Memaham Aliran Murji'Ah (Ajaran Pokok, Sekte Dan Ajaran-Ajarannya) (Makalah Sejarah Perkembangan Dan Pemikiran Dalam Islam) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Memahami Aliran Murji’ah (Ajaran Pokok, Sekte dan Ajaran-ajarannya)



Diajukan sebagai syarat mengikuti Ujian Komprehensif Program Pascasarjana STAIN Samarinda 2013 Oleh : Muhammad Latif Fauzi



PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA 2013



PROLOG



Terhaturkan selakasa puji bagi Allah, atas segala curahan nikmat yang melimpah ruah. Sehingga dapat terselesaikannya makalah Studi Pemikiran Islam ini. Tak lupa ta’dzim dan ucapan terima kasih kepada Dr. Iskandar, M.Ag sebagai dosen mata kuliah Studi Pemikiran Islam atas kepercayaan beliau pada pemakalah untuk sedikit memaparkan pembahasan mengenai Aliran Murji’ah :Ajaran pokok, Sekte dan Ajaran-ajarannya. Makalah ini disusun selain sebagai “jalan” dalam menempuh program pascasarjana PAI di STAIN Samarinda, diharapkan dapat menjadi pembelajaran baik dari segi kajian keilmuan maupun dari segi penulisan. Pemakalah mengakui masih banyak kekurangan dalam penuangan materi, sistematika penulisan dan berbagai hal yang ada dalam makalah ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna lebih membuka cakrawala keilmuan pemakalah dan menjadi acuan makalah-makalah selanjutnya.



Samarinda, 5 Juni 2012



Muhammad Latif Fauzi



BAB I



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah



Perbedaan pendapat antar satu orang dengan orang lain bukan merupakan hal yang asing bagi umat manusia. Karena, perbedaan merupakan bakat alami yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia. Sehingga, dengan adanya bakat alami tersebut sangat wajar jika muncul ketidakserasian antara satu orang dengan orang lain. Bahkan, meskipun hidup dalam kondisi sosial yang sama, watak serta pola pikir setiap manusia belum tentu serasi. Kenyataan seperti inilah yang kemudian menjadi sebuah alasan bagi terpecahnya umat beragama kedalam beberapa kelompok. Terjadinya pergolakan-pergolakan politik dikalangan umat Islam, pada masa pemerintahan Khalifah Usman dan Ali juga berimbas pada ajaran dan pemikiran pada masa itu. Perjuangan politik untuk merebut kekuasaan selalu dibingkai dengan ajaran agama, sebagai tameng. Baik bagi kelompok yang menang demi untuk mempertahankan kekuasaannya, maupun kelompok yang kalah untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Dari sini dapat dikatakan mazhab-mazhab fikih dan aliran-lairan teologi dalam Islam lahir, dari konflik politik yang terjadi di kalangan umat Islam sendiri 1, untuk kepentingan dan mendukung politik masing-masing kelompok, ulama dari kedua kelompok pun memproduksi hadits-hadits palsu dan menyampaikan fatwa-fatwa keberpihakan. Kemudian, Adanya keterpihakan kelompok pada pertentangan tentang Ali bin Abi Thalib, memunculkan kelompok lainnya yang menentang dan beroposisi terhadapnya. Adapula orang-orang yang netral, baik karena mereka mengganggap perang saudara ini sebagai suatu fitnah 1



. A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Cet.8, PT. Pustaka Al Husna Baru, Jakarta, 2003, Hal:13



(bencana) lalu mereka berdiam diri, atau mereka bimbang untuk menetapkan haq dan kebenaran pada kelompok yang ini atau itu. Aliran Murji’ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khowarij. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculaan Syi’ah dan Khawarij2. Pada mulanya kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Usman bin Affan mati terbunuh. Dari permasalahan politik seperti diatas, perdebatan mulai merambah kearah permasalahan teologi, yakni tentang siapa yang telah keluar dari jalur islam dan siapa yang tetap berada pada jalur islam. Perbedaan pendapat ini mengantarkan pada munculnya beberapa kelompok teologi dalam umat islam, yang salah satunya dikenal dengan sebutan kelompok Murji’ah Oleh karena itu, disini pemakalah akan membahas tentang Murji’ah dan perkembangan pemikirannya dalam mewarnai pemahaman ketuhanan dalam Agama Islam.



