(Modul 3) Makalah Keb. Publik - Kel 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MODUL 3 PROSES KEBIJAKAN PUBLIK Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah “Kebijakan Publik” Dengan tutor pembimbing Ary Wibawa, S.AP.,M.AP



UNIVERSITAS TERBUKA Disusun oleh: KELOMPOK 3 SITI RAHMAH HAYATI (030967221) LINDA NOVIANI (030966964) MAULIDA MARTIANI (030947885)



PROGRAM STUDI : 50/ILMU ADMINISTRASI NEGARA (S1) FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL dan ILMU POLITIK UNIVERSITAS TERBUKA 2021



KATA PENGANTAR



Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Taufiq dan hidayah-Nya berupa kekuatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kebijakan Publik tentang “Proses Kebijakan Publik”. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Ary Wibawa selaku tutor mata kuliah Kebijakan Publik yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.



Kandangan, 19 Oktober 2021



Kelompok 3



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1 C. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 1 D. Tujuan ..................................................................................................................... 2 E. Manfaat ................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN MODUL 3: PROSES KEBIJAKAN PUBLIK ........................................................................ 3 A. Makna Kebijakan Publik sebagai Proses ................................................................. 3 B. Proses Teknokratis dan Demokratis ........................................................................ 4 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................. 7 B. Saran ....................................................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 9



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Portney (1986) menyatakan bahwa kebijakan publik itu bukanlah merupakan sebuah produk kegiatan pemerintah melainkan sebuah proses politik. Oleh karenanya, kebijakan publik bukanlah merupakan dampak dari keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah, tetapi merupakan sebuah refleksi apa yang terjadi dalam proses perumusan kebijakan publik. Konsepsi kebijakan publik sebagai sebuah proses yang tidak sematamata bersifat teknokratis, linear, ataupun fungsional dari tahap awal sampai akhir yang dinilai "apolitis" melainkan sebuah proses politik yang sarat dengan tarik menarik berbagai kepentingan, konflik dan konsensus antaraktor dan lingkungan, baik dari dalam maupun luar yang begitu kuat pengaruhnya. Pendekatan proses yang merupakan "gabungan" antara pendekatan teknokratis dan politis akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih baik. Hal ini bukanlah pendekatan yang mudah dan sederhana melainkan sebuah upaya yang rumit, sulit, canggih, dan kompleks.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu makna kebijakan publik sebagai proses? 2. Bagaimana proses teknokratis dan demokratis?



C. RUANG LINGKUP Pada pembahasan ini terfokus pada: 1. Mencermati arti atau makna kebijakan publik dari sudut pandang proses. 2. Pemahaman lebih jauh mengenai perbedaan karakteristik dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu proses teknokratis dan demokratis.



1



D. TUJUAN Tujuan utama pembuatan makalah ini untuk memenuhi nilai mata kuliah Kebijakan Publik. Selanjutnya untuk memaparkan tentang makna kebijakan publik dipandang dari sudut proses dan proses teknokratis dan demokratis.



E. MANFAAT Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah penulis dan pembaca lebih memahami mengenai makna kebijakan publik sebagai proses, memberikan wawasan mengenai bagaimana proses pembuatan kebijakan publik yang teknokratis dan politis demokratis dan memberikan gambaran terkait proses kebijakan publik.



2



BAB II PEMBAHASAN PROSES KEBIJAKAN PUBLIK



A. Makna Kebijakan Publik sebagai Proses James E. Anderson menggunakan kata "proses" dalam bukunya Public Policy Making (1979) menulis bahwa "the policy process will be viewed as a sequential pattern of action involving a number of functional categories of activity …" (proses kebijakan dapat dipandang sebagai sebuah pola tindakan yang berurutan yang meliputi sejumlah aktivitas fungsional …). Halord Laswell (1956), lebih memfokuskan kajiannya pada adanya berbagai aktivitas fungsional dalam proses kebijakan ("seven categories of functional analysis") yang saling berurutan, yaitu: ● Tahap 1: Intelligence, yang mempertanyakan bagaimanakah cara mengumpulkan dan memproses informasi sehingga pembuat kebijakan tertarik perhatiannya kepada masalah kebijakan? ● Tahap 2: Recommendation, bagaimanakah rekomendasi atau alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dibuat dan dipromosikan? ● Tahap 3: Prescription, bagaimanakah ketentuan atau aturan umum diadopsi atau dilaksanakan, dan oleh siapa? ● Tahap 4: Invocation, siapakah yang berwenang menentukan bahwa perilaku seseorang menyimpang dari aturan hukum dan menuntut dilaksanakannya aturan atau hukum tersebut? ● Tahap 5: Application, bagaimanakah caranya agar aturan atau hukum tersebut benar-benar dapat diaplikasikan atau dipaksakan berlakunya? ● Tahap 6: Appraisal, bagaimanakah pelaksanaan kebijakan, keberhasilan dan kegagalannya hendak dinilai? ● Tahap 7: Termination, bagaimanakah aturan atau hukum yang asli hendak dihentikan atau dilanjutkan?



