Mitigasi Bencana Kab - Wonogiri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MITIGASI BENCANA



MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR BADAN PENAGGULANGAN BENCANA DAERAH WONOGIRI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mitigasi Bencana



Dosen Pengampu : Hanggoro Tri Cahyo Andiyarto,S.T.,M.T.



Disusun Oleh : M Bima Aditya Kusuma



NIM: 5113412067



Inggit Saskia Ratnasanti



NIM: 5113412068



Fajariman Yudho Baskoro



NIM: 5113412069



Muhammad Eko Prasetyo



NIM: 5113412073



JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015



i



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat Taufiq dan Hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat disesuaikan. Kami selaku penyusun sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan selanjutnya. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini terutama kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri, Jawa Tengah. Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada saya selaku penulis dan umumnya kepada pembaca. Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.



Semarang, Desember 2015 Penyusun, Kelompok Mitigasi Bencana Kabupaten Wonogiri



ii



DAFTAR ISI



Halaman Judul



i



Kata Pengantar



ii



Daftar Isi



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3.



1



Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan



1 3 4



BAB II PEMBAHASAN



5



2.1. Pengertian Tanah Longsor 5 2.2. Jenis-jenis tanah longsor 6 2.3. Gejala umum tanah longsor 7 2.4. Kejadian Tanah Longsor Di Kabupaten Wonogiri 7 2.5. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor 8 2.6. Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Wonogiri 16 2.7. Tindakan Yang Bisa Dilakukan Selama dan Sesudah Tanah Longsor 17 2.8. Upaya yang dapat dilakukan Sebagai Mahasiswa Teknik Sipil di Kabupaten Wonogiri Sebagai Upaya Kesiapsiagaan Bencana 20



BAB III PENUTUP 3.1. 3.2.



21 Simpulan Saran



21 23



DAFTAR PUSTAKA



25



Lampiran



26



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang



Bencana merupakan sebuah akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dengan waktu yang relatif cepat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya yang terjadi sedemikian rupa, seperti bencana gempa bumi, banjir, gunung berapi, dan tanah longsor yang memerlukan tindakan penanggulangan segera. Jika dilihat dari potensi bencana yang ditimbulkan, bahaya bencana merupakan suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Kerentanan (vulnerebility) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila "bahaya" terjadi pada "kondisi yang rentan" (Awotona, 1997:1-2) Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan terjadi bencana gempa bumi, banjir, gunung berapi, dan tanah longsor. Hal ini dibuktikan dengan seringnya berbagai bencana yang terjadi di berbagai wilayah secara terus menerus baik yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia sendiri dengan begitu hebatnya, sehingga masyarakat yang terkena arus menanggapinya dengan tindakan yang luar biasa dimana merugikan kehidupan manusia, harta, benda, atau aktivitas bila meningkat menjadi bencana (Bakornas PBP, 1998; Utomo, 2006; Darmawan, 2008). Didalam Undang-Undang Republik Indonesia No.24 tahun 2007 pasal 1 tentang penangulangan bencana juga menyatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari beberapa bencana yang ada, tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesi. Fakta yang menarik di Indonesia bencana tanah longsor terjadi dikarenakan kerusakan hutan lindung di Pulau Jawa mencapai ±19.000 hektar per tahun selama periode 1992-1999. Selain itu, alih fungsi lahan juga terjadi pada kawasan budidaya sebagaimana ditunjukkan oleh data alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan non-pertanian di Pulau Jawa yang mencapai ±40.000 hektar per tahun selama kurun waktu 1983– 1993.Dan juga karena pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik kawasan, sebagai contoh, pada kawasan dengan kemiringan di atas 40% pun masih dimungkinkan dikembangkan kegiatan budidaya kehutanan, baik hutan produksi maupun hutan rakyat, dengan jenis vegetasi yang mampu melindungi lahan dari bahaya erosi dan longsor (Dardak 2, 2006). Salah satu daerah rawan bencana tanah longsor di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Wonogiri. Daerah ini mempunyai beberapa zona rawan bencana rawan longsor, dimana menurut Perda No. 19 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri Pasal 24 ayat 1 menerangkan yang dimaksud kawasan rawan tanah longsor adalah kawasan yang kondisi tanahnya



