Work-based Learning (Morley, 2010): a. Manfaat bagi peserta 1) Meningkatkan motivasi 2) Mengembangkan tanggungjawab dan kematangan dengan penguatan sumber-daya manusia, ketrampilan menyelesaikan masalah, kepercayaan diri, dan disiplin diri. 3) Memberikan kesempatan untuk mengembangkan pilihan okupasi dalam pembuatan pendidikan dan pelatihan jangka panjang atau investasi masa depan. 4) Menawarkan perencanaan organisasi pelatihan dalam pekerjaan dalam kondisi bisnis aktual. 5) Mengembangkan ketrampilan human relation melalui interaksi personal dalam setting pekerjaan. 6) Menyediakan ketrampilan profesional untuk membantu pembelajar membuat transisi dari sekolah ke bekerja. 7) Meningkatkan kepedulian tanggungjawab sosial dan kemasyarakatan. 8) Meningkatkan kemungkinan mendapatkan pekerjaan dan keahlian. 9) Menambah sumber finansial. 10) Mengurangi peluang resiko siswa tinggal kelas. 11) Memberikan pendidikan teknis yang lebih dibanding yang diberikan sekolah. 12) Membuat instruksi akademik lebih relevan dan aplikatif dalam pekerjaan. b. Manfaat bagi pengusaha 1) Memperoleh calon pekerja yang lebih baik 2) Mengurangi biaya pelatihan 3) Memiliki fungsi skrening/seleksi pekerja bersama sekolah 4) Memberikan kesempatan untuk menilai pekerja sebelum diputuskan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kerja penuh. 5) Mempersiapkan pekerja dengan rekam kehadiran yang lebih baik



5 | Work-based Learning



6) Menguji pengusaha untuk memperoleh pajak kompensasi 7) Memberikan pada para pekerja memperoleh gagasan-gagasan baru, pendekatan segar, dan antusiasme dalam bekerja 8) Menawarkan masukan langsung dalam pendidikan dan latihan yang disedia-kan oleh pihak sekolah. 9) Meningkatkan image dan prestise dari industri dan atau bisnis di antara sesama pembelajar dan dengan komunitas. c. Manfaat bagi sekolah 1) Meningkatkan hubungan dan jaringan kerja dengan dunia usaha/industri 2) Mengembangkan kemitraan di antara sekolah dengan komunitas 3) Membuat kurikulum yang relevan dengan memperluas pengalaman di kelas dengan diintegrasikan antara teori dan praktek. 4) Dosen memperoleh informasi yang lebih baik dan peduli terhadap kecenderungan mutakhir dari dunia usaha/industri. 5) Membangun relasi publik yang positif, sehingga reputasi sekolah meningkat dan menarik para siswa baru 6) Meningkatkan kualitas lulusan 7) Menyediakan fasilitas pelatihan dunia usaha dan industri yang umumnya sulit untuk disediakan secara finansial oleh sekolah 8) Menciptakan fleksibilitas kebutuhan individu siswa dengan tujuan d. Manfaat bagi komunitas 1) Meningkatkan prospek lulusan untuk tetap tinggal dalam komunitas 2) Melibatkan komunitas dalam menemukan kebutuhan pelatihan yang cocok 3) Membesarkan keberanian para anggota masyarakat muda untuk tetap peduli sekolah, hingga mengurangi problem komunitas dalam resiko drop out. 4) Menghasilkan warga masyarakat yang lebih bertanggung jawab dalam usia yang lebih awal 5) Mempromosikan hubungan yang lebih erat antara komunitas dengan sekolah.



