Mikrobiologi Farmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sterilisasi Teknik Aseptis Uji Sterilitas F EBI IS HFAHANI



Steril 2



Steril = bebas dari keberadaan mikroorganisme hidup



Sterilisasi 3  Sterilisasi yaitu proses mematikan atau menghilangkan



mikroorganisme termasuk sporanya dari suatu bahan atau benda.



• Mematikan MO  secara fisika atau kimia • Menghilangkan MO  secara penyaringan • Proses sterilisasi tdk boleh merubah kualitas bahan yang disterilisasi



METODE / CARA STERILISASI 4



Cara Fisika : 1. Pemanasan 2. Penyaringan (Filtrasi) 3. Radiasi pengion Cara Kimia: 1. Aliran Gas 2. Desinfektan



Cara sterilisasi yang dipilih tidak boleh menyebabkan perubahan sediaan dan zat yang disterilkan



PEMANASAN  Untuk sediaan/zat yang tahan terhadap panas 5



Cara Fisika



Sterilisasi dg uap air dibawah tekanan 6



 Alat: Autoklaf  Paling efektif dan memberikan hasil



memuaskan  Tekanan berlebih dari uap air  menaikkan suhu di atas 1000C .  Uap air jenuh suhu 1210C  mematikan m.o vegetatif dalam 1-2 menit dan mematikan semua spora bakteri tahan asam.  Efektifitas sterilisasi tergantung :  Suhu yang tinggi  Banyaknya panas laten  Kemampuan mengadakan kondensasi  Penurunan volume uap air saat terjadi kondensasi



UDARA KERING 7



Dengan Oven



 butuh waktu lebih panjang  butuh suhu lebih tinggi  mikroorganisme mati teroksidasi



• Sterilisasi dengan suhu antara 150-170 o C selama 14 jam Digunakan untuk sterilisasi : Alat-alat gelas yang tidak berskala, Bahan : minyak lemak, parafin, petroleum, gliserin, propilenglikol, dan serbukserbuk yang tahan panas tinggi



Dalam lemari pengering (Oven) 8



 Sterilisasi dengan suhu antara 150-170 oC



selama 1-4 jam  tergantung banyaknya zat dan alat yang disterilisasi  pengisian terlalu banyak  memperpanjang waktu penetrasi.



 Digunakan untuk sterilisasi : 







Alat-alat gelas yang tidak berskala dan alat bedah Bahan : minyak lemak, parafin, petroleum, gliserin, propilenglikol, serbuk-serbuk yang tahan panas tinggi seperti : kaolin, talk, ZnO



2. PENYARINGAN / FILTRASI 9



• Sterilisasi menggunakan filter/saringan bakteri digunakan pada produk: Bahan atau produk berupa cairan Bahan yang tidak tahan panas (rusak karena panas) Bahan yang tidak dapat disterilkan dengan cara sterilisasi lain.



3. STERILISASI RADIASI  Menggunakan sinar elektromagnetik atau partikel 10



pengion  Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dg materi.  Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.



4. Sterilisasi dgn Aliran Gas 11



Sterilisasi dilakukan dalam ruang/chamber sterilisasi  Prinsip: mengalirkan gas yang



mudah menguap dalam bentuk asap



 Contoh Gas: Etilen Oksida.



Etilen oksida bersifat toksik  mudah menguap , sedikit/tidak meninggalkan residu.



Teknik Aseptik 12



 Mengacu kepada prosedur yang dilakukan pada



kondisi steril



 Termasuk Teknik laboratorium dan medis dalam



menangani sel biakan atau jaringan manusia untuk transplantasi



Tujuan teknik aseptic dalam mikrobiologi 13  Mencegah kontaminasi mikroorganisme tertentu



dari bahan yang sedang kita kerjakan



 Mencegah kontaminasi mikroorganisme dari



ruangan atau orang ke dalam bahan yang sedang kita kerjakan



Sumber kontaminasi  udara  pernapasan  tangan  pakaian  rambut  permukaan kerja  peralatan



14



Apa yg harus di sterilisasi dalam proses aseptic? 15  media biakan  cairan atau pelarut  pereaksi  wadah  peralatan



Teknik Aspetik secara Umum 16



1. Lakukan desinfeksi area kerja sebelum kerja untuk



mengurangi potensi kontaminasi pada permukaan meja kerja



 Lakukan desinfeksi kembali setelah selesai kerja



untuk melindungi yang lain dari kontaminasi



Teknik Aspetik secara Umum 17



2. Pijarkan alat inokulasi (jarum ose) sebelum dan



sesudah mentransfer bakteri



 Jangan simpan ose di permukaan meja jika tidak



yakin ose tersebut sudah dipijar. (Jika ragu, pijarkan dahulu)



Teknik Aspetik secara Umum 18



2. Pijarkan alat inokulasi (jarum ose) sebelum dan



sesudah mentransfer bakteri



 Jangan simpan ose di permukaan meja jika tidak



yakin ose tersebut sudah dipijar. (Jika ragu, pijarkan dahulu)



Teknik Aspetik secara Umum 19



3. Pijarkan bagian mulut tabung reaksi atau alat



gelas yang terbuka sebelum mengambil bakteri dari alat tersebut, dan pijar juga setelahnya



Pijarkan bagian alat wadah yang terbuka sebelum dan setelah prosedur transfer selesai



Teknik Aspetik secara Umum 20



4. Jangan simpan tutup wadah bakteri pada



permukaan meja kerja



Teknik Aseptik secara Umum 21



5. Bekerja dengan cepat dan efisien untuk



meminimalisasi waktu biakan terpapar terhadap lingkungan



Teknik Aseptik secara Umum 22



Uji Sterilitas



Tujuan Untuk menetapkan suatu bahan yang harus steril memenuhi syarat sterilitas



Prasyarat pengujian sterilitas 1. Tes uji dilakukan oleh personal terlatih 2. Tes uji dilakukan di lingkungan ruang bersih terkendali (clean room) 3. Personal harus menggunakan perangkat pakaian yang sudah disterilisasi



Prasyarat pengujian sterilitas 4. Semua alat/perlengkapan yang kemungkinan akan digunakan dan bersentuhan dengan bahan uji harus disterilisasi sebelumnya



Prasyarat pengujian sterilitas 5. Semua bahan yang akan digunakan dan atau ditambahkan ke bahan uji harus disterilisasi sebelumnya 6. Semua wadah, bahan atau pakaian luar yang akan digunakan harus dikemas dan tertutup



Prasyarat pengujian sterilitas 7. Semua permukaan luar dari peralatan yang menjadi bagian dari lingkungan tes aseptik harus bebas kontaminasi



Ketentuan hasil • Jika terdapat kontaminasi mikroba  bahan tidak memenuhi syarat. • Jika terdapat kegagalan menunjukkan adanya kontaminasi mikroba  bahan memenuhi syarat



Metode • Metode Inokulasi langsung



• Metode Penyaringan membrane :  Metode terbuka (open funnel)



 Metode sistem tertutup (close system)



Metode • Metode Inokulasi langsung



Metode • Prinsip pengujian metode Inokulasi langsung



Pengamatan hasil



Metode • Metode Penyaringan membran



* Senyawa Aktif dari Mikroba (Enzim Amilase)



Metabolit Mikroba 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Vitamin Antibiotik Pigmen Enzim Protein dll



Apa yang anda ketahui ??



1.Katalis Biologis 2.Menurunkan energi aktivasi 3.Mempercepat reaksi 4.dapat dipakai kembali



Katalis Biologis – mempercepat reaksi



Tanpa Katalis



dengan Katalis



Enzim pada manusia



Pencernaan karbohidrat



Kerja amilase Enzim amilase mengkatalisis pemecahan pati menjadi gula



Sumber Amilase • Tanaman • Hewan • Mikroba



Tanaman mengandung Amilum Subtrat produksi amilase mikroba



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



Stok



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



+ 9 Tabung



10-1



10-2



9 mL air steril



10-3



10-4



10-5



10-6



10-7



10-8



10-9



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



10-1



10-2



10-3



10-4



10-5



10-6



10-7



10-8



10-9



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



10-5



10-6



10-7



10-8



10-9



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



10-5



10-6



10-7



10-8



10-9 1 mL Sebarkan (spread) ke atas cawan petri



NA + Pati



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase Inkubasi 48 sd 72 jam



teteskan Lugol (Iodine)



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



teteskan Lugol (Iodine)



Isolasi Mikroba Penghasil Enzim Amilase



teteskan Lugol (Iodine)



sebelum ditetesi lugol



setelah ditetesi lugol



Reaksi Amilum dengan Iodin



Koloni mikroba dengan Amilase Positif



Produksi Amilase Isolat Mikroba penghasil enzim Amilase Prekultur dlm media cair Inkubasi 24 jam Fermentasi dlm media kultur + Substrat Inkubasi 120 jam



Produksi Amilase



Fermentasi dlm media kultur + Substrat Inkubasi 120 jam



Produksi Amilase Fermentasi dlm media kultur + Substrat Inkubasi 120 jam Disentrifugasi



Supernatan diambil Pelet Sel dibuang sel bakteri



mengandung enzim amilase



Ekstrak Enzim Kasar



Pemurnian Amilase



Ekstrak Enzim Kasar



Pemurnian Amilase Ekstrak Enzim Kasar + Amonium Sulfat



Amilase mengendap Ambil endapan dg sentrifugasi + Buffer Posfat



Enzim Amilase Murni



Produksi Amilase Dalam produksi dapat ditambahkan Ko-substrat, seperti: • Maltosa Galaktosa • Glukosa Sukrosa



END



AKTIVITAS BIOKIMIA MIKROORGANISME



Tujuan identifikasi mikroba Mikroorganisme harus diidentifikasi karena: • ada yang pathogen • nilai ekonomis untuk produksi • untuk isolasi dan pengembangan • untuk taksonomi



Fungsi aktivitas enzimatik • energi • sintesis • degradasi



Fungsi aktivitas enzimatik • Reaksi biokimiawi sel dapat di dalam atau di luar sel • dikendalikan oleh enzim



Endoenzim • Endoenzim atau enzim intraselular • bekerja di dalam sel • bertanggung jawab dalam sintesis komponen protoplasma • produksi energi selular



Enzim berperan dalam metabolisme produksi energi sel



Eksoenzim • Eksoenzim atau enzim ekstraselular • berkaitan dengan substansi di luar sel • Substansi BM tinggi tdk dapat masuk ke dalam sel melalui membran



Identifikasi Eksoenzim • • • •



Hidrolisis pati Hidrolisis kasein Hidrolisis lipid Hidrolisis gelatin



Identifikasi Endoenzim • • • •



Fermentasi karbohidrat Uji katalase Uji urease Uji Oksidase



Hidrolisis Pati • Pati merupakan polimer berbobot molekul tinggi • degradasi awal membutuhkan enzim ekstrasellular amilase yang menghidrolisisnya menjadi molekul lebih kecil yaitu dekstrin dan maltose • Hidrolisis akhir dikatalisi oleh maltase menjadi glukosa



Eksoenzim



Hidrolisis Kasein



Eksoenzim



• Kasein merupakan protein utama susu • Sebelum masuk ke dalam sel, protein akan di degradasi menjadi pepton, polipeptida, dipeptide dan unit pembangun asam amino • Proses dikatalisis enzim ekstraselular yaitu protease • Protease memutus ikatan peptida (CO-NH) menjadi asam amino



Hidrolisis Lipid



Eksoenzim



• Lipid seperti trigliserida memerlukan lipase yg akan memutuskan ikatan ester dan menggabungkan dengan molekul air menjadi gliserol dan asam lemak



Hidrolisis Gelatin



Eksoenzim



• Gelatin merupaka protein tak lengkap karena tidak mengandung triptofan • DI bawah suhu 2 0C gelatin berbentuk gel dan suhu diatasnya berbentuk cair • Mikroba mampu mencairkan gelatin dengan gelatinase dan menghidrolisisnya menjadi asam amino, • Pada keadaaan terhidrolisis gelatin ini tdk berbentuk gel meskipun suhu < 4 0C