1



mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah. Kawasan rawan longsor di Kabupaten Wonogiri tergolong luas karena kondisi tanahnya yang tidak rata bahkan mempunyai banyak lereng-lereng dimana sesuai ketentuan dalam perda yaitu tidak diperbolehkan mendirikan suatu bangunan diatas kawasan rawan longsor termasuk dilereng-lereng bukit kecuali pendirian tersebut memenuhi syarat yaitu difungsikan sebagai bangunan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013), Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 Ha atau 5.59% dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah, dan secara geografis Kabupaten Wonogiri terletak pada garis lintang 7º 32’ - 8º 15’ Lintang Selatan dan garis bujur 110º 41’ - 111º 18’ Bujur Timur. Kabupaten ini berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, 17 km Kabupaten Sukoharjo, 67 km Kabupaten Klaten dan berjarak 133 km Kota Semarang serta berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur di sebelah timur dan Samudera Indonesia di sebelah barat. Keadaan alamnya sebagaian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagaian Selatan, termasuk jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan mata air dari Bengawan Solo. Kondisi Topografi Kabupaten Wonogiri sebagian tanahnya berupa perbukitan, dengan ±20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama yang berada di wilayah selatan Kabupaten Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata dengan kemiringan rata-rata 300, sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumber daya alam yang saling berbeda. Hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki kesuburan dan potensial untuk pertanian. Dengan topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Di Kabupaten Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatuan dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau. Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik. Disamping itu Kabupaten Wonogiri juga mempunyai 2 (dua) pantai yaitu Pantai Sembukan dan Pantai Nampu yang mempunyai pasir putih yang sangat tebal dan cocok untuk berwisata. Secara Klimatologi, Kabupaten Wonogiri beriklim tropis, mampunyai 2 musim yaitu penghujan dan kemarau dengan suhu rata-rata antara 240 - 320 dengan curah hujan rata-rata 1,845 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 100 hari/tahun. Besarnya hujan potensial pertahun rata-rata 3.631.708.820 m 3 dengan tingkat evaporasi sebesar 10% maka jumlah air hujan efektif di Kabupaten Wonogiri pertahun rata-rata sebesar 3.268.537.937 m3 dengan penyebaran daerah hujan yang tidak merata. Banyaknya daerah tinggi didukung dengan banyak lereng dan pegunungan membuat daerah Kabupaten Wonogiri memiliki curah hujan yang relatif tinggi namun dengan waktu yang tidak menentu. Contohnya yaitu ketika musim hujan datang di daerah Kabupaten Wonogiri belum turun hujan untuk rentang waktu yang lama yang mengakibatkan juga kekeringan. Namun ketika Musim hujan datang maka intensitas hujannya akan sangat tinggi untuk beberapa hari secara terus menerus, untuk itu selain bencana tanah longsor yang umumnya terjadi saat musim hujan juga terjadi bencana kekeringan dimana



2



musim hujan yang seharusnya sudah tiba namun untuk rentang waktu yang lama belum turun hujan hingga persediaan air juga sangat langka. Kabupaten Wonogiri yang banyak diisi oleh kontur pegunungan dan deretan perbukitan membuat kemungkinan pergerakan tanah akibat datangnya hujan lebih besar dibandingkan daerah lain yang cenderung landai atau datar. Jika pergerakan tanah terjadi, akan meluncur ke bawah dalam bentuk material longsor. Berdasarkan data dari Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPESDM) Kabupaten Wonogiri memiliki 13 dari 25 kecamatan yang dinyatakan masuk zona merah atau rawan longsor karena berada pada lereng bukit dengan kemiringan curam. Dari 13 kecamatan tersebut mencapai sebanyak 46 desa atau dengan luas total 245,36 kilometer persegi, bahkan untuk kemiringan mencapai 10 hingga 65 derajat. Bukit-bukit itu terdiri atas batu-batuan yang tertutup tanah dan pohon, karena itulah sangat rentan terjadi longsor. Terutama ketika hujan deras datang mengguyur, terjadi pergerakan tanah di kemiringan lereng bukit cukup besar. Wilayah yang masuk zona rawan longsor seharusnya tidak boleh digunakan untuk permukiman warga karena akibatnya bisa fatal. Untuk aktifitas pertanian pun sebenarnya tidak diperkenankan, sebab akan memicu pergerakan tanah di sekitarnya. Terkait dengan situasi adanya bencana tanah longsor beserta dampak negatif yang ditimbulkan menandakan beberapa permasalahan seperti kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya, kurangnya pemahaman baik wilayah maupun masyarakat terhadap karakteristik bahaya (hazards), menandakan perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam (vulnerability), kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan, serta ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya, sehingga untuk mengatasi beberapa masalah diatas untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan dibutuhkan upaya Mitigasi dalam hal kewaspadaan dan kesiapan menghadapi ancaman bahaya dimana menurut UU No.24 Tahun 2007 pasal 1 ayat 9 menerangkan yang dimaksud mitigasi bancana yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Berdasarkan uraian diatas mengenai permasalahan bencana yang terjadi di Kabupaten Wonogiri dibutuhkan upaya mitigasi untuk bencana tanah longsor yang akan dibahas didalam bab II.