6 | Work-based Learning



D. Implementasi Work-based Learning Adapun terkait implementasi model ini, Siswanto (Siswanto, 2011) mengutip WBL Guide menyebutkan berbagai bentuk/model WBL, antara lain : program magang (apprenticeship opportunities), Kepenasehatan karir (career mentorship), pengalaman kerja kooperatif (cooperative work experience), kredit belajar yang diakui (credit for prior learning-CPL), masa pembelajaran (internship), kerja terdampingi (job shadowing), praktik kerja (practicum), kewirausahaan berbasis sekolah (school-based enterpreunership), belajar memberi pelayanan (service learning), eksternship guru (teacher externship), persiapan pendidikan vokasi (tech-prep), organisasi mahasiswa vokasi (vocational student organizations), pelayanan sukarela (volunteer service), kunjungan lapangan (worksite field trip). Dibawah ini kami memaparkan implementasi WBL yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran Bahsa Indonesia. (Komalasari, 2013). E. Model-model Pembelajaran Berbasis Kerja (WBL) 1. Role Playing Role Playing adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. 2. Mendatangkan Model Pekerja ke Kelas Siswa memahami jenis pekerjaan tertentu beserta fungsi dan perannya secara langsung dari pekerja sebagai model yang didatangkan dalam pembelajaran di kelas. Misalnya untuk pembelajaran tentang peraturan perundang-undangan, guru mendatangkan anggota DPRD. Untuk pembelajaran tentang sistem hukum Indonesia, guru mendatangkan hakim atau jaksa. 3. Studi Lapangan Kerja Siswa memahami jenis pekerjaan tertentu beserta fungsi dan perannya secara langsung dengan mendatangi lokasi atau instansi tempat bekerja. Misalnya untuk mempelajari tentang pemerintahan desa, siswa melakukan kunjungan ke kantor desa. Untuk mempelajari proses persidangan maka siswa diajak ke pengadilan negeri. 4. Aktivitas Ekstrakurikuler dan Pengembangan Diri



7 | Work-based Learning



Aktivitas siswa dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan diri merupakan suatu wahana pembelajaran, misalnya siswa belajar kepemimpinan, tanggung jawab, kerja sama, toleransi, penghargaan terhadap perbedaan pendapat, dan sebagainya. Oleh karena itu, di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan guru hendaknya memberikan penilaian dan penghargaan terhadap siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan pembiasaan nilai, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan norma sekolah, agama dan hukum dalam kehidupan di sekolah. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki catatan harian tentang sikap dan perilaku siswa. Kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan diri ini mendukung pencapaian hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan terutama terkait dengan pembentukan civic skills dan civic dispositions.



BAB III KESIMPULAN



8 | Work-based Learning



Work-based Learning (WBL) secara ekspresif menggabungkan antara teori dengan praktik, pengetahuan dengan dunia nyata. Secara garis besar, WBL patut digunakan dan implementasikan di sekolah kejuruan/vokasi untuk berbagai macam mata pelajaran termasuk Bahasa Indonesia, karena beberapa hal, antara lain: WBL menawarkan kesempatan yang banyak untuk belajar diluar pembelajaran tradisional. WBL muncul karena adanya tuntutan untuk mencapai mutu lebih tinggi, efisiensi dan keterkaitan pendidikan dengan pekerjaan. Selain itu, WBL dibutuhkan karena perlunya pengembangan keterampilan kerja para siswa untuk masa depan ketenagakerjaan. WBL diperlukan karena kebutuhan untuk life-long education dan career-long education di tempat kerja. WBL diperlukan karena kebutuhan untuk pengembagan karir dan pengembangan profesional. Pada prinsipnya WBL adalah untuk “memposisikan kembali” kerjasama antara pendidikan tinggi dan dunia kerja. Kerangka pembelajaran dikerjakan ditempat kerja akan tetapi tidak serupa dengan bekerja. Melalui WBL diperkenalkan bagaimana prior learning mendapat tempat atau dapat diakreditasi. WBL menuntut fleksibilitas yang tinggi dari perusahaan maupun dari perguruan tinggi. Dunia kerja berubah sedemikian cepat, oleh karena itu pembelajaran di perguruan tinggi harus sedekat dan erelevan mungkin dengan dunia kerja.



DAFTAR PUSTAKA Boud, D., & Solomon, N. (2003). Work-based Learning: A New Higher Education.



9 | Work-based Learning



Great Britain: Marston Book Services Limited, Oxford. Fink, K. F., Rokkjaer, O., & Schrey, K. (2007). Work based learning and facilitated work based learning. Aalborg: TREE (Teaching and Research in Engineering in Europe). Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Refika Aditama. Little, B. (2006). Employability and work-based learning. London: HEA. Morley, R. (2010). Workplace Learning Guide 2010: Learning for Life in the 21st Century. ED Options. Schunk, D. H. (2012). Learning Theories: An Education Perspective. Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswanto, B. T. (2011). Pendidikan Vokasi, Work-Based Learning, dan Penyelenggaraan Program Praktik Pengalaman Lapangan. Workshop Penyusunan Buku Panduan Penulisan Laporan KP, TA, Skripsi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang, (hal. 118). Magelang. Wahab, A. A., & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta. Woltering, V., Herrler, A., Spitzer, K., & Spreckelsen, C. (2009). Blended learning positively affects students’ satisfaction and the role of the tutor in problem based learning process : results of a mixed method evaluation. Adv in Health Sci Educ, 725-738.



10 | Work-based Learning