Fermentasi Karbohidrat



Endoenzim



• Sebagian besar mikroba memperoleh energi melalui serangkaian reaksi enzimatik yg bekerja sesuai uurutan dan terintegrasi untuk melangsungkan biooksidasi substrat karbohidrat • Beberapa mikroorganisme dapat memfermentasi gula seperti glukosa secara anaerobic maupun aerobik



Biooksidasi



Endoenzim



Lintasan utam biooksidasi: Respirasi selular • Aerobik: biooksidasi dengan oksigen bebas • An Aerobik: biooksidasi dengan oksigen yg terikat ion anorganik seperti NO3- atau SO42Fermentasi Proses biooksidasi yg tdk memerlukan oksigen dan substratnya bahan organik



3 Jalur utama katabolisme



Uji TSIA



Endoenzim



• Uji Triple Sugar Iron Agar bertujuan membedakan berbagai genus Enterbacteriaceae yg semuanya bakteri gram negative • Bakteri ini memfermentasi glukosa menghasilkan asam



Identifikasi Mikroba Pewarnaan Febi Ishfahani



Fungsi pewarnaan • Memberi warna pada sel-sel atau bagian- bagian lain, sehingga menambah daya kontras dan tampak jelas • Menunjukkan struktur sel • Menunjukkan distribusi dan susunan kimia sel • Membedakan mikroba satu dengan lainnya



Cara pembuatan sediaan



Pewarnaan Negatif • Agar struktur bisa diwarnai, harus memiliki afinitas tinggi terhadap pewarna. • pewarnaan negatif = struktur tdk berwarna yg lain berwarna • Contoh yg tdk terwarnai adalah kapsul bakteri • Kapsul mengandung polisakarida tertentu yang melapisi bakteri



Pewarnaan Negatif • Sifat fisika: molekul zat warna > pori bakteri • Sifat kimia: muata bakteri dan zat warna sama (negatif)



Pewarnaan Negatif vs Positif



Bakteri Gram Positif • Lapisan tebal peptidoglikan 5090% • Contoh: o Escherichia coli



Bakteri Gram Negatif • Lapisan peptidoglikan



tipis hanya 10% terletak di antara membran dalam dan membran luar



• Umumnya bakteri golongan ini bersifat pathogen • Contoh: o Staphylococcus aureus o Pseudomonas aeruginosa



Peptidoglikan • adalah komponen utama dinding sel bakteri, kaku, bertanggungjawab menjaga integritas sel dan menentukan bentuknya. • merupakan polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-Nasetil glukosamin (NAG) serta asam Nasetilmuramat (NAM), dan sebuah rantai peptida



Pewarnaan gram



• Kristal Violet (KV) terdisosiasi menjadi ion positif KV+ dan ion negative klorida (Cl-)



• Ion-ion tersebut akan berpenetrasi ke dinding sel gram+ dan gram• Iodida (I− atau I3-) berinteraksi dengan KV+



Mikrobiologi Farmasi Antiseptik & Desinfektan



Febi ishfahani



Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi 1



Definisi • Antiseptik vs Desinfektan, apa bedanya



?



Desinfeksi ??



2



Definisi • -sid, -sidal membunuh



• -statik, -statis mencegah pertumbuhan 3



Sejarah • Bangsa Arab mengenal bahwa membakar luka dengan logam yang membara (kai) dapat mencegah infeksi. • Ahli bedah Prancis menggunakan kuning telur (suplai lisozim), terpentin (bahan pembakar kimiawi), dll., untuk mengobati luka



4



Sejarah



(lanjutan)



• Semmelweis menggunakan chlorinated lime untuk mencuci tangan para dokter bedah. • J.Lister menggunakan asam karbol untuk mencegah infeksi akibat pembedahan.



5



Dasar pemilihan antiseptik/desinfektan



• Karakteristik senyawa • Tantangan Mikrobiologi – Mycobacterium – Sel vegetatif bakteri – Spora bakteri – Fungi – Virus – Protozoa – Prion



6



Dasar pemilihan antiseptik/desinfektan (lanjutan)



• Aplikasi • Faktor Lingkungan • Toksisitas



7



Faktor yang mempengaruhi Efektivitas Antiseptik • • • • • •



lama pemaparan Lingkungan fisika/kimia (pH) Keberadaan senyawa organik Suhu Jenis & jumlah Organisme Komposisi senyawa



8



Mekanisme Kerja Antiseptik • mendehidrasi (mengeringkan) • mengoksidasi • mengkoagulasi Contoh antiseptic: asam borat, dan triclosan



9



Asam Borat • Antiseptik lemah • Non-iritan • optimum saat dilarutkan dalam air perbandingan 1:20



10



Triclosan • dalam sabun, pasta gigi, obat kumur, deodoran, dan lain-lain. • daya antimikroba spektrum luas dan sifat toksisitas minim.



11



Triclosan (lanjutan) • Mekanisme: menghambat biosintesis lipid  membran mikroba kehilangan kekuatan dan fungsinya 12



Desinfektan • Aplikasi  benda mati • tidak dapat membunuh spora



13



Kriteria – Desinfektan Ideal 1. Bekerja dengan cepat, bias di suhu kamar 2. Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, T dan rH 3. Tidak toksik pada hewan dan manusia 4. Tidak korosif 5. Tidak berwarna dan meninggalkan noda 14



Kriteria – Desinfektan Ideal (lanjutan)



6.Tidak berbau/ baunya disenangi 7.Bersifat biodegradable/ mudah diurai 8.Larutan stabil 9. Mudah digunakan dan ekonomis 10.Aktivitas berspektrum luas



15



Variabel – dalam Desinfektan 1. 2. 3. 4.



Konsentrasi Waktu Suhu Keadaan medium sekeliling PH dan benda asing akan mempengarui proses desinfeksi



16



Kategori – Aktivitas Desinfektan 1. Aktivitas Tinggi 2. Aktivitas menengah 3. Aktivitas Rendah



17



Desinfektan – Aktivitas tinggi • •



Contoh: Glutaraldehid, Hidrogen Peroksida, Peracetic Acid dan Senyawa Klorin. Digunakan untuk sterilisasi alat: • Endoskopi dan Sitoskopi • Peralatan bedah dengan komponen plastik



18



Desinfektan – Aktivitas menengah • •







Tidak efektif membunuh spora Termasuk: Alkohol, Iodophore, dan Fenol Digunakan untuk: – –



Laringoskopi Endoskopi



19



Desinfektan – Aktivitas rendah • •







Banyak organisme tetap hidup terpapar desinfektan kelas ini. Digunakan untuk sesuatu yang kontak dengan pasien tetapi tidak boleh penetrasi ke dalam jaringan. Contoh: Stetoskop



20



Klasifikasi Antiseptik Desinfektan



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Halogen (Klorin, Iodin) Alkohol Amonium kuartener Aldehid (Formaldehid, Gulataraldehid) Kalium permanganat Fenol Senyawa Pengoksidasi Garam Logam Berat Senyawa Aktif Permukaan Desinfektan bentuk gas 21



1. Golongan – Halogen Halogen: i. Klorin & Klorofor ii. Iodin iii. Iodofor Biasa digunakan sebagai desinfektan Bacterisidal, sporisidal and virusidal



22



1a. Klorin dan Klorofor  Dalam bentuk: • Bubuk pemutih, • Natrium Hipoklorit (NaOCl) • Kloramin  Desinfeksi akan melepaskan klorin bebas.  Bereaksi dengan air membentuk Asam Hipoklorit (HOCl).  Bersifat Bacterisidal, virusidal, fungisidal and sporisidal.  Digunakan dalam pengolahan water, kolam renang, industri makanan dan minuman. 23



1a. Klorin dan Klorofor • Mekanisme kerjanya adalah menghambat oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. • Kelebihan : spektrum luas (bakterisid, sporosid, fungisid, dan virusidal) • Kelemahan: menimbulkan korosi pd PH rendah • Klorofor adalah persenyawaan yang bisa melepaskan asam hipoklorid serta bersifat germisidal. Banyak digunakan untuk desinfektan benda mati dan alat bedah. 24



1b. Iodin • Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. • Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. • Kelebihan :Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri 25



1b. Iodin • Kelemahan: aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 atau dan mahal. • tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C



26



1c. Iodofor • Yang banyak digunakan adalah Povidon Iodine dan Polivinilpirolidon • Povidon Iodine 10% mengandung 1% Iodin. • Contoh: Betadin. • Digunakan untuk profilaksis pada infeksi pasca operasi 27



2. Alkohol • Contoh: Etanol Isopropanol Benzil Alkohol



28



2. Alkohol • Umumnya digunakan etil alkohol dan isopropil alcohol dengan konsentrasi 6090%, tidak bersifat korosif terhadap logam, cepat menguap, dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet atau plastik. • Mekanisme kerja: denaturasi protein • Tidak aktif terhadap spora dan virus • Isopropil alkohol lebih disukai dibanding etil alkohol karena lebih bakterisid 29



2a. Alkohol - Etanol • Tidak aktif terhadap spora • Kadar 70% membunuh hampir 90% bakteri kulit. • Iritatif jika pemakaian lama • Tidak untuk desinfektan luka terbuka karena rasa pedih dan memperberat luka. • Dalam bentuk aerosol sebagai desinfektan alat respirasi 30



2b. Alkohol - Isopropanol • Kadar >70% lebih efektif dari etanol, tapi lebih iritan. • Bau lebih tajam dari etanol. • Sebagai campuran germisid lainnya.



31



2c. Alkohol – Benzil alkohol • Pada kadar 90% untuk pemasangan kateter intravena. • Sebagai pengawet pada obat tetes mata.



32



3. Amonium Quarterner • Amonium kuartener merupakan garam ammonium dengan substitusi gugus alkil pada beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya • Umumnya yang digunakan adalah lauril dimetil benzyl klorida • digunakan untuk mematikan bakteri gram positif, namun kurang efektif terhadap bakteri gram negatif 33



4. Aldehid • Formaldehida • Glutaraldehid



34



4a. Aldehid - Formaldehida • Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi efektif sekitar 8% • Formaldehida merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan.



35



4a. Aldehid - Formaldehida • Aktivitas: bakterisid, sporosid, virusidal • Digunakan dalam bentuk: gas, cairan • Jarang dipakai sebagai antiseptik lokal karena tidak aman. • Kegunaan:



– Sterilisasi vaksin bakteri – Persiapan pembuatan vaksin toxoid dari toksin – Membunuh suspensi dan biakan bakteri – Menghancurkan spora antrax di rambut dan wool 36



4b. Aldehid - Glutaraldehid • Efektif melawan bakteri, jamur, dan virus (10x lebih kuat dari formaldehida). • Toksisitas dan Iritan terhadap kulit dan mata lebih kecil dibanding formaldehid • Jenis: Glutaraldehid fenat dan Suksinid aldehid • Digunakan sebagai: Sterilisasi: sitoskopi, endoskopi, bronkoskopi Untuk sterilisasi masker wajah, dll alat bedah plastik Desinfektan alat hemodialisis 37



5. Kalium Permanganat • Kalium permanganat merupakan zat oksidan kuat namun tidak tepat untuk disinfeksi air. • Penggunaan senyawa ini dapat menimbulkan perubahan rasa, warna, dan bau pada air. • Meskipun begitu, senyawa ini cukup efektif terhadap bakteri Vibrio cholerae 38



6. Fenol • merupakan bahan antibakteri yang cukup kuat dalam konsentrasi 1-2% dalam air, umumnya dikenal dengan lisol dan kreolin • Fenol dapat diperoleh melalui distilasi produk minyak bumi tertentu • Fenol bersifat toksik, stabil, tahan lama, berbau tidak sedap, dan dapat menyebabkan iritasi.] 39



6. Fenol • Mekanisme kerja senyawa ini adalah dengan penghancuran dinding sel dan presipitasi (pengendapan) protein sel dari mikroorganisme sehingga terjadi koagulasi dan kegagalan fungsi pada mikroorganisme tersebut.