1.2. Rumusan Masalah Bedasarkan uraian latar belakang diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa faktor penyebab terjadinya bencana longsor di Kabupaten Wonogiri? 2. Bagaimana upaya mitigasi bencana dalam hal mengatasi terjadinya tanah longsor di Kabupaten Wonogiri?



3



1.3. Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu : 1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya tanah longsor di Kabupaten Wonogiri 2. Mengetahui upaya mitigasi bencana yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana longsor



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Tanah Longsor Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.



Gambar 2.1 Pergerakan Tanah saat terjadi longsor



Tanah longsor terjadi jika tanah sudah tak mampu mendukung berat lapisan tanah di atasnya. Ini terjadi karena ada penambahan beban pada permukaan lereng, berkurangnya daya ikat antar butiran tanah dan atau perubahan lereng menjadi lebih terjal. Faktor permicu utama kelongsoran tanah adalah air hujan. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah. Selanjutnya batuan/tanah penyusun lereng tersebut kondisinya menjadi kritis-labil. Hilangnya vegetasi karena kebakaran, penebangan, dan penggundulan hutan yang menyebabkan erosi, lalu pembebanan oleh hujan, beban bangunan, atau rembesan irigasi dan sistem pembuangan sampah (UNDIP,2008) hal ini yang



5



menyebabkan di Kabupaten Wonogiri intensitas hujan sangat berpengaruh terhadap terjadinya bencana tanah longsor.Tanah longsor banyak terjadi pada daerah perbukitan. Ciri-cirinya, tingkat kemiringan lereng lebih dari 30 derajat, curah hujan tinggi, terdapat lapisan tanah tebal (lebih dari dua meter) yang menumpang di atas tanah atau batuan yang lebih keras. Tanah longsor sering diawali dengan kejadian hujan lebat secara terus menerus selama lima jam atau lebih, ataupun hujan yang tidak terlalu lebat tetapi terjadi secara terus menerus hingga beberapa hari. Ciri lainnya yaitu tanah retak diatas lereng dan selalu bertambah lebar dari hari ke hari, pepohonan di lereng bukit terlihat miring ke arah lembah, serta banyak terdapat rembesan air pada tebing atau kaki tebing, terutama pada batas antara tanah dan batuan dibawahnya.



2.2 Jenis - jenis Tanah Longsor Ada 6 jenis tanah longsor, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. 1) Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2) Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3) Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 4) Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 5) Rayapan Tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak



6



dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 6) Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.



2.3 Gejala Umum Tanah Longsor Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah longsor adalah : a. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing. Ini menjadi salah satu pertanda dan dapat dijadikan indikator bahwa bencana tanah longsor sudah berada di depan mata. Perlu ditinjau kembali apakah retakannya terjadi dalam skala besar atau skala kecil. Apabila terdapat retakan besar searah tebing yang memanjang, segera lakukan evakuasi warga yang tinggal dibawah lereng tersebut, karena sewaktu waktu tanah bisa ambruk. b. Biasanya terjadi setelah hujan turun. c. Munculnya mata air baru secara tiba-tiba. Jika didapati air yang muncul dan keluar dari tanah maka harus segera waspada karena itu bukan mata air yang sebenarnya melainkan tanah yang sudah kelebihan air sehingga air terdorong ke atas dan sampai ke permukaan. Atau bisa juga kadar air yang sudah terlalu tinggi dibagian atas mendorong air ke daerah bawah tebing sehingga keluar air yang mirip dengan mata air. d. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan. Jika dinding lereng sudah banyak rapuh ketika dipijak dan banyak batu berbagai ukuran sudah jatuh maka itu tandanya komposisi tanah sudah tidak solid, sehingga material berat seperti batu sudah terlebih dahulu jatuh. Jika kondisi tidak berubah maka longsoran tanah tinggal menunggu waktu saja.