B. Rumusan Masalah



Berdasarkan paparan diatas, maka pemakalah akan merumuskan pembahasan kali ini pada poin-poin berikut : 1. Bagimana asal-usul lahirnya Murji’ah? 2. Bagaimana pemikiran ajaran Murji’ah? 3. Apa saja Sekte-sekte Murji’ah? 2



. Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. Cet.5, CV Pustaka Setia, Bandung, 2010, Hal:56



BAB II Pembahasan A. Asal-usul munculnya Murji’ah



Dalam literatur-literatur Teologi banyak kita jumpai pembahasan tentang Murji’ah. Kata Murji’ah berasal dari kata ‫ إرجأ‬3 atau ‫ أرجججأ‬yang memiliki arti pengharapan. Memiliki arti pengharapan yakni memberi harapan pada pelaku dosa besar agar mendapat ampunan Allah. Berarti pula mengemudikan, dalam artian mengemudikan amal dari iman. Diartikan pula penangguhan atau penundaan.4 Sebagaimana firman-Nya : ... þqä9$s% ÷mÅ_ö‘r& çn%s{r&ur#) “Pemuka-pemuka itu menjawab: ‘Beri tangguhlah dia dan saudaranya…”5 . Dari beberapa asal-usul (kalimat ‫ إرجججأ‬atau ‫ )أرجججأ‬diatas Murji’ah memberi pengertian mengangguhkan hukuman perbuatan seseorang sampai di hadapan Tuhan dikemudian hari atau memberi pengharapan bagi orang yang melakukan dosa besar dengan tidak dihukumi kafir, masih ada harapan ampunan baginya.6 3



. As-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, Juz 1. Hal. 161 . Khalid Bin Ali Bin Muhammad Al-anbari, The Murji’ah Of The Era, Transleted by : Abu hayyaan Salal ibn Ahmad, Salafimanhaj, 2006, Hal.9 5 . Al-a’raf 111. 6 . Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, cit 4



Adapun Murji’ah mengatakan, iman adalah pengakuan tanpa dibarengi dengan perbuatan. Barang siapa mengucapkan : Aku bersaksi, tiada yang berhak diibadahi melainkan Allah dan aku bersaksi, Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, maka ia Mukmin yang sempurna imannya. Imannya seperti imannya Jibril dan malaikat. Meski ia melakukan pembunuhan terhadap ini dan itu, ia tetap Mukmin, meskipun ia tidak mandi junub dan meninggalkan shalat. Mereka berpendapat boleh memerangi ahli kiblat.7 Kehadiran aliran Murji’ah merupakan salah satu kaitan peristiwa politik yang bergejolak pasca wafatnya Utsman bin Affan, berlanjut pada masa Ali bin Abi Thalib. Peristiwa politik pada waktu itu menjadikan situasi menjadi kritis, disatu pihak orang tidak lagi dapat berfikir rasional, namun emosional turut menentukan sikap dan pendirian. Ambisi merengkuh kekuasaan begitu besar kala itu. Benih awal kemunculan kelompok Murji’ah sebenarnya mulai muncul sejak akhir kekholifahan Ustman ibn Affan ra. Isu-isu provokatif yang beredar di sekitar masyarakat mulai dari pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan oleh Ustman sampai isu praktik nepotisme dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang tidak senang dengan islam. Mereka memprovokasi masyarakat seperti daerah kufah, bashrah dan mesir untuk mencari dukungan guna melengserkan Ustman. Sebagian masyarakat pun terprovokasi oleh isu tersebut, sehingga situasi keamanan menjadi semakin gawat. Stabiltas keamanan yang kian tak terkendali ini dimanfaatkan oleh para pembesar pemberontakan untuk bertemu langsung dengan sang kholifah. Pada tahun 35 H segerombolan orang yang berasal dari mesir, kufah dan bashrah berangkat menuju mekah dangan alasan menunaikan haji, sedangkan tujuan sebenarnya adalah mengepung pusat pemerintahan 7