40



6. Fenol (lanjutan) • Senyawa turunan fenol yang sering digunakan: 1. 2. 3. 4.



Kresol Klorhexidin Klorxylenol Hexaklorophene



41



6a. Fenol - KRESOL •



• •



Lysol adalah larutan kresol dalam sabun. Spektrum luas. Digunakan untuk: 1. Sterilisasi bahan gelas 2. Pembersih lantai



42



6b. Fenol - KLORHEXSIDIN Contoh: Savlon – (Chlorhexidine and Cetrimide) Aktif melawan Gram positif dibanding Gram negatif Kerja baik sebagai fungisidal. Tidak aktif terhadap spora dan sedikit aktivitas terhadap virus



43



6c. Fenol - KLORHYLENOL Contoh: Dettol Toksisitas dan iritasi kecil. Mudah diaktivasi oleh senyawa organik Tidak aktif terhadap Pseudomonas.



44



6b. Fenol - HEXAKLOROFEN



• Lebih aktif terhadap gram positif. • Bakteriostatik pada pengenceran. • Pemakaian pada kulit sebagai profilaksis (pencegahan) melawan infeksi staphylococcus. • Bersifat racun dan harus digunakan secara hati-hati. 45



7. Senyawa Pengoksidasi Hidrogen Peroksida Konsentrasi efektif 3-6% Membunuh spora pada konsentrasi 10- 25% Untuk desinfeksi: Lensa kontak Alat bedah berbahan plastik Implan plastik 46



8. Garam Logam Berat Garam dari logam berat bersifat toksik terhadap bakteri. • Garam tembaga, perak dan raksa digunakan sebagai desinfektan. • Bekerja dengan cara mengkoagulasi protein bakteri. • Raksa Klorida, pernah digunakan sebagai desinfektan (sangat beracun). • Thimersol dan mercurochrome sedikit beracun • Garam tembaga digunakan sebagai fungisida.



47



9. Senyawa Aktif Permukaan • Bahan yang mempengaruhi sifat tegangan permukaan disebut senyawa aktif permukaan atau Surfaktan. • Jenis: Anionik Kationik Nonionik Amfoterik 48



9a. Anionik • Contoh: sabun • Bersifat detergen kuat tapi antimikroba lemah. • Aktifitas kuat pada pH asam. • Efektif terhadap Gram Positif.



49



9b. Kationik :



• Senyawa Amonium Quarterner adalah surfaktan kationik paling penting. • Bakterisid untuk berbagai organisme (Gram positif lebih reaktif). • Contoh: – Acetyl trimethyl ammonium bromide (cetavalon atau Cetrimide) – Benzalkonium chloride.



50



9c. Senyawa amfoterik • Memiliki aktifitas anionik sebagai detergen dan kationik sebagai antimikroba. • Spektrum luas terhadap Gram positif, gram negatif, dan beberapa virus.



51



10. Desinfektan Bentuk Gas • Gas formaldehid • Gas Ethylene oxide • Betapropiolacton e



52



10a. Gas Formaldehid: • Digunakan untuk fumigasi ruang operasi, laboratorium, dll. • Pintu harus rapat terisolasi dan tidak dibuka selama 48 jam. • Gas sangat beracun dan iritasi bila terhirup. • Setelah selesai sterilisasi, gas dinetralisir dengan pemaparan gas amonia.



53



10b. Gas Etilen oksida: • Cairan tidak berwarna dengan titik didih 10.7°C. • Efektif terhadap semua jenis mikroorganisme termasuk spora bakteri dan virus. • Berbahaya terhadap manusia: karsinogenik, mutagenik • Mudah terbakar. • Digunakan untuk sterilisasi peralatan berbahan plastik dan karet, respirator, mesin pacu jantung, peralatan kedokteran gigi, dll. 54



10c. Gas Betapropiolactone : • Merupakan produk hasil kondensasi dari Ketane dan formaldehid. • Titik didih = 163°C. • Konsentrasi pemakaian 0.2%. • Efektif melawan semua jenis organisme termasuk virus. • Lebih efisien dibanding formaldehid untuk fumigasi. • Digunakan pada proses inaktivasi produksi vaksin. 55



Koefision Fenol • adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikroba dibanding dengan fenol. • Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas suatu antiseptik/disinfektan. • Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Dan Sebaliknya. 56



Uji Koefision Fenol • Prinsip: membandingkan aktivitas suatu produk (antiseptik/desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama • Cara uji koefesien fenol adalah Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu



57



Selesai



59



Febi Ishfahani



1







 







Bahan baku Air murni (Purified Water) Produk Farmasi Steril (Sterile Pharmaceuticals) Produk Farmasi Non-Steril (Non-Sterile Pharmaceuticals)



2



3











Bahan baku untuk produk farmasi dapat berupa bahan kimia atau bahan yang berasal dari alam Bahan yang berasal dari alam lebih cenderung terkontaminasi mikroorganisme lebih berat dibandingkan bahan sintetik kimia



4



1.



2.



3. 4.



5.



Bahan baku hasil sintesis atau ekstrak bahan alam yang sudah dimurnikan (ratarata 10 cfu/g atau mL) Bahan baku hasil sintesis dan dari bahan alam (rata-rata 102 cfu/g atau mL) Ekstrak tanaman (rata-rata 103 cfu/g atau mL) Produk hewan atau tanaman yang sedikit mengalami proses (rata-rata 104 cfu/g atau mL) Produk hewan atau tanaman yang tidak mengalami proses (rata-rata 105 cfu/g atau mL) 5



      



Bacillus Enterobacteriaceae Staphylococcus Aspergillus Penicillium Mucor Rhizopus



E.coli



Salmonella



6



Air minum (potable water) : tidak boleh ada Coliform bacilli per 100 ml Air untuk injeksi :











◦ ◦ ◦ 



< 0,25 endotoksin unit (EU) per ml. Batas mikroba < 10 cfu per 100 ml Tidak ada Pseudomonas



Air untuk sediaan non-steril :



o Kisaran dari 1100



3



3



2



1100



3



3



1



500



3



3



0



200



3



2



3



290



3



2



2



210



3



2



1



150



3



2



0



90



3



1



3



160



3



1



2



120



3



1



1



70



3



1



0



40







 



1. Pre enrichment → jika perlu 2. Enrichment → media selektif/ tidak selektif 3. Isolasi → media selektif : jika tumbuh → positif Jika negatif → percobaan stop → bebas mikroba



 



4. Konfirmasi → test biokimia→ test gen DNA 5. Identifikasi → jika perlu







1. Sampel Jumlah sampel : - representatif, - mewakili batch  MAKANAN



Tergantung tingkat bahaya : Salmonella → 100 g Bakteri lain → 25 g  OBAT / KOSMETIKA 10 g MAHAL → 1 atau 5 g







Penyiapan sampel



◦ Homogenkan → gerus dalam lumpang steril homogenizer lain



◦ Buat larutan/ suspensi/ emulsi → 10 % b/v cairan pendispersi



◦ Komposisi cairan pendispersi :



 Syarat: 1. memungkinkan terjadinya suspensi dari mikroba yang ada → dispersi dalam fasa air 2. melindungi bentuk vegetatif mikroba 3. tidak memperlambat penyaringan dengan membran filter 4. menginaktifkan bahan penghambat pertumbuhan mikroba



◦ Contoh : - NaCl 0,9% isotonis - cairan Ringer - Dapar Fosfat berpepton ◦ Pengadukan



 Tujuan: membebaskan bakteri dari sampel tetapi tidak merusak mikroba lainnya  Umum: kecepatan sampai 20.000 rpm selama 2 – 3 menit



◦ Lama mikroba dalam cairan pendispersi  Paling lama 2 jam sebelum inokulasi







Beberapa pedoman untuk sediaan kosmetika ◦ 1. Patokan  Harus dilakukan segera begitu sampel tiba.  Jika tidak mungkin, simpan dalam suhu kamar



 ≠ suhu dingin  ≠ suhu inkubasi  Periksa kemasan  Lakukan desinfektan kemasan sebelum dibuka; dengan cara: campuran alkohol 80v/v dengan HCl 1%v/v keringkan dengan kasa steril



◦ Untuk analisis: ambil 10 g sampel jika > 10 g/ml ◦ Jika < ambil seluruhnya ◦ Jika hanya 1 sampel, padahal harus melakukan uji mikrobiologi, uji biokimia, uji toksikologi dll → yang lebih dulu dilakukan : uji mikrobiologi ◦ Jika sampel hanya 5 g (ml), maka:  Untuk uji mikrobiologi: 1 – 2 g  Uji yang lain: sisanya







A. Cairan ◦ 10 ml sampel + 90 ml cairan pendispersi → ad 100 ml







B. Padat/ serbuk



◦ Timbang 10 g → gerus dengan 10 ml Tween 20 steril ◦ Buat suspensi → ad 100 ml







C.Krim/ sediaan dasar minyak ◦ Timbang sesuai kebutuhan ◦ + 1 ml minyak mineral steril ◦ Gerus homogen



 



+ 1 ml Tween 80 steril → pasta + kan sedikit demi sedikit cairan pendispersi → encerkan → ad sampai konsentrasi 0,1 g/ml



D. Aerosol dari serbuk sabun, cairan dll



Dekontaminasi mulut aerosol, semprotkan isi aerosol sejumlah tertentu kedalam botol berisi cairan pendispersi/ media yang telah di tara



E. Campuran sediaan A s/d D Buat pengenceran 10



–1



– 10



-4



     



Uji sterilitas langsung, sterilitas alat kesehatan. Uji sterilitas cara penyaringan, sterilitas obat. Uji antibiotik. Uji angka lempeng, kapang/khamir total. Uji Most Probably Number coliform, faecal coliform. Identifikasi Salmonela, E.Coli, C.albicans, B. cereus, Aspergilus flavus, Shigella sp metode pengkayaan.











  



Identifikasi Enterococci, S.aureus, B.anthracis, P.aeruginosa, V.cholerae, V.parahaemolyticus metode pengkayaan. Identifikasi C.perfringens, C.tetani, C.botulinum, Listeria monocytogenes metode pengkayaan. Uji koefisien fenol. Uji efektifitas pengawet. Uji cepat bakteriologi menggunakan kit.







terimakasih



UJI POTENSI ANTIMIKROBA FEBI ISHFAHANI



UJI POTENSI ANTIMIKROBA Metode Difusi Agar



Metode Dilusi



• Metode Cakram • Metode Sumur • Metode Slilinder



• Uji KHM dengan tabung reaksi • Uji dengan Microtube



Mengapa Antimikroba perlu ditentukan Potensinya ? • Penggunaan antimikroba yg meningkat kadarnya, menyebabkan meningkat pula resistensi berbagai mikroba patogen terhadapnya • Efektivitas antimikroba sangat tergantung pada kadar dan kekuatan zat aktifnya • Kadar  jumlah per satuan berat/volume • Potensi  ukuran kekuatan atau daya bunuh zat aktif terhadap mikroba • Respons mikroba thd antimikroba berbeda-beda, umumnya bersifat SPESIFIK dan SENSITIF



Prinsip Uji Potensi Antimikroba (berdasar FI IV 1995)



• Estimasi potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya, terkalibrasi dengan baik dan umum digunakan sebagai rujukan • Tujuan: sebagai standar utk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas (potensi) antibiotik terhadap mikroba



Potensi Antimikroba • Potensi Antimikroba adalah kekuatan suatu antibiotika dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroba. Satuannya dalam IU/mg (iu=international unit) atau µg/mg • Penetapan potensi antibiotika secara mikrobiologi merupakan metode penetapan pada sistem hayati (mikroorganisme) • Dilakukan pada : – HILIR : Pemantauan Potensi Antibiotik terhadap mikroba Uji / Terjadinya Resistensi antibiotik pada mikroba – HULU : Penemuan zat aktif antibiotik baru



