MISKONSEPSI  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH EVALUASI PHB “MISKONSEPSI PADA PEMBELAJARAN”



NAMA



: WIWIK HARTIKA



NIM



: F1071171024



KELAS : V A1



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019



A. Pengertian Miskonsepsi Sebelum mengetahui tentang miskonsepsi kita harus mengetahui dulu tentang konsep dan konsepsi. Menurut Amien (1990) dalam Hewindati (2004:63) konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang dapat digeneralisasikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu konsep akan terbentuk apabila dua atau lebih objek dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk atau sifat-sifatnya. Konsepsi adalah adalah pemahaman setiap siswa terhadap suatu konsep (Berg, 1991) dalam Hewindati (2004:65). Jika konsepsi siswa terhadap suatu konsep sama dengan konsepsi para ilmuan, dikatakan siswa tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi siswa terhadap suatu konsep berbeda dengan konsepsi para ilmuan, dikatakan siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Biasanya miskonsepsi terjadi pada kesalahan dalam pemahaman hubungan antar konsep. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Berg (1991:13) dalam Liliawati dan Ramalis (2009:6) mendefinisikan miskonsepsi sebagai pertentangan atau ketidak cocokan konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang dipakai oleh para pakar ilmu yang bersangkutan. Sedangkan menurut Brown (Dahar, 1996) dalam Liliawati dan Ramalis (2009:6) miskonsepsi didefinisikan sebagai suatu pandangan yang naif, suatu gagasan yang tidak cocok dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Pendapat lain tentang miskonsepsi dikemukanan Fowler (Paul Suparno, 1988) dalam Liliawati dan Ramalis (2009:6), bahwa miskonsepsi memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.



B. Faktor Penyebab Miskonsepsi Menurut Suparno (2013:30-52), ada 6 penyebab miskonsepsi antara lain: 1. Siswa Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam kategori, sebagai berikut: a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti



pelajaran



di



sekolah.



Prakonsepsi



sering



bersifat



miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda. b) Pemikiran asosiatif Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran. c) Pemikiran humanistik Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.



d) Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi. e) Intuisi yang salah Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan. f) Tahap perkembangan kognitif siswa



Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera. g) Kemampuan siswa Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami



konsep-konsep



yang



diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak. h) Minat belajar Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.



2. Guru Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru



mengutamakan



penyampaian



rumusan



matematis



sedangkan



penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.



3. Buku Teks Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang



belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.



4. Konteks Kesalahan siswa dapat berasal dari kekacauan bahasa yang digunakan, karena bahasa sehari-hari lain dengan bahasa ilmiah. Siswa perlu dibantu dengan penjelasan yang tepat dengan contoh- contoh yang tepat. Penyebab miskonsepsi lainnya adalah konteks, yang sudah diringkas oleh Suparno dalam bukunya (2013: 47) adalah: a. Pengalaman siswa Dalam pengalaman beberapa siswa, gaya dianggap sebagai suatu sifat yang dipunyai suatu benda. Misalnya, mereka melihat bagaimana teman-temannya bergaya, mempunyai tenaga untuk mengangkat barang ini atau barang itu. Gagasan yang diperoleh dari pengalaman bahwa gaya itu dipunyai oleh suatu benda, sehingga pemahaman bahwa gaya adalah sifat dari suatu benda. b. Bahasa sehari-hari Bahasa sehari-hari dapat menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Bahasa yang digunakan sehari-hari dibawa ke dalam kelas dan akhirnya menyebabkan miskonsepsi. Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika (Gilbert, Watts, Osborne, 1982). Misalnya dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan unit kilogram. tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton. Istilah bertahun-tahun itu dari luar sekolah, maka sangat sulit untuk mengubah pengertian yang telah tertanam tersebut. c. Teman lain Mengerjakan PR, mengerjakan soal fisika, atau melakukan praktikum, banyak siswa melakukan belajar bersama. Siswa dengan mudah terpikat pada apa yang diungkapkan, dipikirkan, dan dibuat oleh teman-teman atau kelompoknya, terlebih yang vokal. Demikian dalam



belajar, bila teman-temannya mengungkapkan dengan yakin, suatu gagasan tentang konsep fisika, meskipun salah, siswa dengan mudah percaya dan menyetujuinya. Hal ini tampak pada siswa saat mengerjakan PR, karena satu teman dianggap pandai, dan kebetulan membuat kesalahan konsep dan jawaban, semua teman menyalin persis dan mengalami kesalahan yang sama. d. Keyakinan dan ajaran agama Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi dalam bidang fisika. Hal ini diungkapkan oleh Commins (1993) dalam (Suparno 2013:49), dalam meneliti miskonsepsi tentang astronomi. Keyakinan atau ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan. Contoh penyebab dari keyakinan adalah di tanah jawa ada mitos soal gerhana matahari. Fenomena tersebut terjadi saat raksasa Betara Kala atau Rahu menelan matahari karena dendamnya pada Sang Surya atau Dewa Matahari. Contoh diatas menjelaskan bahwa keyakinan



dan



ajaran



agama



dapat



menyebabkan



terjadinya



miskonsepsi.