. Ummu Tamim Izzah binti Rasyad, Menyingkap Aliran dan Paham Sesat, Pustaka Imam Ahmad, Jakarta, 2010, Hal 127.



dan memaksa kholifah untuk melepaskan jabatannya. Akan tetapi tuntutan tersebut tidak dipunuhi oleh kholifah, sehingga pada hari keempat sejak pengepungan terjadilah sebuah peristiwa yang menyebabkan kholifah Ustman terbunuh. Di tengah situasi yang kacau akibat kematian sang kholifah ini, terdapat sekelompok shabat yang memilih diam dari pada ikut terlibat dalam fitnah yang sangat meresahkan umat. Sebagian sahabat seperti yang tidak ikut andil dalam pertikaian tersebut dan sikap diam itu terus berlangsung sampai terjadinya pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah. Mereka tidak mau berpendapat siapa yang benar dan siapa yang salah. Mereka menangguhkan dan menyerahkan hukum yang terkait dengan pertikaian itu pada Allah semata. Sikap inilah yang menyebabkan mereka disebut dengan kaum Murji’ah. Semakin memanasnya temperatur suhu politik yang terjadi pada waktu



itu,



khususnya



ketika



Mu'awiyah



berhasil



merebut



kursi



kekholifahan, menjadi penyulut utama bagi munculnya perbedaan pandangan dalam hal teologi. Tiap-tiap kelompok



menganggap bahwa



kelompoknyalah yang paling benar dan tetap berada pada jalur islam. Mereka menganggap kelompok lain telah melakukan dosa besar, dan yang paling parah adalah mereka menganggap bahwa kelompok lain di luar kelompok mereka sebagai orang kafir. Kelompok Khowarij beranggapan bahwa tokoh kunci terjadinya peristiwa arbitrase serta para pendukungnya telah melakukan dosa besar dan dianggap kafir. Oleh karena itu tokoh-tokoh tersebut halal untuk dibunuh. Di lain pihak, kelompok Syi'ah yang sangat mendukung 'Ali dan ahlu albaitnya, meskipun sama-sama menolak Mu'awiyah, mereka juga melakukan pembelaan atas tuduhan kafir yang diberikan oleh Khowarij kepada 'Ali. Serta Murji’ah yang menangguhkan dan menyerahkan hukum yang terkait dengan pertikaian itu pada Allah.



Permasalahan politik yang dibawa-bawa kepada permasalahan teologi tersebut, tak pelak menyeret kelompok netral yang tidak memihak kelompok manapun ikut serta dalam membahas masalah teologi. Mereka berpendapat bahwa permasalahan kafir atau tidaknya seseorang diserahkan kepada Allah SWT. Mereka juga berpendapat bahwa dosa besar tidak menyebabkan seseorang dihukumi kafir. Menurut mereka dosa tidak membahayakan manusia asal iman masih melekat sebagaiamana taat tidak memberi arti apa-apa kalau masih dalam keadaan kafir. Menurut Abu Zahro', pendapat mereka merupakan pendapat Jumhur ulama', bahkan menurut Abdul Halim Mahmud, sikap tersebut merupakan sikap yang diambil oleh orang-orang yang bijaksana. Namun dalam sejarah perjalanannya, generasi aliran Murji’ah setelah para sahabat para pengikutnya mengalami perubahan teologi yang sangat jauh berbeda dengan paham para pendahulunya. Mereka tidak hanya berpendapat bahwa urusan dosa besar diserahkan pada Allah SWT, namun mereka juga menyatakan bahwa "ma’siat tidak akan membahayakan asalkan masih ada iman di dalam hati". Pendapat inilah yang kemudian difahami dengan keliru oleh sebagian orang, dengan asumsi bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak akan diadzab asalkan masih ada iman di dalam hati. Bahkan fatalnya kelompok ini menyatakan bahwa iman adalah I'tiqad di hati saja. Meskipun seseorang menyatakan kafir dengan lisannya atau tampak menyembah berhala maka ia tetap dianggap sebagai orang mu'min asalkan iman masih tertancap dalam hatinya. Paham seperti inilah yang dianggap menyimpang terlalu jauh dari Islam, sehingga wajar sekali kalau generasi Murji’ah setelah para sahabat serta para ulama yang mengikutinya dianggap sebagai kelompok sesat. Namun dalam perjalanan sejarahnya, kelompok ini pun tak dapat lepas dari perdebatan Intern. Sehingga kelompok ini pun pada akhirnya terpecah kedalam beberapa aliran (sekte).



B. Ajaran dan pemikiran Murji’ah



Ajaran pokok Murji’ah didasarkan pada sumber dari gagasan atau dokrtin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan,baik politik maupun teologi8. Dibidang politik, doktrin irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Oleh karena itu kelompok Murji’ah di kenal pula dengan The Queitists (kaum bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Sedangkan dalam Teologi disini pemakah melampirkan beberapan pendapat mengenai ajaran teologis aliran Murji’ah •



W. Montgomery Watt merinci ajaran (doktrin) teologis Murji’ah sebagai berikut9 : 1. Penangguhan keputusan Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat. 2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkatAl-KhalifahAr-Rasyidin. 3. Pemberian harapan (giving hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah. 4. Doktrin-doktrin



Murji’ah



menyerupai



pengajaran



(mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis. 8 9



. Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,Hal. 58 . Ibid







Imam Ahmad bin Hambal merincikan doktrin Murji’ah sebagai berikut10 : 1. Barangsiapa menganggap bahwa iman adalah perkataan semata tanpa perbuatan, maka ia adalah Murji’(pengikut Murji’ah). 2. Barangsiapa menganggap bahwa iman adalah perkataan dan amalan adalah syari’at, maka ia Murji’. 3. Barangsiapa menganggap bahwa iman tidak bertambah dan tidak berkuarang, maka ia berpendapat dengan pendapat Murji’ah. 4. Barangsiapa mengingkari Istisna’11 dalam iman, maka ia Murji’.







Harun Nasution dalam bukunya “Teologi Islam” menyebutkan ada ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yakni 12: 1. Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bn Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak. 2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar. 3. Menyerahkan meletakkan iman dari pada amal. 4. Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.



10



. Ummu Tamim Izzah binti Rasyad, Menyingkap Aliran dan Paham Sesat, Hal.



130 11



Istisna’ dalam iman adala seseorang mengatakan : Saya Mukmin, Insya Allah. Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Jakarta, UI Press Hal. 22-23 12







Sedangkan Abu A’la Al-Maturidi menyebutkan 2 doktrin pokok perihal ajaran Murji’ah, yaitu 13: 1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul saja. Adapun amal tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar. 2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada



iman



di



hati,



setiap



maksiat



tidak



dapat



mendatangkan madarat atau gagasan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.