Potensi Antimikroba • Prinsip : membandingkan respon mikroba uji yang peka terhadap percobaan dalam kondisi yang sama terhadap zat baku pembanding (standar) atau zat uji • Baku standar : zat/senyawa yg sudah diketahui kemurnian dan kekuatan / potensinya • Mikroba yang digunakan adalah mikroorganisme yang diketahui kemurnian dan susceptibilitasnya



Potensi Antimikroba • Cara analisis : – Metode difusi agar (lempeng) – Metode dilusi (Turbidimetri)



• Respon yang diamati : – Efek hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji yang ditentukan oleh daerah bening (inhibition zone) di sekeliling zat uji (cara difusi) – Kekeruhan (turbiditas) yg ditimbulkan oleh pertumbuhan mikroba dalam medium cair (cara turbidimetri) menggunakan tabung reaksi dan spektrofotometer



METODE DIFUSI AGAR & TURBIDIMETRI 1. DIFUSI AGAR • Prinsip : zat antimikroba yang akan diuji berdifusi dari reservoir ke dalam medium agar yg telah diinokulasi dengan mikroba uji. • Inkubasi selama waktu tertentu, kemudian diamati adanya hambatan pertumbuhan mikroba uji dan diukur diameter hambatannya • Diameter hambatan yang terbentuk dibandingkan dengan diameter baku standar



2. CARA TURBIDIMETRI • Digunakan media cair, hambatan pertumbuhan mikroba uji diukur dengan menentukan kekeruhan (turbiditas) larutan dengan spektrofotometer



Bahan untuk Uji Potensi Antimikroba Bahan-bahan yang diperlukan dalam uji potensi antibiotik: • Mikroba uji • Baku pembanding biologis • Media pertumbuhan • Larutan dapar (penyangga)



Mikroba / Inokula Uji • Mikroba uji harus berasal dari galur murni, dapat memberikan respon yg bertingkat antara peningkatan konsentrasi dgn peningkatan daerah hambatannya. • Mikroba uji utk jenis antibiotik tertera pada Tabel FI IV, dipelihara pada agar miring dan diremajakan setiap minggu • Untuk cara difusi, daerah hambatan yg terbentuk harus jelas dan mudah diukur. • Untuk penetapan cara tabung, perbedaan kekeruhan pada tingkat dosis tertentu harus terlihat jelas



Penyiapan Inokula • Inokula diperbanyak dalam media cair, inkubasi dilakukan selama 24 jam hingga transmitan suspensi inokula 25% blanko • Ukuran inokula juga dapat dinyatakan sesuai dengan prosedur uji potensi antibiotika untuk jenis bakteri tertentu berdasar skala McFarland • Skala McFarland adalah standard yang digunakan sebagai referensi utk menentukan kekeruhan suspensi inokula uji, sehingga jumlah inokula sesuai dengan kisaran yang dipersyaratkan



Skala McFarland • Standard McFarland awalnya dibuat dengan mencampurkan jumlah tertentu BaCl dengan H2SO4. campuran keduanya akan menyebentuk barium sulfat yang tersuspensi, sehingga menyebabkan kekeruhan • Saat ini standard McFarland dibuat dari suspensi partikel latex yg lebih awet dan stabil. • Standard diperbandingkan secara visual dengan suspensi inokula yang ditumbuhkan pada nutrient broth. Jika suspensi inokula terlalu keruh, maka dilakukan penambahan larutan media. Jika suspensi inokula kurang keruh, maka dapat ditambahkan suspensi bakteri



Skala McFarland McFarland Standard No.



0.5



1



2



3



4



1.0% Barium chloride (ml)



0.05



0.1



0.2



0.3



0.4



1.0% Sulfuric acid (ml)



9.95



9.9



9.8



9.7



9.6



Approx. cell density (1X10^8 CFU/mL)



1.5



3.0



6.0



9.0



12.0



% Transmittance* Absorbance*



74.3 0.132



55.6 0.257



35.6 0.451



26.4 0.582



21.5 0.669



Panjang gelombang 600 nm



MacFarland 0.5 & Suspensi Inokula



18



Baku Pembanding (Biological Reference) • Baku pembanding (biological reference) ; Digunakan antibiotik yg telah diketahui kemurnian dan potensinya secara pasti. Baku pembanding ini direkomendasikan oleh WHO dan di Indonesia seperti BPOM, SPI, SPN, SBL (S=standar, B=baku, P=pembanding, L=lab, I=intern)



Media Pertumbuhan Media yang digunakan harus mendukung pertumbuhan mikroba uji dgn baik, tidak boleh mengandung zat yg bersifat antagonis ataupun yg mempengaruhi aktivitas antimikroba dari antibiotik yg diperiksa



Larutan Dapar Digunakan untuk melarutkan antibiotik yang akan diperiksa baik baku pembanding maupun sampel uji. Pemilihan larutan dapar yang digunakan disesuaikan dengan sifat dan stabilitas bahan yabg akan diuji.



Metode difusi agar • Metode analisis potensi antibiotik secara difusi agar merupakan cara yang sederhana dan hasil yg diperoleh cukup teliti. • Cara ini mrp cara terpilih dan direkomendasikan oleh International Collabotrative Study di Swedia dan FDA di AS untuk pengujian mutu antibiotik • Prinsip penetapannya yaitu mengukur luas hambatan pertumbuhan mikroba uji yg disebabkan oleh zat baku standar dan zat yg di uji • Dlm range konsentrasi tt terdapat hub yg linear antara peningkatan konsentarsi dgn luas daerah hambatan pertumbuhan mikroba uji



Faktor yang mempengaruhi luas daerah hambatan dengan cara difusi agar • • • • • • •



Ingredien / komposisi medium pertumbuhan Pemilihan medium pertumbuhan Pengaruh pH Ukuran inokulum Stabilitas mikroba uji Aktivitas antibiotika Waktu inkubasi



Ingredien medium pertumbuhan • Komposisi ingredien yg umum tdp pada komposisi pertumbuhan mo adalh ; pepton, tripton, ekstrak ragi, agar, dan mineral (Ca, Mg, Fe, NaCl, KH) • NaCl mengurangi aktivitas antibiotik gol aminoglikosida dan menahan aktivitas ferosidin • KH pada uji difusi dapat mempertinggi aktivitas nitrofurantoin atau ampisilin



Pemilihan medium • Diperlukan persiapan medium yg cocok bagi pertumbuhan mo demikian pula ketebalan dan konstituen harus merata pada medium agar • Pengaruh pH terhadap luas daerah hambatan disebabkan oleh aktivitas antibiotik yg tergantung pada pH medium. Misalnya aktivitas aminoglikosida diperkuat dalam suasana asam sedangkan tetrasiklin dalam suasana basa • Jika dalam melarutkan media ; pH yg tinggi diturunkan dgn menambahkan HCl 0,1N, pH yg rendah dinaikkan dgn penambahan NaOH 0,1N



Ukuran inokulum • Inokulum adalah campuran antara suspensi dan media. • Luas daerah hambatan akan semakin kecil jika inokulum semakin besar kandungan mikroorganismenya. • Suatu inokulum dikatakan ideal apabila kandungan mikroorganismenya homogen, misal 1-10% • Apabila pertumbuhan yg rapat, dapat menyebabkan terjadinya penumpukan pada tempat tt



Stabilitas mikroba uji Resistensi mikroba uji terhadap suatu antibiotik dapat terjadi dalam kondisi pertumbuhan tertentu. Oleh sebab itu regenerasi mikroba perlu dilakukan secara periodik dan sewaktu-waktu diuji kemurnian dan kepekaannya.



Aktivitas antibiotik Untuk mendapatkan daerah hambatan yang baik pada suatu penetapan, terlebih dahulu perlu ditentukan kadar hambat minimum (KHM) dari antibiotik yang diuji. Pengaruh predifusi larutan antibiotik yangg terjadi sebelum inkubasi harus dihilangkan atau dikurangi dengan cara pengisian larutan antibiotik ke dalam medium agar



Waktu Inkubasi Inkubasi inokulum dilakukan dalam waktu yang optimal, sehingga keseimbangan antara aktivitas antibiotik dengan daya tumbuh mikroba dapat menghasilkan daerah hambatan yang baik untuk pengukuran zona bening yang muncul sebagai daerah penghambatan pertumbuhan mikroba, biasanya antara 18-24 jam



Reservoir • Resevoir pada Teknik difusi agar dapat berupa: – Silinder gelas / logam – Cakram kertas (paper disc) – Cetak lobang (punched holes) • Cakram : tempat meletakkan sampel antimikroba yang akan diuji potensinya pada medium agar yang telah memadat



Uji Difusi Agar



The standard procedure that assesses antimicrobial activity is called the Kirby–Bauer method (Figure 24.8).



• Agar media are inoculated by evenly spreading a defined density of a suspension of the pure culture on the agar surface. Filter paper disks containing a defined quantity of the antimicrobial agents are then placed on the inoculated agar. • After a specified period of incubation, the diameter of the inhibition zone around each disk is measured. Table 24.4 presents zone sizes for several antibiotics.



• Antibiograms are periodic reports that indicate the susceptibility of clinically isolated organisms to the antibiotics in current local use.



Prepare inoculum suspension



Select colonies



Mix well



Standardize inoculum suspension



Swab plate



Remove sample



Incubate overnight



Add disks



Measure Zones



Transmitted Light



Reflected Light



Tube dilution tests •



• •



A series of culture tubes are prepared, each containing a liquid medium and a different concentration of a chemotherapeutic agent. The tubes are then inoculated with the test organism and incubated for 16-20 hours at 35C. After incubation, the tubes are examined for turbidity (growth). Minimum Inhibitory Concentration (MIC): Is the lowest concentration of chemotherapeutic agent capable of preventing growth of the test organism. Minimum Bactericidal Concentration (MBC): Is the lowest concentration of the chemotherapeutic agent that results in no growth (turbidity) of the subcultures.



MIC • Minimal inhibitory concentration • The lowest concentration of antimicrobial agent that inhibits the growth of a bacterium • Interpret: – Susceptible – Intermediate – Resistant



Penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) Antimikroba • Metode Dilusi Cair • Medium cair ditambahkan zat antimikroba dengan konsentrasi separuhnya (2 fold serially diluted antibiotic solutions) yang diinokulasi mikroba uji • Setelah inkubasi, KHM diperoleh dari medium pertama yg menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan mikroba uji • Mikroba yang resistan, akan mempunyai KHM tinggi











If the bacteria removed from the drug can grow on drug free medium at highest concentrations, the drug is known to have bacteristatic action If the bacteria removed from the drug can not grow on drug free medium at most concentrations, the drug is known to have bactericidal action. One tube difference is allowed in this test



Prepare inoculum suspension



Microdilution MIC tray



Dilute & mix inoculum suspension



Pour inoculum into reservoir and inoculate MIC tray



Incubate overnight



Inoculate purity plate



Read MICs



Examining purity plate



Reflected light



Transmitted light



Optimal Use of Purity Plates • Sub final test suspension to non-selective medium (after inoculating MIC test) • Streak for isolation (avoid several specimens per plate - may not reveal contaminants if no isolated colonies) • Examine before reading MIC (usually at 16-20 h) • Re-incubate if antibiogram questionable



Microbroth Dilution Method –



Microdilution plates: • “Microdilution/ Microbroth dilutions” • 96 wells/ plate: simultaneously performed with many tests organisms/ specimens, less reagent required



0.5 1



- +



2 4 8 16 32



64 >64



>64



Epsilo-meter test • It’s a new technique for direct detection of MIC, a graduated increasing concentration of the antibiotic is fixed along a rectangular plastic test strip which is applied to the surface of an inoculated agar plate, after over night incubation a tear drop shaped inhibition zone is seen. • The zone edge intersect the graded test strip at the MIC of the antimicrobial.