2.4 Kejadian Tanah Longsor Di Kabupaten Wonogiri Riwayat kejadian tanah longsor di Kabupaten Wonogiri menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri, tanah longsor yang terjadi selain merusak rumah penduduk, juga banyak merusak jalan raya yang mengakibatkan jalan terputus ataupun tertimbun material tanah. Korban jiwa yang



7



ditimbulkan dari kejadian tanah longsor ini pada tahun 2014 mencapai 2 jiwa meninggal, dan pada tahun 2015 sampai bulan Oktober belum ada korban jiwa.



Gambar 2.2 Longsor Wonogiri 8 Februari 2015. (Sumber: www.liputan6.com)



2.5 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. 1. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Tingginya intensitas hujan yang terjadi, mengakibatkan kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hal ini dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.



8



Berikut adalah tabel curah hujan Kabupaten Wonogiri tahun 2014 menurut Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Holtikultura Kabupaten Wonogiri: Kecamatan (1) 1. Pracimantoro 2. Paranggupito 3. Giritontro 4. Giriwoyo 5. Batuwarno 6. Karangtengah 7. Tirtomoyo 8. Nguntoronadi 9. Baturetno 10. Eromoko 11. Wuryantoro 12. Manyaran 13. Selogiri 14. Wonogiri 15. Ngadirojo 16. Sidoharjo 17. Jatiroto 18. Kismantoro 19. Purwantoro 20. Bulukerto 21. Puhpelem 22. Slogohimo 23. Jatisrono 24. Jatipurno 25. Girimarto



Bulan Januari (2)



Februari (3)



Maret (4)



April (5)



Mei (6)



Juni (7)



Juli (8)



Agustus September Oktober (9) (10) (11)



Nopember Desember (12) (13)



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



613



317



115.5



170



37



85



170



0



0



0



199



477.5



384



192



151



0



92



28



8



0



0



0



93



298



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



358



185



167



144



89



155



26



0



0



0



305



596 0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



555



161



210



124



104



93



0



0



0



0



0



0



372



181



207



112



78



56



32



0



0



0



137



368



349



222.5



275



177



15



40.5



0



0



0



0



214



319



361



354



202



239



99



116



36



0



0



1



0



497



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



287



179



256



138



71



89



18



0



0



0



632



569



295



289



300



239



58



72



34



0



0



0



340



554



321



274



263



199



0



0



29



0



0



3



0



0



357



141



142



171



41



103



24



0



0



0



247



469



212



0



247



231



48



29



16



0



0



0



169



177



349



0



203.5



171



18.5



76



6.5



0



3



0



346.5



323.5



429



370



456



255



211



53



66



0



17.5



0



121



261



286



149



389



159



70



57



18



0



0



95



239



517



0



0



369



120



90



72



31



0



3



17



321



0



604



191



0



189



65



107



10



0



30



36



288



809



0



87



369



64



62



24



0



0



0



0



0



675.5



196



106



182



178



78



96



16



0



0



0



314



344



Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Wonogiri



2. Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah lebih dari 30 derajat apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar. Berikut adalah tabel potensi pergerakan tanah yang ada di Kabupaten Wonogiri:



9



NO 1 1



2



3



4



5



KECAMATAN 2 WONOGIRI



SELOGIRI



NGADIROJO



NGUNTORONADI



GIRIMARTO



6



JATISRONO



7



JATIPURNO



8



9



10 11



JATIROTO



SIDOHARJO



PURWANTORO SLOGOHIMO



KEL/DESA 3 Sendang Giritirto Giriwono Giripurwo Wonoharjo Sendangijo Gemantar Jendi Kepatihan Keloran Pare Jaten Singodutan Gemawang Mlokomanis wetan Jatimarto Ngadiroyo Bumiharjo Ngadipiro Kel. Beji Semin Kulurejo Bubakan Semagar Girimarto Tanjungsari Tanggulangin Girimulyo Kel. Balepanjang Jeporo Kembang Mangunharjo Kopen Jatipurwo Mojopuro Pingkuk Dawungan Guno Boto Brenggolo Jatiroto Tempursari Sembukan Sempukerep Kedunggupit Kel. Kayuloko Sumber Setren Sokoboyo Sambirejo Padarangin



Potensi Gerakan Tanah 6



Menengah-Tinggi



Menengah-Tinggi



Menengah



Menengah



Menengah Menengah



Menengah



Menengah



Menengah



Menengah Menengah



10



12



13



14



15



16



17



KISMANTORO



BULUKERTO



PUHPELEM



WURYANTORO



MANYARAN



EROMOKO



18 19



PRACIMANTORO BATURETNO



20



TIRTOMOYO



21



BATUWARNO



Ngroto Bugelan Plosorejo Miri Pucung Lemahbang Kel. Kismantoro Gedawung Gesing Conto Geneng Sugihan Tanjung Nadi Golo Sukorejo Nguneng Kel. Giriharjo Puhpelem Tengger Gumiwang Lor Genukharjo Sumberejo Kel. Punduhsari Gunungan Bero Kepuhsari Pijiharjo Pagutan Ngandong Tempurharjo Pasekan Kel. Puloharjo Sindukerto Panekan Ngadirejo Wonodadi Setrorejo Balepanjang Hargantoro Sidorejo Hargorejo Sukoharjo Dlepih Hargosari Banyak Prodo Sendang mulya Tirtomoyo Ngarjosari Girirejo Batuwarno Tegiri Sendangsari



Menengah



Menengah



Menengah



Menengah



Menengah



Menengah



Menengah Menengah-Tinggi



Menengah



Menengah-Tinggi



11



22



23



24



KARANGTENGAH



Temboro Karangtengah Ngambarsari Purwoharjo Jeblogan



Menengah



GIRIWOYO



GIRITONTRO



Bumiharjo Tukulrejo Gedongrejo Selomarto Bayemharjo Jatirejo Tlogoharjo Ngargoharjo Tlogosari



Menengah-Tinggi



Menengah



Keterangan: Menengah :Daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan Tinggi



: Daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.



3. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. Berikut merupakan jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonogiri:



12



4. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. 5. Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.



13



Data tata lahan selain sebagai pemukiman Kabupaten Wonogiri: Penggunaan Tanah Tahun 2014



(1)



Jenis Penggunaan Tanah (2)



1 2 3 4 5



Sawah Tegal Hutan Rakyat Lain - lain Lahan Bukan Pertanian



No.



Jumlah



Luas ( ha ) (3) 32,539 88,668 4,370 18,734 37,925 182.236



Persentase (%) (4) 17.9 48.7 2.4 10.3 20.8 100



Sumber : Dinas Pertanian Kab.Wonogiri



6. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak. 7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. 8. Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah. 9. Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal. 10. Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di



14



bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. 11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri : a. Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda b. Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur c. Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai d. Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah e. Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama f. Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil. g. Longsoran lama ini cukup luas. 12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri : a. Bidang perlapisan batuan b. Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar c. Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat d. Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air). e. Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat f. Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor. 13. Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. 14. Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan.



15



2.6 Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Wonogiri Dalam upaya penanggulangan kebencanaan yang terjadi, pemerintah Kabupaten Wonogiri mendirikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri (BPBD) yang berdiri sejak Oktober 2013. Badan Penaggulangan Bencana daerah Wonogiri memang merupakan badan baru yang menangani kebencanaan, yang sebelumnya masalah kebencanaan ditangani oleh Kesbangpol Kabupaten Wonogiri. Berikut merupakan tahapan mitigasi tanah longsor yang dilakukan Badan Penaggulangan Daerah Wonogiri: a. Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di Kabupaten Wonogiri, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah Kabupaten Wonogiri dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana. b. Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah di Kabupaten Wonogiri c. Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya. d. Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana tanah longsor. Di kabupaten Wonogiri telah terpasang alat deteksi gerakan tanah yang dipasang di daerah tertentu dengan tingkat kelongsoran tinggi. Alat ini terpasang di lima titik dan merupakan bantuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Rencana tahun depan Badan Penaggulangan Bencana Daerah wonogiri juga akan memasang alat yang sama di titik rawan longsor yang lainnya. e. Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi ataupun Kabupaten serta masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain,



16



mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah f.