3



Pakar lain, David Easton juga menawarkan sebuah pendekatan dalam proses kebijakan yang dikenal dengan nama "Model Sistem Politik" atau "Model Kotak Hitam". Karakteristik model ini adalah bahwa proses kebijakan itu terdiri dari kegiatan (1) menerima masukan (input) dari lingkungan (2) lewat proses konversi dalam sistem politik (3) diubah menjadi hasil dan dampak kebijakan. Sesuai dengan semakin berkembangnya nilai-nilai demokrasi di masyarakat di mana mereka semakin banyak menuntut agar "suara" mereka didengar dan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan publik maka proses kebijakan publik yang linear-mekanistik dan "top-down" perlu diragukan kelayakan atau efektivitasnya.



B. Proses Teknokratis dan Demokratis Proses teknokratis adalah proses lebih mengedepankan perumusan kebijakan publik secara bertahap: merumuskan masalah, mencari alternatif kebijakan, melaksanakan, dan menilai dampak kebijakan. Sedangkan proses demokratis adalah proses yang mengedepankan peran aktor kebijakan (policy subsystems) yang terikat dalam jejaring kebijakan untuk merumuskan kebijakan sesuai dengan kepentingan aktor kebijakan. Ada berbagai istilah (nomenclature) yang dipakai para pakar untuk membedakan antara proses teknokratis dan proses demokratis. Proses Teknokratis



Proses Demokratis



-



Linear



-



Non - Linear



-



Rational



-



Nonrational



-



Simplistik



-



Messy, Complex



-



Bureaucratic



-



Pluralistic



-



Mechanistic



-



Interactive



4



-



Pragmatic - Therapeutic



-



Deliberative



-



Top Down



-



Bottom - Up



-



Artificial



-



Fluid



-



Engineering



-



Genuine



-



Positivism



-



Postpositivism



Linear, merupakan proses perumusan kebijakan publik yang digambarkan seperti garis lurus, bertahap, berurutan, dan mudah. Sebaliknya, nonlinear merupakan proses perumusan kebijakan publik yang berliku karena harus memperhatikan masukan dan keterlibatan satu sama lain. Rational, merupakan proses kebijakan publik di mana pembuat kebijakan harus bisa mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi yang berkualitas agar bisa menghasilkan kebijakan yang baik. Sedangkan proses nonrational lebih mengedepankan nilai yang akan dipertukarkan oleh berbagai aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik. Simplistic, perumusan kebijakan publik berusaha menyederhanakan proses kebijakan yang begitu kompleks ke dalam tahap-tahap yang berurutan yang ditetapkan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan kebijakan. Sebaliknya, Messy dan Complex melihat realitas politik itu tidak beraturan dan kompleks di mana antara tahap yang satu dengan tahap yang satu dengan tahap lain saling tumpang tindih. Bureaucratic, adalah proses perumusan kebijakan publik di mana peran birokrasi pemerintah sangat dominan. Sedangkan proses pluralistic memandang proses perumusan kebijakan publik sebagai proses kerja sama antar-stakeholder kebijakan yang beragam jenisnya. Mechanistic, adalah proses perumusan kebijakan yang berjalan seperti layaknya mesin yang sedang berputar sesuai dengan aturan main dan prosedur tetap yang ada atau yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan proses interactive melihat 5