E Test



E Test



S. pneumoniae Penicillin MIC = 3 g/ml



Uji Antifungi Filamentous • Teknik Gores Silang Cawan Petri



Goresan silang Fungi Uji Kertas filter mengandung antibiotik uji Zona hambat pertumbuhan fungi



Koloni Fungi Uji



• Terimakasih



MIKROBIOLOGI FARMASI ANTIMIKROBA



1



Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi



DEFINISI ANTIMIKROBA  obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Batasannya adalah jasad renik yang tidak termasuk parasit.



2



DEFINISI ANTIBIOTIK  Adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.  Dapat berupa sintetik atau semi-sintetik.



3



Penemuan Antimikroba Salvarsan adalah pengobatan pertama menggunakan senyawa kimia sebagai anti mikroba, ditemukan oleh Paul Ehrlich.



4



Penemuan Antimikroba 1928, Alexander Fleming mengamati pada cawan petri adanya hambatan hambatan terhadap Staphylococcus aureus diarea pertumbuhan Penicillium notatum. Isolasi selanjutnya senyawa penghambat ini disebut Penisilin.



5



Penemuan Antimikroba Dalam pengembangan antibiotik modern, antibiotik dari galur murni diproduksi secara modern dan proses pemurnian menghasilkan antibiotik murni.



6



7



Penemuan Antimikroba Beberapa antibiotik murni dimodifikasi secara kimia menghasilkan senyawa antibiotik turunannya yang mempunyai karakteristik baru misalnya sifat stabilitas-nya yang lebih baik, toksisitas lebih rendah, dll. Proses ini disebut semisintetik.



8



Toksisitas Selektif Adalah sifat antimikroba sebagai racun pada mikroba tapi tidak pada manusia. Hal ini terjadi karena struktur biologis dasar atau proses biokimia pada mikroorganisme berbeda dengan manusia. Namun, umumnya pada konsentrasi tinggi antimikroba juga dapat menjadi racun pada manusia. 9



Kerja Antimikroba Bakteriostatik -> menghambat pertumbuhan mikroba • Menghambat pertumbuhan mikroba, sampai mikroba dikeluarkan dari tubuh Bakterisidal -> membunuh mikroba • Saat kondisi kekebalan tidak dapat diandalkan • Menghilangkan mikroba patogen 10



Spektrum Aktivitas Spektrum Luas • Bekerja terhadap jenis mikroba yang lebih luas • Pengobatan akut saat tidak cukup waktu untuk kultur dan identifikasi mikroba penyebab penyakit • Potensi efek samping lebih besar Spektrum Sempit • Bekerja terhadap mikroba jenis tertentu • Pengobatan kronis 11 • Potensi efek samping lebih kecil



Spektrum Aktivitas



12



Efek kombinasi antimikroba Sinergis ketika suatu antimikroba menunjang efek antimikroba lainnya Antagonis ketika suatu antimikroba berlawanan/mengurangi efek antimikroba lainnya



Aditif Efek selain sinergis dan antagonis 13



Efek Samping • Alergi • Efek toksik • Menekan pertumbuhan flora normal



14



Antibiotik Ideal • Spektrum kerja luas, mampu mematikan berbagai jenis spesies mikroorganisme patogen • Tidak toksik bagi inang dan tanpa efek samping yang tidak diinginkan • Tidak alergenik terhadap inang • Tidak memusnahkan/mengeliminasi flora normal • Dapat mencapai tempat/jaringan/organ yang terinfeksi • Murah dan mudah diproduksi • Secara kimia bersifat stabil (long shelf-life) 15 • Tidak terjadi atau jarang menimbulkan



Mekanisme kerja Antibakteri 1. 2. 3. 4. 5.



Menghambat sintesis dinding sel Menghambat sintesis protein Menghambat sintesis asam nukleat Menghambat sintesis metabolit esensial Mempengaruhi integritas membran sel



16



MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK



MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK



Mekanisme kerja Antibakteri Menghambat sintesis dinding sel



19



Mekanisme kerja Antibakteri Menghambat sintesis dinding sel



20



Menentukan Potensi Metoda Umum Antibiotik • Lempeng (Silinder/Kertas Cakram)



• Turbidimetri (Tabung)



21



Menentukan Potensi Antibiotik Konsentrasi Hambat minimum dan Konsentrasi Bakterisidal Minimum • MIC (Minimum Inhibition Concentration) • MBC (Minimum Bactericidal Concentration)



22



Menentukan Potensi Antibiotik Konsentrasi Hambat minimum (MIC): Konsentrasi terendah antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu.



• MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika.



23



Menentukan Potensi Antibiotik Konsentrasi Hambat minimum (MIC):



24



Metoda Turbidimetri/Pengenceran



25



Menentukan Potensi Antibiotik Konsentrasi Bakterisidal minimum (MBC): Konsentrasi terendah antibiotika yang dapat membunuh 99,9% inokulum bakteri.



26



MIC vs MBC



27



Resistensi Antimikroba



28



Jenis Resistensi Antimikroba 1. Resistensi Primer 2. Resistensi Sekunder 3. Resistensi Episomal



29



Bagaimana Resistensi Antimikroba terjadi?



30



Jenis Resistensi Antimikroba 1. Resistensi Primer  Merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme.



 Dapat disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik, •



contohnya: Staphylococcus memiliki enzim penisilinase yang menguraikan penisilin. 31



Jenis Resistensi Antimikroba 2. Resistensi Sekunder • Diperoleh akibat kontak dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme.



• Terbentuknya mutan yang resisten terhadap obat anti mikroba dapat terjadi secara cepat dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama. Contoh pada INH, penisilin



32



Jenis Resistensi Antimikroba 3. Resistensi Episomal • Disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom = plasmid → di luar kromosom). • Gen yang bertanggung jawab atas resistensi terhadap antibiotik disebut plasmid faktor R dengan daerah resistance transfer factor (RTF) yang disambung dengan gen r yang mengkode enzim-enzim yang dapat menginaktivasi obat-obat yang spesifik. 33



• Contoh : Salmonella



Mekanisme Resistensi Antimikroba a) Enzim yang menginaktivasi obat b) Mengubah molekul target c) Menurunkan serapan obat d) Meningkatkan eliminasi obat



34



Mekanisme Resistensi Antimikroba



a) Enzim yang menginaktivasi obat Beberapa organisme memproduksi enzim yang secara kimia dapat memodifikasi obat tertentu sehingga menjadi tidak efektif. Contoh enzim: - Enzim Penisilase → inaktivasi antibiotik Penisilin - Enzim Kloramfenikol Asetil Transferase → inaktivasi antibiotik Kloramfenikol 35



Mekanisme Resistensi Antimikroba



b) Mengubah molekul target Perubahan molekul target sebagai hasil mutasi dapat mencegah ikatan obat. Contoh: Perubahan RNA ribosom mencegah ikatan antibiotik golongan makrolida



36



Mekanisme Resistensi Antimikroba



c) Menurunkan serapan obat Protein Porin pada membran luar bakteri Gram Negatif dapat secara selektif mengizinkan jumlah tertentu molekul yang masuk ke dalam sel.



37



38



Mekanisme Resistensi Antimikroba



d) Meningkatkan eliminasi obat Sistem yang mengeluarkan komponen sel yang merugikan dari dalam sel keluar sel disebut Eflux Pump. Perubahan struktur dapat terjadi sehingga mempengaruhi peningkatan aktivitas pemompaan obat keluar sel.



39



Mekanisme Resistensi Antimikroba



40



RESISTENSI BAKTERI 1. Penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik, Obat dirusak secara enzimatik dan modifikasi inaktifasi pada molekul antibiotic (Penicillin/ beta laktam, kloramfenikol, aminoglikosida; melalui plasmid, asetilase, fosforilasi, adenilasi,) 2. Perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan site actif enzim, perubahan ribosom (mutasi, c/ aminoglikosida) sehingga terjadi eliminasi atau penurunan ikatan antibiotic dengan sel target (c/ beta laktam, erythromycin, lincomycin0 3.Perubahan jalur metabolik, bakteri menggunakan jalur metabolisme baru, efektivitas obat tidak lama 4. Efluks antibiotik, obat yang masuk dengan aktif dipompa keluar sehingga obat tidak bertahan lama dalam sel bakteri.(C/ tetrasiklin)



RESISTENSI BAKTERI LANJUTAN 5.Perubahan permeabilitas membran, perubahan sistem transpor protein c/(aminoglikosida) dan menurunkan uptake dalam sel (c/ Kloramfenikol) 6. Metabolisme cepat pada penghambatan (c/ Sulfoamid dan trimetoprim) 7. Produksi target antibiotik berlebih (c/ Sulfoamid dan trimetoprim) 8. Mutasi genetik tunggal. Perkembangan resistensi terhadap obat-obat antituberkulos, seperti streptomisin, merupakan contoh klasik dari perubahan tipe ini. Secara teoretis ada kemungkinan untuk mengatasi resistensi mutasional dengan pemberian suatu kombinasi antibiotik dalam dosis yang cukup untuk eradikasi infeksi sehingga mencegah penyebaran bakteri resisten orang ke orang. Namun. Contoh lain resistensi mutasional yang penting adalah perkembangan resistensi fluoroquinolone pada stafilokokki, Pseudomonas aeruginosa, dan patogen lain melalui perubahan pada DNA topoisomerase.



RESISTENSI BAKTERI LANJUTAN 9. Problem yang cukup penting adalah



kemampuan bakteri untuk mendapatkan materi genetik eksogenusyang mengantarkan terjadinya resistensi. Spesies pada peneumokokki dan meningokokki dapat "mengambil" materi DNA di luar sel (eksogenus) dan mengombinasikannya ke dalam kromosom. Banyak materi genetik yang bertanggung jawab terhadap resistensi ditemukan pada plasmid yang dapat ditransfer atau pada transposon yang dapat disebarluaskan di antara berbagai bakteri dengan proses konjugasi. Transposon merupakan potongan DNA yang bersifat mobile yang dapat menyisip masuk ke dalam berbagai lokasi pada kromosom bakteri, plasmid atau DNA bakteriofag.



REAKSI YANG TIDAK DIINGINKAN 1. Resistensi : bila dosis rendah atau terapi kurang Resistensi Alami (inheren) : tanpa di dahului oleh paparan antibiotic tertentu. Co/ Pseudomonas terhadap Penisilin Resistensi di dapat : Setelah kontak dengan antibiotic tertentu. Co/ Stafilokokus aureus sensitive pada Penisilin, tapi dapat menimbulkan resistensi karena membentuk enzim Penisilinase (beta laktamase). 2. Sensitasi : obat topical yang bila digunakan dapat menimbulkan kepekaan yang berlebihan (menjadi hipersensitifitas), bila obat tersebut diberikan sistemik akan menimbulkan alergi.  



Alergi ringan : ruam kulit, pruritus, biduran  obat antihistamin Alergi berat : sesak nafas, bronkospasme,udema, henti jantung, syok anafilaktik  efineprin, antihistamin dan bronkodilator.



Co/ Penisilin, Kloramfenikol, Sulfonamide, Neomisin dan Basitrasin 3.



Supra infeksi : infeksi sekunder dengan parasit yang berlainan yang timbul atas infeksi primer, dapat terjadi karena pemakaian antibioti broad spectrum (spectrum luas) atau pemekaian atibiotik dalam jangka waktu yang lama sehingga mengganggu keseimbangan bakteri normal pada mulut, pernafasan, usus dll.



4. Toksisitas organ : antibiotik pada pemakain lama atau berlebihan dapat mengganggu fungsi hati sebagai organ metabolisme dan ginjal sebagai organ ekskresi. Co/ gol. Aminoglikosida (nefrotoksik).



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 1. Adsorption Reactive sites pada permukaan virus dapat berinteraksi dengan reseptor tertentu pada inang. • Reaksi pasif (tidak memerlukan energi) • Dapat dirusak disinfektan atau pemanasan, • Dapat dihambat (blocking) dengan antibodi spesifik (neutralizing antibodies).



45



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 2. Uptake • Setelah adsorpsi, selubung virus akan berfusi dengan membran inang • Virus melepas nucleocapsid-nya ke dalam sitoplasma. • Sebagian virus ada yang masuk ke dalam sitoplasma dengan cara endositosis yaitu invaginasi membran sel membentuk vesikel dalam sitoplasma. 46



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 3. Uncoating Penglepasan genom virus dari protective capsid sehingga asam nukleatnya dapat ditranspor dalam sitoplasma dan memungkinkan dimulainya replikasi/transkripsi untuk membentuk new progeny virions.



47



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 4. Genomic activation yaitu mRNA ditranskripsi dari DNA virus atau terbentuk langsung pada virus (+) strand RNA kemudian ditranslasi menjadi protein.



48



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 5. Assembly yaitu perakitan nukleokapsid. • terjadi di nukleus (herpes virus, adenovirus), • sitoplasma (polio virus), atau • pada permukaan sel misalnya "budding" virus influenza. .



49



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 6. Release yaitu penglepasan virion baru.



Proses ini dapat terjadi dengan cara: • Budding pada virus berkapsul • Memanfaatkan jalur sekresi sel seperti badan Golgi. • Lisis sel terinfeksi



50



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 6. Release – Budding virus



51



Obat Antivirus Replikasi (Multiplikasi) Virus 6. Release – melalui aparatus golgi



52



Replikasi (Multiplikasi) Viru Obat Antivirus



53



Obat Antivirus Penggolongan Antivirus



1. Analog Nukleotide 2. Interferon



54



Obat Antivirus Penggolongan Antivirus



1. Analog Nukleotida • Merupakan senyawa sintetik mirip nukleotida normal. • Menyebabkan kesalahan pada sintesis nukleotida virus sehingga sintesis DNA virus terhenti.



55



Obat Antivirus Penggolongan Antivirus



2. Interferon • Secara alami disintesis oleh sel inang • Fungsi: melindungi sel-sel disekitarnya dari infeksi mikroorganisme, sehingga dapat membatasi infeksi.



56



Selesai 57



Mikrobiologi Farmasi Vaksin (Pendahuluan)



Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi



1



Terminologi • Vaksin berasal dari bahasa Latin cacar sapi/cowpox (Variolae vaccinae) • Penelitian Edward Jenner (1798) dengan cowpox dapat mencegah penyakit smallpox pada manusia.



2



Sejarah Lady Mary Wortley Montague memperkenalkan teknik variolasi, teknik vaksinasi pertama di dunia. Sang Lady melihat teknik ini dipraktekkan di kekhalifahan Utsmaniyyah, tempat suaminya bekerja sebagai duta besar.



3



Sejarah Tahun 1796, Edward Jenner, (dokter dari Inggris), meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit cacar sapi (cowpox). Dia mengambil beberapa cairan dari luka penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak berusia 8.



4



Sejarah Tahun 1875-1910 Louis Pasteur, menemukan beberapa vaksin: • Vaksin Antrax • Vaksin Rabies



5



Sejarah Tahun 1896 Robert Koch, menemukan vaksin dari Vibrio cholerae



6



Pengertian • Vaksin adalah sediaan yang berasal dari senyawa penyebab penyakit atau produknya yang digunakan untuk menginduksi respon imun atau kekebalan aktif tubuh terhadap penyakit penginfeksi. • Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. • Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). 7



Pengertian • Vaksin mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. • Vaksin juga membantu sistem kekebalan melawan sel-sel degeneratif maupun kanker.



8



Konsep Obat vs Vaksin Konsep Obat • Membunuh/menghambat senyawa patogen



Konsep Vaksin • Membentuk sel memori • Melatih sistem pertahanan tubuh untuk mengenali senyawa penyebab penyakit



9



Vaksin vs Serum Vaksin • Substansi yang bersifat antigen



• Berasal dari mikroorganisme (bakteri/virus) atau ajuvan.



Serum • Substansi yang bersifat antibiotik • Contoh: Protein 10



Vaksin vs Serum Vaksin



Serum



Imunisasi aktif ( Induksi sistem imun)



Imunisasi pasif (transfer produk imun)



Kerja : waktu lama pembentukan antibodi Diberikan pada orang sehat



Kerja: Waktu cepat mereduksi patogen patogen Diberikan pada orang yang sakit



Pemberian : •Single dose •Multiple dose ( booster )



Waktu pemberian: Tertentu bergantung hasil diagnosis 11



Kegunaan vaksin 1. untuk profilaksis • Mencegah serangan infeksi mikroba patogen.



2. untuk therapeutik • Untuk pengobatan penyakit (contoh: kanker)



12



Syarat vaksin yang baik: 1. Mampu meningkatkan respon imun terhadap penyakit tertentu. 2. Mempunyai daya proteksi yang lama



3. Aman •



Tidak menimbulkan penyakit.



4. Stabil •



Tidak berubah dalam penyimpanan sebelum digunakan



5. Biaya murah 13



Bagaimana vaksin bekerja? • Mikroorganisme patogen saat memasuki tubuh akan menginduksi respon imun. • Respon ini meniru respon alamiah tubuh dalam merespon infeksi. • Vaksin dibuat dari komponen yang dibatasi/dihilangkan kemampuannya menyebabkan penyakit.



14



Perkembangan generasi Vaksin 1. Generasi Pertama • Menggunakan mikroba patogen yang dilemahkan.



2. Generasi Kedua • Menggunakan mikroba patogen yang dimatikan.



3. Generasi Ketiga • Vaksin rekombinan/vaksin sub unit • Mengandung fragmen antigenik dari mikroba yang dimatikan • dari protein yang dimurnikan.



4. Generasi Keempat • Vaksin DNA 15



Berbagai cara produksi vaksin 1. Mikroorganisme hidup yang dilemahkan • Biasanya dari pembiakan dengan kondisi dibawah optimal. • Atau, dari modifikasi genetik yang menyebabkan kehilangan kemampuannya menyebabkan sakit.



16



Berbagai cara produksi vaksin 2. Dari sel mikroorganisme yang sudah di-inaktivasi dengan cara kimia, panas, atau cara lainnya.



17



Berbagai cara produksi vaksin 3. Dari komponen sel mikroorganisme penyebab penyakit, seperti: • Polisakarida dan protein spesifik • Asam nukleat



18



Berbagai cara produksi vaksin 4. Dari toksin yang di-inaktivasi (dari bakteri penghasil toksin).



19



Berbagai cara produksi vaksin 5. Dari hasil konjugasi polisakarida dan protein (yang meningkatkan efektivitas vaksin)



20



Jenis Vaksin 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Live attenuated vaccine Inactivated vaccine (Killed vaccine) Vaksin Toksoid Vaksin Acellular dan Subunit Vaksin Idiotipe Vaksin Rekombinan Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)



21



Jenis Vaksin - Uraian 1. Live attenuated vaccine (Hidup, dilemahkan)



Adalah vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulangulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah.



22



Jenis Vaksin - Uraian 1. Live attenuated vaccine Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu : 1. Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen 2. Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda 3. Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat. 4. Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik 23



Jenis Vaksin - Uraian 1. Live attenuated vaccine Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu : (lanjutan) 5. Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah 6. Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95% 7. Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan



24



Jenis Vaksin - Uraian 1. Live attenuated vaccine Contoh cara pelemahan: • virus rinderpest yang patogen terhadap sapi, dilemahkan dengan menumbuhkannya pada kambing. • Virus influenza pada ayam dilemahkan dengan menumbuhkan pada telur burung dara.



25



Jenis Vaksin - Uraian 1. Live attenuated vaccine • • • • •



vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC/BCG vaksin demam tifoid vaksin campak,



• gondongan, dan • cacar air (varisela). • Rabies



26



Jenis Vaksin - Uraian 2. Inactivated vaccine (dari sel yang dimatikan) Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja.



27



Jenis Vaksin - Uraian 2. Inactivated vaccine Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu : 1. Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen 2. Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler 3. Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga 28



Jenis Vaksin - Uraian 2. Inactivated vaccine Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu : (lanjutan) 4. Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody 5. Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik 6. Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah Contoh : vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.



29



Jenis Vaksin - Uraian 3. Vaksin Toksoid • Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. • Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. • Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. • Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya. • Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus 30



Jenis Vaksin - Uraian 4. Vaksin Accelular/komponen • Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. • Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin influenza



31



Jenis Vaksin - Uraian 5. Vaksin Idiotipe • Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. • Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B



32



Jenis Vaksin - Uraian 6. Vaksin Rekombinan • Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. • Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. • Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.



33



Jenis Vaksin - Uraian 6. Vaksin Rekombinan • Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik. • Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. • Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.



34



Jenis Vaksin - Uraian 6. Vaksin DNA • Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. • Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. • Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya. 35



Jenis Vaksin - Uraian 6. Vaksin DNA • Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian.



• Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan. 36



Keterbatasan vaksin tradisional 1. Tidak dapat menumbuhkan semua organisme di dalam kultur 2. Keamanan untuk personal lab 3. Biaya tinggi 4. Dapat muncul kembali sifat patogen 5. Perlu pendinginan 6. Tidak bekerja untuk semua patogen



37



Komponen Vaksin Terdiri dari:



 Komponen Utama • Bahan aktif (antigen)



 Senyawa Additif • • • • •



Ajuvan Diluen (air atau garam) Stabilisator Pengawet Komponen lain (sisa antibiotik, inaktivator) 38



Komponen Vaksin Ajuvan Ajuvan berfungsi untuk meningkatkan respon imun terhadap antigen vaksin. Contoh: Garam Aluminium



39



Komponen Vaksin Pengawet Pengawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada sediaan vaksin. Contoh: Thimerosal, 2-phenoxy ethanol



40



Selesai



Mikrobiologi Farmasi Vaksin (Produksi)



Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi 1



Prinsip Produksi Vaksin



Jenis Vaksin • Standar produksi menggunakan antigen bakteri atau virus, baik sel mati maupun sel hidup tetapi yang dilemahkan. • Jenis vaksin menurut Kistner, 2003: Vaksin virus hidup yang dilemahkan (Live Attenuated virus Vaccines). Vaksin virus inaktif/mati (Inactivated/killed virus Vaccines).



Vaksin subunit (subunit Vaccines).



3



Prinsip Produksi Vaksin virus hidup yang dilemahkan • Pelemahan dilakukan dengan menumbuhkan virus pada inang yang lain yang berbeda dari sel inang normal seperti telur ayam berembrio, atau dengan media kultur jaringan.



4



Prinsip Produksi Vaksin virus hidup yang dilemahkan • Virus akan berkembang pada media dalam telur ayam. • Selanjutnya virus dan media akan dipisahkan melalui metode pemurnian (sentrifugasi, filtrasi, kromatografi).