Pemeriksaan bencana longsor



Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di Kabupaten Wonogiri yang berpotensi terjadinya bencana tanah longsor.



2.7 Tindakan Yang Bisa Dilakukan Selama dan Sesudah Tanah Longsor Kondisi alam Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan, memaksa masyarakat untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam yang ada. Masyarakat dipaksa untuk bisa memahami kondisi alam bila suatu saat kondisi alam menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya bencana terutama tanah longsor. Mekanisme beradaptasi dengan lingkungan dilakukan dengan melihat curah hujan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal. Apabila curah hujan yang terjadi sudah sangat tinggi dan dalam jangan waktu yang lama, maka warga sekitar akan menganalisis kemungkinan terjadinya tanah longsor dan akan segera melakukan pengungsian ke tempat yang lebih aman. Mekanisme beradaptasi ini banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Wonogiri yang tinggal di daerah rawan bencana tanah longsor. Badan Penaggulangan Bencana Daerah Wonogiri berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi bencana selama dan sesuda terjadinya tanah longsor, diantaranya adalah: 1 Tanggap Darurat Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Yang harus dilakukan dalam tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Tanggap darurat bencana dibantu oleh relawan-relawan yang dilatih untuk antisipasi dan penanganan bencana oleh BPBD Kabupaten Wonogiri. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tanggap darurat, antara lain : a. Kondisi medan Kondisi medan pasca terjadinya bencana dapat mempersulit dalam melakukan pertolongan, terutama pasca terjadi tanah longsor. b. Kondisi bencana Tanggap darurat bencana yang akan dilakukan menyesuaikan dengan kondisi bencana yang terjadi. Penanganan darurat bencana tanah longsor tidaklah sama dengan bencana banjir, begitu juga dengan bencana yang lain. c. Peralatan



17



Peralatan yang digunakan juga peralatan yang sesuai dengan jenis bencana yang terjadi. Untuk penanganan tanah longsor, Badan Penaggulangan Daerah Wonogiri menggunakan alat bantu seperti kendaraan angkut, motor trail, dan alat-alat pemindahan tanah seperti cangkul, skop dan lain sebagainya. Selain itu juga ada tenda pengungsian sebagai tempat tinggal sementara d. Informasi bencana Tingkat bencana yang serius juga harus diperhitungkan dalam upaya tanggap darurat. 2 Rehabilitasi Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan. Di Kabupaten Wonogiri, para pakar penanggulangan bencana daerah melakukan usaha Metode Konservasi Tanah agar dapat mengurangi dan mencegah terjadinya longsor. Pada dasarnya pengelolaan atau pengusahaan tanah yang akan memberikan manfaaat bagi generasi-generasi berikutnya adalah menjaga sebaik-baiknya lahan yang digunakan agar selalu dalam keadaan yang baik dan seimbang secara biologis dimana ekosistem dipertahankan dengan sebaik-baiknya. Usaha pengendalian tanah longsor dan atau pengawetan tanah dan air yang dilakukan dengan memanfaatkan cara vegetatif adalah didasarkan peraturan tanaman, dimana tanaman-tanaman itu mempunyai peranan untuk mengurangi tanah longsor, yaitu dalam hal: a. Batang, ranting dan daun-daunnya berperan menghalangi tumbukantumbukan langsung butir-butir hujan kepada permukaan tanah, dengan perananya itu tercegahlah penghancuran agregat-agregat tanah. b. Daun-daun penutup tanah serta akar-akar tersebar pada lapisan permukaan tanah berperan mengurangi kecepatan aliran permukaan, sehingga daya kikis, daya angkutan air pada permukaan tanah dapat direduksi, diperkecil ataupun diperlamban. c. Akar-akar tanaman berperan dalam pengambilan atau pengisapan air bagi keperluan tumbuhnya tanaman yang selanjutnya sebagian diuapkan melalui daun-daunya ke udara, pengambilan atau pengisapan air oleh akar-akaran ini dapat meningkatkan daya isap tanah akan air, dan dengan demikian sedikit atau banyak aliran permukaan dapat dikurangi.



18



Cara vegetatif atau cara memanfaatkan peranan tanaman usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaanya dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.