bahwa proses perumusan kebijakan publik mekanistik sering kali tidak bisa berjalan seperti yang dikehendaki karena keterbatasan sumber-sumber. Pragmatic-Therapeutic adalah proses perumusan kebijakan publik yang pragmatis dimaksudkan untuk mengatasi masalah kecil, sederhana, jangka pendek, dan instan. Sedangkan deliberative menghendaki adanya proses dialogis yang intensif dan komprehensif antarpartisipan yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik untuk memecahkan masalah publik makro. Top-down adalah proses perumusan kebijakan publik yang semata-mata ditetapkan oleh pejabat atau institusi pemerintah pusat dengan tidak melibatkan pejabat atau institusi pemerintah di daerah. Sebaliknya, proses bottom-up adalah proses perumusan kebijakan publik yang idenya datang dari masyarakat daerah kemudian ditangkap dan dimatangkan oleh pejabat pemerintah daerah sebagai sebuah kebijakan publik yang berorientasi pada kepentingan rakyat daerah. Artificial adalah proses perumusan kebijakan publik yang didesain sedemikian rupa rapi dan cermatnya serta mengikuti alur mekanisme dan prosedur tetap yang telah dibuat dengan harapan tanpa hambatan di tengah jalan untuk menghasilkan kebijakan yang baik. Sedangkan proses Fluid justru melihat proses perumusan kebijakan publik adalah proses yang alami, mengalir, dan cair. Engineering adalah proses perumusan kebijakan publik yang penuh dengan rekayasa dan sering kali mengabaikan kepentingan rakyat yang seharusnya menjadi penerima manfaat dari dibuatnya kebijakan tersebut. Sedangkan proses genuine adalah proses perumusan kebijakan publik yang mirip dengan proses Fluid dengan lebih menekankan pada proses "perekayasaan" kepentingan rakyat secara langsung tanpa rekayasa oleh siapa pun kecuali rekayasa langsung oleh masyarakat. Positivism adalah proses perumusan kebijakan publik yang menggunakan pendekatan positivisme yang mengedepankan proses analisis deterministik, formal, rasional, logic, linear, dan preskriptif.



6



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Menurut Lasswell proses pembuatan kebijakan publik berjalan secara berurutan atau bertahap yang terdiri atas 7 (tujuh) aktivitas fungsional yaitu mulai dari perumusan masalah sampai dengan penghentian ataupun kelanjutan kebijakan. Banyak pakar, peneliti, pemerhati, dan praktisi kebijakan mengikuti pandangan Lasswell, tetapi tidak sedikit pula yang mengkritiknya. Proses pembuatan kebijakan publik model Lasswellian dinilai terlampau simplistik, linear, dan mekanistik serta mengabaikan lingkungan kebijakan yang senantiasa berkembang secara dinamis. Alan dengan menggunakan istilah Sabatier dan Jenkins-Smith , model Lasswellian "tidak terbukti secara empirik". Masing-masing proses memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain secara diakronis. Proses teknokratis memiliki karakter utama, misalnya linear, birokratis, mekanistik, dan pragmatis. Sedangkan proses demokratis berkarakter nonlinear, pluralistik, interaktif, dan deliberatif. Masing- masing juga mengklaim memiliki kekuatan dan kekhasannya untuk merumuskan kebijakan publik. Proses teknokratis lebih mengedepankan proses perumusan kebijakan publik secara bertahap: merumuskan masalah, mencari alternatif kebijakan, melaksanakan, dan menilai dampak kebijakan. Proses demokratis lebih mengedepankan peran aktor kebijakan (policy subsystems) yang terikat dalam jejaring kebijakan untuk merumuskan kebijakan sesuai dengan kepentingan aktor kebijakan.



B. SARAN Maka dari itu sangat berharap sekali bahwa para pembaca selalu memberikan sebuah kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan untuk memperbaiki penulisan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca. Apabila dalam



7



penulisan bahasa, penyusunan makalah ini kurang sempurna kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.



8



DAFTAR PUSTAKA



Anderson, James E. 1979. Public Policy Making. New York: Holt, Rinehartnd Winston.



Heineman, R.A., W.T. Bluhm, S.A. Peterson, and E.N.Kearny. 1997. The World of The Policy Analyst. Chatam, NJ: Chatam House Publishers, Inc.



Hill, Michael. 1993. The Policy Process. New York: Harvester Wheatsheaf



Parsons, Wayne. 1997. Public Policy. Cheltenham: Edward Elgar.



Patton, C.V. and David S. Sawicki. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall.



Sabatier, P.A. 1986. " Top-Down and Bottom-Up Approaches to Implemen- tation Research" in Michael Hill. 1993. The Policy Process. New York: Harvester Wheatsheaf.



9