Prinsip Produksi Vaksin virus hidup yang dilemahkan • Mutan yang mampu berkembang biak lebih baik dibanding virus tipe liar (wild type) pada kondisi selektif tersebut akan meningkat selama replikasi virus. • Jika mutan tersebut diisolasi, dimurnikan, dan diuji patogenisitas pada model yang tepat, beberapa tipe mutan dapat memiliki sifat patogen yang lebih rendah dibandingkan induknya. • Mutant tersebut merupakan kandidat yang baik sebagai vaksin karena mereka tidak lagi berkembang dengan baik pada inang alaminya tetapi memiliki kemampuan bereplikasi yang cukup tinggi sehingga dapat menstimulasi respons imun, tetapi tidak menimbulkan penyakit. 6



Prinsip Produksi Vaksin virus inaktif (mati) • Pada metoda ini, virus yang secara alami bersifat patogen diproduksi dalam jumlah besar dan diinaktifkan dengan menggunakan bahan kimia atau prosedur fisik yang dirancang untuk menghilangkan sifat infektif dari virus tanpa kehilangan sifat antigenisitasnya (yaitu kemampuan untuk memicu respons imun yang diinginkan). • Contoh bahan kimia untuk inaktivasi: • formalin • beta propriolaktin



• Contoh Vaksin virus inaktif : Vaksin Influenza, Poliovirus (Salk Vaccine), Rabies. 7



Prinsip Produksi Vaksin subunit • Mengambil hanya suatu bagian protein virus untuk dibuat menjadi suatu vaksin, contoh : vaksin hepatitis B dan vaksin influenza. • atau Vaksin diformulasikan hanya dengan beberapa komponen yang dimurnikan dari virus (tanpa memasukkan seluruh bagian virus) disebut dengan vaksin subunit. • Komponen virus yang diambil adalah protein virus yang dikenali oleh antibodi. • Pada banyak kasus, protein yang digunakan adalah protein struktural virus, khususnya protein yang ditemukan pada permukaan virion, yang merupakan target utama dari respons imun. 8



Prinsip Produksi Vaksin subunit • Teknik Rekombinan DNA : mengklon suatu gen virus yang cocok pada virus non patogen, bakteri, ragi, atau sel serangga atau sel tanaman untuk memproduksi protein yang imunogenik. Keuntungan dari Vaksin Subunit : • Hanya genom virus yang digunakan dalam sistem ini, maka tidak ada kemungkinan kontaminasi dari virus terhadap vaksin yang dihasilkan • Protein virus dapat diproduksi dengan biaya terjangkau dalam jumlah besar dengan rekayasa organisme pada kondisi yang mempermudah pemurnian dan kontrol kualitas Sebagai contoh, masalah dengan alergi telur setelah vaksinasi dapat dieliminasi apabila protein NA dan HA pada virus influenza diproduksi pada E. coli atau ragi. 9



Prinsip Produksi • Kultur sel diperlukan oleh vaksin virus karena virus hanya dapat ditumbuhkan dalam sel hidup. • Mutant tersebut merupakan kandidat yang baik sebagai vaksin karena mereka tidak lagi berkembang dengan baik pada inang alaminya tetapi memiliki kemampuan bereplikasi yang cukup tinggi sehingga dapat menstimulasi respons imun, tetapi tidak menimbulkan penyakit.



10



Tahapan produksi vaksin



Tahap produksi umum Memilih galur mikroba untuk produksi Menumbuhkan mikroba Isolasi & pemurnian mikroba



Inaktivasi mikroba Formulasi vaksin



QC & Release 12



Tahap produksi umum sentrifugasi



virus (pembenihan)



Sel inang











 Pembiakan



Inokulasi



Kultur sel



filttrasi



Ruah



Pemurnian







Inactivation



Tambah: Pelarut, pengencer Ajuvan











 Penandaan



Inspeksi







Pengemasan



Pengisian



Stabilizer



Pengawet Formulasi



13



Pembiakan benih



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 1 • Telur ditaruh dalam inkubator hingga usia yang tepat (embrio berumur 9-11 hari). • Kemudian telur dilihat dibawah lampu untuk memisahkan telur yang mengandung embrio dan telur yang embrionya tidak tumbuh.



15



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio



16



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 2 • Setelah cangkang telur disterilkan, maka telur diinokulasi dengan cara menyuntikkan virus influenza spesifik ke dalam bagian allantoic dari telur.



17



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 3 • Telur diinkubasi untuk waktu yang optimal (biasanya 48-96 jam) pada suhu optimal (33-36 0C) dan kemudian dilihat lagi dibawah lampu untuk memisahkan telur yang mati (nonviable eggs).



18



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio



19



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio



20



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 4 • Telur didinginkan (chilled) terlebih dahulu dalam lemari pendingin untuk meningkatkan hasil pada saat pemanenan dari cairan allantoic yang terinfeksi. • Cairan allantoic atau cairan kultur jaringan kemudian diproses lebih lanjut untuk menghilangkan protein telur atau protein sel dan sisa-sisa sel, kemudian diinaktivasi secara kimia, dan disimpan sebagai vaksin ruah hingga proses formulasi berlangsung



21



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 5 • Cairan allantoic yang dipanen harus dijernihkan dengan cara filtrasi dan/ atau sentrifuga sebelum proses pemurnian lebih lanjut.



22



Produksi vaksin Influenza menggnakan telur ayam berembrio Tahap 6 • Penetapan potensi dilakukan pada setiap kelompok vaksin monovalen menggunakan antigen standar yang diketahui jumlah HA (Hemaglutinin)-nya dan suatu antiserum HA spesifik.



23



Kekurangan sistem produksi dengan telur berembrio Tahun 1997 Hongkong Avian flu menyebabkan produksi dengan telur tidak dapat dilakukan. Selain itu, virus demikian dapat memusnahkan ayam betina, sehingga tidak dapat bertelur untuk memenuhi kebutuhan telur berembrio.



24



Kekurangan sistem produksi dengan telur berembrio 1. Perlu ribuan telur per-minggu, sekitar 1-2 telur untuk 1 dosis vaksin (cth.influenza), sehingga untuk jutaan dosis vaksin, perlu lebih dari 1 juta telur berembrio yang harus diolah



25



Kekurangan sistem produksi dengan telur berembrio 2. Pada prosesnya, telur harus disinari satu per satu untuk melihat pertumbuhan embrio. Cangkang telur harus disterilkan, dan setiap telur harus diinokulasi dengan menyuntikkan sejumlah virus ke dalam bagian allantoic telur



26



Kekurangan sistem produksi dengan telur berembrio 3. Telur kemudian diinkubasi selama 48-96 jam dan kemudian harus disinari kembali satu persatu untuk memisahkan telur yang embrionya tumbuh dan yang mati.



4. Selain itu, produksi vaksin dengan metoda telur berembrio memiliki risiko alergi pada pasien terhadap protein yang berasal dari telur (egg proteins). 27



VERO cell • Teknik pembuatan dengan media lain telah dikembangkan, antara lain dengan menggunakan teknik lini sel menggunakan VERO (African Green Monkey) Cells.



28



A Novel Vero Cell – Derived Influenza Vaccine (produksi : Baxter Vaccine AG) • Asal : sel ginjal monyet hijau afrika (Cercopithecus aethiops)



29



Keuntungan Vero-Derived Influenza Vaccine 1. Kemungkinan kontaminasi lebih kecil (pada telur mungkin terkontaminasi avian retroviruses) 2. Pengawet (misalnya thiomersal) tetap penting untuk egg derived vaccines; tapi tidak perlu untuk Vero derived vaccine



30



Keuntungan Vero-Derived Influenza Vaccine 3. Residu antibiotik ada pada egg derived vaccines; tetapi tidak ada eVero derived vaccine 4. Bebas protein telur 5. Mengurangi kemungkinan kandungan endotoksin (kirakira 10 kali)



31



Vaksin dari Tanaman • Berkat kemajuan dan pencapaian dalam bidang bioteknologi. Tanaman memberikan alternatif kemungkinan dalam pembuatan dan pengembangan vaksin. • Banyak antigen penyakit yang bisa dipergunakan untuk pembuatan vaksin telah bisa dikembangkan dalam sejumlah besar tanaman, sehingga hal ini memungkinkan pembuatan vaksin dari bahan tanaman dimasa depan.



32



Sejarah Vaksin dari Tanaman • Pada tahun 1990 ilmuwan bernama Curtis dan Cardineu berhasil menemukan mutan Protein A dari antigen permukaan kuman Streptococcus di tanaman tembakau. • Sejak saat itu timbul ide bahwa tanaman bisa dijadikan bio-reaktor untuk memproduksi molekul bahan farmasi dan sebagai reaktor pembuat vaksin sub-unit



33



Selesai



Presentation File:



Mikrobiologi Farmasi Uji Endotoksin



Oleh: M. Ikhwan Setiawan Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi



1



Produk Farmasi Parenteral • Produk-produk farmasi parenteral harus steril karena pemberian langsung ke sistem sirkulasi pembuluh darah



2



Produk Farmasi Parenteral • Salah satu tahap : Sterilisasi • Produk parenteral terkadang terkontaminasi oleh ENDOTOKSIN



3



Bagaimana produk parenteral dapat terkontaminasi endotoksin? • Pada proses sterilisasi produk parenteral (menggunakan panas), bakteri gram negatif yang mungkin ada dalam produk, akan mati dan terjadi lisis, kemudian endotoksin akan terlepas dari sel bakteri dan tetap tinggal di dalam produk parenteral tsb. • Sifat endotoksin: stabil terhadap panas (heatstable)



4



Pemantauan Endotoksin



Pengujian endotoksin dilakukan pada bahan baku yang digunakan maupun pada produk akhir 5



Endotoksin & Pirogen Endotoksin adalah toksin yang merupakan bagian membran luar dinding sel bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa



6



Endotoksin & Pirogen • Pirogen (dari kata Pyro: “demam”, gen=“menghasilkan”) • Pirogen adalah senyawa yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara intravena.



7



Klasfikasi Pirogen



Sifat Pirogen • Thermostabil, proses sterilisasi > 200ºC. • Larut dalam air. Sehingga tidak bisa memakai penyaring bakteri.



• Tidak dipengaruhi oleh bakterisida yang biasa. • Tidak menguap • Berat molekul (BM) antara 15.000 – 4.000.000 • Ukuran umumnya 1 – 50 milli-µm



9



Endotoksin vs Exotoksin Karakteristik



Endotoksin



Exotoksin



Pelepasan toksin



Lisis sel



Komposisi



Protein = Antigen Protein Polisakarida = Zat Imun Lipida = Toksin



sel yang baik



Stabilitas terhadap panas



Lebih stabil



kurang stabil



Pewarnaan Gram



Negatif



Positif



Toksisitas



Kurang toksik



lebih toksik



Penyebab demam



ya



tidak



10



Endotoksin & Pirogen • Semua endotoksin bersifat pirogen, tetapi tidak semua senyawa pirogen itu merupakan endotoksin • Endotoksin bakteri terdiri dari Lipopolisakarida (LPS), umumnya terikat pada protein dan fosfolipid. LPS ini menyusun membran luar bakteri gram negatif.



11



Endotoksin



Struktur LPS Contoh: LPS dari Salmonella terdiri dari bagian Lipid A yang hidrofob yang terikat pada suatu daerah inti yang mengandung molekul KDO (2-keto-3-deoksioktonat)



13



Efek endotoksin bagi tubuh • • • •



Menyebabkan demam aktivasi sistem sitokin rusaknya sel-sel endotelial permeabilitas pembuluh darah berubah sehingga menyebabkan turunnya tekanan darah • dll.



14



Perkembangan regulasi tentang uji pirogen • Bacterial Endotoxin Test (BET) merupakan salah satu uji yang penting terhadap produk parenteral dan alat kesehatan • 1912 : uji pirogen dilakukan dengan metode kelinci (Rabbit test) • Digunakan dalam USP XII pada tahun 1942 sampai 40 tahun kemudian • 1980 : metode baru diterapkan yaitu Limulus amoebocyte lysate (LAL) test



16



LAL Test • Limulus Amebocyte Lysate (LAL) test adalah uji in vitro untuk deteksi dan analisis endotoksin bakteri.



Metode Gel-Clot • Metode analisis LAL yang dilakukan mencakup teknik gel-clot, turbidimetri kinetik, dan kromogenik (kolorimetri) 17



Mengapa LAL test? • LAL test merupakan metode alternatif terhadap rabbit pyrogen test yang difokuskan pada deteksi senyawa pirogen dalam produk, untuk menghindari penggunaan hewan/binatang dalam percobaan • Metode lebih akurat



18



Apa LAL? • Adalah ekstrak dari sel darah kepiting tapal kuda yang menggumpal bila bereaksi dengan endotoksin dari bakteri gram negatif.



• Limulus ............... spesies dari kepiting • Amebocyte ......... Sel darah • Lysate .................. Bahan terbentuk dari proses lisis sel



19



Limulus amebocyte lysate Lisat diperoleh dari amubosit kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus)



20



Limulus amebocyte lysate • Penggunaan LAL untuk deteksi endotoksin berawal dari pengamatan Bang (1956) bahwa infeksi bakteri gram negatif pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi intravaskular yang parah. • Th 1964, Levin and Bang kemudian menunjukkan bahwa penggumpalan itu merupakan hasil reaksi antara endotoksin dan protein yang dapat menggumpal dalam amubosit.