C. Sekte-sekte Murji’ah



Ada



banyak



sekali



pendapat



mengenai



pengklasifikasian



(pengelompokan) sekte-sekte Murji’ah, bahkan dikalangan pendukung Murji’ah sendiri. Yang menjadi dasar dari perbedaan tersebut adalah tidak “seragam” nya para pengamat terhadap klaim tokoh



yang ada. Ada



beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh satu pengamat sebagai pengikut Murji’ah, namun tidak diklaim oleh pengamat yang lain. Secara garis besar, Harun Nasution mengklasifikasikan Murji’ah menjadi 2 golongan, Moderat dan Ekstrim14. •



Golongan Moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir dan tidak abadi di dalam neraka. Mereka



13



. Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,Hal. 59 . Harun Nasution, Teologi Islam. Hal.24



14



disiksa sesuai besar dosanya, dan bila diampuni Allah mereka tidak akan masuk neraka sama sekali •



Golongan Ekstrim berpendapat sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, maka ia tidak dihukumi kafir15. Adapun yang termasuk



golongan



Ekstrim



adalah



Al-Jahmiyah,



Ash-



Shalihiyah, Al-Yuusiah, Al-Ubuaidiyah dan Al-Hasaniyah. Al- Jahmiyah, Kelompok Jahm bin shafwan dan







para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat didalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia. Ash-Shalihiyah, Bagi kelompok pengikut Abu Al-







Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan, sedangkan Kufur adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka solat tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan .Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah



ibadah



melainkan



sekedar



mengamabrkan



kepatuhan. 



Kaum Yunusiyah yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa ”iman” itu adalah mengenai Allah, dan menundukkan diri pada-Nya dan mencintai-Nya sepenuh hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya, seperti ”taat” misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan



15



Hal.61



Yusran Asmuni, Pengantar Ilmu Tauhid, CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta 1988,



bukanlah iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar. 



Hasaniah, menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, “Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakan babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”.16



Ash-Syahrastani mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut : •



Murji’ah Khawarij







Murji’ah Qadariyah







Murji’ah Jabariyah







Murji’ah Murni







Murji’ah Sunni17



Sedangkan Khalid Bin Ali Bin Muhammad Al-anbari, mengkalasifikasikan sekte-sekte murji’ah sebagai berikut 18 : •



Jahmiyah, Pengikut Jahm bin Shufwan







Karamiyah, Pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany







Yunusiyah, Pengikut Yunus As-Samary







Marisiyah, Pengikut Basr-Al-Murisy



16



. Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,Hal 61 . As-Syahrastani, Al-Milal..Hal.162 18 . Khalid Bin Ali Bin Muhammad Al-anbari, The Murji’ah…. Hlm 10 17







Tumaniyah,







Shabibiyah, Pengikut Muhammad bin Syabib







Ghilaniyah, Pengikut Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy







Shamariyah, Pengikut Abu Samr dan Yunus







Salihiyah, Pengikut Abu Musa As-Shalihi







Thawbaniyah







Najjariyah, Al-Husain bin Muhammad An-Najr







Ghassaniyah



BAB III KESIMPULAN



1. Murji’ah berasal dari kata kalimat ‫ إرجأ‬atau ‫أرجأ‬ (mengangguhkan). Lahir saat masa ke khalifahan Utsman bin affan dan Ali bin Abi Thalib. Dan semakin memperlihatkan keberadaannya pasca peristiwa tahkim. 2. Ajaran pokok Murji’ah didasarkan pada sumber dari gagasan atau dokrtin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan,baik politik maupun teologi. 3. Ada beberapa versi sekte-sekte Murji’ah, ini terjadi karena adanya beda pendapat antara pengamat teologi.



Daftar Pustaka



A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, PT. Pustaka Al Husna Baru, Jakarta Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung As-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal



Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Jakarta, UI Press Khalid Bin Ali Bin Muhammad Al-anbari, The Murji’ah Of The Era, Transleted by : Abu hayyaan Salal ibn Ahmad, Salafimanhaj Ummu Tamim Izzah binti Rasyad, Menyingkap Aliran dan Paham Sesat, Pustaka Imam Ahmad, Jakarta Yusran Asmuni, Pengantar Ilmu Tauhid, CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta Al-Mustafa.com Waqfeya.com