Penghutanan kembali dan penghijauan, Penanaman tanaman penutup tanah, Penanaman tanaman secara garis kontur, Penanaman tanaman dalam strip, Penanaman tanaman secara bergilir, dan Pemulsaan atau pemanfaatan serasah tanaman (Kartasapoetra; 2010).



Usaha pengendalian erosi dapat juga dilakukan dengan cara teknis mekanis walaupun kenyataanya cara ini membutuhkan pembiayaan yang besar dibanding dengan cara vegetatif, karena menyangkut pembuatan prasarana, seperti: a. Pembuatan jalur-jalur bagi pengaliran air dari tempat-tempat tertentu ketempat-tempat pembuangan. b. Pembuatan teras-teras atau sengkedan-sengkedan agar aliran air dapat terhambat sehingga daya angkut atau hanyutnya berkurang. c. Pembuatan selokan dan parit ataupun rorak-rorak pada tempat-tempat tertentu. d. Melakukan pengolahan tanah sedemikian rupa yang sejajar dengan garis kontur. Akan tetapi walaupun jelas cara ini memerlukan biaya yang cukup besar, demi terhindarnya erosi yang akan mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar, maka cara ini sebaiknya diperhatikan. Dengan pembuatan-pembuatan dan perlakuan seperti itu atau usaha pengendalian erosi secara mekanis ini dapat diharapkan terkurangi atau terhambatnya aliran 3 Rekonstruksi Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Penaggulangan Bencana Daerah Wonogiri di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.



19



2.8 Upaya yang dapat dilakukan Sebagai Mahasiswa Teknik Sipil di Kabupaten Wonogiri Sebagai Upaya Kesiapsiagaan Bencana Sebagai mahasiswa teknik sipil dalam menanggulangi bencana tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Wonogiri, bentuk dari pengendalian mitigasi bencana yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Membuat talut pada titik-titik yang mempunyai tingkat kerawanan tanah longsor tinggi agar dapat meminimalisir korban bencana tanah longsor. Namun tentunya hal ini sangat sulit untuk dilakukan mengingat kondisi alam Kabupaten Wonogiri yang sebagian besar terdiri dari perbukitan dan daerah yang gersang serta jarang adanya pepohonan. Selain itu juga alasan pertimbangan ekonomi yang membutuhkan biaya besar untuk rencana pembuatan talud. b. Membuat saluran drainase agar air dapat mengalir sebagaimana mestinya sehingga tidak menibulkan tanah yang terlalu jenuh.



20



BAB II PENUTUP



3.1 Simpulan Pertama, dari beberapa kasus tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Wonogiri, faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain: a. Hujan Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Tingginya intensitas hujan yang terjadi, mengakibatkan kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hal ini dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah. b. Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah lebih dari 30 derajat apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar. c. Tanah yang kurang padat dan tebal Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. d. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. e.



Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar



21



pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama. Getaran



f.



Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan. Susut muka air danau atau bendungan



g.



Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. Adanya beban tambahan



h.



Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. i.



Pengikisan/erosi



Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal. j.



Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.



k.



Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.



Kedua, Badan Penaggulangan Bencana Daerah Wonogiri berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi bencana selama dan sesuda terjadinya tanah longsor, diantaranya adalah: a. Tanggap Darurat



22



Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Yang harus dilakukan dalam tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Tanggap darurat bencana dibantu oleh relawan-relawan yang dilatih untuk antisipasi dan penanganan bencana oleh BPBD Kabupaten Wonogiri.



b. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.



c. Rekonstruksi Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Penaggulangan Bencana Daerah Wonogiri di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.



3.2 Saran Kami kira kegiatan mitigasi yang telah dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri sudah cukup untuk menanggulangi bencana yang terjadi terutama bencana tanah longsor. Namun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti pembuatan fasilitas-fasilitas pokok dan penunjang seperti



23



pembuatan talud, saluran drainase memang bukan wewenang Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri untuk membuatnya.



Badan



24



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Woogiri Nomor 9 tahun 2011.: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri, Wonogiri. Anonim. 2014. Wonogiri dalam angka.:Badan Pusat Statistik, Wonogiri Anonim. 2015. Data Daerah Rawan Bencana Daerah Wonogiri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri, Wonogiri



25



Badan Penaggulangan Bencana Daerah Wonogiri



Kegiatan penaggulangan bencana



Dokumentasi Kegiatan Wawancara