21



Limulus amebocyte lysate • Solum (1970, 1973) dan Young (1972), melakukan pemurnian dan karaterisasi protein yang dapat bergumpal dari reaksi LAL dan menunjukkan bahwa reaksi dengan endotoksin merupakan reaksi enzimatik.



22



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Fosil Limulus polyphemus



23



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Ukuran bervariasi



24



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Penangkapan oleh nelayan • Untuk memperoleh LAL, horseshoe crabs yang berukuran besar ditangkap.



25



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Pengumpulan



26



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Pembersihan, cek kesehatan



27



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Darah diambil dengan jarum suntik



28



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Dilepas kembali 70-80 mil dari tempat ditangkap



29



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Isolasi dan sentrifuge untuk mendapat amoebocyte



30



Limulus polyphemus (horseshoe crab) sentrifuge



31



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Pengisian dengan filling machine



32



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Amoebocyte lalu di freeze-dried dan diproses untuk digunakan.



33



Limulus polyphemus (horseshoe crab) Quality Control sebelum release



34



Metode LAL yang direkomendasi oleh FDA – USA 1. Gel-Clot 2. Kinetik turbidimetri 3. Kromogenik



35



Metode LAL yang direkomendasi oleh FDA – USA 1. Metode Gel-Clot : prinsip bahwa LAL menggumpal dengan adanya endotoksin 2. Metode kinetik turbidimetri : menggunakan kecepatan pembentukan gel untuk menentukan kandungan endotoksin



3. Metode Kromogenik : menggunakan substrat kromogenik sintetik, dengan adanya LAL dan endotoksin, menghasilkan warna kuning dan secara linier ekuivalen dengan konsentrasi endotoksin yang ada



36



Metode LAL yang direkomendasi oleh FDA – USA # Metode kromogenik ada 2 :  End point chromogenic  Kinetic chromogenic • Pemilihan metode tergantung pada penggunaan, volume uji, dan tipe produk



37



Nama Indonesia • Kepiting Ladam Kuda • Kepiting Tapal Kuda



38



Prinsip LAL test 1. Uji LAL memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting landam kuda terhadap invasi bakteri gram negatif. 2. Bahan-bahan yang terkandung dalam amubosit kepiting landam kuda terdiri dari berbagai protein, faktor, kofaktor dan ion-ion yang berinteraksi menyebabkan koagulasi 3. Endotoksin Gram negatif mengkatalisis aktivasi proenzim dalam lisat amubosit Limulus. Kecepatan awal aktivasi ditentukan oleh konsentrasi endotoksin



39



Prinsip LAL test ..2 4. Selanjutnya enzim yang diaktivasi (enzim koagulase) menghidrolisis ikatan spesifik dalam suatu protein penggumpal (koagulogen) yang juga terdapat pada lisat amubosit Limulus menghasilkan koagulin. 5. Sekali terhidrolisis, koagulin yang dihasilkan bergabung dengan sendirinya dan membentuk suatu gumpalan/bekuan seperti gel



40



Skema reaksi enzimatik pada penggumpalan LAL



41



Penetapan batas endotoksin • 1983 : FDA menentukan batas endotoksin berdasarkan dosis maksimum sediaan obat untuk manusia atau kelinci • dan penyesuaian batas endotoksin untuk semua obat (kecuali intratekal) dari 2,5 EU kg -1 sampai 5,0 EU kg -1



• EU = Endotoxin Unit • Batas deteksi untuk beberapa produk diperoleh dari monografi USP atau EP. Kalau tidak dinyatakan dalam farmakope, batas endotoksin harus dihitung dari dosis maksimum manusia



42



Beberapa istilah lain untuk batas deteksi endotoksin • EL: Endotoksin Limit • MAEC: Maximum Allowable Endotoxin Concentration



• „ERL: Endotoxin Release Limit • „ELC: Endotoxin Limit Concentration



43



Endotoksin Limit



EL = Endotoksin Limit K = konstanta, 5 EU atau IU per kg berat badan, M = dosis maksimum untuk manusia per kg per jam.



Umumnya dinyatakan sbb : • Batas endotoksin untuk berat badan rata-rata 70 kg = 350 EU per jam (5 EU kg-1) 44



LAL test untuk alat kesehatan • Kadar endotoksin pada alat kesehatan diperoleh dengan prosedur ekstraksi, yaitu dengan cara merendam sejumlah alat pada cairan pengekstraksi bebas pirogen. • Nilai batas 20 EU per alat dinyatakan dalam USP, jadi batas maksimum konsentrasi endotoksin yang diijinkan dalam cairan hasil ekstraksi dihitung dengan rumus:



• ERL = K x N/V K = 20 EU, N = jumlah alat, V = total volume larutan ekstraksi



45



Metode Gel-Clot • Pada metode ini, hasil akhir dapat dideteksi berupa pembentukkan gel permanen (tidak tumpah saat dibalikkan 180 derajat) • Perlu pembanding, berupa Control Standard Endotoxin (CSE) • Peralatan gelas yang digunakan harus di “depirogenasi”



46



Prinsip uji dan prosedur • 100 ul CSE dimasukkan ke dalam tabung gelas depirogen (positive control) • LRW = LAL Reagent Water (air bebas pirogen) • Sampel jumlah sama • + 100 ul lysate • Inkubasi 37°C di atas penangas air selama 1 jam • Tabung lalu dibalik perlahan (180° ) untuk melihat Gel padat yang terbentuk



47



Hal yang harus diperhatikan dalam metode gel-clot • Untuk membuat alat-alat depirogen : pemanasan pada 180°C, selama 4 jam atau 250°C selama 30 menit



• Teknik pengerjaan pada saat membalik tabung kira-kira selama 2 detik • pH sampel 7,0 – 8,0. Jika diperlukan pH diatur menggunakan asam atau basa bebas pirogen.



48



Metode kromogenik • Metode kromogenik merupakan metode LAL test yang banyak digunakan saat ini karena lebih mudah dan murah



• Sesuai untuk jumlah produk yang diuji tidak banyak dan tidak sering (infrequent) • Digunakan untuk uji sampel serum pada uji klinis



49



Prinsip uji dan prosedur • Endotoksin akan mengkatalisis aktivasi suatu proenzim • Enzim yang teraktivasi akan mengkatalisis terpecahnya PNA dari substrat. • PNA yang dilepaskan diukur secara spektrofotometri pada 405 nm • Nilai absorbans sebanding dengan jumlah endotoksin , dibandingkan terhadap endotoksin standard menggunakan kurva standard 50



Aplikasi Endotoksin Testing • • • • • • •



Obat Injeksi Alat Kesehatan Produk Biologi Media Kultur Jaringan Larutan Hemodialisa Produk Air Uji Air Murni untuk industri semi konduktor • Makanan/minuman • Penelitian klinik 51



Selesai



Mikrobiologi Farmasi Tes Serologi Mikroba



M. Ikhwan Setiawan



Sekolah Tinggi Teknologi Industri & Farmasi



1



Cara Deteksi Penyakit Mikroba • Penyakit yang disebabkan mikroba patogen dapat dideteksi melalui: • Komponen sel mikroba • Metabolit mikroba



2



Kendala kultur mikrobiologi Kendala kultur mikrobiologi: • Mikroba menunjukkan morfologi berbeda pada medium yang berbeda • Beberapa mikroba tidak dapat dikultur secara invitro atau sangat lambat



3



Respon imun • Bagian sel mikroba bila masuk ke dalam tubuh manusia dapat dianggap sebagai senyawa asing (“Antigen”) oleh tubuh manusia. • Dapat menginduksi sistem pertahanan tubuh manusia dimana tubuh mengeluarkan antibodi sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi (disebut respon imun)



4



Antigen • Antigen = Antibodi Generator • Adalah senyawa yang dapat menginduksi antibodi



5



Reaksi Antigen-Antibodi • Antibodi umumnya terdapat dalam serum darah. • Antigen bereaksi dengan antibodi secara spesifik • Metode analisa/deteksi suatu penyakit dengan mekanisme reaksi antigen-antibodi merupakan dasar metode SEROLOGI



6



Contoh tes Reaksi Antigen-Antibodi • Tes kulit (tes hipersensitivitas, dll) merupakan salah satu metode yang melibatkan reaksi antigenantibodi



7



Pemeriksaan Serologi • Adalah pengujian yang menggunakan serum sebagai sampel dengan mekanisme reaksi antigen antibodi.



8



Istilah dalam serologi Antigenik Senyawa yang dapat bereaksi spesifik dengan antibodi Antitoksin Adalah antibodi yang dikeluarkan sebagai respon terhadap keberadaan toksin yang dihasilkan oleh mikroba. • Reaksi antitioksin dan toksin biasanya berupa pengendapan (presipitasi)



9



Antibodi • Hasil reaksi hormonal sel B dalam limpa manusia • Bekerja secara spesifik terhadap antigen • Imunoglobulin: IgA, IgD, IgE, IgG, IgM



10



Cara antibodi bekerja Berbagai jenis Antibodi bekerja dengan berbagai cara dalam melawan Antigen: 1. Aglutinin: menggumpalkan antigen (aglutinasi). Tejadi apabila antibodi bersatu dengan sel permukaan bakteri. 2. Presipitin: mengendapkan antigen (presipitasi). Terjadi bila antibodi bertemu dengan antigen terlarut. 3. Lisin: menghancurkan antigen (lisis). 4. Opsonin: merangsang leukosit (sel darah putih) untuk menyerang antigen.



11



Ab dibentuk berdasarkan Ag yang menginduksinya



12



Fab (Fragment antigen binding): lokasi pada antibodi tempat berikatan dengan antigen (patogen) Fc (Fragment christalizable): tidak dapat mengikat antigen



Interaksi Ag-Ab  Langsung dapat divisualisasi (tak berlabel) • Aglutinasi • Koagulasi • Presipitasi  Tidak langsung dapat divisualisasi (berlabel) • Diberi penandaan/label untuk pengukurannya: metode Imunokimia



14



Senyawa Label • Adalah senyawa yang dikonjugasi pada Ag atau Ab untuk dapat mem-visualisasi reaksi Ag-Ab • Dapat berupa enzim, senyawa berfluoresensi, radioaktif, dll.



• Reaksi amplifikasi dapat dilakukan sehingga dapat diukur secara fisikokimia.



15



Contoh Label • Enzim: Horse radish peroxidase (HRP), : Horse radish peroxidase (HRP), Alkaline Phosphatase Alkaline Phosphatase • Senyawa berfluoresensi: Fluorescein, : Fluorescein, Umbelliferon, Tetrametil rodhamin • Senyawa luminescence: Luciferin • Partikel: Tanned erythrocyte, Colloidal, microsphere , gold, silver • Vesikel: Liposom



16



Metode Imunokimia • • • •



EIA/ELISA (Enzym Linkage Immunosorbent Assay) RIA (Radio Immuno Assay) IFA (Immuno Fluorescence Assay) LIA (Luminesence Immuno Assay)



17



Metode Imunokimia Immunoassay adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi dan antigen dalam cairan tubuh atau serum seseorang.



18



Pengamatan Imunokimia



19



ELISA



20



ELISA Keunggulan: • Teknik pengerjaan relatif sederhana • Ekonomis • Sensitivitas cukup tinggi



21



ELISA Ada 2 jenis: • Competitive Assay • Konjugasi Ag-Enzim • Konjugasi Ab-Enzim • Non-Competitive Assay • dengan 2 Antibodi • Ab ke-2 dikonjugasikan dg Enzim sbg indikator • Sering disebut teknik “Sandwich”



22



RIA (Radio Immuno Assay) • Versi radioaktif suatu zat, atau isotop dari substansi, dicampur dengan Ab atau Ag kemudian direaksikan dengan sampel. • Radioaktivitas memberikan sinyal, yang menunjukkan apakah Ag atau Ab hadir dalam sampel.



23



Aplikasi bidang farmasi • Diagnosis klinik • Monitoring Obat • Penelitian Kanker • Studi Protein



24



Selesai