5. Metode Mengajar Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu



dalam



proses



pemahaman,



juga



dapat



menimbulkan



miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan



dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat.



C. Pengertian Tes Diagnostik Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan pengukuran dan penilaian. Alat ukur yang digunakan dapat berupa tes dan non tes. Tes sebagai alat ukur dan pengumpul informasi memiliki fungsi ganda yaitu mengukur siswa dan mengukur keberhasilan dari program pengajaran. Menurut Arikunto (2009:33), jika ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, tes dibedakan atas 3 macam yaitu tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif”. Berikut ini adalah pengertian tes diagnostik menurut beberapa ahli. 1. Suwarto (2012: 114) menjelaskan tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan atau miskonsepsi pada topik tertentu dalam pembelajaran sehingga dari hasil tes didapat masukan tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya. 2. Arikunto, (2009:34): Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui



kelemahan-kelemahan



siswa



sehingga



berdasarkan



kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian pemberlakukan yang tepat. 3. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya (Suwarto, 2012: 134). 4. Rasyid dan Mansur (2007:164) menjelaskan bahwa tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Fungsi dilakukannya tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa, kemudian melakukan perencanaan terhadap tindak lanjut yang berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi. Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan hasil belajar peserta didik sehingga dalam menyusun tes



diagnostik harus didesain sesuai dengan format dan respon yang dimiliki oleh tes diagnostik. Selain itu tes diagnostik dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa, penggunaan soal-soal



tes diagnostik



berbentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya, serta tahap akhir disertai tahapan penyelesaian terhadap hasil diagnostik yang telah teridentifikasi.



Soal Diagnostik Satuan Pendidikan



: SMA Negeri 1 Tebas



Materi



: Struktur dan Fungsi Sel pada Sistem Pernapasan



Kelas/Semester



: XI / 2 (Genap)



Kompetensi Dasar



: 3.8 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem respirasi dalam



kaitannya



dengan



bioproses



dan



gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem respirasi manusia. Indikator Pencapaian



: 3.8.1 Menjelaskan proses pada sistem pernapasan beserta fungsinya.



Tujuan Pembelajaran



: Peserta didik dapat menjelaskan proses pada sistem pernapasan beserta fungsinya.



Indikator Soal



: Peserta didik dapat menjelaskan tujuan dari proses pernapasan.



Aspek



: C2



Soal : Tujuan dari proses pernapasan adalah... a. Mengambil udara dan mengeluarkan CO2 b. Mengambil oksigen untuk membakar makanan c. Mengambil udara dan mengeluarkan uap air d. Untuk membentuk ATP yang diperlukan untuk seluruh aktivitas tubuh. e. Mengambil uap air dan mengeluarkan oksigen Alasan : ...............................................................



Kunci : D Pembahasan Pernapasan atau respirasi merupakan serangkaian langkah proses pengambilan oksigen dan pengeluaran zat sisa berupa karbondioksida dan uap air. Oksigen tersebut diperlukan oleh seluruh sel tubuh dalam reaksi biokimia untuk menghasilkan energi yang berupa ATP. Reaksi tersebut menghasilkan karbondioksida dan uap air yang kemudian dihembuskan keluar



Analisis Jawaban : a. Apabila siswa tidak memahami konsep, siswa mengetahui bahwa tujuan dari proses pernapasan adalah mengambil udara dan mengeluarkan CO2 b. Apabila siswa tidak memahami konsep, siswa mengetahui bahwa tujuan dari proses pernapasan adalah mengambil oksigen untuk membakar makanan. c. Apabila siswa tidak memahami konsep, siswa mengetahui bahwa tujuan dari proses pernapasan adalah mengambil udara dan mengeluarkan uap air d. Siswa telah memahami konsep e. Apabila siswa tidak memahami konsep, siswa mengetahui bahwa tujuan dari proses pernapasan adalah mengambil uap air dan mengeluarkan oksigen.



DAFTAR PUSTAKA



Arikunto, Suharsimi, 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta, Bumi Akasara. Hewindati, Y. dan Suryanto, A. 2004. Pemahaman Murid Sekolah Dasar terhadap Konsep IPA Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis adanya Miskonsepsi. Jurnal Pendidikan, 5: 61-72. Liliawati, W. & Ramalis, T. 2008. Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA dengan menggunakan CRI (Certainly of Respons Index) dalam Upaya Perbaikan dan Pengembangan Materi IPBA pada KTSP. Laporan Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia. Nainggolan, Letti. (2017). IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB MISKONSEPSI PADA TOPIK SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA DI KELAS IX SMP NURUL FADHILAH MEDAN. Prosiding Seminar Nasional III Biologi dan Pembelajarannya Universitas Negeri Medan, 08 September 2017 ISBN : 978-602-5097-61-4. (online). https://scholar.google.co.id/citations?user=-h4lrGUAAAAJ&hl=id. Diakses 25 November 2019. Suparno, P. 2005. Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo